Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana pengembangan (PERMENKES RI No. 72, 2016). Prosedur ini menerangkan bagaimana proses merencanakan perbekalan farmasi sampai kepada panitia pengadaan barang perbekalan farmasi siap untuk order barang. Standar operasional prosedur perencanaan di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu setiap tanggal 25 semua depo mengirim perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi untuk keperluan bulan berikutnya, staf gudang farmasi merekap seluruh permintaan depo dan perencanaan gudang farmasi, hasil rekap sebagai dasar pengadaan perbekalan farmasi, pengadaan dilebihkan 10 % sebagai buffer persediaan, kemudian mengarsipkan dokumen perencanaan. Unit yang terkait yaitu panitia pengadaaan perbekalan farmasi RSUD Ulin Banjarmasin dan seluruh depo farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi RSUD Ulin Banjarmasin mengunakan metode kombinasi yaitu metode konsumsi dan epidemiologi serta disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan, data pemakaian periode lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana pengembangan. Besarnya persediaan obat alkes di logistik farmasi ditentukan maksimum untuk pemakaian satu bulan, kecuali untuk obat-obat yang dikategorikan “fast moving” persediaan dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum untuk 3 bulan pemakaian. 3.2 SOP dan Metode Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran. Untuk memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar instalasi farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara lain bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa, bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS), sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar, masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan obat saat instalasi farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan pertama melalui : a. Pembelian Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah : 1) Kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat 2) Persyaratan pemasok 3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai 4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila : 1) Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran 2) Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri 3) Sediaan Farmasi dengan formula khusus 4) Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking 5) Sediaan Farmasi untuk penelitian dan 6) Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter paratus). Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit tersebut yaitu c. Sumbangan/Dropping/Hibah, Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sumbangan/dropping/ hibah. Seluruh kegiatan penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat membantu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit (PERMENKES RI No. 72, 2016). Standar operasional prosedur pengadaan di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Hasil rekap perencanaan perbekalan farmasi sebagai dasar pengadaan perbekalan farmasi. b. Item perbekalan farmasi yang diperlukan diklasifikasikan berdasarkan PBF yang mensuplai. c. Pengadaan dilakukan secara e-purchasing, apabila secara e-purchasing tidak tersedia/kosong dapat dilakukan pembelian secara langsung. d. Perbekalan farmasi berupa droping atau hibah diterima sesuai kebutuhan rumah sakit. e. Surat Pesanan ditandatangani oleh Pejabat Pengadaan Perbekalan Farmasi dengan dibuat rangkap dua. Unit yang terkait yaitu pejabat pengadaan perbekalan farmasi RSUD Ulin Banjarmasin, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) perbekalan farmasi RSUD Ulin Banjarmasin dan bagian keuangan RSUD Ulin Banjarmasin. Metode pengadaan di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan melalui pengadaan langsung (PBF, Apotek luar, RS terdekat), e-purchasing, produksi dan droping. Apabila pengadaan langsung ada diskon dituangkan dalam bentuk on faktur. b. Untuk menjaga kualitas, semua obat atau alkes di dapat dari pedagang besar farmasi (PBF) yang resmi. c. Besarnya persediaan obat/ alkes di logistik farmasi ditentukan maksimum untuk pemakaian satu bulan, kecuali untuk obat-obat yang dikategorikan “fast moving” persediaan dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum untuk 3 (tiga) bulan.
3.3 SOP dan Metode Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik (PERMENKES RI No. 72, 2016). Standar operasional prosedur penerimaan di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Perbekalan farmasi (Obat, BAKHP) diterima oleh panitia penerima barang RSUD Ulin Banjarmasin. b. Periksa kesesuaian antara barang dengan dokumen yang ada secara fisik dan administrasinya. c. Faktur yang telah sesuai diberi nomor, tanda tangan dan cap stampel. d. Barang yang telah sesuai segera diserahkan kepada petugas logistik Instalasi Farmasi. e. Petugas logistik memeriksa ulang antara barang dengan copy dokumen/faktur secara fisik dan tanggal kadaluarsa dari barang tersebut. f. Faktur segera dibukukan dan di entry di SIM RS, sementara barang disusun sesuai dengan jenisnya dan dimasukkan dalam kartu stok barang. g. Arsipkan dokumen di Logistik Farmasi. Prosedur ini menerangkan proses penerimaan perbekalan farmasi di logistik instalasi famasi. Unit yang terkait yaitu logistik farmasi RSUD Ulin Banjarmasin, panitia pengadaan perbekalan farmasi RSUD Ulin Banjarmasin, dan bagian keuangan RSUD Ulin Banjarmasin. Metode penerimaan di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Perbekalan farmasi yang diterima logistik farmasi harus dalam keadaan sesuai dengan suhu penyimpanan, bentuk sediaan, kemasan, kadaluarsa minimal 2 tahun kecuali untuk obat-obat yang masa kadaluasa pendek (misalnya vaksin), serta menyertakan MSDS untuk bahan berbahaya dan beracun. b. Penerimaan obat/alkes di logistik farmasi dengan kadaluarsa paling lambat satu tahun hanya untuk obat-obat yang digolongkan “cito” dan segera pakai.
