Anda di halaman 1dari 10

Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma Jahri Saleh

Struktur organisasi Apotek Kimia Farma Handil Bakti, yaitu:

APOTEKER
Wenny Theresia Sinaga, S.Farm., Apt.

TTK TTK TTK TTK


Siti Lisda Handayani, Dewi Wahyu Ningsih, Shinta Rafiqah, Muge Bu'minin,.
Amd., Farm A.Md., Farm A.Md., Farm Amd.,Farm

Gambar 1. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma Jahri


terdiri dari:
a. Apoteker : 1 orang
b. Tenaga Teknis Kefarmasian : 3 orang
Adapun pembagian waktu kerja di Apotek Kimia Farmasi Handil Bakti,
yaitu:
a. Pagi : Pkl. 07.00-14.30 WITA
b. Siang : Pkl. 14.30-22.00

Obat Bebas, Bebas Terbatas, Obat Keras dan Obat Wajib Apotek
a. Perencanaan
Menurut Permenkes No.73 tahun 2016, Perencanaan merupakan
proses kegiatan dalam pemilihan, jenis, jumlah dan harga perbekalan
farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, menghindari
kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat ditanggung
jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain Konsumsi, Epidemiologi, Kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Pedoman
Perencanan adalah sebagai berikut :
1. DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah
Sakit, Ketentuan setempat yang berlaku.
2. Data catatan medik.

1
2

3. Anggaran yang tersedia.


4. Penetapan prioritas.
5. Siklus penyakit.
6. Sisa persediaan
7. Data pemakaian periode lalu.
8. Rencana pengembangan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan:
a) Pola Penyakit (Epidemiologi)
Perlu memperhatikan dan mencermati pola penyakit yang
timbul disekitar masyarakat sehingga Apotek dapat dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk
penyakit tersebut.

b) Tingkat Perekonomian Masyarakat (Ekonomi)


Tingkat ekonomi masyarakat disekitar Apotek juga akan
mempengaruhi daya beli untuk obat-obatan. Jika masyarakat
sekitar memiliki tingkat perekonomian menengah kebawah
maka Apotek perlu menyediakan obat-obat yang harganya
terjangkau seperti obat generik berlogo. Demikian pula
sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat
perekonomian menengah keatas yang cenderung memilih obat-
obat paten, maka Apotek juga baru menyediakan obat-obat paten
yang sering diresepkan.

c) Budaya Masyarakat (Kombinasi)


Pengetahuan masyarakat terhadap obat, pabrik obat,
bahkan iklan obat dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan
obat-obatan khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga
dengan budaya masyarakat yang senang berobat kedokter, maka
Apotek perlu memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan
oleh dokter tersebut. Menentukan kebutuhan obat merupakan
3

tantangan yang berat yang harus dihadapi oleh Apoteker yang


bekerja dipelayanan kesehatan dasar ataupun di unit pengelolaan
obat/gudang farmasi.

d) Pola konsumsi
Pola konsumtif berarti perencaan dan pengadaan obat
didasarkan pada data pemakaian obat dimasa lampau. Data
tersebut kemudian dipakai untuk menghitung jumlah kebutuhan
obat.

Rumus:

Jumlah kebutuhan obat = Konsumsi obat sesungguhnya dalam


satu tahun + jumlah kebutuhan obat selama masa tenggang – sisa
stok.

Hal pertama yang perlu dilakukan dalam tahap


perencanaan adalah dengan melakukan persiapan awal terlebih
dahulu, misalnya dengan membentuk tim perencanaan pengadaan
obat yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penggunaan dana obat melalui kerjasama antar instansi yang
terkait dengan masalah obat. Setelah itu tentukan obat-obat yang
sangat diperlukan sesuai dengan kebutuhan, dengan prinsip dasar
menentukan jenis obat yang akan digunakan atau dibeli.
Selanjutnya hitung jumlah kebutuhan obat yang dibutuhkan untuk
menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat.
Dengan koordinasi dari proses perencanaan dan pengadaan obat
diharapkan obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat
waktu. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan
kebutuhan obat, yaitu:
a) Metode morbiditas/epidemiologi
Metode morbiditas/epidemiologiyaitu metode yang
digunakan berdasarkan pada penyakit yang ada. Metode ini
4

