Oleh:
Pembimbing:
Prof. Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S (K)
2022
Medication-Overuse Headache (MOH) Akibat Penggunaan
Obat Parasetamol Jangka Panjang : Suatu Laporan Kasus
1
Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/ Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali.
2
Departemen/ SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RumahSakit Umum
Pusat Sanglah, Denpasar, Bali.
Abstrak
Latar belakang : Medication Overuse Headache (MOH) merupakan masalah umum kesehatan
global. MOH merupakan masalah di seluruh dunia dan saat ini dianggap jenis ketiga paling umum
nyeri kepala. MOH biasanya terjadi pada pasien nyeri kepala primer seperti migren atau Tension
Type Headache (TTH) akibat konsumsi obat berlebihan untuk meredakan nyeri kepala akut.
Kriteria MOH didasarkan pada konsensus ahli dan bukan bukti formal. Menurut International
Classification of Headache Disorders–3, MOH pada dasarnya didefinisikan sebagai nyeri kepala
selama 15 hari atau lebih per bulan selama lebih dari 3 bulan. MOH merupakan nyeri kepala
sekunder yang paling sering terjadi akibat penggunaan obat secara berlebihan dan jangka panjang
saat mengatasi nyeri kepala. Parasetamol adalah salah satu obat yang dapat menimbulkan MOH.
Tujuan: Melaporkan kasus untuk mengetahui mekanisme terjadinya MOH pada pasien nyeri
kepala yang mendapat terapi parasetamol dalam jangka waktu yang lama pada pasien perawatan
di bangsal RSUP Sanglah . Laporan Kasus: Pasien perempuan usia 45 tahun suku Bali dengan
keluhan nyeri kepala sejak 5 bulan terakhir. Nyeri kepala dirasakan berdenyut di bagian pelipis
atau dahi depan sampai ke ubun ubun bagian depan. Nyeri kepala berlangsung 3-5 jam dengan
intensitas sedang berat. Pada Pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya gangguan defisit
neurologis pada pasien. Pasien sebelumnya mendapat terapi parasetamol selama kurang lebih 5
bulan dan rutin meminum parasetamol setiap hari selama 5 bulan terakhir. Setelah pemberian
obat parasetamol dihentikan, dalam waktu 6 hari, intensitas nyeri kepala pasien mulai berkurang.
Diskusi: Patofisiologi MOH masih belum jelas diketahui; genetik, regulasi reseptor (up/ down
regulation) serta faktor psikologis diduga berperan. Risiko MOH meningkat tiga kali jika ada
riwayat keluarga dengan MOH atau penyalahgunaan obat lain atau alkohol. Simpulan: MOH
adalah nyeri kepala kronik akibat penggunaan obat-obatan analgesik yang berlebihan.
Patofisiologinya belum sepenuh-nya diketahui. Perlu dilakukan pengenalan dini pasien dengan
risiko tinggi MOH.
Kata kunci: Medication Overuse Headache, MOH, nyeri kepala, parasetamol
PENDAHULUAN
Menurut konsep saat ini, nyeri kepala akibat penggunaan obat yang berlebihan
Medication-Overuse Headache (MOH) merupakan nyeri kepala sekunder suatu bentuk
perburukan dari nyeri kepala yang sudah ada sebelumnya (biasanya nyeri kepala primer).
Terjadi akibat penggunaan berlebihan satu atau lebih obat-obatan untuk mengatasi serangan
atau menghilangkan rasa nyeri tersebut. Konsep bahwa pengobatan nyeri kepala mungkin
menjadi penyebab kronifikasi dari nyeri kepala bukanlah hal baru, tetapi pemahaman kita
tentang konsep ini,dan terminologi yang mendefinisikannya, telah berubah sepanjang
tahun.3,4
Kriteria MOH didasarkan pada konsensus ahli dan bukan bukti formal. Menurut
International Classification of Headache Disorders–3 , MOH pada dasarnya didefinisikan
sebagai nyeri kepala selama 15 hari atau lebih per bulan yang dianggap sebagai
konsekuensi dari penggunaan obat nyeri kepala yang terlalu sering digunakan pada pasien
dengan nyeri kepala yang sudah ada sebelumnya. Klasifikasi tidak termasuk jumlah unit
obat atau dosis yang digunakan, tetapi jumlah hari per bulan obat diminum. 3,4 Medication
Overuse Headache (MOH) merupakan masalah umum kesehatan global dengan prevalensi
pada populasi dewasa dari berbagai negara mulai dari 0,5% hingga 7,6%. Data dari
Skandinavia menunjukkan prevalensi 1% hingga 2%, mewakili sekitar 50% dari semua
pasien dengan nyeri kepala harian kronis (CDH), nyeri kepala terjadi pada 15 hari atau
lebih per bulan selama lebih dari 3 bulan). MOH jelas dominan terjadi pada wanita.
