Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN PENGADAAN OBAT,DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Lampiran : Kepeutusan Direktur Klinik Nur Ichsan

Nomor :

Tentang : PENGADAAN OBAT,DAN PERBEKALAN KESEHATA

BAB I

PENDAHULUAN

Pengadaan merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional


yang telah ditetapkan dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan maupun
penganggaran. Kegiatan dari fungsi perencanaandan penentuan kebutuhan serta
rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran.WHO merekomendasikan bahwa usaha
pemerintah untuk menyediakan akses obat harus diperhatikan 4 faktor yang krusial
yaitu: keuangan yang mendukung,harga yang terjamgkau, pemilihan dan penggunaan
obat yang rasional dan system pengadaan obat yang dapat dipercaya

Pelayanan farmasi klinik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan klinik yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bernutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan Masyarakat. Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus
merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90%
pelayanan kesehatan di klinik menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan
kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran dan gas medik),
dan 50% dari seluruh pemasukan klinik berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi.
Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secaraa cermat dan penuh
tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan klinik akan mengalami
penurunan. Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat
menyebabkan makin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kefarmasian. Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan
penggunaan obat ini harus termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan,
keamanan dan keefektifan penggunaan obat. Mengingat besarnya kontribusi instalasi
farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga merupakan instansiyang memberikan
sumber pemasukan terbesar ke klinik maka perbekalan barang farmasi memerlukan
suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pengadaan

Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan


kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sesai dengan jenis, jumlah dan mutu yang
telah direncanakan sesuai kebutuhan pembangunan kesehatan. Pengadaan
merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2008).

2.2 Fungsi dan Tujuan Pengadaan

Fungsi pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk


memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan,
penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun penganggaran. Di dalam
pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan
dan penentuan kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran.
Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, pembuatan,
penukaran ataupun penerimaan sumbangan (hibah, misal untuk rumah sakit umum)
(Depkes RI, 2008). Menurut Seto dkk., (2008), adapun hal yang harus diperhatikan
dalam proses pengadaan adalah sebagai berikut:

• Doelmatig : harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya.

• Rechtmatig : harus sesai dengan kemampuan keuangan.

• Wetmatig: cara atau sistem pengadaan harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Tujuan pengadaan obat adalah agar tersedianya obat dengan jenis dan jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada
saat diperlukan (Hartono, 2007).

2.3 Langkah Pengadaan Obat

Langkah - langkah dalam pengadaan obat adalah :

(1) Pemilihan metode pengadaan

(2) Pemilihan pemasok

(3) Pemantauan status pesanan


(4) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat

(5) Penerimaan dan pemeriksaan obat (Maimun, 2008)

2.4 Metode Pengadaan Obat

Pembelian dengan penawaran kompetitif (tender) merupakan suatu metode


penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada
dua atau lebih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu
produk, reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu
pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan dan
pengemasan. Menurut Quick J. et al, ada empat metode pengadaan obat (Maimun,
2008) :

1. Tender terbuka (pelelangan umum)

• Berlaku untuk sema rekanan yg terdaftar dan sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan

• Pada penentuan harga, metode ini lebih menguntungkan tetapi memerlukan


waktu yang lama, perhatian lebih, dan staff yang kuat
2. Tender terbatas atau lelang tertutup (pelelangan terbatas)

• Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terbatas dan punya
riwayat baik

• Harga mash dapat dikendalikan,tenaga dan beban kerja lebih ringan


daripada lelang terbuka

3. Pembelian dengan negosiasi dan kontrak kerja (Pembelian dengan tawar


menawar)
• Dilakukan pendekatan dengan rekanan terpilih ,terbatas tidak lebih dari 3
rekanan untuk penentuan harga.
• Ada tawar menawar untuk pencapaian spesifik harga

4. Pengadaan langsung
• Biasanya pembelian jumlah kecil dan perlu segera tersediaN
• Harga relatif lebih mahal

Metode pengadaan obat yang lazim dilaksanakan adalah dengan sistem tender
terbuka, tender terbatas, negosisiasi bersaing, pengadaan / penunjukan langsung,
dimana keseluruhannya akan berpengaruh terhadap harga, waktu pengiriman dan
beban kerja daripada kantor yang mengadakan. Pengadaan obat dapat dimungkinkan
berjalan menurut model yang berbeda misanya pembelian tahunan, pembelian tetap
atau pembelian terus menerus. Kombinasi yang berbeda dari model ini mungkin dapat
diterapkan pada tingkat (level) yang berbeda (Maimun, 2008).