dibuat berdasarkan pola penyakit dan pola pengobatan


penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar. Tahapan-
tahapan yang dilakukan yaitu:
b) Metode Konsumsi
Perencanaan dengan metode ini dibuat dengan data
pengeluaran barang periode lalu. Selanjutnya data tersebut
dikelompokan dalam kelompok fast moving (barang yang
bergerak cepat) maupun yang slow moving (barang yang
bergerak lambat).
c) Metode Kombinasi
Metode ini merupakan gabungan dari metode
epidemologi dan metode konsumsi. Perencanaan pengadaan
barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
melihat kebutuhan farmasi periode sebelumnya.
d) Metode Just in Time
Perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat
yang ada di Apotek dalam jumlah terbatas. Perencanaan ini
untuk obat yang jarang dipakai atau diresepkan dan harganya
mahal serta memiliki kadar waktu yang pendek (Sri Hartini,
2007).

b. Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan didasari
oleh perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan
anggaran yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan,
pembelian, dan penerimaan barang. Pengadaan ini dilakukan untuk
menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Ada tiga macam pengadaan yang biasa
dilakukan di Apotek, yaitu pengadaan dalam jumlah terbatas,
5

pengadaan secara berencana, dan pengadaan spekulatif


(Permenkes,2016).

1) Pengadaan dalam jumlah terbatas


Pengadaan dalam jumlah yang terbatas dimaksudkan yaitu
pembelian dilakukan apabila persediaan barang dalam hal ini
adalah obat-obatan sudah menipis. Barang-barang yang dibeli
hanyalah obat-obat yang dibutuhkan saja, dalam waktu satu
minggu sampai dua minggu. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
stok obat dalam jumlah besar dengan pertimbangan masalah
biaya yang minimal. Namun perlu juga pertimbangan pengadaan
obat dalam jumlah terbatas ini dilakukan apabila PBF tersebut
ada didalam kota dan selalu siap dalam mengirimkan obat dalam
waktu cepat.

2) Pengadaan secara berencana


Pengadaan secara berencana adalah perencanaan
pembelian akibat berdasarkan penjualan setiap minggu atau
setiap bulan. Sistem ni dilakukan pendataan obat-obat mana yang
laku banyak dan tergantung pula pada kondisi cuaca, misalnya
pada pergantian musim, banyak orang yang menderita penyakit
batuk dan pilek. Hasil pendataan tersebut diharapkan dapat
memaksimalkan prioritas pengadaan obat. Cara ini biasa
dilakukan apabila distributor atau PBF berada di luar kota.
Pengendalian persediaan barang dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain:

a) Membandingkan jumlah pembelian dengan penjualan setiap


bulan. Agar stok obat di gudang cukup maka penentuan
pembelian diatur agar tidak terjadi kekosongan stok dan stok
yang menumpuk.
6

b) Kartu gudang untuk mencatat mutasi barang setiap item. Jadi


tiap obat mempunyai kartu sendiri. Kartu gudang ini disimpan
dalam gudang. Dengan melihat dan mengetahui mutasi obat
pada kartu gudang, maka dapat dilihat jelas hubungan antara
pengawasan obat di gudang dengan pembelian yang akan
dilakukan.
3) Pengadaan secara spekulatif.
Cara tersebut dilakukan apabila akan ada kenaikan harga
serta bonus yang ditawarkan jika mengingat kebutuhan, namun
resiko ini terkadang tidak sesuai rencana, karena obat dapat rusak,
apabila stok obat di gudang melampaui kebutuhan. Di sisi lain
obat-obat yang mempunyai ED akan menyebabkan kerugian
besar, namun apabila spekulasinya benar dapat mendatangkan
keuntungan yang besar (Sri Hartini, 2007).

Sistem Pengadaan ada 4 macam terdiri dari :


1. Tender terbuka
a. Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan
b. Pada penentuan harga, metode ini menguntungkan tetapi
memerluka waktu yang lama, perhatian lebih dan staf yang
kuat
2. Tender Tertutup
a. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terbatas
dan memilik riwayat yang baik
b. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja
lebih ringan dari padatender terbuka.
3. Kontrak
a. Dilakukan pendekatan dengan rekanan terpilih, terbatas
tidak lebih dari 3 rekan untuk penentuan harga
7

b. Adatawar menawar untuk pencapaian spesifik harga.


