Nomor :
BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan farmasi klinik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan klinik yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bernutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua
lapisan Masyarakat. Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus
merupakan revenue center utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90%
pelayanan kesehatan di klinik menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan
kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran dan gas medik),
dan 50% dari seluruh pemasukan klinik berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi.
Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secaraa cermat dan penuh
tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan klinik akan mengalami
penurunan. Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat
menyebabkan makin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kefarmasian. Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan
penggunaan obat ini harus termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan,
keamanan dan keefektifan penggunaan obat. Mengingat besarnya kontribusi instalasi
farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga merupakan instansiyang memberikan
sumber pemasukan terbesar ke klinik maka perbekalan barang farmasi memerlukan
suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab.
BAB II
PEMBAHASAN
• Wetmatig: cara atau sistem pengadaan harus sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Tujuan pengadaan obat adalah agar tersedianya obat dengan jenis dan jumlah
yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat diperoleh pada
saat diperlukan (Hartono, 2007).
• Berlaku untuk sema rekanan yg terdaftar dan sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan
• Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terbatas dan punya
riwayat baik
4. Pengadaan langsung
• Biasanya pembelian jumlah kecil dan perlu segera tersediaN
• Harga relatif lebih mahal
Metode pengadaan obat yang lazim dilaksanakan adalah dengan sistem tender
terbuka, tender terbatas, negosisiasi bersaing, pengadaan / penunjukan langsung,
dimana keseluruhannya akan berpengaruh terhadap harga, waktu pengiriman dan
beban kerja daripada kantor yang mengadakan. Pengadaan obat dapat dimungkinkan
berjalan menurut model yang berbeda misanya pembelian tahunan, pembelian tetap
atau pembelian terus menerus. Kombinasi yang berbeda dari model ini mungkin dapat
diterapkan pada tingkat (level) yang berbeda (Maimun, 2008).
Proses pengadaan yang efektif harus dapat menghasilkan pengadaan obat yang
tepat jenis maupun jumlahnya, memperoleh harga yang murah, menjamin semua obat
yang dibeli memenuhi standar kualitas, dapat diperkirakan waktu pengiriman sehingga
tidak terjadi penumpukan atau kekurangan obat, memilih supplier yang handal dengan
servis memuaskan, dapat menentukan jadwal pembelian untuk menekan biaya
pengadaan dan efisien dalam proses pengadaan (Maimun, 2008). Frekuensi
pengadaan bervariasi untuk tiap level pelayanan kesehatan. Pada pusat pelayanan
kesehatan atau RS mungkin kebanyakan item obat dipesan perbulan dan untuk
mengatasi kekurangan yang terjadi ditambah dengan pesanan mingguan dan
seterusnya. Obat yang mahal atau sering dipakai pembelian dilakukan sekali sebulan,
untuk obat yang murah dan jarang digunakan dibeli sekali setahun atau setengah tahun
(Maimun, 2008).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain
(Hartono, 2007) :
2. Persyaratan pemasok
2. Penerimaan obat
Menurut WHO, ada empat strategi dalam pengadaan obat yang baik (Maimun, 2008) :
Ada beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antara lain (Hartono, 2007)
1. Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat
2.Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Registrasi dari Departemen
Kesehatan RI
3. Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 3 tahun dan dapat
ditambah 6 bulan sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa untuk diganti
dengan obat yang masa kedaluwarsanya lebih jauh.
4. Obat memiliki Sertifikat Analisa dan Uji Mutu yang sesuai dengan nomor batch
masing-masing produk.
8. melakukan pembayaran
9. mendistribusikan obat
Untuk menetapkan prioritas pengadaan obat yang sesai dengan anggaran yang
ada dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
1. Analisis ABC
a) Definisi
Analisis ABC juga dikenal dengan nama analisis Pareto. Analisis ABC
merupakan metode pembuatan grup atau penggolongan berdasarkan peringkat
nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang
disebut kelompok A, B dan C.