3.4 SOP dan Metode Penataan dan Penyimpanan
Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Komponen yang harus diperhatikan antara lain : a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus. b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting. c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati. d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi. e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi. Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang harus disimpan terpisah yaitu : a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan berbahaya. b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis, penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya, penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan. Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan obat emergensi harus menjamin : a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah ditetapkan. b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain. c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti. d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa. e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain (PERMENKES RI No. 72, 2016). Standar operasional prosedur penyimpanan di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Perbekalan farmasi disimpan dengan mengelompokkan sesuai dengan bentuk sediaan pada rak yang tersedia. b. Perbekalan farmasi mudah terbakar dan menguap dipisahkan dari barang yang lain. c. Perbekalan Farmasi jenis Narkotika dan Psikotropika disimpan pada lemari tersendiri sesuai dengan aturan yang ada (lemari ada sekat dan punya kunci ganda untuk masing-masing pintu). d. Perbekalan farmasi disimpan pada suhu 15 -25°C dan termolabil pada suhu 2- 8°C dalam lemari pendingin dilengkapi alat pengukur suhu. e. Perbekalan farmasi disimpan diurutkan secara FIFO dan Alfabetis. f. Kartu stok barang diisi sesuai dengan formatnya. Unit yang terkait yaitu logistik farmasi, semua depo farmasi RSUD Ulin Banjarmasin, seluruh ruangan rawat inap, poliklinik dan unit lain yang terkait dilingkungan RSUD Ulin Banjarmasin. Standar operasional prosedur penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Simpan obat Narkotika dan Psikotropika dilemari khusus yang dilengkapi dengan kunci pengaman, diberi penandaan dan daftar obat yang tersedia ditempel dipintu lemari. b. Kunci dipegang oleh dua orang petugas farmasi yang ditunjuk. c. Untuk depo setiap pergantian shif dilakukan serah terima kunci. d. Setiap transaksi obat masuk/keluar, narkotika catat dikartu stock dan buku Narkotika, sedangkan psikotropika di kartu stock psikotropika. e. Penyimpanan dengan sistem FIFO daan FEFO. Unit yang terkait yaitu logistik farmasi dan seluruh depo instalasi farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Standar operasional prosedur penyimpanan Produk Radioaktif di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Bahan Radioaktif / Radioisotop (I-131 Hippuran) dikirim dari Batam – PTRR. b. Bahan radioisotop yang datang langsung dikirim ke radiologi, cek waktu paruh menggunakan AUR sesuai dengan jumlah data pengiriman dari Batam – PTRR. c. Beri kartu stock dan penandaan sesuai sertifikat pengiriman, dimana waktu paruh (t ½) 8,4 hari dihitung dari sertifikat pengiriman. d. Penyimpanan dengan sistem FIFO. e. Disimpan diruangan Hot-Lab, suhu penyimpanan 15-25°C. f. Monitor setiap hari suhu penyimpanan (Grafik monitor suhu). g. Bila saat pemantauan suhu tidak sesuai dengan standar penyimpanan (15- 25°C) petugas segera melapor ke IPRS untuk segera diperbaiki. h. Hasil pemantauan suhu didokumentasikan dengan baik. i. Secara berkala petugas farmasi memantau tempat dan kondisi penyimpanan bahan radioaktif. Unit yang terkait yaitu seluruh petugas instalasi radiologi RSUD Ulin Banjarmasin, gudang farmasi dan supervisor farmasi RSUD Ulin Banjarmasin. Metode penyimpanan secara umum, obat Narkotika dan Psikotropika, serta produk Radioaktif di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu : a. Penyimpanan perbekalan farmasi dengan sistem First Expired First Out (FEFO), First In First Out (FIFO), Alfabetes, bentuk sediaan, jenis sediaan, kelas terapi, suhu penyimpanan dan sesuai dengan klasifikasi barang (narkotika, psikotropika, sitostatika, high alert, LASA). b. Farmasi bertanggung jawab secara menyeluruh atas penyimpanan yang tepat untuk seluruh obat di rumah sakit dan memastikan penyimpanan obat yang tepat (Mis : nutrisi, radioaktif, narkotika, psikotropika, sitostatika, high alert, LASA, dll). Bila obat disimpan diluar farmasi, maka farmasi memberikan pedoman kondisi penyimpanan obat dan melakukan pemantauan secara rutin untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan sudah tepat.