Disebut juga pengadaan negosiasi.
4. Pembelian Langsung
a. Biasanya pembelian jumlah kecil dan perlu segera tersedia.
b. Harga relatif lebih mahal
Keuntungan pembelian langsung waktunya cepat,
volume obat tidak begitu besar, harga lebih murah, kualitas
diinginkan, mudah bila terjadi kesalahan, dapat dikredit,
sewaktu-waktu bila terjadi kesalahan/kekurangan dapat
langsung menghubungi distributor.

c. Penerimaan dan Pemeriksaan Barang


Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima
(Permenkes,2016).

Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima


perbekalan farmasi yang diserahkan dari unit-unit pengelola yang
lebih tinggi (PBF) kepada unit pengelola dibawahnya (Apotek).
Perbekalan farmasi yang telah dikirim ke Apotek Kimia Farma
disertai faktur dan diterima oleh petugas pembelian. Petugas
pembelian (TTK) akan melakukan pengecekan terhadap barang
yang datang disesuaikan dengan surat pesanan (SP) dan diperiksa
nama sediaan, jumlah, dosis, expired date, dan kondisi sediaan.
Setelah pengecekan selesai faktur ditandatangani dan diberi stampel
Apotek oleh petugas penerima (TTK), yang diketahui oleh Apoteker
Pengelola Apotek. Setiap penerimaan perbekalan farmasi dicatat
pada masing-masing kartu stok dan kemudian dientri ke komputer
berdasarkan faktur yang telah dicocokkan pada saat penerimaan
barang. Jika barang yang datang tidak sesuai dengan surat pesanan
atau ada kerusakan fisik maka bagian pembelian akan melakukan
8

retur barang tersebut ke PBF yang bersangkutan untuk ditukar


dengan barang yang sesuai (Hartini, 2007).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan


penerimaan barang datang adalah:(Anief, 2005)

1) Nomor faktur
2) Kesesuaian jenis sediaan
3) Kesesuaian jumlah
4) Nomor batch obat
5) Nama dan jumlah obat
6) Jenis sediaan dan bobot obat
7) Kondisi fisik
8) Tanggal kadaluarsa.
Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika
kadaluwarsa, mendekati tanggal kadaluwarsa sehingga
kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kadaluwarsa
sebelum digunakan oleh konsumen. Obat dan/atau bahan obat yang
memerlukan penyimpanan atau tindakan pengamanan khusus, harus
segera dipindahkan ke tempat penyimpanan yang sesuai setelah
dilakukan pemeriksaan (BPOM RI, 2012).

d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan dimana barang yang
diterima disimpan dalam rak-rak obat berdasarkan penggolongan
obat serta khasiat farmakologi secara alfabetis dan kartu stok
langsung diisi. Berdasarkan Permenkes No.73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek penyimpanan obat atau
bahan obat dilakukan dengan ketentuan:

1. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.


Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi
9

dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan
tanggal kadaluwarsa.
2. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
4. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
5. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First
Out) dan FIFO (First In First Out) (Permenkes,2016).
Ada beberapa macam sistem penataan obat, antara lain:
1) First In First Out (FIFO) yaitu obat yang datang kemudian
diletakkan dibelakang obat yang terdahulu.
2) First Expired First Out (FEFO) yaitu obat yang mempunyai
tanggal kadaluwarsa lebih dahulu diletakkan didepan obat yang
mempunyai tanggal kadaluwarsa kemudian.
Ada beberapa cara penempatan obat yang dapat dilakukan
yaitu menurut jenisnya, menurut abjad, menurut pabrik yang
memproduksi dan menurut khasiat farmakoterapinya
(Permenkes,2016).

e. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk
10

kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan


laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.
Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal (Permenkes,2016).
Pencatatan dan pelaporan kegiatan perencanaan kebutuhan,
pengadaan, pengendalian persediaan, pengembalian, penghapusan
dan pemusnahan sediaan farmasi harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pelaporan di Apotek
dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Laporan harian yaitu mencakup pendapatan harian Apotek
(pendapatan waktu pagi, siang, malam) serta pengeluaran
Apotek yang setiap harinya (Kimia Farma, 2013).
2) Laporan bulanan yaitu mencakup laporan hasil penjualan,
pembelian, stok opname serta laporan narkotika dan
psikotropika (Kimia Farma, 2013).

b.

Anda mungkin juga menyukai