Anda di halaman 1dari 27

BAB III

TUGAS KHUSUS
TINJAUAN PELAKSANAAN PMK NO. 72 TAHUN 2016 RUMAH SAKIT
PARU DR. H. A. ROTINSULU PERIODE APRIL 2017

3.1 Latar Belakang


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk
pelayanan farmasi klinik.

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan


perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi
orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus
menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker
harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan termasuk tuntutan hukum. Dengan demikian, para Apoteker Indonesia
dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi


Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat memberikan
Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang bersifat
manajerial maupun farmasi klinik.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian juga dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktik kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan.

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan


perkembangan konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar
Pelayanan Kefarmasian dengan Peraturan Menteri Kesehatan, sekaligus meninjau
kembali Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit.

3.1.1 Tujuan
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk:
a Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

3.1.2 Rumusan Masalah


a Kurangnya peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b Kurangnya menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c Kurangnya perlindungan pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang
tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

3.2 Ruang Lingkup


Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan
yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan
tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian tersebut juga
harus mempertimbangkan faktor risiko yang terjadi yang disebut dengan
manajemen risiko.

Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi:
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi;
b. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
telah ditetapkan;
c. Pola penyakit;
d. Efektifitas dan keamanan;
e. Pengobatan berbasis bukti;
f. Mutu;
g. Harga; dan
h. Ketersediaan di pasaran.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional.
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar Obat yang disepakati staf medis,
disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh Pimpinan
Rumah Sakit.

Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan


pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan
Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional. (PMK RI No. 72 tahun 2016)

Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:


a. Membuat rekapitulasi usulan Obat dari masing-masing Staf Medik
Fungsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. Mengelompokkan usulan Obat berdasarkan kelas terapi;
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika
diperlukan dapat meminta masukan dari pakar;
d. mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan
balik;
e. membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF;
f. menetapkan daftar Obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan
h. melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan
melakukan monitoring.

Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:


a. mengutamakan penggunaan Obat generik;
b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita;
c. mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan
biaya langsung dan tidak lansung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka
Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau
pengurangan Obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan
indikasi penggunaaan, efektivitas, risiko, dan biaya.

2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan


menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:


a. Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan; dan
f. Rencana pengembangan (pmk ri no. 72 tahun 2016)

Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat. Dalam merencanakan kebutuhan obat perlu


dilakukan perhitungan secara tepat. Perhitungan kebutuhan obat dapat dilakukan
dengan menggunakan metode konsumsi dan atau metode morbiditas.

a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat
tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan
metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1). Pengumpulan dan pengolahan data.
2). Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3). Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4). Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu


dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau lebih. Data
yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan metode konsumsi:
1). Daftar obat.
2). Stok awal.
3). Penerimaan.
4). Pengeluaran.
5). Sisa stok.
6). Obat hilang/rusak, kadaluarsa.
7). Kekosongan obat.
8). Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun.
9). Waktu tunggu.
10). Stok pengaman.
11). Perkembangan pola kunjungan.

3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan,
jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar
mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan
dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi
kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. (PMK RI No. 72 tahun
2016)

Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses
pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
mempunyai Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin,
reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok
Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat
Instalasi Farmasi tutup.

Pengadaan dapat dilakukan melalui:


a Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan
barang dan jasa yang berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
2) Persyaratan pemasok.
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

b Produksi Sediaan Farmasi


Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
5) Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan
terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
c Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/ hibah.

Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai
dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah
Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan
Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.

4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat
pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan
barang harus tersimpan dengan baik. (PMK RI No.72 tahun 2016).

Penerimaan obat, pengendalian penerimaan obat harus dilakukan seorang


individu yang bertanggung jawab dan apoteker wajib memastikan bahwa
rekaman dan formulir menyediakan pengendalian yang sesuai pada waktu
penerimaan pasokan obat di IFRS. (Siregar, 2004)

5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas
dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud
meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:


a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan
yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa
oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan secara benar
dan diinspeksi secara periodik.

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus
disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda
khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,
dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan
disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike)
tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat.

Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat emergensi untuk
kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan
terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.

Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:


a. Jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi yang telah
ditetapkan;
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk kebutuhan lain;
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.

