Anda di halaman 1dari 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perencanaan Obat
Perencanaan menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1197/SK/MenKes/X/2004 merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi konsumsi yang disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia. Pedoman perencanaan, meliputi: DOEN, formularium rumah sakit, standar
terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang
tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode
yang lalu, dan rencana pengembangan (Depkes RI, 2004).
Perencanaan merupakan tahap yang penting dalam pengadaan obat di instalasi
farmasi rumah sakit (IFRS). Perencanaan pengadaan obat perlu mempertimbangkan
jenis obat, jumlah yang diperlukan, serta efikasi obat dengan mengacu pada misi utama
yang diemban oleh rumah sakit. Untuk menentukan beberapa macam obat yang harus
direncanakan, fungsi kebijakan rumah sakit sangat diperlukan agar macam obat dapat
dibatasi. Penetapan jumlah obat yang diperlukan dapat dilaksanakan berdasarkan
populasi yang akan dilayani, jenis pelayanan yang diberikan, atau berdasarkan data
penggunaan obat yang sebelumnya (Depkes RI, 2002).
Tujuan perencanaan obat:
a. Mendapatkan jenis dan jumlah obat tepat sesuai kebutuhan
b. Menghindari kekosongan obat
c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
d. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat
Perencanaan merupakan tahap awal pada pengadaan obat. Ada beberapa macam
metode perencanaan yaitu:
a. Metode Morbiditas / Epidemiologi
Metode ini diterapkan berdasarkan jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang
digunakan untuk beban kesakitan (morbidity load), yang didasarkan pada pola
penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu tunggu (lead time).
Persyaratan utama dalam metode ini adalah rumah sakit harus sudah memiliki
standar pengobatan, sebagai dasar untuk penetapan obat yang akan digunakan
berdasarkan penyakit (Depkes RI, 2008).
b. Metode Konsumsi
Metode ini diterapkan berdasarkan data riel konsumsi perbekalan farmasi
periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Hal yang harus
diperhatikan dalam menghitung jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan,
yaitu dengan melakukan pengumpulan dan pengolahan data, analisa data
untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan
farmasi, dan penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan
alokasi dana. Metode konsumsi ini mempersyaratkan bahwa penggunaan obat
periode sebelumnya harus dipastikan rasional (Depkes RI, 2008).
B. Pengadaan
Pengadaan merupakan proses untuk memperoleh barang yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Proses pengadaan dimulai dengan melakukan
peninjauan daftar obat/barang farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-
masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan kondisi keuangan, memilih
metode pengadaan, memilih pemasok, membuat syarat kontrak kerja, memonitor
pengiriman barang, menerima dan memeriksa barang dan melakukan pembayaran.
Pengadaan yang efektif menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan
harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu (Permatasari, 2016).
Pengadaan didefinisikan sebagai proses pembelian secara langsung dari pihak
pemasok nasional atau multinasional. Metode pengadaan obat secara umum terbagi
menjadi beberapa kategori: tender terbuka, tender tertutup, negosiasi kompetitif, dan
pengadaan langsung. Tender terbuka dapat diikuti oleh berbagai pemasok lokal maupun
luar negeri. Tender tertutup hanya diikuti oleh pemasok yang telah disetujui dan sudah
terjamin. Dalam negosiasi kompetitif, pembeli melakukan pendekatan kepada pemasok
terpilih untuk penentuan harga. Pembelian langsung dilakukan dengan pembayaran
secara langsung kepada satu pemasok, namun biasanya harga relatif mahal. Beberapa
permasalahan yang sering dihadapi pada tahap pengadaan ialah pemilihan pemasok,
perjanjian kontrak, jaminan kualitas, pilihan untuk membuat atau membeli obat, dan
keuangan (Permatasari, 2016).
Metode pemilihan penyedia barang/jasa menurut PP nomor 54 tahun 2010 antara
lain:
a. Pelelangan Umum, yaitu metode pemilihan penyedia barang/jasa lainnya
untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia
barang/pekerjaan lainnya yang memenuhi syarat.
b. Pelelangan Sederhana, yaitu metode pemilihan penyedia barang/jasa lainnya
untuk pekerjaan yang bernilai paling tinggi Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
c. Penunjukan Langsung, yaitu metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan
cara menunjuk langsung satu penyedia barang/jasa.
d. Pengadaan Langsung, yaitu pengadaan barang/jasa langsung kepada penyedia
barang/jasa, tanpa melalui pelelangan/seleksi/penunjukan langsung.
Suatu pengadaan dikatakan efektif jika proses tersebut mampu memastikan
ketersediaan obat pada jenis yang tepat dengan sesuai jumlah yang dibutuhkan, pada
tingkatan harga yang rasional dan dapat diketahui standar kualitasnya. Praktik
pengadaan obat juga harus mempunyai prinsip-prinsip yang dipenuhi agar pengadaan
tersebut efektif dan efisien (Permatasari, 2016).
Penundaan pengadaan obat dapat menyebabkan efek kekosongan obat yang
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien. Salah satu faktor yang dapat
mendorong keefektifan pengadaan obat yakni dengan mengoptimalkan waktu tunggu
(lead time) pengadaan obat. Lead time adalah waktu tunggu obat mulai direncanakan
hingga obat diterima. Variabilitas dapat menyebabkan terjadinya hal yakni kekosongan
stok dan kelebihan stok yang dapat meningkatkan biaya simpan (Ananda et al., 2016).
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi waktu lead time pengadaan obat mulai dari
direncanakan sampai barang sampai atau diterima.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1121/Menkes/SK/XII/2008, waktu
tunggu atau lead time adalah waktu yang dihitung mulai dari permintaan obat oleh unit
pengelola obat sampai dengan penerimaan obat. Pada umumnya waktu tunggu berkisar
antara 3 sampai dengan 6 bulan. Lead time adalah waktu yang dibutuhkan sejak rencana
pengajuan obat sampai dengan obat diterima.
DAFTAR PUSTAKA

Ananda et al. (2016) The Impact of Drugstore Makeup Produt Reviews by Beauty Vlogger on
Youtube Towards Purchase Intention by Undergraduate Students in Indonesia.
International Conference on Ethics of Business, Economics, and Social Science.

Depkes RI (2002) Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Farmasi.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Depkes RI (2004) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Standar


Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit dan Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Depkes RI (2008) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor :


129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimum Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Permatasari, M. (2016) Gambaran Pengadaan Obat dengan Metode e-purchasing di Rumah


Sakit Umum Daerah Sleman Yogyakarta Periode Tahun 2014. Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai