Notulen : 16
1. Bagaimana alur perencanaan, pemesanan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
pengembalian obat di Apotek?
A. Perencanaan
1. Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat. Perencanaan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP dilakukan melalui tahapan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2019):
a. Persiapan
2) Perlu disusun daftar spesifik mengenai sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP yang akan direncanakan, termasuk di dalamnya kombinasi antara obat
generik dan bermerk.
b. Pengumpulan data
Data yang dibutuhkan antara lain data penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP pasien periode sebelumnya (data konsumsi), sisa stok dan data
morbiditas.
c. Penetapan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang
direncanakan menggunakan metode perhitungan kebutuhan
d. Evaluasi Perencanaan
e. Revisi rencana kebutuhan obat (jika diperlukan)
f. Apotek yang bekerjasama dengan BPJS diwajibkan untuk mengirimkan RKO
yang sudah disetujui oleh pimpinan Apotek melalui aplikasi E-Monev
Sumber:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotik. Jakarta: Kemenkes RI, 2019.
Dokumen yang diperlukan pada tahap perencanaan ini adalah kartu stok dan lembar hasil stok
opname. Dalam melakukan perencanaan, apoteker di Apotek X juga memerhatikan DOEN
(Daftar Obat Esensia Nasional), dan anggaran yang tersedia. Sistematika perencanaan yang
dibuat menyesuaikan dengan jumlah anggaran yang disediakan agar tidak terjadi defisit.
Selain melakukan perhitungan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP,
apoteker di Apotek X juga melakukan analisis rencana kebutuhan sediaan farmasi sebagai
bagaian dari perencanaan pengadaan sediaan farmasi yang bertujuan untuk menjamin
ketersediaan obat dan efisiensi anggaran. Metode analisis yang dipilih adalah analisis ABC
(Pareto). Metode ini dilakukan dengan menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan jumlah
dana yang tersedia, sehingga skala prioritas obat dan jumlah obat yang akan dibeli dapat
dioptimalkan untuk menjamin ketersediaan obat yang bermutu tinggi, tepat jenis, tepat
jumlah, dan tepat waktu untuk dapat digunakan secara rasional. Penggunaan metode Pareto
(ABC) untuk penyediaan obat dimaksudkan untuk memprioritaskan perencanaan pembelian
obat yang sering digunakan dan biasanya jenisnya sedikit akan tetapi mempunyai biaya
investasi yang besar. Selain itu, tanpa memperhatikan harga perlu juga dipertimbangkan
pengendalian obat obat yang paling banyak dikonsumsi masyarakat agar pelayanan kesehatan
tetap dapat berjalan optimal.
Dewi, N. M. I. F. P., Wirasuta, I. M. A. G., & Unud-Jimbaran, J. K. (2021). Studi Perencanaan
Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek X Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
73 Tahun 2016. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences, 11(1), 1-9.
B. Pemesanan
ALUR PENGADAAN DAN PENYIMPANAN OBAT DI APOTEK (SOP)
1. Perencanaan: merupakan tahap awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan BMHP yang sesuai dengan kebutuhan. Tujuan perencanaan yaitu untuk
mendapatkan jumlah sediaan yang sesuai kebutuhan, meningkatkan penggunaan sediaan
farmasi secara rasional, menjamin ketersediaan, menjamin stok yang tidak berlebih, efisiensi
biaya dan memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan biaya
distribusi. Proses perencanaan meliputi persiapan, pengumpulan data, penetapan jenis
danjumlah sediaan farmasi,alkes dan BMHP yang direncanakan menggunakan metode
perhitungan kebutuhan, evaluasi perencanaan, revisi rencana kebutuhan obat, apotek yang
bekerjasama dengan BPJS diwajibkan untuk mengirimkan RKO yang sudah disetujui oleh
pimpinan Apotek melalui aplikasi E-monev.
Adapun metode perhitungan kebutuhan yaitu:
a. Metode konsumsi,didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi, metode ini sering
dijadikan perkiraan yang tepat dalam perencanaan sediaan farmasi.
b. Metode morbiditas, perhitungan kebutuhan berdasarkan pola penyakit
c. Metode proxy consumption, metode perhitungan kebutuhan obat menggunkan data kejadian
penyakit,konsumsi obat, permintaan atau penggunaan obat dari apotek yang telah memiliki
sistem pengelolaan obat dan mengekstrapolasikan konsumsi atau tingkat kebutuhan
berdasarkan cakupan populasi atau tingkat layanan yang diberikan.
Pengadaan obat dilakukan berdasarkan surat pesanan yang telah ditandatangani apoteker
pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA. Surat pesanan dibuat sekurang-
kurangnya rangkap 2. Satu diserahkan ke distributor dan satu sebagai arsip. Untuk surat
pesanan narkotika dan psikotropika rangkap 3. Surat pesanan juga dapat menggunakan
sistem elektronik. Dalam hal terjadi kekurangan jumlah akibat kelangkaan stok di fasilitas
distribusi dan terjadi kekosongan stok diapotek, maka apotek dapat melakukan pembelian
kepada apotek lain.
3.Penerimaan,kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,jumlah,mutu,waktu
penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4. Penyimpanan, kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan
farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik
yang dapat merusak mutu sediaan farmasi.
5. Pemusnahan dan penarikan, sediaan farmasi yang kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan BMHP
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6. Pengendalian, dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan,melalui pengaturan sistem atau pengadaan,penyimpanan dan
pengeluaran.
7. Pencatatan dan pelaporan
Referensi
PENERIMAAN OBAT
Barang yang datang diterima oleh petugas penerima barang di Apotek dengan prosedur
penerimaan barang sesuai SOP yang sudah ditentukan meliputi :
1. Mencocokan nama barang datang dengan faktur
Dalam penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan pengecekan terhadap
perbekalan farmasi yang diterima mencangkup nama, jumlah, harga, ED dan No batch,
harus disesuaikan dengan surat pesanan, setelah selesai melakukan pengecekan, faktur
pembelian perlu di tanda tangani oleh apoteker atau TTK yang memiliki STRTTK dan
SIKTTK yang masih berlaku (Hurria, 2018 : 3). Hal pertama pada saat menerima barang
yaitu mencocokan nama outlet yang tertera di faktur. Jika faktur tersebut tidak tertulis
Apotek Nurani Tegal, maka perlu di tanyakan kepada pengirim barang. Jika sudah sesuai
dengan nama apoteknya, barulah kita memulai langkah selanjutnya yaitu mencocokan
barang yang datang dengan faktur sesuai atau tidak. Jika terjadi ketidakcocokan antara
faktur dengan barang datang, maka perlu di catat di buku tanda terima retur, salah barang
dan lebih barang.
2. Mencocokan jumlah barang datang dengan faktur
Dalam penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan pengecekan terhadap
perbekalan farmasi yang diterima mencangkup nama, jumlah, harga, ED dan No batch,
harus disesuaikan dengan surat pesanan, setelah selesai melakukan pengecekan, faktur
pembelian perlu di tanda tangani oleh apoteker atau TTK yang memiliki STRTTK dan
SIKTTK yang masih berlaku (Hurria, 2018 : 3). Setelah mencocokan nama barang datang
dengan faktur, selanjutnya yaitu mencocokan jumlah barang datang dengan faktur. Jika
terjadi kelebihan barang datang yang tertera di faktur dengan jumlah barang datang, maka
perlu di catat di buku tanda terima retur, salah barang dan lebih barang. Tetapi, jika terjadi
kurang barang, maka perlu di catat di buku kurang barang.
3. Cek ED pada kemasan barang dengan faktur
Apabila ED pada kemasan barang tidak sesuai dengan faktur, maka yang tertera di
faktur disesuaikan dengan ED pada kemasan barang sehingga ketika input pembelian ke
komputer dan mencatat pada kartu stok, ED menyesuaikan dengan yang tertera pada faktur
copyan. Resiko jika barang datang tidak di cocokan dengan ED bisa menyebabkan
banyaknya obat ED dan merupakan kerugian untuk apotek. Jika obat yang diterima
terdapat ED kurang dari 1 tahun, maka akan di konfirmasikan kepada apotker apakah obat
tersebut akan di terima atau di retur, hal ini juga terdapat pada penelitian (Soraya, 2015)
yang mengatakan bahwa waktu kadaluarsa minimal 1 tahun setelah obat diterima.