6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock)
1) Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi
Farmasi.
2) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat
dibutuhkan.
3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola
(di atas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada
penanggung jawab ruangan.
4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock
kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan.
5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan
interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang disediakan di floor stock.

b. Sistem Resep Perorangan


Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi
c. Sistem Unit Dosis
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis, untuk
penggunaan satu kali dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b
atau b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien
rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian Obat dapat
diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock
atau Resep individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien
dengan mempertimbangkan:
a Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; dan
b Metode sentralisasi atau desentralisasi.
Metode sentralisasi (Sistem pelayanan terpusat)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan
pada satu tempat yaitu instalasi farmasi.
Metode desentralisasi (Sistem pelayanan terbagi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di deket unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal
dengan farmasi/satelit farmasi.

7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan


perundang-undangan dilakukan oleh BPOM selaku yang mengeluarkan izin edar
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar
(voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap
produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bila:
a Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b Telah kadaluwarsa;
c Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
d Dicabut izin edarnya.

Tahapan pemusnahan terdiri dari:


a Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan;
b Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait;
d Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.

Cara pemusnahan :
a Pemusnahan obat yang berupa sediaan padat dilakukan dengan cara
mengeluarkan isinya kemudian melarutkan  dalam air dan kemasannya
dibakar.
b Sediaan yang berupa cair, isinya dikeluarkan dan botol kemasannya
dihancurkan.
c Produk-produk alkes dimusnahkan dengan cara dibakar pada sebuah tempat
yang sudah disiapkan. Sisa hasil pemusnahan tersebut seluruhnya dimasukkan
pada sebuah lubang dan ditimbun dengan tanah. (BPOM, 2014).

8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.

Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai adalah untuk:
a Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. (PMK No.72, 2016)

Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock);
c Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

Kegiatan pengendalian mencakup :


a Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah
stok ini disebut stok kerja.
b Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
c Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima (Depkes RI,2008)

Pengendalian obat di RS terdiri atas:


a Sistem satu pintu,
b Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
c Pengembalian wadah bekas,
d Penggunaan kartu kendali,
e Menghitung dosis obat,
f Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan
membandingkan dengan unit cost yang diterima

9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.

Kegiatan administrasi terdiri dari:


a Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat
menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.

Pencatatan dilakukan untuk:


1) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) Dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) Dasar audit Rumah Sakit; dan
4) Dokumentasi farmasi.

Pelaporan dilakukan sebagai:


1) Komunikasi antara level manajemen;
2) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di
instalasi farmasi; dan
3) Laporan tahunan.

b Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan
analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan
Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.

c Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan
cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.

3.3 Tinjauan Pelaksanaan Manajerial Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu


1. Pemilihan
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a. Formularium dan standar 
pengobatan/pedoman diagnosa dan
Terapi
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat 
Kesehatan, dan BMHP yang telah
ditetapkan
c. Pola penyakit 
d. Efektifitas dan keamanan 
e. Pengobatan berbasis bukti 
f. Mutu 
g. Harga 
h. Ketersediaan di pasaran 

2. Perencanaan Kebutuhan
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Anggaran yang tersedia 
b Penetapan prioritas 
c Sisa persediaan 
d Data pemakaian periode yang lalu 
e Waktu tunggu pemesanan 
f Rencana pengembangan 

3. Pengadaan
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Pembelian 
b Produksi Sediaan Farmasi 
c Sumbangan/Dropping/Hibah 

4. Penerimaan
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Menjamin kesesuaian jenis 
b Jumlah 
c Mutu 
d Waktu penyerahan 
e Harga tertera dalam kontrak atau 
surat pesanan dengan kondisi yang
diterima.
5. Penyimpanan
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Kelas terapi 
b Bentuk sediaan 
c Disusun secara alfabetis dengan 
menerapkan prinsip First Expired
First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) serta
penampilan dan penamaan yang
mirip (LASA, Look Alike
Sound Alike).

6. Pendistribusian
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Sistem Persediaan Lengkap di 
Ruangan (floor stock)
b Sistem Resep Perorangan 
c Sistem Unit Dosis 
d Sistem Kombinasi 

7. Pemusnahan dan Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP


PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Produk tidak memenuhi 
persyaratan mutu
b Telah kadaluwarsa 
c Tidak memenuhi syarat untuk 
dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan
d Dicabut izin edarnya. 
8. Pengendalian
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Melakukan evaluasi persediaan 
yang jarang digunakan (slow
moving);
b Melakukan evaluasi persediaan 
yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death
stock);
c Stok opname yang dilakukan secara 
periodik dan berkala.

