Standar PKPO 1
Sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat dikelola untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai
dengan peraturan perundangundangan.
Untuk memastikan efektivitas sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat maka rumah sakit
melakukan kajian sekurangkurangnya sekali setahun. Kajian tahunan dilakukan dengan mengumpulkan semua
informasi dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, termasuk
jumlah laporan insiden kesalahan obat serta upaya untuk menurunkannya. Pelaksanaan kajian melibatkan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi, Komite Mutu, serta unit kerja terkait. Kajian bertujuan agar rumah sakit
memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan sistem berkelanjutan. Kajian meliputi proses-proses poin a)
sampai dengan i), termasuk insiden kesalahan obat (medication error). Pelayanan kefarmasian dipimpin oleh
apoteker yang memiliki izin dan kompeten dalam melakukan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian
dan penggunaan obat di rumah sakit. Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat bukan hanya tanggung
jawab apoteker, tetapi juga staf lainnya yang terlibat, misalnya dokter, perawat, tenaga teknis kefarmasian, staf
non klinis.
Struktur organisasi dan tata hubungan kerja operasional pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat di
rumah sakit mengacu pada peraturan perundang-undangan. Rumah sakit harus menyediakan sumber informasi
yang dibutuhkan staf yang terlibat dalam pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat, misalnya informasi
tentang dosis, interaksi obat, efek samping obat, stabilitas dan kompatibilitas dalam bentuk cetak dan/atau
elektronik.
Maksud dan Tujuan PKPO 3, PKPO 3.1, PKPO 3.2, PKPO 3.3
Rumah sakit mempunyai ruang penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP yang disesuaikan dengan kebutuhan,
serta memperhatikan persyaratan penyimpanan dari produsen, kondisi sanitasi, suhu, cahaya, kelembaban,
dan ventilasi, yang bertujuan untuk menjamin mutu dan keamanan produk
serta keselamatan staf. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan dengan cara khusus, yaitu:
a) Bahan berbahaya dan beracun (B3) disimpan sesuai sifat dan risiko bahan agar dapat mencegah staf dan
lingkungan dari risiko terpapar bahan berbahaya dan beracun, atau mencegah terjadinya bahaya seperti
kebakaran. (lihat MFK 5)
b) Narkotika dan psikotropika harus disimpan dengan cara yang dapat mencegah risiko kehilangan obat yang
berpotensi disalahgunakan (drug abuse). Penyimpanan dan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
c) Elektrolit konsentrat dan elektrolit dengan konsentrasi tertentu diatur penyimpanannya agar tidak salah
dalam pengambilan. (lihat SKP 3.1)
d) Obat emergensi diatur penyimpanannya agar selalu siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan. Ketersediaan
dan kemudahan akses terhadap obat, dan BMHP pada kondisi emergensi sangat menentukan penyelamatan
jiwa pasien. Oleh karena itu rumah sakit harus menetapkan lokasi penempatan troli/tas/lemari/kotak berisi
khusus obat, dan BMHP emergensi, termasuk di ambulans. Pengelolaan obat dan BMHP emergensi harus
sama/seragam di seluruh rumah sakit dalam hal penyimpanan (termasuk tata letaknya seragam ), pemantauan
dan pemeliharaannya
Rumah sakit menerapkan tata laksana obat emergensi untuk meningkatkan ketepatan dan kecepatan
pemberian obat, misalnya:
(1) Penyimpanan obat emergensi harus sudah dikeluarkan dari kotak kemasannya agar tidak menghambat
kecepatan penyiapan dan pemberian obat, misalnya: obat dalam bentuk ampul atau vial.
(2) Pemisahan penempatan BMHP untuk pasien dewasa dan pasien anak.
(3) Tata letak obat yang seragam ------> penempatan obat seragam di seluruh troli emergensi
(4) Tersedia panduan cepat untuk dosis dan penyiapan obat.
