Anda di halaman 1dari 9

Hari : Kamis

Tanggal : 30 Desember 2021


Pemateri : apt. Menit Ardhiani, S. Farm
Materi : Diskusi Pengelolaan Barang
Pengelolaan Barang merupakan suatu tahapan manajerial yang dilakukan untuk menjamin
ketersediaan barang yang ada di apotik. Dasar yang menjadi acuan dalam pengelolaan barang di
Apotek dalah berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pelayanan kefarmasian yang dimaksud adalah terkait
manajerial atau pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP dan pelayanan farmasi
klinis. Pengelolaan barang di apotek sendiri terdiri dari seleksi, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemusnahan, pencatatan serta pelaporan, serta
pengendaliam.
1. Seleksi
Terlepas dari perencanaan kita perlu melakukan seleksi terlebih dahulu. Di apotik
sendiri perlu dilakukan perencanaan yaitu agar barang yang digunakan sesuai kebutuhan,
tidak terjadi kekosongan stok atau bahkan mencegah terjadinya kelebihan stok yang
berakibat terjadinya stok mati, serta biaya yang digunakan lebih efektif dan efisien. Hasil
akhir dari perencanaan yaitu penetapan jenis dan jumlah sediaan farmasi agar sesuai
kebutuhan yaitu dalam bentuk nama obat/barang beserta jumlahnya. Utamanya dari
perencanaan sendiri yaitu dapat menetapkan jenis dan jumlah barang yang mendekati
atau sesuai dengan kebutuhan seiring dengan perkembangan yang ada.
Pada saat melakukan seleksi tentu ada beberapa pertimbangan dan beberapa faktor
yang perlu diperhatikan. Faktor yang pertama yaitu pola penyakit. Data pola penyakitbisa
didapatkan menggunakan faskes yang ada pada sekitar apotik yang didirikan, seperti
puskesmas setempat sehingga dapat dikerucutkan atau diambil kesimpulan penyakit apa
yang paling banyak diderita di wilayah sekitar apotik. Selanjutnya, dapat dilihat
tatalaksana terapi yang digunakan oleh masyarakat setempat untuk mendapatkan jenis
obat yang akan dilakukan pengadaan. Faktor yang kedua yaitu dari tingkat perekonomian
warga sekitar agar dapat menentukan baik dari obat generik atau obat bermerk dagang
apa yang ingin dilakukan pengadaan. Sehingga kita memerlukan referensi terhadap obat-
obatan yang ada seperti menggunakan MIMS atau ISO terbaru, sehingga dapat
menentukan obat bermerk dagang apa yang sekiranya terjangkau untuk dilakukan
pengadaan. Faktor yang ketiga yaitu budaya masyarakat. Hal ini terkait dengan
bagaimana masyarakat sekitar menyelesaikan masalah terhadap kesehatan, sebagai
contoh masyarakat sekitar biasanya berobat terlebih dahulu lalu kemudian melakukan
terapi, ada juga yang langsung mendatangi apotik setempat dan langsung konsultasi
terapi di apotik, dan ada juga yang biasa menggunakan terapi obat herbal. Budaya
masyarakat juga terkait dengan kebiasaan yang dilakukan, sebagai contoh yaitu biasa
menggunakan obat dengan merk tertentu saja dan tidak mau menggunakan obat merk lain
walau dengan kandungan obat yang sama, tetapi tetap dilakukan pengadaan obat merk
lain dengan kadungan obat yang sama dengan harga yang lebih terjangkau sebagai
alternatif jika perekonomian tidak mendukung.