• Kelompok A adalah inventory dengan jumlah sekitar 20% dari item tapi
mempunyai nilai investasi sekitar 80% dari total nilai inventory
• Kelompok B adalah inventory dengan jumlah sekitar 30% dari item tapi
mempunyai nilai investasi sekitar 15% dari total nilai inventory.
• Kelompok C adalah inventory dengan jumlah sekitar 50% dari item tapi
mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari total nilai inventory.
Cara Perhitungan:
1. Hitung jumlah dana yang dibutukan untuk masing-masing obat dengan cara
mengalikan jumlah obat dengan harga obat
e. Atur daftar list secara desending dengan nilai harga tertinggi berada di atas
(Maimun, 2008)
• Vital (V) adalah kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital), yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain : obat penyelamat (life saving drug),
obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk
mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar. Contoh obat yang termasuk
jenis obat Vital adalah adrenalin, antitoksin, insulin, obat jantung,
Jenis obat yang termasuk kategori A (dalam analisis ABC) adalah benar-benar
yang diperlukan untuk menanggulangi penyakit terbanyak dan obat tersebut statusnya
harus E dan sebagain V (dari analisa VEN). Sebaliknya jenis obat dengan status N
harusnya masuk dalam kategori C.
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
• Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama untuk dikurangi atau
dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana mash kurang, maka obat
kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA
menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini
dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya.
• Pendekatan sama dengan pada saat pengurangan obat pada kriteria NC, NB,
NA dimulai dengan pengurangan obat kategori EC, EB dan EA.
PENUTUP
Nomor :
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bentuk medication error yang terjadi adalah pada fase prescribing (error terjadi
pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau
penulisan resep. Dampak dari kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang tidak
memberi resiko sama sekali hingga terjadinya kecacatan atau bahkan kematian. Selain
itu, medication error yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat
timbul efek obat yang tidak diharapkan seperti terjadinya interaksi obat.
Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error oleh
seorang farmasis adalah melakukan skrining resep atau pengkajian resep. Pengkajian
resep dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kelalaian pencantuman
informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan yang tidak tepat. Apoteker harus
memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan dalam
proses pelayanan. Hal ini dapat dihindari apabila apoteker dalam menjalankan
prakteknya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar tersebut merupakan
refleksi pengalaman klinik dan staf medik di rumah sakit yang dibuat oleh panitia
farmasi dan terapi yang didasarkan pada pustaka yang mutakhir.
B. TUJUAN
C. MAKSUD
Kajian resep merupakan aspek yang sangat penting dalam peresepan karena
dapat membantu mengurangi terjadinya medication error.
D. PENGERTIAN
Pengkajian resep dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang kompeten dan diberi
kewenangan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait
obat sebelum obat disiapkan.
BAB II
DASAR TEORI
A. Resep
a. Resep standar, yaitu resep yang komposisinya sudah dibakukan dan dituliskan
dalam farmakope atau buku resep standar lainya yang penulisan resepnya
sesuai buku standar.
b. Resep Polisfarmasi, yaitu yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa
berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus
diracik terlebih dahulu.
c. Resep Obat jadi, yaitu berupa obat paten, merek dagang atau pun generik dan
dalam pelayanan tidak mengalami peracikan. Buku referensi, Organisasi
Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities
(MS), Daftar Obat Indonesia (DOl) dan sebagainya.
d. Resep Obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generic dalam
bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanan bisa tidak mengalami
peracikan (Jas 2009).
e. Resep asli bersifat rahasia dan harus disimpan di apotek dengan baik paling
singkat 5 (lima) tahun. Resep atau salinan hanya boleh diperlihatkan oleh pihak
yang berwenang yaitu :
1). Dokter yang menulis atau merawatnya.
2) Pasien atau keluarga yang bersangkutan.
3) Paramedis yang merawat pasien.
4) Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan.
5) Aparat pemerintah serta pegawai yang ditugaskan untuk memeriksa
6) Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran (Permenkes,2017).
f. Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk
peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada
setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian obat medication error). Tujuan dari pelayanan kefarmasian
resep adalah :
1) Pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan klinis.