Menurut penelitian Sarmini, pengadaan obat dengan pembelian langsung sangat


menguntungkan karena disamping waktunya cepat, juga volume obat tidak begitu besar
sehingga tidak menumpuk atau macet di gudang, harganya lebih murah karena
langsung dari distributor atau sumbernya, mendapatkan kualitas sesuai yang dinginkan,
bila ada kesalahan mudah mengurusnya, memperpendek lead time , sewaktu-waktu
kehabisan atau kekurangan obat dapat langsung menghubungi distributor (Maimun,
2008).

Proses pengadaan yang efektif harus dapat menghasilkan pengadaan obat yang
tepat jenis maupun jumlahnya, memperoleh harga yang murah, menjamin semua obat
yang dibeli memenuhi standar kualitas, dapat diperkirakan waktu pengiriman sehingga
tidak terjadi penumpukan atau kekurangan obat, memilih supplier yang handal dengan
servis memuaskan, dapat menentukan jadwal pembelian untuk menekan biaya
pengadaan dan efisien dalam proses pengadaan (Maimun, 2008). Frekuensi
pengadaan bervariasi untuk tiap level pelayanan kesehatan. Pada pusat pelayanan
kesehatan atau RS mungkin kebanyakan item obat dipesan perbulan dan untuk
mengatasi kekurangan yang terjadi ditambah dengan pesanan mingguan dan
seterusnya. Obat yang mahal atau sering dipakai pembelian dilakukan sekali sebulan,
untuk obat yang murah dan jarang digunakan dibeli sekali setahun atau setengah tahun
(Maimun, 2008).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain
(Hartono, 2007) :

1. Kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan

2. Persyaratan pemasok

3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat

4. Penerimaan dan pemeriksaan obat

5. Pemantauan status pesanan

Kegiatan penerimaan dan pemeriksaan obat, meliputi :

1. Penyusunan rencana pemasukan obat

2. Penerimaan obat

3. Pemeriksaan mutu obat


4. Pengisian berita acara pemeriksaan dan penerimaan obat

5. Pencatatan harian penerimaan obat

6. Pengisian formulir realisasi pengadaan obat

Menurut WHO, ada empat strategi dalam pengadaan obat yang baik (Maimun, 2008) :

1. Pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah yang tepat.

2. Seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang


berkualitas

3. Pastikan ketepatan waktu pengiriman obat.

4. Mencapai kemungkinan termurah dari harga total.

Ada beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antara lain (Hartono, 2007)

1. Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat

Generik yang tercantum dalam DOEN yang mash berlaku.

2.Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Registrasi dari Departemen
Kesehatan RI

3. Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 3 tahun dan dapat
ditambah 6 bulan sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa untuk diganti
dengan obat yang masa kedaluwarsanya lebih jauh.

4. Obat memiliki Sertifikat Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor batch
masing-masing produk.

5. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat POB.

6. Obat termasuk dalam katagori VEN.

Siklus pengadaan obat meliputi langkah-langkah sebagai berikut (Hartono, 2007)


1. Meninjau atau memeriksa kembali tentang pemilihan obat (seleksi obat).

2. Menyesuaikan atau mencocokan kebutuhan dan dana.

3. Memilih metode pengadaan.

4. Mengalokasikan dan memilth calon penyedia obat (supplier).

5. Menentukan syarat-syarat atau isi kontrak.


6. Memantau status pesanan.

7. Menerima dan mengecek obat.

8. melakukan pembayaran

9. mendistribusikan obat

10. mengumpulkan informasi mengenai pemakaian

Menentukan jumlah Yang di


Meninjau kembali seleksi obat perlukan

Mengumpulkan informasi mengenai Mencocokan kebutuhan dan dana


pemakaian.