Dibandingkan dengan tidak ada nyeri kepala atau nyeri kepala episodik, MOH dan nyeri
kepala kronis harian lainnya menyebabkan penurunan yang signifikan dalam kualitas hidup
dan produktivitas di tempat kerja. Gangguan psikiatri dan stressor terkait lainnya memiliki
efek negatif ditambah lagi dengan penggunaan obat berlebihan justru akan menambah
masalah pasien.5,6 Dokter harus selalu mencurigai MOH pada pasien yang sering
melaporkan nyeri kepala, terutama jika ada riwayat migraine dan Tension Type Headache
(TTH) sebelumnya. Penting untuk dicatat bahwa nyeri kepala di MOH tidak memiliki fitur
unik. Banyak pasien menggunakan obat pereda nyeri kurang atau lebih dari keteraturan
seharusnya. Perlu perhatian khusus bagi dokter untuk memikirkan terapi prefentif nyeri
kepala atau mengobati nyeri kepala itu sendiri, oleh karena dapat menimbulkan sumber
masalah baru bagi pasien.7
Epidemologi
Prevalensi MOH sekitar 1-2% pada populasi umum, 2,6% pada wanita, meningkat
sampai 5% pada dekade ke-5, dan 0,19% pada laki-laki. Prevalensi mencapai 55-70% pada
populasi penderita nyeri kepala. Penggunaan obat simptomatik berlebihan untuk penyakit
selain nyeri kepala tidak menyebabkan MOH. Studi meta analisis menunjukkan bahwa di
antara pasien MOH, 65% menderita migren, 27% TTH dan 8% nyeri kepala campuran.8
MOH merupakan masalah umum kesehatan global dengan prevalensi pada populasi
dewasa dari berbagai negara mulai dari 0,5% hingga 7,6%. Penelitian di Skandinavia
melaporkan prevalensi MOH 1% hingga 2%, mewakili sekitar 50% dari semua pasien
dengan nyeri kepala harian kronis, nyeri kepala terjadi pada 15 hari atau lebih per bulan
selama lebih dari 3 bulan). Di Singapura, survei praktik umum pasien dan dokter yang hadir
dalam pengaturan perawatan primer menemukan bahwa 22,6% populasi pasien melaporkan
minum obat nyeri akut untuk nyeri kepala setidaknya 4 hari per minggu. Namun, dokter
hanya mengidentifikasi hal ini pada 5,3% dari populasi penelitian, menunjukkan bahwa
dokter tidak mengenali sebagian besar pasien yang berisiko MOH. 6,9,10
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien : Ni Ketut Novita Hartatik/ Perempuan/ 45th/ RM: 21047911
RPD : Hipertensi sejak 4 tahun , CKD sejak 3 tahun yang lalu, dan hemodialisa rutin
reguler 3x seminggu, hari selasa, kamis dan sabtu
RPO :
- Kandesartan 1x32 mg IO
- Carvedilol 2x25 mg IO
- Clonidin 3x 0,15 mg IO
- Nifedipin 10 mg sublingual
- Asetosal 1x 80 mg IO
- Parasetamol 500mg K/P IO
Neuro rawat bersama dengan diagnosis:
1. Sefalgia terkait hemodinamik (terkait hipertensi arterial) dd tension type headache
2. Sefalgia sekunder terkait hemodialisis
3. CKD stage V e.c susp PNC on HD regular
4. HT stage II
Pemeriksaan Fisik:
Tensi: 200/110mmhg (MAP 140)
Nadi: 89 kali
Suhu: 36,1
Napas: 18 kali per menit
Saturasi: 99% via o2 Nasal canule 3lpm
NPRS: 6/10 (kepala)
Klinis neurologis
GCS E4V5M6
Meningeal sign (-)
Pupil bulat isokor 3mm/3 mm
paresis nervus kranialis (-)
Motorik normal
Sefalgia tipe campuran
Paracervical muscle tenderness (m. Trapezius D et S)
Allodenia regio kepala
Pemeriksaan Fisik
Tensi : 177/91 mmHg
Nadi : 90 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36 C
NPRS : 1-2/10 (kepala), 1/10 Leher dikatakan membaik setelh dry needling
Terapi
- Paracetamol 1000 mg tiap 8 jam intraoral
- Vitamin B kompleks 1 tablet tiap 12 jam intraoral
- Diazepam 2 mg tiap 12 jam intraoral
- Dry needling m trapezius dextra et sinistra
Diagnosa:
1. Sefalgia et causa Krisis Hipertensi tanpa Ensefalopati Hipertensi
2. Sefalgia sekunder terkait hemodialisis
3. Myofasial Pain Syndrome
4. CKD std V e.c susp. NS on HD Reguler.
Terapi:
Parasetamol 3x1000mg intraoral
Amitriptilin 2x25 mg intraoral
Diazepam 2x2mg intraoral
Injeksi ketorolak 30mg k/p
Tanggal 22 Januari 2022
Dikonsulkan kembali oleh TS Interna dengan pasien mengeluh nyeri kepala sejak pk
13.00 tgl (22/1/22) setelah pasien cuci darah. Nyeri dikatakan di seluruh kepala dari leher
hingga ke dahi, dirasakan seperti terikat dan berdenyut dengan intensitas sedang-berat.
Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan ditasakan hilang timbul. Keluhan
nyeri kepala tersebut berlangsung selama kurang lebih 1-5 jam yang membuat pasien sulit
untuk beristirahat. Keluhan nyeri kepala yang dirasakan tidak berkurang meskipun
sudah minum obat paracetamol dan amitriptyline.
Diagnosa:
1. Sefalgia sekunder terkait hemodialisis dd tension tipe headache
2. Myofacial pain syndrome
3. Krisis hipertensi tanpa ensefalopati hipertensi
Pemeriksaan Fisik
Tensi : 150/80 mmhg
Nadi : 70 kali per menit
Nafas : 16 kali per menit
Suhu : 36 derajat celsius
SpO2 : 99% via nasal kanul 2lpm
NPRS: 5-6/10 (kepala)
Klinis neurologis
GCS E4V5M6
Meningeal sign (-)
Pupil bulat isokor 3mm/3 mm
paresis nervus kranialis (-)
Motorik normal
Sefalgia tipe campuran
Paracervical muscle tenderness (m. Trapezius D et S)
Allodenia regio kepala
Terapi:
- Paracetamol 1000mg tiap 6 jam intraoral, Amitriptilin 2x12,5mg intraoral k/p,
Diazepam 2x2mg intraoral k/p
Diagnosa:
1. Nyeri kepala terkait hipertensi arterial
2. Sefalgia sekunder terkait hemodialisis
3. Hipertensi Emergency
4. CKD std V e.c susp. NS on HD Reguler.
Pemeriksaan Fisik
Tensi : 175/89 mmhg
Nadi : 87 kali per menit
Nafas : 20 kali per menit
Suhu : 36 derajat celsius
SpO2 : 99% via nasal kanul 2 lpm
NPRS: 5-6/10 (kepala)
Terapi:
- Paracetamol 1000mg tiap 8 jam intraoral,
- Diazepam 2mg tiap 12 jam intraoral
Tanggal 22 Februari 2022 Review diagnosa:
1. Nyeri kepala terkait Medication Overuse Headache
2. CKD st V on HD Reguler
- HT resisten
Pasien menderita Covid-19 dan saat itu dirawat di ruang isolasi covid. Nyeri kepala
dirasakan berdenyut masih dirasakan di bagian pelipis atau dahi depan sampai ke ubun
ubun bagian depan dan pasien mengatakan susah untuk beristirahat akibat nyeri kepala
tersebut. Nyeri kepala berlangsung 3-5 jam dengan intensitas sedang berat. Kelemahan
separuh tubuh disangkal, mual muntah disangkal, pandangan kabur atau dobel disangkal.
Pasien sebelumnya mendapat terapi parasetamol selama kurang lebih 5 bulan dan rutin
meminum parasetamol setiap hari selama 5 bulan terakhir. Nyeri kepala tidak
berkurang meskipun pasien meminum obat anti nyeri (Parasetamol). Pasien sudah
dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala pada Januari 2022 dan didapatkan hasil bacaan :
Chronic lacunar cerebral infarction pada lobus frontalis kiri, Small vessel ischemic
changes, dan Age related brain atrophy. Namun sejak timbul nyeri kepala hingga saat
ini tidak terdapat gejala defisit neurologis pada pasien. Pasien tidak ada keluhan mual
maupun muntah. Demam, batuk pilek disangkal. Pasien hanya mengalami meriang 2 hari
terakhir namun saat ini suhu tubuh pasien dalam batas normal. Kelemahan separuh tubuh,
bibir mencong, suara pelo, penglihatan ganda atau kabur tidak dikeluhkan oleh pasien
selama ini.
