Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN AKHIR

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

UNIT LOGISTIK DAN PENGADAAN

Disusun Oleh:

Adinda Listyandra N. N 151229004


Himas Rahmah Hikmat 151229021
Permatasari Setya N. 151229048
Cladita Pamungkas Putri 151229061
Niken Ayu Setyaningrum 151229083
Meldayanti 2202034
Reyvia Rahma Ningsih 2202042
Muhammad Fidaulhaq 202210471011003

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


RUMAH SAKIT UNIVERSITAS AIRLANGGA
05 DESEMBER 2022–27 JANUARI 2023
2
1.1 Unit Farmasi Logistik dan Pengadaan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
1) Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
2) Pelayanan farmasi klinik.
1.1.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
1.1.1.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini berdasarkan:
formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi; standar
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang telah
ditetapkan; pola penyakit; efektifitas dan keamanan; pengobatan berbasis bukti;
mutu; harga; dan ketersediaan di pasaran.
Formularium Nasional adalah daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
digunakan sebagai acuan penulisan resep pada pelaksanaan pelayanan
kesehatan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan. Tujuan
terbentuknya Formularium Nasional adalah daftar obat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi pengobatan
sehingga tercapai penggunaan obat rasional. Manfaat Formularium Nasional
adalah menetapkan penggunaan obat yang aman, berkhasiat, bermutu,
terjangkau, dan berbasis bukti ilmiah, meningkatkan penggunaan obat rasional,
mengendalikan biaya dan mutu pengobatan, mengoptimalkan pelayanan
kesehatan kepada pasien, menjadi acuan untuk perencanaan kebutuhan obat,
meningkatkan efisiensi anggaran pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2018)
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati
staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit. Manfaat Formularium Rumah Sakit yaitu: menjadi
kendali mutu dan kendali biaya obat yang akan memudahkan pemilihan obat
yang rasional, mengurangi biaya pengobatan, mengoptimalkan pelayanan
kepada pasien (Kemenkes RI, 2020)

1
KFT merupakan salah satu tim yang ada di rumah sakit yang
menyelenggarakan fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
dan keselamatan pasien (Kemenkes RI, 2020).

KFT memiliki fungsi sebagai berikut:


1. Sebagai Penasehat
KFT memberikan rekomendasi kepada direktur/kepala RS mengenai rumusan kebijakan
dan prosedur untuk evaluasi, pemilihan dan penggunaan obat di rumah sakit (Kemenkes RI,
2020).
2. Bidang Pendidikan
KFT merumuskan program yang berkaitan dengan edukasi tentang obat dan
penggunaannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit.
Peran apoteker dalam Komite Farmasi dan Terapi, meliputi analisis dan diseminasi
informasi ilmiah, klinis, dan farmakoekonomi yang terkait dengan obat atau kelas terapi yang
sedang ditinjau serta evaluasi penggunaan obat dan menganalisis data (Kemenkes RI, 2020)
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan
penyedia obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara
rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan Obat agar dihasilkan Formularium
Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
a. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Kelompok Staf Medis (KSM)
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik;
b. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi;
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi, jika diperlukan
dapat meminta masukan dari pakar;
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan Terapi,
dikembalikan ke masing-masing KSM untuk mendapatkan umpan balik;
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing KSM;
f. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit;
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi; dan

2
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan
monitoring.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. Mengutamakan penggunaan obat generik;
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan penderita;
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas;
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan;
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan;
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien;
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung; dan
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based medicines)
yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap formularium Rumah Sakit, maka
Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat
dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan,
efektivitas, risiko, dan biaya.
1.1.1.2 Perencanaan kebutuhan
Kegiatan perencanaan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan dengan tujuan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien, serta
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode perencanaan yang
telah ditentukan dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016, perencanaan harus
mempertimbangkan faktor-faktor:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan

3
Dalam proses perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit memiliki tahapan proses
seperti : persiapan, pengumpulan data, analisa terhadap usulan kebutuhan, menyusun dan
menghitung rencana kebutuhan obat menggunakan metode yang sesuai, melakukan evaluasi
rencana kebutuhan menggunakan analisis yang sesuai, revisi rencana kebutuhan obat (jika
perlu), dan IFRS menyampaikan draft usulan kebutuhan obat ke manajemen runah sakit
untuk mendapatkan persetujuan (Kemenkes RI, 2019).
Metode perencanaan dibedakan menjadi 3 yaitu metode epidemiologi, metode konsumsi, dan
metode campuran.