Memilih metode pengadaan


Mendistribusikan obat

Mengalokasikan dan memilih


Melakukan pembayaran supplier

Menerimah dan mengecek obat Menentukan isi kontrak

Memonitor status pesanan

Gambar 2.1 Siklus pengadaan obat


Pengendalian Persediaan

Untuk menetapkan prioritas pengadaan obat yang sesai dengan anggaran yang
ada dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Analisis ABC

a) Definisi

Analisis ABC juga dikenal dengan nama analisis Pareto. Analisis ABC
merupakan metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat
nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang
disebut kelompok A, B dan C.

• Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi
mempunyai nilai investasi sekitar 80% dari total nilai inventory

• Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapi
mempunyai nilai investasi sekitar 15% dari total nilai inventory.

• Kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% dari item tapi
mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari total nilai inventory.

Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan


berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya (Maimun, 2008).

Kelompok A adalah kelompok yang sangat kritis sehingga perlu pengontrolan


secara ketat, dibandingkan kelompok B yang kurang kritis, sedangkan kelompok C
mempunyai dampak yang kecil terhadap aktivitas gudang dan keuangan (Maimun,
2008).

Dalam keterkaitannya dengan persediaan di IFS maka yang dimaksud


kelompok A adalah kelompok obat yang harganya mahal, maka harus dikendalikan
secara ketat yaitu dengan membuat laporan penggunaan dan sisanya secara rinci
agar dapat dilakukan monitoring secara terus menerus. Oleh karena itu disimpan
secara rapat agar tidak mudah dicuri bila perlu dalam persediaan pengadaannya
sedikit atau tidak ada sama sekali sehingga tidak ada dalam penyimpanan.
Sedangkan pengendalian obat untuk kelompok B tidak seketat kelompok A.
Meskipun demikian laporan penggunaan dan sisa obatnya dilaporkan secara rinci
untuk dilakukan monitoring secara berkala pada setiap 1-3 bulan sekali. Cara
penyimpanannya disesuaikan dengan jenis obat dan perlakuannya. Pengendalian
obat untuk kelompok C dapat lebih longgar pencatatan dan pelaporannya tidak
sesering kelompok B dengan sekali-kali dilakukan monitoring dan persediaan dapat
dilakukan untuk 2-6 bulan dengan penyimpanan biasa sesuai dengan jenis
perlakuan obat.

Prinsip ABC ini dapat diterapkan dalam pengelolaan pembelian, inventory,


penjualan dan sebagainya. Dalam organisasi penjualan, analisis ini dapat
memberikan informasi terhadap produk-produk utama yang memberikan revenue
terbesar bagi perusahaan. Pihak manajemen dapat meneruskan konsentrasi
terhadap produk ini, sambil mencari strategi untuk mendongkrak penjualan
kelompok B (Maimun, 2008)

b) Prosedur analisis ABC

Prinsip utama analisis ABC adalah dengan menempatkan jenis-jenis


perbekalan farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan
anggaran terbanyak. Urutan langkah sebagai berikut :

a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah satu


metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya yang
diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan ke dalam jenis-jenis/
katagori, dan jumlahkan biaya per jenis/ katagori perbekalan farmasi

b.Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis


perbekalan farmasi terhadap anggaran total.

c. Urutkan kembali perbekalan farmasi di atas mulai dari yang memakan


prosentase biaya paling banyak.

d. Hitung prosentase kumulatif, dimuali dengan urutan 1 dan seterusnya

e. Identifikasi perbekalan farmasi yang menyerap ‡ 70% anggaran


perbekalan total.

• Perbekalan farmasi katagori A menyerap anggaran 70%

• Perbekalan farmasi katagori B menyerap anggaran 20%

• Perbekalan farmasi katagori C menyerap anggaran 10%

(DepKes RI, 2008)

Cara Perhitungan:

1. Hitung jumlah dana yang dibutukan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan jumlah obat dengan harga obat

2. Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil


3. Hitung presentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan

4. Hitung kumulasi persennya

5. Perbekalan farmasi kategori A termasuk dalam kumulasi 70%

6. Perbekalan farmasi kategori B termasuk dalam kumulas 71-90%

7. Perbekalan farmasi kategori C termasuk dalam kumulasi 90-100%

Tahapan-tahapan dalam analisis ABC dengan menggunakan program


Microsoft excel adalah sebagai berikut :