9. Administrasi
PMK No. 72 Tahun 2016 RSP Rotinsulu
a Pencatatan dan Pelaporan 
b Administrasi Keuangan 
c Administrasi Penghapusan 

3.4 Pembahasan
Pemilihan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu sudah
sesuai dengan PMK RI No. 72 tahun 2016 tentang Pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit. Pemilihan tersebut berdasarkan Formularium Nasional,
Formularium Rumah Sakit yang disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
RSPR, pola penyakit, efektifitas dan keamanan, mutu, harga, dan daftar obat e-
katalog.

Pemilihan obat-obat yang digunakan di Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu


dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Pemilihan obat merupakan
proses kegiatan sejak dari memantau masalah kesehatan yang terjadi dirumah
sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria
pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial. Obat-obat yang akan ditetapkan
di Formularium Rumah Sakit adalah obat-obat yang telah melalui persetujuan
Direktur Utama, dimana obat-obat tersebut sudah melewati serangkaian proses
berdasarkan kriteria.

Struktur Komite Farmasi Dan Terapi


Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu
Pembina : Direktur Utama
Ketua : dr. Herudian Ahmadin, Sp.P
Wakil Ketua : dr. Dijah Rochmad
Sekretaris : Ayu Fitryanita, Apt
Anggota : Dra. Kartini Kurniawati, Apt
dr. Desi Puspita
dr. Rachmat Zulkamain Goesasi, Sp.KFR
dr. Raden Desy Nurhayati, Sp.PD
dr. Reza Kurniawan Tanuwiharja, Sp.P
dr. Mira IwarinaAiro
Sukinah, S.St
Nining Sariningsih, A.Md. Kep
Ade Yuli Budiharti, A.Md

Formularium Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu sebagai acuan untuk memilih
obat yang akan diberikan kepada pasien yang dirawat di Rumah Sakit Paru Dr. H.
A. Rotinsulu. Formularium Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu akan ditinjau
setiap 6 bulan oleh Komite Farmasi Dan Terapi Rumah Sakit Paru Dr. H. A.
Rotinsulu untuk disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kedokteran dan farmasi.

Penggunaan dan pengadaan obat penting diluar formularium mengikuti aturan


yang sudah ada sebelumnya yaitu dokter harus mengisi formulir usulan
pencantuman nama obat dalam formularium dan formulir permintaan khusus obat
non formularium berikut dengan jurnal penelitian.
Rapat rutin di adakan 1 tahun sekali dan 6 bulan sekali riview
dikeluarkan/dipertahankan di formularium. Alur formularium di Rumah Sakit
Paru Dr. H. A. Rotinsulu yaitu adanya Staf Medik Fungsional (SMF) dibagi
menjadi dua SMF Paru dan SMF Penunjang Paru yang di ketuai oleh dokter diluar
spesialis paru (dr bedah, anestesi, dll). Dari masing-masing SMF mencetak ulang
formularium kemudian meriview formularium sebelumnya, obat-obat yang akan
dikeluarkan atau dipertahankan di formularium. Kemudian dokter tersebut
mengisi formulir pencancuman nama obat. Dikumpulkan di KFT pengelompokan
berdasarkan kelas terapi.

Pengambilan keputusan di Komite Farmasi dan Terapi (KFT) di koordinasikan


dahulu oleh ketua, seketaris dan salah satu anggota, sebelum dirapatkan oleh
semua anggota KFT. Rapat di adakan setiap 1bulan sekali.

Perencanaan kebutuhan di Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu sudah sesuai


dengan PMK RI No. 72 tahun 2016 tentang Pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit. Pedoman perencanaan di RSPR mempertimbangkan anggaran yang
tersedia, penetepan priorirtas, sisa persediaan di gudang induk, data pemakaian
periode yang lalu, dan waktu tunggu pemesanan.

Perencanaan di Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu dilakukan berdasarkan


tahap akhir pengelolaan yaitu berdasarkan data penggunanaan obat priode yang
lalu. Dengan mempertimbangkan pola penyakit yang sedang terjadi dan
mempertimbangkan sisa persediaan obat.