3.5 SOP dan Metode Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara : a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock) 1) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan dan dikelola oleh Instalasi Farmasi. 2) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah yang sangat dibutuhkan. 3) Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang mengelola (diatas jam kerja) maka pendistribusiannya didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan. 4) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab ruangan. 5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang disediakan di floor stock. b. Sistem Resep Perorangan Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi. c. Sistem Unit Dosis Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis/pasien, sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap. f. Sistem Kombinasi Sistem Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c. Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep individu yang mencapai 18%. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada serta metode sentralisasi atau desentralisasi (PERMENKES RI No. 72, 2016). Standar operasional prosedur pendistribusian di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu: a. Setiap pagi petugas Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) / Perawat mengecek obat pasien. b. Retur sisa obat bila obat stop, pasien pulang atau meninggal. c. Resep diantar perawat ruangan / diambil petugas TTK. d. Lakukan skrining resep. e. Obat disiapkan untuk keperluan 1 hari (pagi-siang-malam). f. Entry data pemakaian obat di SIM RS dan ditransfer ke nomor RMK masing- masing pasien. g. Obat disimpan pada masing-masing loker obat pasien dan lakukan serah terima dengan perawat ruangan. h. Semua data obat dicatat di rekam medik. Unit yang terkait yaitu seluruh ruangan rawat inap RSUD Ulin Banjarmasin, seluruh Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker RSUD Ulin Banjarmasin. Metode pendistribusian di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu perbekalan farmasi dilakukan dengan resep perorangan, persediaan lengkap diruangan (floor stock) dan sistem Unit Dose Dispensing (UDD).
3.6 SOP dan Metode Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memasktikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan atau kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Tujuan pengendalian: Aga tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup: a. Memperkirakan atau menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah ini disebut stok kerja b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan atau kekosongan c. Menentukan waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat yang diterima Pengendalian obat di Rumah Sakit terdiri dari: a. Sistem satu pintu b. Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan c. Pengembalian wadah bekas d. Penggunaan kartu kendali e. Menghitung dosisi obat f. Menghitung biaya perbeklan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan dengan unit yang diterima
3.7 SOP dan Metode Pencatatan
SOP dan metode pencatatan di RSUD Ulin Banjarmasin terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Mabis Pakai (BMHP) yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alkes dan BMHP, pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulan, semester atau pertahun).
Pencatatan dilakukan untuk:
a. Persyaratan kementrian kesehatan/BPOM; b. Dasar akreditasi Rumah Sakit; c. Dasar audit Rumah Sakit; d. Dokumentasi farmasi; 3.8 SOP dan Metode Pelaporan SOP dan metode pelaporan di RSUD Ulin Banjarmasin dilakukan sebagai: a. Komunikasi antara level manajemen; b. Penyiapan laporan tahunan yang komperhensif mengenai kegiatan di instalasi farmasi c. Laporan tahunan 1) Administrasi Keuangan Apabila instalasi farmasi rumah sakit harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. 2) Administrasi penghapusan Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap sediaan farmasi, alkes, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan sediaan farmasi, alkes, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku (Kemenkes RI, 2014). 3) Komputerisasi Banyak tugas/fungsi penanganan informasi dalam sistem pengendalian perbekalan farmasi (misalnya, pengumpulan, perekaman, penyimpanan, penemuan kembali, meringkas mengirimkan dan informasi penggunaan perbekalan farmasi dapat dilakukan lebih efisien dengan komputer daripada sistem manual. Akan tetapi sebelum sistem pengendalian perbekalan farmasi dapat dikomputerisasi. Suatu studi yang diteliti dan komperhensif dari sistem manual yang ada, wajib dilakukan. Studi ini harus mengidentifikasi aliran data di dalam sistem dan menetapkan berbagai fungsi yang dilakukan dan hubungan timbal balik berbagai fungsi itu. Informasi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendesain atau mengevaluasi secara prospektif suatu sistem komputer. Sistem komputer ini harus termasuk upaya perlindungan memadai untuk memelihara catatan medik passien secara rahasia. Untuk hal ini harus diadakan prosedur yang terdokumentasi untuk melindungi rekaman yang disimpn secara elektronik, terjaga keamanan, kerahasiaan, perubahan data dan mencegah akses yang tidak berwenang. Suatu sistem data pengaman (back up) harus tersedia untuk meneruskan fungsi komputerisasi selama kegagalan alat. Semua transaksi yang terjadi selama sistem kompter tidak beroperasi, harus dimasukan ke dalam sistem secepat mungkin.