a. Buat daftar list semua item dan cantumkan harganya

b. Masukkan jumlah kebutuhannya dalam periode tertentu

c. Kalikan harga dan jumlah kebutuhan

d. Hitung persentase harga dari masing-masing item

e. Atur daftar list secara desending dengan nilai harga tertinggi berada di atas

f. Hitung persentase kumulatif dari masing-masing item terhadap total harga

g. Tentukan klasifikasinya A, B atau C

(Maimun, 2008)

c) contoh perhitungan menggunakan analisis ABC

Tabel 2.1 Data analisis ABC

NO No jumlah harga biaya komulatif %biaya % kelompok


persediaan komulatif
1 #10286 200 12000 240000 2400000 47 47 A
0
2 #11526 100 7500 750000 3150000 15 62 A
3 #12760 20 20000 400000 3550000 8 70 A
4 #10867 20 18000 360000 3910000 7 77 B
5 #10500 12 28000 336000 4246000 7 84 B
6 #12572 200 700 140000 4386000 3 87 B
7 #14075 35 17000 595000 4981000 11 98 C
8 #12460 50 1000 50000 5031000 1 99 C
9 #13745 5 10000 50000 5081000 1 100 C
508100
0
2. Analisis VEN

Analisa VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan kepada dampak tiap


jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang direncanakan dikelompokan ke
dalam tiga kategori yakni :

• Vital (V) adalah kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital), yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain : obat penyelamat (life saving drug),
obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk
mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar. Contoh obat yang termasuk
jenis obat Vital adalah adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung,

• Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk


menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitan pasien. Contoh obat
yang termasuk jenis obat Essensial adalah antibiotic, obat gastrointestinal,
NSAID dan lain lain.

• Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan


untuk penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease), perbekalan farmasi
yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang mahal namun tidak
mempunyai kelebihan manfaat disbanding perbekalan farmasi lainnya.Contoh
obat yang termasuk jenis obat Non-essensial adalah vitamin, suplemen dan
lain-lain.

Analisis menggunakan metode VEN

Tabel 2.2 Data analisis VEN

N No. Persediaan Jenis Obat Keterangan


O
1 #10286 kardiotonilk V
2 #11526 antibiotik E
3 #12760 Suplemen makanan N
4 #10867 antitoksin V
5 #10500 analgesik E
6 #12572 Vitamin B complex N
7 #14075 adrenalin V
8 #12460 antibiotika E
9 #13745 Vitamin C N
3 Kombinasi ABC dan VEN

Jenis obat yang termasuk kategori A (dalam analisis ABC) adalah benar-benar
yang diperlukan untuk menanggulangi penyakit terbanyak dan obat tersebut statusnya
harus E dan sebagain V (dari analisa VEN). Sebaliknya jenis obat dengan status N
harusnya masuk dalam kategori C.

Digunakan untuk menetapkan prioritas pengadaan obat dimana anggaran yang


ada tidak sesuai kebutuhan

A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat.

Mekanismenya adalah sebagai berikut:

• Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama untuk dikurangi atau
dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana mash kurang, maka obat
kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA
menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini
dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya.

• Pendekatan sama dengan pada saat pengurangan obat pada kriteria NC, NB,
NA dimulai dengan pengurangan obat kategori EC, EB dan EA.

No No.Persediaan Kelompok Kelompok Metode


ABC VEN gabungan
1 #10286 A V VA
2 #11526 A E EA
3 #12760 A N NA
4 #10867 B V VB
5 #10500 B E EB
6 #12572 B N NB
7 #14075 C V VC
8 #12460 C E EC
9 #13745 C N VC
BAB III

PENUTUP

1. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya pemenuhan


kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sesuai dengan jenis, jumlah dan
mutu yang telah direncanakan sesuai kebutuhan pembangunan kesehatan
2. Metode pengendalian persedian farmasi ada 3 yaitu : metode ABC, metode
VEN, dan metode kombinasi ABC dan VEN.
PADUAN PENGKAJIAN RESEP DAN PEMBERIAN OBAT

Lampiran : keputusan direktur klinik nur ichsan

Nomor :

Tentang : STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI KLINIK

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permasalah dalam peresepan merupakan salah satu kejadian medication error.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 menyebutkan bahwa


medication error adalah kesalahan pemberian obat. Terjadinya kesalahan obat
(medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari
satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang
keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

Bentuk medication error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi
pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau
penulisan resep. Dampak dari kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang tidak
memberi resiko sama sekali hingga terjadinya kecacatan atau bahkan kematian. Selain
itu, medication error yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat
timbul efek obat yang tidak diharapkan seperti terjadinya interaksi obat.

Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh
seorang farmasis adalah melakukan skrining resep atau pengkajian resep. Pengkajian
resep dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman
informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan yang tidak tepat. Apoteker harus
memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan dalam
proses pelayanan. Hal ini dapat dihindari apabila apoteker dalam menjalankan
prakteknya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar tersebut merupakan
refleksi pengalaman klinik dan staf medik di rumah sakit yang dibuat oleh panitia
farmasi dan terapi yang didasarkan pada pustaka yang mutakhir.

Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya bagian dari pelayanan kesehatan yang


berwenang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, harus dapat menjamin bahwa
pelayanan yang dilakukannya tepat dan sesuai dengan ketentuan standar pelayanan
kefarmasian yang telah ditetapkan. Pelayanan kefarmasian ini harus dapat
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah-masalah kesehatan terutama
yang berkaitan dengan obat.

B. TUJUAN

Skrining Resep atau biasa dikenal dengan Pengkajian Resep merupakan


kegiatan apoteker dalam mengkaji sebuah resep yang meliputi pengkajian administrasi,
farmasetik dan klinis. Sebelum resep diracik. Apa gunanya apoteker melakukan skrining
resep? Tujuannya tentunya untuk menjamin keamanan (safety) dan kemanjuran
(efficacy) dari obat dalam resep ketika digunakan pasien serta memaksimalkan tujuan
terapi.

C. MAKSUD

Kajian resep merupakan aspek yang sangat penting dalam peresepan karena
dapat membantu mengurangi terjadinya medication error.

D. PENGERTIAN

Penyiapan (dispensing) adalah rangkaian proses mulai dari diterimanya


resep/permintaan obat/instruksi pengobatan sampai dengan penyerahan obat dan
BMHP kepada dokter/perawat atau kepada pasien/keluarga. Penyiapan obat dilakukan
oleh staf yang terlatih dalam lingkungan yang aman bagi pasien, staf dan lingkungan.
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat pada pasien rawat jalan dan inap, maka
obat yang diserahkan harus dalam bentuk yang siap digunakan, dan disertai dengan
informasi lengkap tentang pasien dan obat.

Pengkajian resep adalah kegiatan menelaah resep sebelum obat disiapkan,


yang meliputi pengkajian aspek administratif, farmasetik dan klinis.

Pengkajian resep dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang kompeten dan diberi
kewenangan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait
obat sebelum obat disiapkan.
BAB II

DASAR TEORI

A. Resep

Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2017, menyebutkan bahwa "Resep adalah


permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan, kepada Apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan yang berlaku. Resep memiliki nama lain yaitu Formulae
Medicae, (Permenkes 2017).

Resep memiliki beberapa jenis di antaranya:

a. Resep standar, yaitu resep yang komposisinya sudah dibakukan dan dituliskan
dalam farmakope atau buku resep standar lainya yang penulisan resepnya
sesuai buku standar.
b. Resep Polisfarmasi, yaitu yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa
berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus
diracik terlebih dahulu.
c. Resep Obat jadi, yaitu berupa obat paten, merek dagang atau pun generik dan
dalam pelayanan tidak mengalami peracikan. Buku referensi, Organisasi
Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities
(MS), Daftar Obat Indonesia (DOl) dan sebagainya.
d. Resep Obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generic dalam
bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanan bisa tidak mengalami
peracikan (Jas 2009).
e. Resep asli bersifat rahasia dan harus disimpan di apotek dengan baik paling
singkat 5 (lima) tahun. Resep atau salinan hanya boleh diperlihatkan oleh pihak
yang berwenang yaitu :
1). Dokter yang menulis atau merawatnya.
2) Pasien atau keluarga yang bersangkutan.
3) Paramedis yang merawat pasien.
4) Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan.
5) Aparat pemerintah serta pegawai yang ditugaskan untuk memeriksa
6) Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran (Permenkes,2017).
f. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk
peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada
setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat medication error). Tujuan dari pelayanan kefarmasian
resep adalah :
1) Pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan klinis.
2) Pasien mengerti akan tujuan pengobatan dan mematuhi instruksi pengobatan
(Permenkes 2016).
g. Kesalahan dalam penulisan resep obat (prescribing error) terdiri dari :
1) Kesalahan karena kelalaian (error of omission) biasanya berkaitan dengan
informasi penulis resep dan pasien, selain itu berkaitan dengan ada tidanya
informasi mengenai bentuk sediaan, dosis dan cara penggunaan.
2) Kesalahan pelaksanaan/pesanan (error of commission) biasanya berkaitan
dengan klinis seperti kesalahan dosis obat, interaksi obat dan kesalahan cara
penggunaan obat.Resep yang lengkap meliputi hal-hal berikut :
h. Resep yang lengkap melipiti hal-hal berikut :
1) Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter.
2) Tanggal penulisan resep (inscription).
3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocation).
4) Nama tiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordination).
5) Cara pembuatan untuk obat racikan.
6) Aturan pakai obat (signature).
7) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai literature yang berlaku
(subscription).
8) Nama, umur, untuk pasien dewasa menggunakan singkatan Tn (tuan) untuk
pasien pria dan Ny (nyonya) untuk pasien wanita.
i. Penulisan obat didalam resep disusun berdasarkan urutan sebagai berikut.