Obat-obatan slow moving di Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu dipengadaan


selanjutnya di nolkan atau di tidak adakan, karena di Rumah Sakit Paru Dr. H. A.
Rotinsulu menghitung pola perencanaan meliputi jumlah pemakaian dikurangi
sisa stok. Sedangkan fast moving dilihat dari pola pemakaian tahun lalu.

Pengadaan di Instalasi Farmasi RSPR sudah sesuai dengan PMK RI No. 72


tentang Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Pengadaan perbekalan farmasi di
RSPR diantaranya pengadaan berdasarkan rencana anggara biaya (RAB) yang
disusun penangung jawab perencanaan atau sesuai kebutuhan. RAB Rumah Sakit
Paru Dr. H. A. Rotinsulu dibagi dua yaitu pembelian langsung dan pembelian
tender. Pembelian langsung tidak melebihi 200juta, pembelian langsung dapat
mencukupi volume kebutuhan 1-2 bulan. Pembelian tender untuk pembelian
melebihi 200juta, pembelian tender dapat mencukupi volume kebutuhan 6 bulan,
pengadaan perbekalan farmasi dilakukan setiap tiga bulan sekali (triwulan),
pengadaan berdasarkan e-katalog. Apabila pada e-katalog terdapat perbekalan
farmasi yang kosong, maka dapat mencari perbekalan farmasi di luar e-katalog
dengan harga yang sesuai atau tidak melebihi harga dari e-katalog, pengadaan
Cito yang dilakukan ketika terjadi permintaan mendesak karena kekosongan
barang secara tiba-tiba, Pengadaan khusus dilakukan oleh apoteker pada obat
Narkotika, psikotropika dan prekursor.

Penerimaan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu sudah


sesuai dengan PMK RI No. 72 tahun 2016 tentang Pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit, dengan cara menyesuaiakan kondisi fisik dengan surat pemesanan
yang diterima. Hal yang disesuaikan meliputi jumlah, mutu, waktu penyerahan
harus sesuai kontrak, harga, kekuatan sediaan, nomor batch, dan expired date.

Penyimpanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. H. A. Rotinsulu ada beberapa


yang belum sesuai dengan PMK RI No. 72 tahun 2016 tentang Pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit diantaranya penyimpanan dilemari pendingin baik
rawat jalan maupun di rawat inap yang seharusnya buat obat-obatan tetapi sering
kali menyimpan makan dan minuman di dalamnya sehingga dapat menyebabkan
kontaminasi ke dalam obat maupun makan minuman tersebut, adapun kunci
narkotika disimpan atau dipegang orang lain yang bukan penanggung jawab
diwaktu tertentu.

Sedangkan penyimpanan Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu yang sudah


sesuai dengan PMK RI No. 72 tahun 2016 diantaranya penyimpanan berdasarkan
stabilitas sediaan (suhu, kelembaban, sanitasi, cahaya dan ventilasi), seperti
penyimpanan di suhu kamar, penyimpanan di lemari pendingin, penyimpanan
berdasarkan keamanan, seperti penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan
precursor, penyimpanan berdasarkan golongan, seperti obat generik, obat paten,
High Alert, obat Look Alike Sound Alike (LASA), penggolongan terapi (obat
kemoterapi), penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan, seperti sediaan padat
(tablet, kapsul), sediaan semisolid (krim, salep, gel), sediaan cair (sirup dan
suspensi, drop), injeksi dan infuse.

Pendistribusian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu


menggunakan metode desentralisasi dengan sistem pendistribusian diantaranya
berdasarkan resep perorangan pada pasien rawat jalan dan pasien rawat inap,
berdasarkan sistem unit dose pada pasien rawat inap. Di RSPR sistem unit doses
dispensing (UDD) digunakan untuk pasien rawat inap Flamboyan dan Anggrek.
Sedangkan untuk pasien rawat inap Mawar, Melati, dan Dahlia digunakan sistem
dosis satu hari pemakaian, berdasarkan sistem persediaan lengkap di ruangan
(floor stock).