Diagnosa:
1. Nyeri kepala terkait Medication Overuse Headache (MOH)
2. Terkonfirmasi COVID-19 derajat Sedang
3. CKD st. V on HD reguler
- HT resisten
- anemia ringan
4. Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
Pemeriksaan Fisik
Tensi : 180/92(120 mmhg)
Nadi : 80 kali per menit
Nafas : 18 kali per menit
Suhu : 36.9 celcius
SpO2 : 99% via nasal canule 3lpm
NPRS: 5/10 (kepala)
Klinis neurologis
GCS E4V5M6
Meningeal sign (-)
Pupil bulat isokor 3mm/3 mm
paresis nervus kranialis (-)
Motorik normal
Sefalgia tipe campuran
Paracervical muscle tenderness (m. Trapezius D et S)
Terapi:
- Asam Valproat 2x500mg intraoral
- Parasetamol >> STOP
Ts nefro
Nikardipin up titrasi, Carvedilol 2x12.5 mg, Clonidin 3x0.3 mg, Adalat oros 1x90mg,
Candesartan 1x32 mg, HD sesuai jadwal (3x per minggu), Favipiravir 1600mg tiap 12
jam lanjut 600mg tiap 12 jam, Vit c 1x1000 IV, Vit d 1x1000 IU IO
Ts psikiatri
Klobazam 1x5mg intraoral
Sertralin 1x25mg intraoral
Tanggal 28 Februari 2022 Neuro visite K/P dan Neuro dapat dihubungi kembali jika terdapat
nyeri kepala dan atau defisit neurologis pada pasien. Perkembangan pasien selama 1 bulan
pasca penghentian parasetamol dan pemberian asam valproate dikatakan membaik. Nyeri
kepala pasien masih dirasakan namun dengan intensitas yang lebih jarang dan derajat lebih
ringan hingga saat ini. Belum ada pelaporan atau dihubungi kembali oleh TS Interna mengenai
peningkatan derajat nyeri kepala yang dirasakan pasien hingga saat ini.
DISKUSI
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi MOH masih belum jelas diketahui; genetik, regulasi reseptor (up/ down
regulation) serta faktor psikologis diduga berperan. Risiko MOH meningkat tiga kali jika
ada riwayat keluarga dengan MOH atau penyalahgunaan obat lain atau alkohol. Sebaliknya
risiko penyalahgunaan obat meningkat empat kali lipat pada pasien dengan riwayat
keluarga MOH. Faktor genetik yang menjadi fokus penelitian patofi siologi MOH adalah
brainderived neurotrophic factor (BDNF) yang merupakan salah satu bentuk polimorfisme
dari Val66Met polymorphism. Polimorfisme ini berkaitan dengan gangguan perilaku dan
penyalahgunaan obat pada penderita MOH. Penelitian lain menemukan hubungan
bermakna alel 10 dari gen transporter dopamin (SLC6A) dengan MOH dibandingkan
dengan migren episodik.24 Pada pasien MOH reseptor 5-HT2 mengalami up-regulation dan
densitas reseptor tersebut di platelet lebih besar dibandingkan kontrol sehat. Gangguan
reuptake reseptor 5-HT2 mengakibatkan rendahnya kadar 5-HT2 ini di dinding platelet.
Hal ini yang mendasari timbulnya MOH. Temuan ini juga didukung oleh penelitian lain
yang menunjukkan penderita MOH memiliki konsentrasi 5-HT rendah di dinding platelet
dan aktivitas transporter serotonin lebih tinggi. 22 Aspek penting dalam kronisitas nyeri
kepala adalah fenomena sensitisasi sentral. Bendtsen et al. seperti dikutip Katzarava et al.
menemukan penurunan ambang batas nyeri pada pasien TTH kronik. Pada penderita nyeri
kepala kronis terjadi fasilitasi sistem nosiseptif trigeminal pada tingkat supraspinal.23 Baru
baru ini, teknik pencitraan menggunakan florine-18-labelled-fluorodeoxy-glucose (18-
FDG) Positron Emission Tomography (PET) menemukan penurunan tingkat metabolisme
otak di daerah talamus bilateral, girus singuli anterior, insula, lobus parietal inferior dan
korteks orbitofrontal pada penderita MOH. Tiga minggu setelah withdrawal analgetik,
daerah-daerah tersebut mengalami perbaikan, kecuali korteks orbitofrontal. 22 Faktor
psikologi yang berperan dalam patofisiologi MOH adalah adiksi zat, tipe kepribadian,
genetik, dan rasa takut nyeri. Diasumsikan bahwa adiksi terhadap analgetik sama dengan
adiksi terhadap obat psikotropik seperti barbiturat, opioid, dan kafein, tetapi tidak ada bukti
bahwa triptans atau analgesik sederhana menimbulkan adiksi yang signifi kan; oleh karena