2) Pasien mengerti akan tujuan pengobatan dan mematuhi instruksi pengobatan
(Permenkes 2016).
g. Kesalahan dalam penulisan resep obat (prescribing error) terdiri dari :
1) Kesalahan karena kelalaian (error of omission) biasanya berkaitan dengan
informasi penulis resep dan pasien, selain itu berkaitan dengan ada tidanya
informasi mengenai bentuk sediaan, dosis dan cara penggunaan.
2) Kesalahan pelaksanaan/pesanan (error of commission) biasanya berkaitan
dengan klinis seperti kesalahan dosis obat, interaksi obat dan kesalahan cara
penggunaan obat.Resep yang lengkap meliputi hal-hal berikut :
h. Resep yang lengkap melipiti hal-hal berikut :
1) Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter.
2) Tanggal penulisan resep (inscription).
3) Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocation).
4) Nama tiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordination).
5) Cara pembuatan untuk obat racikan.
6) Aturan pakai obat (signature).
7) Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai literature yang berlaku
(subscription).
8) Nama, umur, untuk pasien dewasa menggunakan singkatan Tn (tuan) untuk
pasien pria dan Ny (nyonya) untuk pasien wanita.
i. Penulisan obat didalam resep disusun berdasarkan urutan sebagai berikut.
1. Administrati
2. Farmasetik
b. Stabilitas.
3. Klinis
e. Kontra indikasi
f. Interaksi obat
TATALAKSANA
A. Pelayanan Kefarmasian
a) Resep dapat menunjukkan bentuk sediaan obat yang jelas seperti tablet,
injeksi, sirup, suppositoria dan lain-lain.
b) Dosis yang ada pada resep harus jelas untuk pemberian kepada pasien.
c) Stabilitas dan potensi pada resep bahwa obat yang ditulis mempunyai
ketersediaan dan stabilitas.
d) Inkompatibilitas merupakan bahan-bahan obat yang tidakdapat
dicampurkan.
e) Aturan pakai, cara dan lama pemberian harus jelas agartidak salah dalam
pemberian obat.
a) Ketepatan indikasi, obat yang ditulis pada resep harus sesuai dengan
indikasi penyakit yang diderita pasien.
b) Dosis dan waktu penggunaan obat, pada resep harus tepatagar terapi
yang diberikan mencapai hasil yang maksimal.
c) Duplikasi pengobatan, obat yang ada pada resep terdiri dari beberapa
obat yang mempunyai indikast yang sama.
d) Efek samping, merupakan efek yang tidak dinginkan yangtimbul pada
dosis terapi.
e) Alergi, obat yang ada pada resep harus diketahui mempunyai potensi
reaksi alergi pada pasien, apalagi untuk pasien yang memiliki riwayat
alergi tertentu.
f) Kontra indikasi, merupakan obat yang ditulis berlawanan dengan indikasi
penyakit pasien.
1. Dispensing.
6) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat
yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindaripenggunaan
yang salah. Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :
h) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan).
Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat
bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
2. Pelayanan informasi obat.
a) Topik pertanyaan
d) Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium).
e) Uraian pertanyaan.
f) Jawaban pertanyaan.
g) Referensi.
3. Konseling.
Kriteria pasien:
c. Adanya multidiagnosis.
Kegiatan :
1. Kegiatan:
PENUTUP
Nama pasien, tanggal lahir / umur, nomor rekam medik, jenis kelamin pasien,
identitas dokter penulis resep, nama dan paraf dokter, tanggal resep, ruangan
unit asal resep.
2. Mengisi kolom riwayat alergi obat pada bagian kanan atas lembar resep, untuk
memastikan ada tidaknya riwayat alergi obat
3. Memenuhi persyaratan farmasi, meliputi Simbol R' , nama obat , Bentuk dan
kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat Signatura yang berisi aturan, cara
dan teknik penggunaan.