4. Mencocokan No. Batch pada kemasan dengan faktur
Dilihat dari prosedur yang ada perlu dilakukan dengan sabar dan lebih baik lagi jika
dilakukan oleh 3 orang. 2 orang dari apotik (yang satu bertugas membaca dan
mencocokan faktur, yang 1 lagi untuk mencocokan dengan barang yang datang) dan 1
orang lagi pengirim barang dari PBF tersebut. Jika No. Batch pada kemasan barang tidak
sesuai dengan faktur, maka yang tertera di faktur diganti lalu disesuaikan dengan No.
Batch pada kemasan barang sehingga pada saat akan input faktur pembelian ke komputer
sesuai dengan yang tertera pada faktur, hal ini juga terdapat pada penelitian (Soraya,2015)
yang mengatakan bahwa jika nomor batch ada perubahan sedikit, bisa langsung di
sesuaikan pada saat akan melakukan pengisian data ke sistem.
5. Mencocokan barang datang dengan surat pesanan (SP) apotek
Seharusnya pengirim barang dari PBF tersebut harus sabar menunggu jika barang
kiriman tersebut ingin langsung dicek, supaya petugas yang menerima barang bisa bekerja
dengan baik dan benar tanpa meninggalkan satupun prosedur yang sudah ditetapkan,
sehingga bisa mengurangi kesalahan pada saat menerima barang datang. Petugas
penerimaan barang perlu dilakukan oleh 3 orang. 2 orang dari apotik (yang satu bertugas
membaca dan mencocokan faktur, yang 1 lagi untuk mencocokan dengan barang yang
datang) dan 1 orang lagi pengirim barang dari PBF tersebut. Akibat dari tidak mencocokan
barang datang dengan surat pesanan (SP) apotek yaitu bisa terjadi kekosongan barang yang
terlalu lama dimana harusnya barang tersebut sudah tersedia di apotek dan bisa saja apotek
menjadi rugi karena menolak pasien yang ingin membeli obat tersebut. Jika sudah
dicocokan dengan SP, selanjutnya copyan SP di tempelkan di bagian belakang copyan
faktur. Tujuannya supaya lebih mudah pada saat akan melakukan pengecekan ulang pada
saat terjadi kesalahan di penerimaan barang. Pada saat menerima barang datang perlu untuk
mencocokan dengan SP apotek seperti pada penelitian (Irwanto, 2011) mengatakan bahwa
prosedur penerimaan barang dilakukan dengan cara cek keabsahan dokumen, cek keabsahan
barang yang datang, cek jenis barang sesuai dengan SOP (Surat order Pembelian) dan faktur
pengantar.
6. Mencatat di buku pembelian (Buku tempo / buku COD)
Pada saat mencatat di buku pembelian, petugas penerima barang wajib mencatat
nomor faktur apotek. Nomor faktur Apotek Nurani Tegal sendiri terdiri dari tanda
T(Tempo) atau C(Cash), nomor urut dibuat dengan mengurutkan nomor di atasnya
(contoh T01 maka selanjutnya di catat dengan nomor T02), bulan penerimaan barang (bisa
berubah berdasarkan bulan menerima barang), tahun penerimaan barang, dan singkatan
dari nama PBF (contoh BSP, EPM, AAM dll). Kolom pada buku pembelian Apotek Faris
farma terdiri dari nomor, tanggal penerimaan barang, nomor faktur dan tanggal faktur,
nomor faktur apotek, distributor (diisi dengan kepanjangan dari PBF). Contoh BSP
kepanjangan dari Bina San Prima, dan jumlah faktur atau tagihan yang harus di bayar
oleh apotek. Sedangkan untuk barang datang COD, menggunakan cara yang sama seperti
mencatat di buku tempo. Hanya yang membedakan adalah kodenya saja, jika tempo
kodenya T dan jika COD maka kodenya C.
Pada saat menerima barang, perlu di catat di buku pembelian seperti prosedur
penerimaan barang menurut (Irwanto, 2011) mengatakan bahwa perlu membuat laporan
penerimaan dan catat pada buku masuk.
7. Mencatat di buku barang tidak datang Mencatat di buku barang tidak datang
sangat penting karena bertujuan untuk mengurangi dobel order dan mengantisipasi barang
yang terlalu lama kosong. Setelah dibuatkan buku barang tidak datang, apoteker akan tahu
mana saja barang yang tidak datang untuk di order ulang ke PBF lain dengan harga yang
sama atau lebih mahal dari biasanya, guna untuk memenuhi supaya barang tersebut tidak
terlalu lama kosong.