Beberapa sediaan farmasi memiliki risiko khusus yang memerlukan ketentuan tersendiri dalam penyimpanan,
pelabelan dan pengawasan penggunaannya, yaitu:
a) Produk nutrisi parenteral dikelola sesuai stabilitas produk;
b) Obat/bahan radioaktif dikelola sesuai sifat dan bahan radioaktif;
c) Obat yang dibawa pasien (lihat PKPO 6.1 EP 1);
d) Obat/BMHP dari program atau bantuan pemerintah/pihak lain dikelola sesuai peraturan perundang-
undangan dan pedoman; dan
e) Obat yang digunakan untuk penelitian dikelola sesuai protokol penelitian.
Obat dan zat kimia yang digunakan untuk peracikan obat harus diberi label yang memuat informasi nama,
kadar/kekuatan, tanggal kedaluwarsa dan peringatan khusus untuk menghindari kesalahan dalam
penyimpanan dan penggunaannya. Apoteker melakukan supervisi secara rutin ke lokasi penyimpanan
sediaan farmasi dan BMHP, untuk memastikan penyimpanannya dilakukan dengan benar dan aman.
Rumah sakit harus memiliki sistem yang menjamin bahwa sediaan farmasi dan BMHP yang tidak layak pakai
karena rusak, mutu substandar atau kedaluwarsa tidak digunakan serta dimusnahkan.
Obat yang sudah dibuka (Beyond Use Date = BUD) dari kemasan primer (wadah yang bersentuhan langsung
dengan obat) atau sudah dilakukan perubahan, misalnya: dipindahkan dari wadah aslinya, sudah dilakukan
peracikan, maka
tanggal kedaluwarsanya (ED=Expired Date) tidak lagi mengikuti tanggal kedaluwarsa dari pabrik yang tertera di
kemasan obat. Rumah sakit harus menetapkan tanggal kedaluwarsa sediaan obat tersebut (BUD=Beyond Use
Date). BUD harus dicantumkan pada label obat. Rumah sakit memiliki sistem pelaporan obat dan BMHP yang
substandar (rusak) untuk perbaikan dan peningkatan mutu. Obat yang ditarik dari peredaran (recall) dapat
disebabkan mutu produk substandar atau obat berpotensi menimbulkan efek yang membahayakan pasien.
Inisiatif recall dapat dilakukan oleh produsen secara sukarela atau oleh Badan POM. Rumah sakit harus
memiliki sistem penarikan kembali (recall) yang meliputi identifikasi keberadaan obat yang di-recall di semua
lokasi penyimpanan di rumah sakit, penarikan dari semua lokasi penyimpanan, dan pengembaliannya ke
distributor. Rumah sakit memastikan bahwa proses recall dikomunikasikan dan dilaksanakan secepatnya untuk
mencegah digunakannya produk yang di-recall.
Elemen Penilaian PKPO 3
a) Sediaan farmasi dan BMHP disimpan dengan benar dan aman dalam kondisi yang sesuai untuk stabilitas
produk, termasuk yang disimpan di luar Instalasi Farmasi.
b) Narkotika dan psikotropika disimpan dan dilaporkan penggunaannya sesuai peraturan perundang-
undangan.
c) Rumah sakit melaksanakan supervisi secara rutin oleh apoteker untuk memastikan penyimpanan sediaan
farmasi dan BMHP dilakukan dengan benar dan aman.
d) Obat dan zat kimia yang digunakan untuk peracikan obat diberi label secara akurat yang terdiri atas nama
zat dan kadarnya, tanggal kedaluwarsa, dan peringatan khusus.
Standar PKPO 3.1
Rumah sakit menetapkan dan menerapkan regulasi pengelolaan obat atau produk yang memerlukan
penanganan khusus, misalnya obat dan bahan berbahaya, radioaktif, obat penelitian, produk nutrisi parenteral,
obat/BMHP dari program/donasi sesuai peraturan perundang-undangan.