2. Perencanaan
Ketika pada tahapan seleksi sudah didapatkan nama dan jenis obat yang akan
dilakukan pengadaan, maka dilakukan tahap selanjutnya yaitu perencanaan. Perencanaan
dapat dilakukan menggunakan beberapa metode yaitu konsumsi,
morbiditas/epidemiologi, dan kombinasi (proxy-consumption). Selain itu, ada juga buku
defekta yang membantu dalam perencanaan barang, dimana buku ini berisi daftar obat
yang akan habis dan ingin dipesan serta perkiraan waktu kapan untuk dipesan.
a. Metode Konsumsi
Metode konsumsi merupakan suatu metode perencanaan yang mengacu pada
penggunaan obat pada periode sebelumnya baik dalam bentuk periode bulanan atau
tahunan. Metode konsumsi banyak digunakan di apotik daripada morbiditas
dikarenakan keterbatasan data. Data yang diperlukan pada metode konsumsi yaitu
jumlah stok awal, pemakaian rata-rata per periode, stok akhir, lead time obat, dan
stok pengaman. Rumusnya adalah:
A = (B + C + D) – E
Keterangan:
A = Rencana pengadaan metode konsumsi
B = Pemakaian rata-rata per periode
C = Buffer stock
D = Lead time stock (satuan sama dengan periode pemakaian)
E = Sisa stock
b. Metode Morboditas
Metode ini berdasarkan pola penyakit. Yang menyebabkan metode ini cukup sulit
di apotik dikarenakan tidak memiliki data pola penyakit pasien serta data kejadian
penyakit tersebut, selain itu adanya perbedaan umur pasien baik dewasa, anak-anak
atau lansia yang menyebabkan kebutuhan obat tiap golongan umur berbeda-beda.
c. Metode Proxy-consumption
Metode ini mempertimbangkan dari data penyakit, konsumsi, serta permintaan
obat yang ada. Pada dasarnya, metode ini lebih mengarah ke konsumsi walaupun
tetap menggunakan data penyakit.
d. Evaluasi Perencanaan
Evaluasi perencanaan dapat dilakukan menggunakan metode ABC, VEN dan
kombinasi. Paling banyak digunakan yaitu metode kombinasi ABC-VEN. Metode
ABC-VEN dapat menentukan prioritas suatu barang untuk penyesuaian anggaran
pengadaan yang ada.

3. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan dari
tahapan perencanaan. Pengadaan dilakukan pada beberapa faktor yaitu stok sisa,
kapasitas penyimpanan, waktu tunggu obat. Ketika sisa stok akan mencapai jumlah stok
pengaman, maka perlu dilakukan pengadaan segera, selain itu pengadaan disesuaikan
dengan kapasitas penyimpanan yang tersedia agar tidak terjadi over-stock yang
menyebabkan beberapa barang tidak masuk dalam penyimpanan serta obat harus dipesan
sesuai dengan waktu tunggu obat datang dan stok pengaman yang dapat digunakan
selama obat dikirimkan. Sebelum melakukan pengadaan, maka kita harus melakukan
pemesanan terlebih dahulu, sehingga ada pertimbangan dalam memilih kemana kita akan
memesan, dalam hal ini yaitu terkait dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) yang akan
dipilih. PBF sendiri terdiri dari 2 jenis yaitu PBF Distributor dan PBF Subdistributor.
PBF Distributor merupakan PBF yang barangnya bersumber dari Industri Farmasi
langsung. Sedangkan PBF Subdistributor merupakan PBF yang barangnya bersumber
dari distributor dan tidak langsung dari Industri Farmasi terkait. Ada beberapa
pertimbangan untuk memilih PBF yaitu terkait legalitas (nomor izin PBF yang berlaku),
harga yang ditawarkan. lead time, kemudahan dalam retur, ketersediaan obat yang ada,
metode pembayaran serta track record dari PBF tersebut. Setelah dipilih PBF, maka
dilakukan pemesanan dengan membuat Surat Pesanan (SP). Setelah itu, dilakukan
pengadaan. Tahapan pengadaan:
a. Membuat surat pesanan
b. Menghubungi sales terkait kemudian menyerahkan SP
c. Apabila saat pemesanan SP dikirimkan berupa file, maka ketika barang datang SP
dalam bentuk fisik dapat dititipkan kepada kurir.
d. Membayar pesanan
Dengan adanya kemajuan teknologi, pemesanan dapat dilakukan menggunakan aplikasi
tertentu sehingga memudahkan dalam pemesanan tanpa melalui sales dan terjamin
ketersediaan barang yang diinginkan. Jika kerjasama dengan BPJS, dapat dilakukan
pemesanan secara e-purchasing melalui website lpse.kemkes.go.id untuk pemesanan
obat-obatan program BPJS. Selain itu kita juga perlu membuat Rancangan Kebutuhan
Obat (RKO) pada tahapan pengadaan.
Ada beberapa metode pengadaan yang dapat dilakukan. Yang pertama adalah
pengadaan terbatas yaitu hanya melakukan pengadaan untuk kebutuhan dalam waktu
tertentu seperti kebutuhan perminggu dimana metode ini dapat digunakan dengan syarat
apotik mudah dijangkau serta dapat dijangkau oleh PBF kapan saja. Selanjutnya yaitu
pengadaan berencana, biasa digunakan untuk kebutuhan dalam periode yang panjang
seperti obat-obatan BPJS atau obat fast moving seperti obat-obatan penyakit kronis.
Selain itu ada juga metode pengadaan Just In Time, yaitu pemesanan berdasarkan
kebutuhan saat itu saja. Kemudian ada juga metode konsinyasi atau kongsi yaitu barang
dititipkan kepada apotik dan dibayar sesuai dengan jumlah yang terjual, biasanya yang
melakukan metode ini kebanyakan yaitu obat-obat herbal atau produk baru untuk
mengenalkan produknya. Setelah dilakukan pengadaan, perlu dilakukan pembayaran
yang dapat dilakukan menggunakan 2 metode yaitu Cash on Delivery atau Tempo.
Metode COD biasa digunakan untuk obat-obatan golongan narkotika, obat konsinyasi
dan beberapa obat psikotropika, atau untuk apotek baru untuk melihat track record apotik
tersebut. Metode tempo biasa menerapkan pembayaran dalam jangka waktu tertentu
setelah dilakukan pemesanan dan ada penerapan sistem pending dimana barang tidak
akan dikirimkan apabila pemesanan sebelumnya belum dibayar. Pembayaran dapat
dilakukan secara tunai atau transfer, bergantung dengan kebijakan PBF tersebut.
Hari : Kamis
Tanggal : 4 Januari 2022
Pemateri : apt. Menit Ardhiani, S. Farm.
Materi : Diskusi Pengelolaan Barang Lanjutan

Surat Pesanan (SP) terdiri dari 5 jenis yaitu SP Reguler, SP Obat-obat Tertentu
(OOT), SP Prekursor, SP Psikotropika, dan SP Narkotika, Sekurang-kurangnya SP
dibuat sebanyak 3 rangkap. Terdapat beberapa perbedaan antara SP satu dengan lainnya
yaitu terkait format SP. Untuk ketentuan pada obat reguler hanya berisi nama obat,
satuan, dan jumlah yang dipesan. Sedangkan untuk SP Prekursor, OOT, Psikotropika
dan Narkotika berisi ketentuan nama obat, kandungan, bentuk dan kekuatan sediaan,
serta jumlah sesuai satuan yang terbilang dalam angka dan huruf. SP wajib
ditandatangani oleh Apoteker Penanggungjawab Apotik (APA).

4. Penerimaan
Setelah barang dipesan, maka sesuai waktu tunggu barang akan datang yang
selanjutnya akan dilakukan penerimaan. Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan
saat menerima barang yaitu kondisi fisik barang, kesesuaian barang dengan faktur,
kesesuaian barang dengan surat pesanan (SP). Kesesuaian faktur harus memperhatikan
nama obat, spesifikasi obat, kekuatan sediaan, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
Apabila nomor batch dan tanggal ED tidak sesuai, maka dapat disesuaikan antara fisik
dengan faktur yang datang jika tanggal ED masih dapat ditoleransi dengan cara menulis
nomor dan tanggal ED yang tertera secara fisik. Tetapi apabila terdapat barang yang
datang tidak sesuai SP, maka dapat ditandai bintang pada faktur serta ditulis retur.
Setelah barang diperiksa, faktur ditandatangani oleh APA atau tenaga yang didelegasikan
seperti Apoteker Pendamping atau Asisten Apoteker, tetapi tidak semua obat dapat
ditandatangani oleh tenaga yang didelegasikan dan harus ditandatangani oleh APA saja
atau APA dan Aping. Kemudian faktur diarsipkan baik melalui aplikasi atau buku faktur

5. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan dengan tujuan untuk menjaga dan memelihara mutu,
menghindari dari penggunaan yang tidak bertanggung jawab (seperti obat psikotropika
dan narkotika), mudah dalam mencari serta mudah menjaga ketersediaan. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan yaitu disusuns sesuai bentuk sediaannya,
suhu penyimpanan, golongan obat (reguler di rak atau lemari, prekursor dan OOT di rak
yang terpisah, psikotropika dan narkotika di lemari khusus dengan kunci ganda),
alfabetis, prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) serta Look
Alike Sound Alike (LASA). Ruang penyimpanan obat harus bersih, suhu terkendali, dan
terhindar dari gangguan hewan atau serangga, dan bebas banjir. Selain itu, obat harus
disimpan menggunakan wadah asli. Apabila obat akan dikeluarkan dari wadah asli, maka
perlu dituliskan informasi dari wadah asli yaitu terkait tanggal kadaluarsa dengan nama
obat dan nomor batch. Untuk produk rantai dingin perlu disimpan dalam lemari
pendingin dengan termometer untuk pemantauan suhu lemari pendingin. Selain itu perlu
diberi label High Alert untuk obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi seperti
insulin, digoxin dan obat antidiabetik oral golongan sulfonilurea. Untuk obat-obatan yang
memiliki kemiripan seperti nama obat, atau obat yang sama dengan kekuatan yang
berbeda perlu diberi stiker LASA.

Hari : Kamis
Tanggal : 13 Januari 2022
Pemateri : apt. Menit Ardhiani, S. Farm.
Materi : Diskusi Pengelolaan Barang Lanjutan

6. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan di apotik terdiri atas pemusnahan obat, alat kesehatan dan
pemusnahan resep. Tahapan dari pemusnahan obat sendiri yaitu dengan cara direkap
terlebih dahulu obat-obatan yang telah kadaluarsa, kemudian dihancurkan dengan cara
digerus (untuk sediaan padat) atau dikumpulkan menjadi satu wadah khusus untuk
sediaan cair dan semipadat, setelah itu dikumpulkan menjadi limbah B3 untuk
dimusnahkan lebih lanjut oleh pihak ketiga pemusnahan yaitu transporter limbah. Untuk
obat narkotika dan psikotropika yang telah kadaluarsa akan dimusnahkan secara
bersamaan di Dinas Kesehatan Kota, kemudian akan dimusnahkan oleh pihak dinkes
sehingga pemilik limbah (APA) tinggal membuat berita acara sebanyak 4 rangkap
(ditujukan kepada BPOM, Dinkes Kota, Dinkes Pemprov dan arsip apotik). Untuk
pemusnahan resep tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam proses pemusnahan.
Untuk resep selain psikotropika dan narkotika resepnya ditimbang terlebih dahulu,
kemudian dicatat tanggal paling awal dan akhir dari resep yang akan dimusnahkan.
Sedangkan untuk psikotropika dan narkotika dihitung banyaknya jumlah resep dalam
lembaran serta dicatat tanggal awal dan akhir resep. Untuk berita acara juga dibuat sama
dengan pemusnahan obat yaitu sebanyak 4 rangkap. Cara pemusnahan resep dapat
dilakukan dengan cara dibakar atau dihancurkan menggunakan alat Paper Shredder.
Penarikan sediaan farmasi dilakukan jika terdapat sediaan yang di kemudian hari
ditemukan tidak memenuhi syarat. Penarikan dapat dilakukan oleh BPOM atau pemilik
izin edar (Industri).
7. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan kebutuhan persediaan
sesuai untuk pelayanan. Pengendalian biasa dilakukan menggunakan kartu stok atau
semacam aplikasi. Pengendalian bertujuan untuk menghindari adanya kelebihan atau
kekurangan stok di apotik, mencegah terjadinya sediaan disimpan terlalu lama
mengakibatkan barang kadaluarsa (stok mati). Pengendalian biasanya dilakukan saat stok
opname untuk mengevaluasi obat apakah yang sekiranya sering keluar atau tidak keluar
selama pelayanan. Jika ditemukan kerusakan, maka dapat dilakukan penanganan
persediaan seperti recall product yang telah rusak.

8. Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan dilakukan di setiap tahapan. Baik dari seleksi,
perencanaan, pengadaan yaitu dalam bentuk surat pesanan, kemudian tahap penerimaan
terdapat rekap faktur, penyimpanan terdapat kartu stok, kemudian ketika distribusi atau
penjualan terdapat nota atau buku penjualan serta pencatatan lainnya. Kemudian di
apotek terdapat pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal yaitu dalam bentuk
laporan laba rugi, keuangan, neraca, evaluasi persediaan dan laporan lainnya. Kemudian
terdapat juga pelaporan eksternal yaitu laporan narkotika dan psikotropika yang
dilakukan maksimal setiap tanggal 10 di bulan berikutnya, kemudian terdapat juga
laporan SDM terkait tenaga kerja yang ada di apotik.

Hari : Kamis
Tanggal : 20 Januari 2022
Pemateri : apt. Nurhasani, S. Farm.
Materi : Diskusi Farmasi Klinis 1

Pelayanan farmasi klinis di Apotek terdiri dari pengkajian dan pelayanan resep,
compounding dan dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO), dan
monitoring efek samping obat (MESO). Pengkajian atau Skrining resep sendiri terdiri
dari skrining administratif, farmasetis dan klinis. Skrining administratif sendiri meliputi
identitas dokter penulis resep, kelengkapan istilah dalam resep, serta identitas pasien.
Skrining farmasetis meliputi bentuk dan kekuatan sediaan yang akan digunakan beserta
aturan pakai. Skrining klinis meliputi riwayat alergi obat, kesesuaian dosis, ketepatan
pasien dan ketepatan terapi. Setelah resep dikaji, maka dapat dilakukan compounding dan
dispensing yaitu penyiapan obat sesuai resep atau peracikan obat apabila terdapat resep
racikan kemudian penyerahan obat. Penyerahan obat sendiri harus melakukan pemberian
informasi obat yaitu terkait nama dan indikasi obat, aturan pakai, penyimpanan, dan efek
samping yang mungkin terjadi.
Pemantauan Terapi Obat terhadap beberapa pasien dengan kriteria khusus seperti
pasien pediatri, geriatri, pasien dengan penyakit kronis, pasien dengan terapi obat yang
memiliki indeks terapi sempit, pasien dengan terapi polifarmasi serta pasien kemoterapi.
Umumnya di Apotik Ramadhan sendiri, PTO dilakukan terhadap pasien yang
menggunakan Program Rujuk Balik (PRB) dari BPJS dimana yang tergolong pasien
dengan penyakit kronis seperti Diabetes Mellitus, Hipertensi, Jantung, Stroke, Epilepsi,
Skizofrenia, serta penyakit pernafasan seperti Asma dan PPOK. Pemantauan Terapi Obat
dapat dilaporkan dalam bentuk rekam medis atau SOAP atau rekam medis yang
berbentuk SOAP. Apotik Ramadhan sendiri menggunakan rekam medis yang mencatat
terapi setiap bulan serta mencatat kondisi pasien berdasarkan data laboratorium atau
kondisi fisik yang dirasakan seperti Tekanan Darah, Kadar Glukosa Darah, adanya efek
samping atau tidak, dan lainnya. Penggunaan SOAP banyak digunakan di rumah sakit
atau beberapa apotik oleh tiap tenaga kesehatan, salah satunya yaitu Apoteker. Dalam
SOAP sendiri terdapat S(Subjective), O(Objective), A(Assesment), dan P(Plan).
Subjective biasanya berisi identitas pasien, riwayat penyakit serta keluhan yang
dirasakan. Objective biasanya berisi data laboratorium, riwayat terapi atau terapi yang
digunakan saat ini, serta diagnosis dokter. Assesment sendiri berisi tentang
permasalahan-permasalahan yang terjadi selama terapi atau biasa disebut Drug Related
Problem (DRP). DRP yang dituang dalam Assesment harus didukung oleh literatur yang
jelas dan terbaru sehingga tidak hanya sekedar asumsi saja agar dapat diterima oleh
tenaga kesehatan lainnya. Plan berisi solusi yang diambil oleh apoteker untuk mengatasi
DRP yang telah disimpulkan, serta berisi rekomendasi tambahan dari apoteker untuk
pasien agar lebih meningkatkan kualitas terapi pasien. Setiap dilakukan PTO, selalu
dilakukan konseling agar mengetahui apakah kepatuhan terapi yang dilakukan pasien
telah tepat, cara penggunaannya benar, apakah terjadi efek samping atau muncul reaksi
alergi dari obat dan lainnya. Konseling sendiri membantu dalam mengumpulkan
informasi-informasi dari pasien untuk memudahkan dalam pengumpulan data
Pemantauan Terapi Obat. Konseling tidak hanya dilakukan saat PTO tetapi dapat
dilakukan saat home care, swamedikasi, atau Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Hari : Jum’at
Tanggal : 21 Januari 2022
Pemateri : apt. Menit Ardhiani, S. Farm.
Materi : Diskusi Manajemen Pendukung dan Studi Kelayakan