Seharusnya pengirim barang dari PBF tersebut harus sabar menunggu jika barang
kiriman tersebut jika barang yang dia kirim ingin langsung dicek, supaya petugas yang
menerima barang bisa bekerja dengan baik dan benar tanpa meninggalkan satupun
prosedur yang sudah ditetapkan, sehingga bisa mengurangi kesalahan pada saat menerima
barang datang. Petugas penerimaan barang perlu dilakukan oleh 3 orang. 2 orang dari apotik
(yang satu bertugas membaca dan mencocokan faktur, yang 1 lagi untuk mencocokan
dengan barang yang datang) dan
1 orang lagi pengirim barang dari PBF tersebut. Dan pada saat mencatat buku-buku tersebut
tidak dilakukan setiap barang datang kecuali buku barang tidak datang. Buku tanda terima
lebih barang, retur barang, salah barang, kurang barang dilakukan pada saat ada kesalahan
atau lebih barang saja. Sedangkan buku barang tidak datang perlu dicatat setiap ada kegiatan
/ aktivitas penerimaan barang.
Dilihat dari pedoman yang ada, tidak menyebutkan bahwa penerimaan barang perlu
mencatat di buku barang tidak datang. Karena buku barang tidak datang adalah prosedur
yang dibuat sendiri oleh karyawan gudang untuk megontrol stok barang dan untuk
mengontrol kebutuhan yang di Apotek Nurani Tegal. Mencatat di buku barang tidak datang
dilakukan setiap ada kegiatan / aktivitas penerimaan barang.
Sumber Strategi Pemasaran Bisnis Farmasi oleh Mokhtar Sayyid tahun 2020
E. Penyimpanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016, penyimpanan dan penataan
obat yang baik yaitu obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-
kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Semua obat/bahan obat
harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya, tempat
penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan
kontaminasi, sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi obat serta disusun secara alfabetis, pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire
First Out) dan FIFO (First In First Out).
1. Meletakan barang sesuai alfabetis agar lebih memudahkan pada saat pencarian sediaan
2. FIFO (First In First Out) artinya barang yang pertama kali masuk dikeluarkan terlebih
dahulu. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan pelayanan obat,
pengambilan obat, penataan kembali obat-obat ke tempat semula, pengawasan dan
pengecekan obat.
3. FEFO (First In Expired Date First Out) Meletakan obat dengan menggunakan sistem
FEFO juga untuk memudahkan kita dalam melakukan pelayanan obat, pengambilan obat,
penataan kembali obat-obat ke tempat semula, pengawasan dan pengecekan obat.
4. Meletakan barang sesuai dengan bentuk sediaan lebih memudahkan dalam melakukan
pelayanan obat, pengambilan obat, penataan kembali obat-obat ke tempat semula,
pengawasan dan pengecekan obat. Misalnya Sediaan sirup di letakan di etalase sirup,
untuk sediaan tablet perlu melihat golongan obat tersebut terlebih dahulu apakah masuk
ke kategori generik atau paten, jamu di letakan di etalase jamu dan madu, kosmetik di
letakan di etalase dekat dengan etalase alat kesehatan, sedangkan untuk sediaan
suppositoria di letakan di dalam lemari es.
5. Meletakan barang sesuai dengan suhu penyimpanan bertujuan untuk menjaga stabilitas
fisiknya agar tidak rusak atau meleleh sehingga harus disimpan dilemari pendingin
(kulkas). Adapun Tempat penyimpanan yang digunakan dapat berupa etalase kaca, rak
besi, lemari terkunci, lemari es, freezer, atau ruangan sejuk. Tempat penyimpanan
tergantung pada sifat atau karakteristik masing-masing obat. Menurut Permenkes RI No
73 tahun 2016 ruang penyimpanan terbagi menjadi beberapa kategori :
Suhu ruang (25 C - 30 C) seperti tablet, sirup.
Suhu sejuk (15 C - 25 C) pada ruangan AC seperti beberapa sediaan tetes mata, tetes
telinga dan salep mata.
Suhu dingin (2 - -8 C) pada lemari pendingin seperti obat suppositoria, insulin dan
vaksin.