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP disiapkan dan


dikelolah oleh instalasi Farmasi dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan,
contohnya di ruang rawat jalan dan ruang rawat inap. Penyediaan di ruang rawat
inap terdapat Emergency Trolley yang setiap bulan dilakukan evaluasi. Sedangkan
di ruang ICU menggunakan sistem distribusi buffer stock, berdasarkan sistem
kombinasi, seperti pada ruang OK yang menggunakan sistem floor stock dan
buffer stock.

Pendistribusian di rawat inap belum sesuai, sediaan high alert sering kali tidak
menggunakan stiker atau label high alert pada saat stiker atau label habis tidak
segera disiapkan.

Pemusnahan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu sudah


sesuai dengan PMK RI No. 72 tahun 2016 tentang Pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit. Pemusnahan dilakukan pada perbekalan farmasi bila produk tidak
memenuhi persyaratan mutu, telah kadaluwarsa. Tahap pemusnahan untuk
narkotika dan psikotropika harus melaporkan terlebih dahulu ke Dinas Kesehatan
Kota/Daerah.

Pengendalian di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu sudah


sesuai dengan PMK RI No. 72 tentang Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
Adapun cara pengendalian perbekalan farmasi di Rumah Sakit Paru Dr. H. A.
Rotinsulu diantaranya evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving),
Stock opname yang dilakukan secara berkala, setiap satu bulan sekali pada akhir
bulan.

Administrasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu meliputi


pencatatan dan pelaporan perbekalan farmasi dilakukan setiap setiap sekali.
Administrasi keuangan di instalasi farmasi Rumah Sakit Paru Dr. H. A. Rotinsulu
dilakukan pelaporan yang terpisah antara rawat jalan dan rawat inap yang
dilakukan setiap satu bulan sekali ke bagian keuangan rumah sakit.

3.5 Kesimpulan dan Saran


3.5.1 Kesimpulan
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan media habis pakai di
Rumah Sakit Paru DR. H. A. Rotinsulu telah sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016.

Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah Sakit Paru DR. H. A. Rotinsulu sudah


terlaksana berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016,
kecuali penyediaan ruangan khusus untuk pencampuran obat suntik, nutrisi
nparenteral dan sitostatik serta penentuan kadar obat dalam darah (PKOD) belum
terlaksana
3.5.2 Saran
Pengadaan ruangan khusus untuk pencampuran obat suntik, nutrisi parenteral dan
sitostatik. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah (PKOD).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah
dilaksanakan di Rumah sakit Paru Dr. H.A Rotinsulu pada Bulan Maret 2017,
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pelayanan farmasi klinik yang sudah dilakukan di Rumah Sakit Paru Dr. H.A
Rotinsulu yaitu pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, pemantauan terapi obat, konseling, rekonsiliasi obat,
dispensing sediaan steril, evaluasi penggunaan obat, monitoring efek samping
obat, dan visite.
2. Sebagai calon apoteker pengalaman praktek kerja profesi apoteker di RSPR
dapat memberikan gambaran bahwa memerlukan kompetensi apoteker dalam
melaksanakan kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik.

4.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan selama melakukan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Paru dr. H.A Rotinsulu yaitu :
1. Ruang konseling, seharusnya dibuat ruang konseling terpisah dari ruang
pelayanan. Agar terhindar dari kebisingan pada saat apoteker memberikan
konseling sehingga pasien mendapatkan informasi dengan baik
2. Lemari narkotik di Instalasi Farmasi Rawat Inap, seharusnya sudah
dilaksanakan lemari narkotik di instalasi farmasi rawat inap, dan tidak lagi
menggunakan kotak narkotik menurut PMK NO.73 tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
3. Adanya lemari BSC kelas II (Biological Safety Cabinet) untuk pencampuran
obat sitotoksik.
4. Serah terima obat di rawat inap seharusnya perlu di jalani antara petugas di
instalasi rawat inap dengan perawat agar kehilangan obat dapat dihindari
sehingga obat dapat sampai ke pasien.
5. Di Rumah Sakit Paru Dr. H.A. Rotinsulu yang belum dilakukan yaitu
pemantauan kadar obat dalam darah, dikarenakan belum adanya tenaga
kesehatan yang terlatih sehingga belum ada yang bisa melakukan pemantauan
kadar obat dalam darah.

Anda mungkin juga menyukai