1. Metode epidemiologi/morbiditas
Metode epidemiologi merupakan perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit.
Metode morbiditas memperkirakan keperluan obat–obat tertentu berdasarkan dari jumlah
obat, dan kejadian penyakit umum, dan mempertimbangkan pola standar pengobatan untuk
penyakit tertentu. Metode morbiditas merupakan metode yang paling rumit karena sulit
mengumpulkan data yang valid, namun metode ini merupakan metode terbaik untuk
perencanaan pengadaan atau perkiraan anggaran untuk sistem suplai fasyankes khusus,
program baru yang belum ada riwayat penggunaan obat sebelumnya (Kemenkes RI, 2019)
Proses perhitungan perencanaan dari metode epidemiologi yaitu:
1. Mengumpulkan data perkiraan jumlah populasi, pola morbiditas penyakit, dan standar
pengobatan.
2. Menghitung kebutuhan jumlah obat, dengan cara jumlah kasus dikali jumlah obat
sesuai pedoman pengobatan dasar. Jumlah kebutuhan obat yang akan datang dihitung
dengan mempertimbangkan faktor antara lain pola penyakit, lead time dan buffer
stock
2. Metode konsumsi
Metode konsumsi digunakan pada rencana pengadaan di RS yang tidak
memiliki data konsumsi ditahun sebelumnya maupun yang sudah berdiri lama.
Metode konsumsi memiliki perhitungan kebutuhan obat menggunakan data
kejadian penyakit, konsumsi obat, permintaan, atau penggunaan, dan/atau
pengeluaran obat dari Rumah Sakit yang telah memiliki sistem pengelolaan
obat dan mengekstrapolasikan konsumsi atau tingkat kebutuhan berdasarkan
cakupan populasi atau tingkat layanan yang diberikan (Kemenkes RI, 2019).
Langkah penerapan metode konsumsi adalah sebagai berikut:
a. Menghitung konsumsi obat pada periode sebelumnya

4
b. Mengestimasi kebutuhan obat selanjutnya
c. Mempertimbangkan sisa stok yang tersisa
3. Metode campuran
Metode campuran adalah gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi
untuk menutupi kelemahan dari masing-masing metode tersebut. Metode perencanaan yang
digunakan unit logistik farmasi RSUA adalah metode campuran. Metode ini diterapkan
dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: formularium rumah sakit, standar terapi rumah
sakit, data rekam medis, anggaran yang tersedia, data pemakaian periode sebelumnya, serta
rencana pengembangan (Kurniawati, 2017).
Pertimbangan perencanaan logistik RSUA juga memperhatikan hal-hal berikut: safety
stock, stok maksimal, sisa stok, lead time, re-order point.
a. Safety stock : Jumlah minimal barang yang harus tersedia dalam upaya memenuhi
kebutuhan di rumah sakit. Jumlah ini diambil dari minimal stok + buffer (jumlah
estimasi adannya peningkatan kebutuhan). Pada unit logistik RSUA, safety stock
adalah persediaan selama 2 minggu.
b. Stok Maksimal : Jumlah maksimal barang yang diperbolehkan di dalam gudang
logistik. Pada unit logistik rumah sakit Universitas Airlangga, stok maksimal adalah
persediaan selama 4 minggu.
c. Sisa stok : Jumlah maksimal stok dikurangi jumlah stok yang dikonsumsi
d. Lead time : Estimasi waktu barang dipesan hingga datang ke logistik
e. RO (Re-Order Point) : Patokan kapan barang harus dilakukan order yaitu Safety
stock + (Rata-rata pemakaian x lead time)
Perencanaan logistik RSUA dibedakan menjadi perencanaan rutin &
CITO. Perencanaan rutin adalah perencanaan yang dilakukan apabila jumlah
stok mencapai atau mendekati Reorder Point. Perencanaan ini dilaksanakan
rutin sesuai jadwal yaitu setiap satu minggu sekali. Sedangkan perencanaan
CITO adalah perencanaan yang dilakukan apabila jumlah stok di bawah jumlah
minimal dan dapat dilakukan sewaktu-waktu di luar jadwal perencanaan rutin.
Batas waktu berlakunya usulan daftar kebutuhan sebelum disetujui adalah
maksimal 10 hari.

5
Untuk mengevaluasi perencanaan yang telah dilakukan, dapat dianalisis
menggunakan teknik ABC yaitu analisis perbekalan menggunakan konsep
hukum pareto. Metode tersebut digunakan untuk menekankan persediaan mana
yang mempunyai penggunaan relatif tinggi atau mahal. Dengan analisis ABC,
perbekalan farmasi dikelompokkan berdasarkan total nilai persediaan dan
jumlah item untuk kemudian dilakukan evaluasi lebih lanjut. Pengelompokan
kategori dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:
a. Kategori A: merupakan 10-20% jumlah item yang menggunakan 75-80% dana
b. Kategori B: merupakan 10-20% jumlah item yang menggunakan 15-20% dana
c. Kategori C: merupakan 60-80% jumlah item yang menggunakan 5-10% dana
(Kurniawati, 2017).
Barang/produk yang termasuk pada kategori A akan dilakukan
pengendalian dan monitoring yang lebih ketat dibandingkan dengan kategori B
dan C karena merupakan kelompok yang menggunakan dana paling besar
(Prastiaji, 2016). Selain analisis ABC, terdapat metode lain yaitu metode VEN
(Vital, Essensial, Non Essensial), yang merupakan analisis perencanaan dengan
mengklasifikasikan barang persediaan menjadi golongan vital (produk yang
termasuk dalam potensial/ lifesaving drug), esensial (obat yang efektif
mengurangi kesakitan, namun tidak vital untuk penyediaan sistem kesehatan
dasar), dan non esensial (obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor dan
biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi
keluhan ringan) (Kurniawati, 2017; Rusli, 2019).
Penggolongan tersebut disusun dengan menentukan terlebih dahulu kriteria
penentuan VEN yang mempertimbangkan kebutuhan masing-masing
spesialisasi. Dalam perencanaannya maka obat yang tergolong dalam
kelompok vital diusahakan selalu ada dan tidak terjadi kekosongan (Rusli,
2019).

6
Gambar 1. 1 Alur Persetujuan Sebelum Perencaan Disetujui

7
1.1.1.3 Pengadaan
Ditinjau dari PMK No. 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit, pengadaan merupakan kegiatan yang
dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang
efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan
harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan
yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
Dalam memastikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika
proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai antara
lain:
a. Bahan baku obat harus disertai sertifikat Analisa.
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus mempunyai Nomor
Izin Edar
d. Masa kedaluwarsa (expired date) minimal dua tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai tertentu (reagensia dan lain-lain), atau pada
kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan
Kegiatan perbekalan farmasi meliputi kegiatan input dan output.
Kegiatan input berupa perencanaan kebutuhan dan output berupa pembuatan
surat pesanan dan pemenuhan barang. Cara pengadaan dapat dilakukan
melalui tiga cara, antara lain:
a. Pembelian
Pembelian dapat dilakukan melalui jalur resmi atau apotek/RS rekanan. Umumnya
pemilihan pengadaan yang diutamakan pertama kali adalah pengadaan obat-obat sessuai
formuarium rumah sakit dan otomatis menjadi bagian dari obat-obat BPJS sehingga
dapat melalui e-katalog dengan distributor yang telah bekerja sama. Selain itu juga
dapat melalui non e-katalog tergantung barang dan distributor.

8
b. Produksi dilakukan apabila sediaan yang dibutuhkan tidak ada di pasaran, diperlukan
re-packing, atau produk tidak stabil dalam penyimpanan.
c. Sumbangan/hibah didapatkan dari sumbangan berbagai pihak, atau dapat juga berupa
alat kesehatan yang sudah dilakukan billing pada pasien namun tidak jadi terpakai.
Contohnya, obat program oleh pemerintah (HIV dan TB) sumbangan karena pandemi
COVID-19 dari berbagai pihak.
Adapun alur pengadaan di RSUA terdiri dari pengadaan secara
umum/manual dan pengadaan secara e-purchasing Alur pengadaan secara
umum/manual di RSUA dimulai dari daftar kebutuhan rutin maupun CITO
masuk ke aplikasi pengadaan, kemudian panitia pengadaan akan membuat SP
di aplikasi pengadaan. SP yang keluar berupa SP rutin maupun CITO. SP
tersebut nantinya dapat diunduh di web pengadaan.

9
Sedangkan untuk alur pengadaan secara e-purchasing, setelah daftar
kebutuhan rutin maupun CITO masuk ke aplikasi pengadaan, maka panitia
pengadaan akan memilih di e-katalog dan membuat paket e-katalog. Setelah
dibuat paket e-katalog, maka SP rutin maupun CITO akan terbit dan dapat
diunduh di web pengadaan

10
Dalam melakukan pengadaan, jumlah yang ditentukan oleh
perencanaan logistik, panitia pengadaan akan membuat surat pesanan (SP)
yang akan dikirimkan ke distributor. SP akan berlaku selama 3 hari kerja.
Bagian-bagian yang tercantum dalam surat pesanan antara lain nomor terbit
SP, tanggal SP, nomor perbekalan, metode dan perencanaan, batas berlaku SP,
batas akhir pengiriman, nama barang, pabrikan dan jumlah barang serta
beserta tanda tangan panitia pengadaan.

Surat pesanan khusus dapat dibuat secara manual maupun secara


online. Surat pesanan dibuat secara manual maupun offline, hal ini terkait
dengan sistem yang digunakan (e-purchasing). Pada sistem e-purchasing,
dimana surat pesanan secara online dikirimkan ke pemasok dan dipastikan
diterima oleh pemasok, yang dapat dibuktikan melalui adanya pemberitahuan
secara elektronik dari pihak pemasok bahwa pesanan tersebut telah diterima.

11
Surat pesanan manual (asli) harus diterima oleh pemasok selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari setelah adanya pemberitahuan secara elektronik dari
pihak pemasok bahwa pesanan elektronik telah diterima.
Permasalahan yang sering terjadi di pengadaan antara lain terjadi
kekosongan barang atau barang tidak dikirim sampai batas akhir pengiriman.
Maka diidentifikasi penyebab dan harus segera dilakukan konfirmasi. Solusi
yang dapat dipilih antara lain:
1) Pengalihan SP
Pengalihan SP yaitu menerbitkan kembali SP karena RK masih berlaku apabila:
a. Pabrik memastikan akan mengirim barang namun diluar tanggal SP
b. Distributor A kosong namun distributor B memastikan tidak kosong
c. Produk yang dikirim sebagian dan memastikan mengirim sisanya di kemudian hari
dalam rentang waktu yang tidak lama
2) Pengalihan Produk
Pengalihan produk misalnya pada case menggantikan pabrikan namun obat tetap sama-
sama generik, atau berpindah dari obat generik menuju branded. Hal ini dilakukan
apabila:
a. Tidak ada kepastian barang akan datang dari pabrik
b. Pabrik mengalami kekosongan dalam waktu yang lama

Jika distributor yang dipilih mengalami kekosongan, maka distributor


akan melakukan konfirmasi dan melampirkan surat kekosongan barang. Jumlah
barang yang tertera di SP dalam satuan terkecil karena jumlah tiap kemasan di
tiap industri berbeda serta memudahkan untuk pengalihan produk.

Khusus pengadaan narkotika, psikotropika, OOT dan prekursor, maka


pabrik harus memastikan stok yang akan dipesan (apabila tidak tersedia maka
pengadaan mengirimkan surat penolakan). Setelah memastikan bahwa stok
tersedia, maka panitia pengadaan akan mengirimkan SP. SP khusus narkotika
harus terdiri dari 1 narkotika dengan 1 kekuatan. Sedangkan SP psikotropika,
prekursor, OOT, 1 SP dapat berisi lebih dari 1 obat, namun harus dalam 1
golongan. SP khusus narkotika, psikotropika, prekursor memuat identitas
apoteker penanggung jawab (nama dan jabatan), identitas distributor (nama,
alamat, dan no telfon distributor), narkotika/prsikotropika/prekursor yang
dipesan, nama sarana, alamat sarana yang memesan, tanda tangan Apoteker

12
penanggung jawab dan dibuat sekurang-kurangnya sebanyak tiga rangkap
1.1.1.4 Penerimaan
Menurut Permenkes Nomor 72 Tahun 2016, penerimaan adalah kegiatan yang
bertujuan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan,
dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Sistem penerimaan obat dari distributor/Industri Farmasi ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Universitas Airlangga merupakan sistem satu pintu, yaitu oleh logistik farmasi. Terkecuali
pada penerimaan paket hemodialisis dilakukan langsung oleh instalasi farmasi hemodialisis
sendiri.
Dokumen terkait penerimaan barang harus terorganisir dan tersimpan
dengan baik. Proses penerimaan di logistik farmasi RSUA dilakukan oleh
Apoteker maupun tenaga kefarmasian yang didelegasikan. Alur penerimaan
logistik farmasi RSUA dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengirim membawa barang beserta faktur dan atau surat jalan, serta surat pesanan (SP)
ke unit logistik farmasi RSUA.
2. Apoteker penanggungjawab atau yang didelegasikan mengecek kelengkapan dan
kesesuaian dokumen melingkupi:
a) Tanggal faktur dan tanggal pengiriman harus berada pada rentang tanggal terbit SP &
tanggal berakhir SP.
b) Kesesuaian nama, jumlah dari faktur dan atau surat jalan dengan yang ada dalam SP.
c) Hari penerimaan harus pada jam operasional logistik farmasi dan dihari aktif.
Terkhusus untuk barang CITO dapat dilakukan penerimaan di luar jam operasional
logistik dengan syarat faktur tetap bertanggal hari aktif dan pengirim wajib
konfirmasi dengan staff farmasis yang berada di rumah sakit.
3. Setelah sesuai dan lengkap, apoteker penanggungjawab atau yang didelegasikan
memberi tanda tangan, stempel rumah sakit beserta mencantumkan SIPA apoteker
penanggung jawab pada SP, faktur, dan surat jalan. Apabila data dokumen yang dibawa
tidak sesuai, maka logistik tidak akan menerima barang.
4. Dokumen yang akan disimpan logistik sebagai arsip yaitu 1 lembar surat pesanan, 1
lembar faktur asli, 1 lembar copy faktur, 1 lembar copy surat jalan, 1 lembar copy
tanda terima. Sedangkan dokumen yang diserahkan kepada pengirim yaitu 1 lembar surat
pesanan, 1 lembar copy faktur, dan 1 lembar tanda terima asli.
5. Setelah menyerahkan tanda terima untuk pengirim, maka pengirim dapat meninggalkan

13
logistik. Selanjutnya dilakukan pengecekan kondisi fisik barang datang dengan yang
tercantum pada surat pesanan/faktur meliputi nomor batch, tanggal kadaluarsa, dan
double check jenis beserta jumlah barang, dan kondisi fisiknya. Catatan: Nomor batch
dan tanggal kadaluarsa untuk obat maupun alkes mungkin tidak sama dengan yang
tercantum pada faktur/surat jalan, namun untuk narkotika keduanya harus sama dan
harus dilakukan pengecekan sebelum pengirim pergi.
6. Apabila sesuai maka dapat mulai di-input ke SIM RS Unair dan dilakukan stok masuk
pada kartu stok, dan penataan di tempat penyimpanan yang sesuai.
7. Apabila ditemukan ketidaksesuaian dalam hal kuantitas atau spek antara fisik dengan
faktur baik sebelum dan sesudah pengirim pergi maka dapat dipilih di antara 2 tindakan:
a. Merevisi faktur atau membuka faktur yang baru.
b. Memperpanjang SP dengan konfirmasi pengirim/distributor namun risiko
pemenuhan kebutuhan dapat terlambat.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat penerimaan antara lain:
1) Apabila barang berupa cold chain, diperhatikan syarat-syarat penerimaan
vaksin yaitu berupa formulir berisikan suhu, adanya alat pengecek suhu dalam
box penyimpanan, expired date, memperhatikan indikator VVM (Vaccine Vial
Monitor).
2) Apabila jenis barang tersebut narkotika, psikotropika, OOT, dan prekursor,
maka yang harus diperhatikan yaitu surat pesanan menggunakan dokumen
surat pesanan khusus. Khusus narkotika juga harus melampirkan surat
delegasi penerima dengan tanda tangan yang mendelegasikan
3) Apabila kondisi barang cacat atau rusak, maka akan dilakukan retur barang
dengan kondisi fisik yang baik atau baru kepada distributor. Contoh barang
yang dapat diretur adalah barang dengan tanggal kadaluarsa sudah dekat,
barang pecah, barang tidak ada tutup, dan lain-lain.
1.1.1.5 Penyimpanan
Setelah barang diterima oleh logistik dan dimasukkan pada SIM RS maka selanjutnya
dilakukan penataan barang di tempat penyimpanan dan dituliskan pada kartu stok sebagai stok masuk.
Menurut Permenkes nomor 72 tahun 2016 tempat penyimpanan yang digunakan sebelum dilakukan
pendistribusian harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alkes, maupun BMHP
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan
jenis perbekalan farmasi. Untuk memenuhi syarat tersebut, maka metode penyimpanan yang

14
diterapkan pada Rumah Sakit Universitas Airlangga adalah sebagai berikut :
1. Penyimpanan Obat
a. Penyimpanan berdasarkan stabilitas sediaan, yaitu suhu kulkas (2-8°C) pada produk-
produk yang termolabil dan suhu ruang (<25°C).
b. Golongan obat: Obat generik atau merek dagang, obat dengan golongan narkotika,
psikotropika, OOT dan prekursor diletakkan terpisah dari obat lain, obat High Alert,
LASA (Look Alike-Sound Alike)
c. Bentuk sediaan seperti tablet, sirup, injeksi, krim/salep akan disimpan secara terpisah
pada rak yang berbeda
d. Alfabetis dan First Expired First Out (FEFO).

e. Obat golongan Sitostatika disimpan pada rak tersendiri dan diberi label “Obat Kanker
Harus Ditangani Dengan Hati-Hati”.
Penyimpanan obat khusus antara lain :

1) Narkotika – Psikotropika
Obat dengan golongan narkotika dan psikotropika disimpan pada lemari khusus
berpintu ganda dan dikunci (kunci luar dan kunci dalam, kedua kunci tidak dibawa
oleh orang yang sama) serta tidak dapat dipindahkan dan tidak terlihat oleh pihak
umum. Narkotika dan psikotropika menjadi tanggung jawab apoteker/tenaga farmasi
yang ditunjuk dan didalam lemari, terdapat form serah terima yang harus diisikan
setiap pergantian shift dan ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab. Khusus
pada lemari ini maka pengambilan obat-obatan tersebut harus didampingi oleh
minimal 1 apoteker.

2) Obat Prekursor dan OOT


Obat-obatan yang termasuk prekursor dan OOT disimpan pada rak terpisah dan tidak
perlu dikunci.

3) Obat High Alert (HA)


Obat-obatan HA disimpan diletakkan pada lemari khusus yang dikunci dan diberikan
label “High Alert” baik lemari maupun sediaan farmasi.

4) Obat-obatan Look Alike-Sound Alike (LASA)


Obat-obat LASA disimpan terpisah minimal dengan 1 obat lain dan diberikan label
“LASA” serta dituliskan dengan metode Tallman Letter.
5) Cold chain

15
Cold chain merupakan sistem pengelolaan vaksin yang dimaksudkan untuk
memelihara dan menjamin mutu vaksin dalam pendistribusian. Vaksin disimpan pada
suhu 2°C s.d. 8°C pada cold room atau vaccine refrigerator dan terhindar dari
matahari langsung.

2. Penyimpanan Non-Obat
a. Penyimpanan B3 (Bahan berbahaya dan beracun)
1) Penyimpanan B3 disimpan pada ruangan terpisah dengan perbekalan farmasi
lain
2) Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) disimpan dalam ruangan tersendiri dekat
dengan sumber air dan memiliki exhaust fan.
3) Cairan B3 diberikan label apabila termasuk korosif, beracun, cairan mudah
menyala serta berbahaya bagi lingkungan
b. Pada penyimpanan alkes, penataan didasarkan pada kesamaan jenis, fungsi, serta
diurutkan berdasarkan ukuran dan alfabetis
Sehingga pada unit logistik farmasi RSUA, gudang penyimpanan terdiri
menjadi 5 ruangan yaitu gudang obat, gudang alat kesehatan umum, gudang
alat kesehatan OK/ICU, gudang bahan medis habis pakai, dan gudang Bahan
Beracun dan Berbahaya (B3). Pada gudang obat dibagi lagi menjadi ruang
penyimpanan obat utama, ruangan khusus cairan, serta lemari khusus
narkotika, psikotropika, OOT dan prekursor.
Pada ruang penyimpanan obat utama (di unit logistik), terdapat rak-rak
yang memiliki nama abjad dari A hingga P, serta 3 buah kulkas. Berikut adalah
rincian penempatan obat pada ruang penyimpanan utama:
1) Rak A → penyimpanan obat program: HIV, TB, kontrasepsi

2) Rak B sampai dengan D → penyimpanan obat padat generik oral

3) Rak E & F→ penyimpanan obat padat non-generik oral

4) Rak G → penyimpanan obat injeksi

5) Rak H & I → penyimpanan obat saluran napas (contoh: inhaler)

6) Rak J→ penyimpanan obat semisolid (generik dan paten)

16
7) Rak K → penyimpanan obat-obat luar (rektal, okular, telinga)

8) Rak L & M → penyimpanan obat High Alert

9) Rak N & O → rak sirup/drop oral

10) Rak P → penyimpanan obat radiologi

11) Kulkas 1 & 2 → penyimpanan obat stabilitas kulkas

12) Kulkas 3 → penyimpanan khusus insulin

Gudang alat kesehatan khusus merupakan tempat penyimpanan alat-alat


kesehatan yang biasa digunakan oleh unit ICU, OK, CSSD, Radiologi seperti
benang steril, ETT, catheter, mess, masker oksigen, dan sebagainya. Sedangkan
gudang alat kesehatan umum merupakan tempat penyimpanan alat kesehatan
yang umum digunakan pada semua unit seperti spuit, underpad, plester,
handscoon, dan lain-lain. Gudang BMHP merupakan tempat penyimpanan
bahan-bahan medis habis pakai yang tidak di-billing kan pada pasien seperti
kasa, alcohol swab, alkohol dan sebagainya.

1.1.1.6 Pendistribusian
Distribusi merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat kepada unit pelayanan
kesehatan lain sesuai permintaan yang diajukan (Kurniawati, 2017). Sistem distribusi pada logistik
farmasi RSUA yaitu pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, serta BMHP pada unit
rawat inap, rawat jalan, IGD-HD, ICU, OK, RSKI, dan pendistribusian BMHP kepada poli,
radiologi, dan ruang perawatan (nurse station) sesuai permintaan yang diajukan. Sistem
pendistribusian di RSUA menggunakan sistem satu pintu, sehingga pendistribusian sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai hanya melalui logistik farmasi. Secara
garis besar, alur pendistribusian logistik yang dilakukan pada logistik farmasi RSUA adalah
sebagai

17
Permintaan dari unit dikelompokkan menjadi 2 yaitu permintaan rutin
dan permintaan CITO. Permintaan rutin dilakukan setiap minggu sekali yaitu
ketika persediaan mendekati atau mencapai titik RO. Logistik akan mengirim
permintaan unit tidak lebih dari 2x24 jam setelah permintaan diberikan. Jadwal
logistik dalam mengirim persediaan kepada unit yaitu hari Senin untuk obat-
obatan, Selasa untuk alat kesehatan, dan hari Rabu untuk bahan medis habis
pakai (khusus poli dilakukan pada hari Jumat untuk BMHP). Sedangkan
permintaan CITO adalah permintaan yang dapat dilakukan sewaktu-waktu
apabila persediaan unit sudah di bawah stok minimal dan barang sedang
dibutuhkan. Untuk permintaan CITO, unit akan melakukan konfirmasi
langsung ke logistik apakah barang yang diminta tersedia, kemudian
melakukan permintaan dari SIM RS. Pihak logistik akan menyiapkan barang
yang diminta, kemudian petugas unit yang melakukan permintaan akan
mengambil sendiri ke gudang logistik. Semua permintaan yang telah diproses
persetujuan distribusi oleh logistik, akan dilakukan double check terkait jenis,
jumlah, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa sebelum diantarkan ke unit-unit
untuk meminimalkan kekeliruan.
1.1.1.7 Pemusnahan dan penarikan
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai bila:
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2) Telah kadaluwarsa
3) Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan
4) Dicabut izin edarnya.

18
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
akan dimusnahkan
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait
d. Menyiapkan tempat pemusnahan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam hal:
a. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak
dapat diolah kembali
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan
d. Dibatalkan izin edarnya
e. Berhubungan dengan tindak pidana

Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan


sebagai berikut:
Penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian menyampaikan surat
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat bagi Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas
di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan
sebagai saksi.
Penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian melaksanakan pemusnahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan. Berita Acara
Pemusnahan paling sedikit memuat:
a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b. Tempat pemusnahan
c. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/ fasilitas distribusi/ fasilitas pelayanan
kefarmasian/ pimpinan Lembaga/ dokter praktik perorangan
d. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut

19
e. Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dimusnahkan
f. Cara pemusnahan
g. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas pelayanan kefarmasian dan saksi.

Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 4 (empat) dan tembusannya disampaikan
kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai.

1.1.1.8 Pengendalian
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan analisa kebutuhan dan
perencanaan yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi
kekurangan/kekosongan obat di rumah sakit. Menurut Permenkes Nomor 72
tahun 2016, tujuan dari pengendalian persediaan farmasi adalah untuk
memastikan penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit,
memastikan penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi, serta
memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan/kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan
maupun pengembalian. Dalam melaksanakan pengendalian persediaan obat
tersebut, maka rumah sakit akan mempersiapkan dokumen-dokumen kebijakan
maupun Standar Prosedur Operasional.
a. Kebijakan / Pedoman
Dokumen kebijakan dan pedoman yang dibutuhkan antara lain (Kemenkes RI, 2019):
1) Formularium Nasional
2) Formularium Rumah Sakit
3) Perjanjian kerja sama dengan pemasok obat.
4) Mekanisme penyediaan untuk mengantisipasi kekosongan stok, misalnya kerjasama
dengan pihak ketiga dan prosedur pemberian saran substitusi ke dokter penulis resep.
5) Sistem pengawasan, penggunaan dan pengamanan obat.
6) Pedoman pelayanan kefarmasian
7) Pedoman pengadaan obat

b. Standar Prosedur Operasional (SPO)


SPO yang perlu dipersiapkan antara lain (Kemenkes RI, 2019):