6. Meletakan barang sesuai dengan golongan obat, Misalnya penyimpanan untuk obat
golongan psikotropika. Penyimpanan obat golongan psikotropika harus terpisah dengan obat
golongan lain. Dan lemari untuk menyimpan obat golongan psikotropika tidak asal. Seperti yang
tertera di PERMENKES NO 3 tahun 2015 Syarat untuk lemari narkotik dan psikotopika harus
memenuhi syarat sebagi berikut:
Setelah input pembelian sesuai copy faktur, langkah selanjutnya yaitu mencatat di kartu
stok sesuai dengan copy faktur. Setiap ada obat yang masuk dan keluar perlu dicatat ke dalam
kartu stock.
F. Pengembalian
1. Alur Pengembalian Pesanan Obat (Bu Ica)
Alur pengembalian / Return obat di Apotek (Bu Raisya)
( Sumber: Per BPOM nomor 6 Tahun 2020)
Sebelum adanya proses pengembalian obat dari Apotek ke PBF,harus ada prosedur
tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan/ atau bahan obat kembalian dengan
memperhatikan hal berikut:
penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat pengiriman
barang dari sarana yang mengembalikan; dan
jumlah dan identifikasi obat dan/ atau bahan obat kembalian harus dicatat dalam catatan
penerimaan dan pengembalian barang.
Berdasarkan CDOB (2020), terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses
pengembalian barang, yaitu:
Dalam proses pengembalian barang, harus ada dokumentasi untuk setiap proses
penanganan.
Jumlah dan identifikasi obat harus dicatat dalam catatan pengembalian.
Fasilitas distribusi harus menerima obat dan/atau bahan obat kembalian sesuai
dengan persyaratan dari industri farmasi/fasilitas distribusi lain. Kedua belah
pihak harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proses pengembalian
obat tidak memungkinkan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam
rantai distribusi.
Obat yang memiliki kemasan tidak baik harus segera dikembalikan dengan
disertai bukti retur dan surat pesanan asli.
Untuk retur produk obat, dokumen yang diperlukan adalah TTRB (Tanda Terima
Retur Barang). Sedangkan untuk retur produk non-obat, dokumen yang
dibutuhkan adalah RTV (Return to Vendor) yang dibuat oleh outlet dan TTRS
(Tanda Terima Retur Sementara) yang kemudian akan dijadikan TTRB (Tanda
Terima Retur Barang).
Sumber :
BPOM. 2021. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2021 Tentang
Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi
Di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui, melalui pembelian. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
1. Persiapan
Pengumpulan obat yang akan dipesan, dari buku defecta yaitu peracikan maupun gudang.
Termasuk obat-obat baru yang ditawarkan supplier. Apabila ada dua atau lebih pemasok,
apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu produk (kualitas produk terjamin ada
NIE/Nomor Izin Edar), reputasi produsen (distributor berijin dengan penanggungjawab Apoteker
dan mampu memenuhi jumlah pesanan), harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman
(lead time cepat), mutu pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang
dikembalikan, dan pengemasan.
2. pemesanan
Menyiapkan Surat Pesanan minimal dua rangkap, yang satu diberikan kepasa supplier
untuk dilampirkan dengan farktur pada waktu penerimaan barang dan yang satu diberikan
kepada petugas gudang. Pengadaan sediaan farmasi dilaksanakan berdasarkan surat pesanan
yang ditandatangani Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1. Surat pesanan dibuat sekurangkurangnya rangkap 2 (dua) serta
tidak dibenarkan dalam bentuk faksimili dan fotokopi. Satu rangkap surat pesanan diserahkan
kepada distributor dan 1 (satu) rangkap sebagai arsip. Apabila Surat Pesanan tidak bisa dilayani
baik sebagian atau seluruhnya, maka Apotek harus meminta surat penolakan pesanan dari
pemasok.
3. Pemantauan
Apoteker perlu melakukan pemantauan terhadap status pesanan sediaan farmasi yang telah
dibuat. Pemantauan status pesanan bertujuan untuk:
1. Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan.
2. Pemantauan dapat dilakukan berdasarkan kepada sistem VEN.
3. Petugas apotek memantau status pesanan secara berkala.
4. Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan memperhatikan:
a. nama obat;
b. satuan kemasan;
c. jumlah obat diadakan;
d. obat yang sudah diterima; dan
e. obat yang belum diterima.