itu mekanisme ini belum sepenuhnya dapat menjelaskan terjadinya MOH. 23 Depresi dan
kecemasan juga merupakan faktor penting untuk memprediksi ketergantungan jangka
panjang terhadap analgetik.2
FAKTOR RISIKO
1. Nyeri kepalanya sendiri. Kebanyakan ahli setuju bahwa MOH terutama terjadi
pada penderita nyeri kepala primer seperti migren atau TTH.22
3. Status sosial ekonomi rendah. Pada populasi Belanda, prevalensi nyeri kepala
kronik tiga kali lipat lebih tinggi pada imigran daripada populasi umum. Di Jerman,
prevalensi nyeri kepala kronik tujuh kali lipat lebih tinggi pada imigran Turki.2
4. Nyeri kepala withdrawal. Bagi banyak pasien, berhenti minum obat menyebabkan
nyeri kepala bertambah berat sehingga membuat mereka melanjutkan penggunaan obat
berlebihan.22
5. Analgesik kombinasi. Banyak analgesik mengandung tambahan zat seperti
barbiturat atau kafein. Penghentian obat-obat mengandung kafein dapat mengakibatkan
cepat marah, gugup, gelisah dan caffeine withdrawal headache. Gejala-gejala ini dapat
berlangsung selama beberapa hari atau menyebabkan penggunaan obat berlebihan
berlanjut. Hal ini dikonfirmasi oleh sebuah studi populasi yang menggolongkan kafein
sebagai faktor risiko nyeri kepala kronik. Oleh karena itu, obat nyeri kepala mengandung
kafein tidak boleh digunakan.22
6. Faktor psikologis. Banyak pasien takut kehilangan pekerjaan atau nyeri kepalanya
kambuh sehingga mereka mengkonsumsi obat untuk mencegah nyeri kepala. 22,23
Beberapa gambaran klinis mengenai MOH yaitu MOH terjadi pada sebagian besar
pasien dengan nyeri kepala primer.31 Penggunaan analgesik jangka panjang jarang memicu
timbulnya MOH pada pasien tanpa nyeri kepala atau indikasi lain. MOH terjadi akibat
penggunaan analgesik secara berlebihan dan faktor kerentanan pasien. 32 MOH biasanya
terjadi pada pasien migren yang mengalami peningkatan eksitasi saraf di sistem saraf
pusat.31 Semua kelompok obat pada migren baik obat spesifik (ergot dan triptan) dan non
spesifik analgesik (opioid dan analgesik non narkotika) dapat menyebabkan MOH jika
digunakan secara berlebihan.33 Penelitian mekanisme parasetamol dalam memicu MOH
berdasarkan patofisiologi terjadinya migren telah diteliti pada hewan coba. Berdasarkan
penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa tiga mekanisme yang mendasari MOH
akibat penggunaan parasetamol secara kronik pada migren yaitu efek pada korteks serebral,
nosisepsi trigeminal, dan sistem modulasi sentral. 32
Pada migren terjadi pelepasan Calcitonin Gene Related Peptide (CGRP). CGRP
merupakan neuropeptida kunci yang terlibat dalam aktivasi sistem nosisepsi trigeminal baik
pada perubahan vaskular maupun saraf.32 Pada uji hewan coba tikus pemberian parasetamol
selama 30 hari dapat meningkatkan ekspresi CGRP di ganglion trigeminal yang tergantung
pada durasi terapi.33
Uji preklinik mendukung penemuan klinis pada perubahan system serotonin (5-HT)
pada pasien dengan MOH. Pemberian parasetamol jangka panjang menghasilkan
upregulation reseptor 5-HT2A di korteks cerebral.35 Pada hewan dengan penurunan kadar
serotonin (5-HT) menunjukkan kemudahan terhadap peningkatan CSD. CSD menimbulkan
ekspresi c- Fos di TNC. Rendahnya kadar serotonin kemudian melakukan upregulasi
ekspresi pronisepsi reseptor 5-HT2A di korteks serebral dan sistem trigeminal. Penelitian
dengan hewan coba dengan nyeri kepala yang mendapatkan terapi analgesik kronik dapat
meningkatkan eksitabillitas kortikal dan memudahkan nosisepsi trigeminal.36 Penelitian
lain yang serupa dengan penelitian tersebut pada tikus ditemukan penurunan kadar
serotonin (5-HT). Hal tersebut memungkinkan terjadinya hipereksitabilitas kortikal dan
kemudahan nosisepsi yang merupakan akibat gangguan sistem kontrol nyeri tergantung
serotonin endogen. Perubahan dalam kontrol sistem tersebut dapat juga mengubah fungsi
struktur subkortikal.