Obat pokok dituliskan terlebih dahulu (remidium cardinal).

j. Standar pelayanan kefarmasian.

Menurut Permenkes RI No.73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Apotek mengenai pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian
dan pelayanan resep meliputi 3 aspek diantaranya :

1. Administrati

a. Nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan.

b. Nama dokter, surat izin praktek (SIP), alamat, No telpondan paraf.


c. Tanggal peulisan Resep.

2. Farmasetik

a. Bentuk dan kekuatan sediaan.

b. Stabilitas.

c. Kompabilitas (Ketercampuran Obat).

3. Klinis

a. Ketepatan indikasi dan dosis obat.

b. Aturan, cara, dan lama penggunaan obat.

c. Duplikasi atau polifarmasi

d. Reaksiobat yang tidak dinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi


klinik lain).

e. Kontra indikasi

f. Interaksi obat

Pada resep yang mengandung narkotika tidah boleh tercantum tulisan /


tanda iter (dapat diulang), untuk resep yang memerlukan penanganan segera
dokter bisa memberikan tanda dibagian kanan atas resep dengan kata CITO
(segera), urgent (sangat penting), atau P.I.M (berbahaya jika ditunda).
BAB III

TATALAKSANA

A. Pelayanan Kefarmasian

Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan terpadu dengan tujuan


untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah
yang berhubungan dengan kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam
pelayanan pasien.

1) Pengkajian Resep (Skrining Resep)

Skrining resep adalah hasil dari evaluasi dengan cara membandingkan


literature dan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan permenkes yang
telah dibuat terhadap penulisan resep dokter untuk mengetahui, menentukan
dan memastikan resep dan kerasionalan resep (termasuk dosis) yang diberikan
dokter kepada pasiennya melalui farmasis agar menjamin ketepatan dan
keamanan serta memaksimalkan tujuan terapi. Kegiatan dalam pelayanan
kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, farmasetik dan
klinis. Persyaratan administrasi meliputi :

a. Nama, SIP dan alamat dokter.


b. Tanggal penulisan resep.
c. Paraf dokter
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
e. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta.
f. Cara pemakaian obat yang jelas.
g. Informasi lainnya.

Kesesuaian farmasetik meliputi, bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,


inkompatibilitas, aturan pakai, cara dan lama pemberian.

Pengkajian resep berdasarkan kesesuaian farmasetik sebagai berikut :

a) Resep dapat menunjukkan bentuk sediaan obat yang jelas seperti tablet,
injeksi, sirup, suppositoria dan lain-lain.
b) Dosis yang ada pada resep harus jelas untuk pemberian kepada pasien.
c) Stabilitas dan potensi pada resep bahwa obat yang ditulis mempunyai
ketersediaan dan stabilitas.
d) Inkompatibilitas merupakan bahan-bahan obat yang tidakdapat
dicampurkan.
e) Aturan pakai, cara dan lama pemberian harus jelas agartidak salah dalam
pemberian obat.