20
1. SPO penanganan ketidaktersediaan stok obat

2. SPO monitoring obat baru dan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang tidak
diantisipasi
3. SPO sistem pengamanan atau perlindungan terhadap kehilangan atau Pencurian
4. SPO proses untuk mendapatkan obat pada saat farmasi tutup/ di luar jam kerja

5. SPO untuk mengatasi kondisi kekosongan obat

6. SPO untuk pemenuhan obat yang tidak pernah tersedia.


Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan farmasi menurut Permenkes Nomor 72
tahun 2016 yaitu:
1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-
turut (death stock),
3) Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala (Kemenkes RI, 2016). Stock
opname adalah kegiatan memantau dan mengontrol ketersediaan obat dan alkes dengan
melihat kesesuaian antara stok fisik dengan data yang tertera pada kartu stok maupun
pada SIM RS yang dilakukan tiap 3 bulan.
Selain mengendalikan persediaan farmasi di rumah sakit, dalam rangka menjamin pelayanan
kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan
yang akan datang, maka dilakukan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
a. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu persediaan farmasi juga harus dilakukan agar produk sediaan farmasi
baik obat, alat kesehatan, maupun BMHP masih memiliki mutu yang memenuhi standar,
tidak kadaluarsa, dan tidak rusak pada saat diberikan kepada pasien. Sehingga perlu
dilakukan monitoring barang mendekati tanggal kadaluarsa atau barang yang sudah
kadaluarsa, dan ditetapkan tindakan penyelesaiannya. Untuk obat yang bisa diretur, apabila
barang tersebut kadaluarsa atau mendekati tanggal kadaluarsa maka dilakukan prosedur
pengembaliannya dengan mengacu pada ketentuan yang disepakati bersama dengan pabrik
produk. Namun apabila barang tersebut tidak bisa diretur (misalkan obat Cold chain) dan
barang tersebut mendekati kadaluarsa, maka instalasi farmasi dapat memutar barang tersebut
kepada unit-unit lain yang mungkin membutuhkan dan menggunakan segera produk tersebut,
atau merekomendasikan kepada dokter-dokter di rumah sakit untuk menggunakan maupun
meresepkan produk tersebut.
Apabila terjadi kerusakan, obat yang ditarik pemerintah, dan obat kadaluarsa, maka akan

21
dilakukan penarikan dan pemusnahan obat dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.

b. Stock opname
Pendataan stock opname dilakukan secara berkala, sekurang- kurangnya 1 bulan sekali.
Hal ini dimaksudkan untuk menjaga akurasi persediaan stok dengan membandingkan
antara data pada kartu stock dengan aktual fisik. Untuk narkotika dan psikotropika, jika ada
selisih stok maka harus didokumentasikan dan dilaporkan ke Badan POM RI dengan
tembusan Balai Besar/Balai POM setempat. (Peraturan BPOM, 2019)

1.1.1.9 Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan,
pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang
dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan,
semester atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan
dengan peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit;
4) dokumentasi farmasi. Pelaporan dilakukan sebagai:
5) komunikasi antara level manajemen;
6) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi
Farmasi;
7) laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu

22
menyelenggarakan administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan
pengaturan anggaran, pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin dalam
periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara
membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kesehatan di
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan RI
Kemenkes RI. 2019. Pedoman Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat dan Pengendalian
Persediaan Obat di Rumah Sakit. Jakarta: Kemeterian Kesehatan Republik
Indonesia
Kurniawati, E. 2017. Analisis Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Islam Siti Aisyah Madiun tahun 2017. Skripsi. Madiun: Kesehatan Masyarakat
Stikes Bhakti Husada Mulia

Prastiaji, Y. 2016. Analisis Pengendalian Persediaan Obat di Apotek Sendang Farma dengan
Menggunakan Metode Analisis Pareto ABC.Yogyakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia.

23
LAMPIRAN

24
Gambar Form Tanda Terima barang

Gambar Faktur

Gambar Contoh Surat Pesanan Prekursor Gambar Kartu Stok

25
Gambar Register Faktur Gambar Surat Pesanan Obat
Non e-Catalog

Gambar Surat Pesanan E-katalog

26
Gambar Form Paket e-purchasing

Gambar Rak Obat Generik Gambar Rak Obat Program

27
Gambar Rak Obat Sirup dan Drop Gambar Rak Obat High Alert

Gambar penyimpanan Vaksin Gamber Rak Obar Pernapasan

Gambar Penyimpanan High Alert Gambar Penyimpanan Obat Narkotika

dan Psikotropika

28

Anda mungkin juga menyukai