Hasil penelitian terapi kronik aspirin atau parasetamol pada tikus jantan menunjukkan
adanya peningkatan eksitasi saraf di nukleus sentral amygdala dan peningkatan CSD yang
mengekspresikan Fos di TNC dan amygdala. Peningkatan eksitasi saraf di nukleus sentral
amygdala untuk parasetamol sebesar -55.2 ± 0.97 mV, dan salin sebesar -31.50 ± 5.34 mV
(p < 0.001). Peningkatan CSD yang mengekspresikan Fos di TNC dan amygdala untuk
aspirin sebesar 18 ± 10.2 IR; parasetamol sebesar 11 ± 5.4 IR, dan salin sebesar 4 ± 3.7 IR
(p < 0.001). Hasil tersebut diperoleh dari tiap potongan amygdala tikus. Terapi kronik
dengan aspirin atau parasetamol adalah sama tetapi tidak identik pada efek terhadap eksitasi
saraf. Parasetamol meningkatkan eksitabilitas saraf kortikal lebih kuat dibandingkan
dengan aspirin. Dalam hal merangsang ekspresi Fos di TNC dan amygdala aspirin lebih
besar dibandingkan parasetamol. Hewan coba yang mendapatkan terapi analgesik kronik
menunjukkan adanya perubahan tingkah laku seperti gelisah dan peningkatan aktivitas di
saraf amygdala. Penggunaan analgesik jangka panjang juga meningkatkan perkembangan
CSD dan memfasilitasi aktivitas saraf di jalur nosisepsi trigeminal dan saraf sentral
amygdala.37
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis MOH berdasarkan ICHD (The International Classification
Headache Disorder) edisi ke-3 menurut Headache Classification Committee of
International Headache Society (IHS) sebagai berikut:
KOMORBIDITAS
KOMPLIKASI
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan pasien MOH adalah mengurangi frekuensi dan atau keparahan
nyeri kepala, mengurangi konsumsi obat akut, memperbaiki respons terhadap obat akut dan
preventif, mencegah kecacatan serta memperbaiki kualitas hidup. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara menghentikan penggunaan berlebihan obat-obatan (withdrawal treatment).38
A. Prosedur withdrawal
Prosedur withdrawal pada pasien MOH sangat bervariasi. Kebanyakan spesialis
nyeri kepala menghentikan obat secara tiba-tiba, atau secara bertahap khususnya untuk
opioid, barbiturat dan benzodiazepin.11 Prosedur withdrawal dapat dilakukan di unit rawat
jalan maupun rawat inap. Prosedur rawat inap dilakukan pada pasien pengguna opioid,
barbiturat, benzodiazepin, gejala withdrawal berat, komorbiditas berat dan gagal pada
withdrawal sebelumnya.25
Gejala utama withdrawal adalah bertambah buruknya nyeri kepala, mual, muntah,
hipotensi, takikardi, gangguan tidur, gelisah, cemas, dan gugup. Gejala ini normalnya
berhenti setelah 2- 10 hari tetapi bisa menetap sampai 4 minggu. Rata-rata durasi nyeri
kepala withdrawal adalah 4,1 hari untuk triptans, 6,7 hari untuk ergotamine, dan 9,5 hari
untuk analgesik. Lamanya gejala penyerta (misalnya mual, muntah, gangguan tidur) lebih
pendek untuk triptans daripada ergotamin atau analgesik (masing-masing 1 hari, 2,5 atau
2,2 hari). Perbaikan keseluruhan terjadi dalam 7-10 hari untuk triptans, setelah 2-3 minggu
untuk analgesik sederhana dan setelah 2-4 minggu untuk opioid.11
Pasien harus dievaluasi setelah 2-3 minggu untuk memastikan withdrawal telah
tercapai. Pemulihan berlangsung perlahan-lahan dalam beberapa minggu sampai bulan.
Kebanyakan pasien kembali ke jenis nyeri kepala semula dalam 2 bulan. Penggunaan obat-
obatan diperkenankan kembali untuk mengurangi gejala setelah 2 bulan jika perlu, dengan
aturan tegas bahwa frekuensi penggunaannya tidak melebihi 2 hari per minggu. Pasien nyeri
kepala yang berhenti berespons terhadap pengobatan profi laksis dapat menggunakan obat-
obat simptomatik, terapi profi laksis mungkin kembali efektif setelah withdrawal berhasil.36
Pemberian edukasi kepada pasien memegang peranan penting dalam manajemen nyeri
kepala. Selain edukasi, terdapat tahapan lain dalam terapi MOH yaitu penghentian obat yang
menyebabkan MOH secara mendadak, terapi transisi (bridge therapy) ditujukan untuk
meredakan gejala ketika dilakukan withdrawal, penetapan regimen terapi nyeri kepala
meliputi pencegahan dan terapi akut pada nyeri kepala primer yang mendasari, dan dilakukan
follow up serta tindakan pencegahan.31
PROGNOSIS
Sebuah penelitian prospektif withdrawal obat pada 96 pasien MOH menemukan
bahwa 31% kambuh dalam 6 bulan pertama, 41% kambuh dalam 1 tahun dan 45% dalam
4 tahun setelah withdrawal. Faktor risiko kambuh antara lain jenis nyeri kepala (angka
kekambuhan migren lebih rendah dibandingkan TTH atau kombinasi migren dan TTH),
durasi migren lebih ≥8 hari per bulan, perbaikan minimal setelah withdrawal, banyak
mencoba terapi preventif sebelumnya, jenis kelamin laki-laki, dan minum obat-obatan
analgesik kombinasi (misalnya kombinasi dari satu atau lebih NSAID dengan kafein atau
kodein).22,36 Pasien berisiko kambuh harus dipantau teratur, dan kombinasi obat harus
dihindari. Sebagian besar pasien memerlukan dukungan untuk mencegah kambuh.
Pengobatan nyeri kepala primer harus menggunakan pendekatan selain obat. Pijat,
akupunktur dan terapi perilaku (misalnya CBT, pengurangan stres, atau biofeedback)
mungkin membantu. Amitriptilin juga dapat membantu meringankan gejala terkait MOH,
terutama gangguan mood dan gangguan tidur. Namun, bukti masih terbatas dan obat
mungkin memberikan efek tidak diinginkan. Pengobatan profi laksis dapat diberikan dan
akan lebih efektif bila tanpa MOH. Sebaiknya mengikuti rekomendasi standar titrasi untuk
dosis toleransi yang efektif dan terus menerus selama 3-6 bulan.22
KESIMPULAN
MOH adalah nyeri kepala kronik akibat penggunaan obat-obatan analgesik yang
berlebihan. Patofi siologinya belum sepenuh-nya diketahui, diduga genetik, regulasi
reseptor dan psikologis berperan dalam terjadinya MOH. Perlu dilakukan pengenalan dini
pasien dengan risiko tinggi MOH, penanganan yang tepat dan menghindari terjadinya nyeri
kepala kronik. Parasetamol sebagai obat bebas pada migren dapat memicu MOH pada
penggunaan secara kronik. Berdasarkan hasil uji hewan coba mekanisme parasetamol dapat
memicu MOH dengan memberikan efek pada korteks serebral, nosisepsi trigeminal, dan
sistem modulasi sentral. CSD memicu peningkatan ekspresi reseptor serotonin 5-HT2A, c-
Fosimmunoreactivity, TNC dan upregulation reseptor 5-HT2A di korteks serebral. Dengan
demikian, untuk mencegah terjadinya MOH penggunaan Parasetamol dibatasi 15 hari tiap
bulan. Kombinasi parasetamol dan analgesik lain digunakan tidak lebih dari 10 hari tiap
bulan.
morbidity in the Singapore primary care
Daftar Pustaka setting: findings from a general practice
survey. Singapore Med J 2008;49:774-9.
1. William D. Medication overuse
headache. Australian Prescriber 10. Vandenbussche N, Laterza D, Lisicki
2005;28(6):143-5. M, Lloyd J, Lupi C, Tischler H, Toom K,
Vandervorst F, Quintana S, Paemeleire K,
2. Katsarava Z, Obermann M. Katsarava Z. Medicationoveruse headache: a
Medication-overuse headache. Curr Opin widely recognized entity amidst ongoing
Neurol, 2017;26:276-81. debate. The Journal of Headache and Pain
(2018) 19:50
3. Alstadhaug KB, Ofte HK,
Kristoffersen ES. Preventing and treating 11. Driel MV, Anderson E, McGuire T,
medication overuse headache. Clinical Stark r. Medication overuse headache:
Update. 2017. e612. strategies for prevention and treatment using
a multidisciplinary approach. Hong Kong
4. Headache Classification Committee of Med J 2018;24:617–22
the International Headache Society (IHS)
2018 The International Classification of 12. Sweetman SC. Martindale The
Headache Disorders, 3rd Edition Complete Drug Reference 37th edition,
.Cephalalgia. 2018;33:629-808 Chicago Pharmaceutical Press; 2011. USA.
5. Diener HC, Limmroth V. 13. Lipton RB, Baggish JS, Stewart WF,
Medicationoveruse headache: a worldwide Codispoti JR, Fu M. Efficacy and Safety of
problem. Lancet Neurol 2004;3:475–83. Acetaminophen in the Treatment of
Migraine Results of a Randomized, Double-
6. Westergaard ML, Hansen EH, Glumer blind, Placebo-Controlled, Population Based
C, Olesen J, Jensen RH. Definitions of Study. Arch Intern Med. 2000;160:3486-92.
medication-overuse headache in population-
based studies and their implications on 14. Derry S, Moore RA. Paracetamol
prevalence estimates: a systematic review. (acetaminophen) withor without an
Cephalalgia 2014;34:409–25. antiemetic for acute migraine headachesin
adults Cochrane Database of Systematic
7. Limmroth V, Katsarava Z, Fritsche G, Reviews2013. 2017;Issue 4 Art. No :
Przywara S, Diener HC. Features of CD008040.
medication overuse headache following
overuse of different acute headache drugs. 15. McEvoy GK. AHFS Drug
Neurology 2002;59:1011 Information Essentials. theAmerican Society
of Health System Pharmacists, Inc;2011.