Persyaratan klinis meliputi, ketepatan indikasi, dosis dan waktu


penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi, dan efek samping obat,
kontra indikasi serta efek adiktif. Jika ada keraguan terhadap resep hendanya
dikonsultasikan kepada dokter penulis dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

a) Ketepatan indikasi, obat yang ditulis pada resep harus sesuai dengan
indikasi penyakit yang diderita pasien.
b) Dosis dan waktu penggunaan obat, pada resep harus tepatagar terapi
yang diberikan mencapai hasil yang maksimal.
c) Duplikasi pengobatan, obat yang ada pada resep terdiri dari beberapa
obat yang mempunyai indikast yang sama.
d) Efek samping, merupakan efek yang tidak dinginkan yangtimbul pada
dosis terapi.
e) Alergi, obat yang ada pada resep harus diketahui mempunyai potensi
reaksi alergi pada pasien, apalagi untuk pasien yang memiliki riwayat
alergi tertentu.
f) Kontra indikasi, merupakan obat yang ditulis berlawanan dengan indikasi
penyakit pasien.

Menurut Permenkes No 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian Di Apotek :

1. Dispensing.

terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasiobat. Setelah


melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:

1) Menyiapkan obat sesai dengan permintaan resep.


2) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep
3) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
4) Melakukan peracikan obat bila diperlukan.
5) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi.

a) Warna putih untuk obat dalam/oral.


b) Warna biru untuk obat luar dan suntik.

c) Menempelkan label "kocok dahulu"

d) pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

6) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat
yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindaripenggunaan
yang salah. Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :

a) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan


kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara
penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan
etiket dengan Resep).

b) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

c) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

d) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

e) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait


dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang
harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat
dan lain-lain.

f). Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara


yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya tidak stabil.

g) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau


keluarganya.

h) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan).

i) Menyimpan Resep pada tempatnya.

j) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan


Formulir

Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat
bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
2. Pelayanan informasi obat.

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh


Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspekpenggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan
herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan


metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek meliputi:

1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan


masyarakat (penyuluhan).

3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa


farmasi yang sedang praktik profesi.

5) Melakukan penelitian penggunaan obat.

6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.

7) Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu


penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan
Formulir 6 sebagaimana terlampir, hal-hal yang harus diperhatikan dalam
dokumentasi pelayanan Informasi Obat :

a) Topik pertanyaan

b) Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan.

c) Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)

d) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium).
e) Uraian pertanyaan.

f) Jawaban pertanyaan.

g) Referensi.

h) Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data


apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat.

3. Konseling.

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan


pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatulan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling
apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan.

kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau


ginjal, ibu hamil dan menyusui).

b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misanya: TB,


DM, AIDS, epilepsi).

c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan


kortikosteroid dengan tappering down/off).

d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,


fenitoin, teofilin).

e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk


indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis obat.

f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling:

a) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.


b) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three

Prime Questions, yaitu:

1. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat


Anda?
2. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah Anda menerima terapi obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.

d) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah


penggunaan obat.

e) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan


pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam
konseling dengan menggunakan Formulir.

4. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien


mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan
efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. ngan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang


merugikan.

Kegiatan :

1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

2) Mengambil data yang dibutukan yaitu riwayat pengobatan pasien yang


terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat
alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau
tenaga kesehatan lain

3) Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara


lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa
indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis
terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak dinginkan atau
terjadinya interaksi obat.

4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan


menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan
terjadi.

5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi


rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.

6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah


dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan
terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan


menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang


merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.

1. Kegiatan:

a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi


mengalami efek samping obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan


menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

2. Faktor yang perlu diperhatikan:

a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.


BAB IV

PENUTUP

Penulisan resep dilakukan sesuai dengan kaidah peresepan dimana kaidah


penulisan resep adalah

1. Memenuhi persyaratan administrasi resep meliputi :

Nama pasien, tanggal lahir / umur, nomor rekam medik, jenis kelamin pasien,
identitas dokter penulis resep, nama dan paraf dokter, tanggal resep, ruangan
unit asal resep.

2. Mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep, untuk
memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat

3. Memenuhi persyaratan farmasi, meliputi Simbol R' , nama obat , Bentuk dan
kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat Signatura yang berisi aturan, cara
dan teknik penggunaan.

Anda mungkin juga menyukai