Dalam pembuatan Studi Kelayakan pendirian apotik, Sumber Daya Manusia


merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan pelayanan apotik. Seminimal-
minimalnya apotik terdiri dari Apoteker Penanggungjawab Apotik, Apoteker
Pendamping, dan Asisten Apoteker. Untuk menentukan tenaga yang diperlukan di apotik
itu perlu dilakukan perhitungan beban kerja sesuai dengan waktu operasional apotik yang
ditetapkan dalam setahun. Mulai dari perhitungan beban kerja Apoteker
Penanggungjawab Apotek baik dari sisi manajerial dan pelayanan farmasi klinis,
kemudian berlanjut ke Apoteker Pendamping dan Asisten Apoteker sehingga dapat
diketahui jumlah Apoteker Pendamping serta Asisten Apoteker yang diperlukan serta
waktu produktif tiap SDM. Jika terdapat pekerjaan lainnya yang tidak dapat dilakukan
oleh APA, APing, dan AA maka dapat ditambahkan tenaga kerja lainnya (helper) yang
tidak berkaitan dengan kefarmasian (seperti driver atau kasir), tetapi alangkah baiknya
jika tenaga helper juga memiliki basic kefarmasian.
Selain itu, pada penyusunan studi kelayakan ada beberapa aspek keuangan yang
perlu diperhatikan yaitu:
a. BEP (Break Even Point) merupakan titik impas atau target minimal yang harus
dicapai agar suatu usaha tidak mengalami kerugian. BEP juga merupakan omset yang
harus dicapai agar apotek tidak mendapat kerugian ataupun keuntungan. BEP dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Biaya Tetap(¿ Cost ) Biaya Tetap( ¿Cost )


BEPrupiah= BEPrupiah=
Biaya Variabel atau 1
1− 1−
pendapatan bersih Indeks Gabungan

Semakin besar pendapatan, maka BEP semakin cepat terlampaui. Semakin kecil biaya
tetap operasional, maka BEP akan semakin mudah terlampaui.
b. ROI (Return of Investment), adalah rasio yang digunakan untuk melihat sejauh mana
atau seberapa efektif modal yang ditanam dalam suatu usaha. ROI yang efektif dapat
dilihat dengan membandingkan nilai investasi pada suatu usaha dengan suku bunga di
Bank. Rumus ROI yaitu:
ROI (%) = (Laba bersih / total investasi) x 100
c. PBP (Pay Back period) adalah waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal
yang diinvestasikan (dalam tahun). Rumus PBP yaitu:
PBP = Total investasi / laba bersih.

Selain itu terdapat juga biaya yang harus dibayarkan yaitu Pajak. Pajak
merupakan kontribusi wajib yang diberikan oleh individu atau pelaku usaha kepada
negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Pembayaran pajak oleh
pelaku usaha dilakukan berdasarkan jenis badan usaha yang dimiliki. Untuk pajak Apotek
Ramadhan tidak besar karena omset yang diperoleh dalam setahun masih < 4,8 M. Jadi,
masih menggunakan PPh final 0,5% dari omset. Namun ketika omset > 4,8 M, maka akan
digunakan pembukuan rugi laba, dan akan dikenal PPh 25 (pajak yang dibayar secara
angsuran), PPh 28 (pajak kelebihan bayar), PPh 29 (pajak kurang bayar).
Dalam pendirian apotik sendiri, tentu harus mempertimbangkan dari sisi aspek
lokasi. Secara umum, lokasi apotik haruslah strategis, mudah dijangkau masyarakat, serta
potensial. Selain itu, perlu dipertimbangkan juga terkait status bangunan yang akan
digunakan, semisal terkait perizinan sewa bangunan (IMB dan berkas lainnya). Saat ini
ada juga pemilihan lokasi yang dapat dilihat melalui OSSRBA yang menentukan apakah
lokasi apotik yang akan digunakan memenuhi kriteria atau tidak. Selain itu di beberapa
lokasi, Pengurus Cabang IAI setempat dapat memberikan rekomendasi terkait lokasi
pendirian apotik. Selain lokasi juga perlu mempertimbangkan Layout apotik yang akan
digunakan apakah akan menerapkan apotik saja atau akan dibuat apotik semi-swalayan,
selain itu perlu dipertimbangkan juga tataletak barang-barang yang akan diadakan di
apotik. Selain lokasi, perlu dipertimbangkan produk perbekalan farmasi apa yang akan
diadakan di apotik, apakah hanya menyediakan perbekalan farmasi saja atau juga
menyediakan produk diversifikasi. Jika akan menyediakan produk diversifikasi, maka
etalasenya harus diletakkan terpisah dari perbekalan farmasi. Selain itu, strategi
pemasaran perlu mempertimbangkan harga yang akan ditetapkan, serta sesuai dengan
rancangan yang telah dibuat. Apakah harga akan mendekati HET, diatas HET atau jauh
dibawah HET perlu pertimbangan lebih, jangan sampai menyebabkan kerugian pada
rancangan keuangan apotik. Strategi pemasaran lainnya adalah marketing atau promosi,
yaitu dengan cara membuat atribut yang dapat menarik pelanggan seperti pemasangan
spanduk di daerah yang ramai pengunjung, menyebarkan leaflet, melalui promosi media
sosial serta menggunakan neon box penanda apotik atau mengadakan promosi yang dapat
meningkatkan daya tarik konsumen seperti diskon produk khusus atau mengadakan cek
kesehatan gratis saat pembukaan apotik.
Setelah dilakukan promosi, maka perlu mempertimbangkan dari sisi pelayanan
apotik. Pelayanan sendiri merupakan nilai tambahan yang penting dari sisi ketertarikan
konsumen, yaitu baik dari pelayanan yang ramah, atribut yang rapi, promosi kesehatan
dan sebagainya. Pelayanan yang baik memberikan dampak konsumen menjadi pelanggan
di apotik yang kita dirikan sehingga karena pelayanannya yang dikenal baik dapat
mengundang konsumen lain untuk menjadi konsumen di apotik tersebut.

Anda mungkin juga menyukai