8. Ghiotto N, Sances G, Galli F,
Tassorelli C, Guaschino E, Sandrini G, 16. Bebenista MJ, Nowak JZ.
Nappi G. Medication overuse headache Paracetamol : Mechanism ofAction,
applicability of the ICDH-II diagnostic Applications and Safety Concern.
criteria: 1 year follow-up study (CARE PolishPharmaceutical Society. Acta
Iprotocol). Cephalalgia 2008;29:233-43. Poloniae Pharmaceutica Drug Research.
2014;71:11-23.
9. Khu JV, Siow HC, Ho KH.
Headache diagnosis, management and
17. Radtke A, Neuhauser H. Prevalence 25. Evers S, Marziniak M. Clinical
and burden ofheadache and migraine in features, pathophysiology, and treatment of
Germany. Headache.2009;49(1):79-89. medication-overuse headache. Lancet
Neurology 2010;9:391-401.
18. Bigal ME, Rapoport AM, Sheftell,
FD. Transformedmigraine and medication 26. Edvinsson L, van den Brink AM,
overuse in a tertiary headachecenter-clinical Villalon, CM.Handbook of Headache
characteristics and treatment Practical Management,Martelletti P and
outcomes.Cephalalgia. 2004;24:483-90. Steiner TJ eds. New York : Springer;2011.
p. 239-53.
19. Essawy AE, Alkhuriji AF, Soffar AA.
ParacetamolOverdose Induces Physiological 27. Burstein R, Noseda R, Borsook D.
and PathologicalAberrations in Rat Brain. Migraine : MultipleProcesses, Complex
Journal of AppliedPharmaceutical Sciences. Pathophysiology. The Journal
2017;7(09):185-190. ofNeuroscience. 2015;35(17):6619-29.
20. Meskunas CA, Tepper SJ, Rapoport 28. Hidayati HB, Machfoed MH, Soetojo,
AM, Sheftell FD,Bigal ME. Medications Santoso B,Suroto, Utomo B. Bekam sebagai
Associated with ProbableMedication Terapi Alternatifuntuk Nyeri. Neurona.
Overuse Headache Reported in a 2019;36(2):148-56.
TertiaryCare Headache Center Over a 15-
Year Period.Headache. 2006;46:766-72. 29. Hidayati HB, Sugianto P, Khotib J,
Ardianto C,Kuntoro, Machfoed MH.
21. Headache Classification Committee Pengukuran Tingkah Lakupada Model Nyeri
of the InternationalHeadache Society (IHS) Neuropatik Perifer : Tikus denganCCI
2013 The InternationalClassification of (Chronic Contriction Injury).
Headache Disorders, 3rd Edition Neurona.2018;35(3):209-14.
(betaversion) .Cephalalgia. 2013;33:629-
808. 30. Hidayati HB. Pendekatan Klinis
dalam ManajemenNyeri Kepala. MNJ.
22. Katsarava Z, Holle D, Diener HC. 2016;02(02):89-97.
Medication Overuse Headache. Curr.
Neurol. Neurosci. Rep. 2019; 9:115-9. 31. Sweetman SC. Martindale The
Complete DrugReference 37th edition,
23. Diener HC, Limmroth V, Katzarava Chicago Pharmaceutical Press;2011. USA.
Z. Ch. 11. Medication overuse medication.
In: Goadsby PJ, Silberstein SD, Dodick D. 32. Lipton RB, Baggish JS, Stewart WF,
eds. Chronic Daily Headache for Clinicians. Codispoti JR, FuM. Efficacy and Safety of
BC Decker, 2005:pp.117-27. Acetaminophen in theTreatment of Migraine
Results of a Randomized,Double-blind,
24. Ayzenberg I, Obermann M, Nyhuis P, Placebo-Controlled, Population-BasedStudy.
Gastpar M, Limmroth V, Diener HC, Kaube Arch Intern Med. 2000;160:3486-92.
H, Katsarava Z. Central sensitization of the
trigeminal and somatic nociseptivesystem in 33. Yisarakun W, Supornsilpchai W,
medication overuse headache mainly Chantong C,Srikiatkhachorn A, Grand SM.
involves cerebral supraspinal structures. Chronic paracetamoltreatment increases
Cephalalgia 2006;26:1106-14. alterations in cerebral vessels incortical
spreading depression model.
MicrovascularResearch. 2014;4C:11.