3.9 SOP dan Metode Pemusnahan
SOP dan metode pemusnahan di RSUD Ulin Banjarmasin yaitu pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alkes dan Barang Medis Habis Pakai (BMHP) bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah kadaluarsa c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan d. Dicabut izin edarnya Tahapan pemusnahan obat terdiri dari: a. Membuat daftar sediaan farmasi, alkes, dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yang akan dimusnahkan b. Menyiapkan berita acara pemusnahan c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait d. Menyiapkan tempat peusnahan e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang berlaku. Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, daluarsa, atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut memuat: a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan b. Nama pemegang izin khusus apoteker pengelola apotek c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut d. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan e. Cara pemusnahan f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi Pemusnahan narkotika menurut peraturan menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9, pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek, atau dokter memusnahkan narkotika harus memuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga. Berita acara pemusnahan memuat: a. Hari, tanggal, bualn dan tahun pemusnahan b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek, atau dokter pemilik narkotika. c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari perusahaan atau badan tersebut. d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan e. Cara pemusnahan f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter pemilik narkotika, dan saksi-saksi. g. Berita acara tersebut harus dikirim kepada: 1. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota 2. Kepala dinas kesehatan propinsi setempat (Depkes RI, 1997) BAB IV ALUR PELAYANAN RESEP
4.1 Alur Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan (alkes), dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. a. Persyaratan administrasi meliputi : 1) Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien 2) Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter 3) Tanggal resep 4) Ruangan/unit asal resep b. Persyaratan farmasetik meliputi : 1) Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan 2) Dosis dan jumlah obat 3) Stabilitas 4) Aturan dan cara penggunaan c. Persyaratan klinis meliputi : 1) Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat 2) Duplikasi pengobatan 3) Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
4.2 Proses Penyerahan Obat ke Pasien
Proses penyerahan obat dimulai dengan pemanggilan nama pasien, kemudian penyesuaian nama dengan orang yang datang untuk mengambil obatnya untuk memastikan pengambilan obat diberikan pada orang yang tepat, setelah obat diberikan, kemudian pasien di berikan pelayanan informasi obat (PIO).
4.3 Pelayanan Informasi Obat
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat. Tujuan : a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit. b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi panitia/komite farmasi dan terapi. c. Menunjang penggunaan obat yang rasional Kegiatan: 1) Menjawab pertanyaan 2) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter 3) Menyediakan informasi bagi komite/panitia farmasi dan terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit. 4) Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyukuhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap. 5) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. 6) Melakukan penelitian Faktor-faktor yang perlu diperhatikan: a. Sumber informasi obat b. Tempat c. Perlengkapan
4.4 Pelayanan Konseling
Konseling adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau obat dari apoteker kepada pasien dan atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisiatif apoteker, rujukan dokter, keinginan psien atau keluarganya. Konseling yang efektif memerlukan kepercayaan psaien dan atau keluarga terhadap apoteker. Tujuan: a. Mengoptimalkan hasil terapi b. Meminimalkan resiko obat tidak dikehendaki (ROTD) c. Meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien. Kegiatan: a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien. b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime question. c. Menggali infomasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat. d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat. e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien. f. Dokumentasi Faktor yang perlu diperhatikan: a. Kriteria pasien : 1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan menyusui). 2. Pasien dengan terapi jangka panjang/ penyakit kronis (TB, DM, epilepsi). 3. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan kortikostreroid dengan tappering down off). 4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terpai sempit (digoxin, phenitoin). 5. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi). 6. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah. b. Sarana dan prasarana : 1. Ruangan khusus 2. Kartu pasien/catatan konseling