Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Tujuan

Tujuan kuliah kerja lapangan ini adalah :

a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang peran, fungsi, dan


tanggungjawab tenaga kefarmasian dalam melakukan pengelolaan obat
dan perbekalan farmasi serta pelayanan kefarmasian di apotek, puskesmas
maupun rumah sakit.
b. Membekali mahasiswa agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di apotek, puskesmas mau pun rumah sakit
c. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di
apotek, puskesmas maupun rumah sakit dan cara penyelesaiannya.
d. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi sarjana farmasi yang
professional di apotek, puskesmas maupun rumah sakit

1.3 Manfaat KKL


BAB 2

TINJAUAN UMUM PUSKESMAS

2.1 Pengertian Puskesmas

Menurut permenkes No.74 tahun 2016, puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Menkes, 2016).

2.2 Pengelolaan Puskesmas

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat


Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan
kesehatan diwilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan UKM dan UKP
tingkat pertama diwilayah kerjanya. Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah
Kabupaten/Kota, merupakan bagian dari dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai
UPTD dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh sebab itu, Puskesmas melaksanakan
tugas dinas kesehatan kabupaten/kota yang dilimpahkan kepadanya, antara lain
kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan
Kabupaten/kota dan upaya kesehatan yang secara spesifik dibutuhkan masyarakat
setempat (loca specific) (Menkes,2014).
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas tersebut, Puskesmas harus
melaksanakan manajemen Puskesmas secara efektif dan efisien. Siklus
manajemen Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin
berkesinambungan, yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan berbagai upaya
kesehatan secara bermutu, yang harus selalu dipantau secara berkala dan teratur,
diawasi dan dikendalikan sepanjang waktu, agar kinerjanya dapat diperbaiki dan
ditingkatkan dalam satu siklus “Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A)”. Untuk
menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas berjalan secara
efektif dan efisien, ditetapkan Tim Manajemen Puskesmas yang juga dapat
berfungsi sebagai penanggungjawab manajemen mutu di Puskesmas. Tim terdiri
atas penanggung jawab upaya kesehatan di Puskesmas dan didukung sepenuhnya
oleh jajaran pelaksananya masing-masing. Tim ini bertanggung jawab terhadap
tercapainya target kinerja Puskesmas, melalui pelaksanaan upaya kesehatan yang
bermutu.
Upaya kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara merata dan bermutu sesuai
standar, diwujudkan dengan bukti adanya perbaikan dan peningkatan pencapaian
target indikator kesehatan masyarakat dan perseorangan. Seperti menurunnya
angka-angka kesakitan penyakit yang menjadi prioritas untuk ditangani,
menurunnya angka kematian balita, angka gizi kurang dan atau gizi buruk balita
dan maternal, menurunnya jumlah kematian maternal, teratasinya masalah-
masalah kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya, dan lainnya (Menkes,
2016).

2.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya


Pengelolaan Sediaan Farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya meliputi:
a. perencanaan kebutuhan;
b. permintaan;
c. penerimaan;
d. penyimpanan:
e. pendistribusian;
f. pengendalian;
g. pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan
h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan (Menkes, 2016).

2.2.1.1 Perencanaan
Perencaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan
medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jmulah obat dalam
rangka permenuhan kebutuhan puskesmas. Tujuan perencanaan
adalah untuk mendapatkan:
1) Perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai
yang mendekati kebutuhan.
2) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional dan
3) Meningkatkan efesiensi penggunaan obat.

Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di


puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh ruang farmasi di
puskesmas. Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai
dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola
konsumsi obat periode sebelumnya, data mutasi obat dan rencana
pengembangan , proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai
juga harus mengacu pada daftar obat esensial nasional (DOEN)
dan formularium nasional.
Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di
puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat. serta
pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan. Proses
perencanaan kebutuhan obat pertahun dilakukan secara berjenjang
(bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat
dengan menggunakan laporan pemakaian dan lembar permintaan
obat (LPLPO). Selanjutnya instalasi farmasi kabupaten/ kota akan
melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat
puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang
tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan obat, buffer
stock, serta menghindari stok berlebih (Menkes, 2016).

2.2.1.2 Pengadaan
Pengadaan permintaan obat dan bahan medis habis pakai adalah
memnuhi kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
dipuskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah
dibuat. Permintaan diajukan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat (Menkes,
2016).Selanjutnya dilakukan proses penerimaan obat yakni suatu
kegiatan dalam menerima obat dan bahan medis habis pakai dari
instalasi farmasi kabupaten/ kota sesuai dengan permintaan yang
telah diajukan. Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh
puskesmas. Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan
pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan,
pemindahan, pemeliharaan dan penggunaaan obat dan bahan medis
habis pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap obat
dan bahan medis habis pakai yang diserahkan, mencakup jumlah
kemasan/peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isis
dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan
diketahui oleh kepala puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat,
maka petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Masa
kedaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan
periode pengelolaan di puskesmas ditambah satu bulan
(Menkes,2016).

2.2.1.3 penyimpanan
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak
hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya
tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tesedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan pertsyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a) Bentuk dan jenis sediaan
b) Kondisi yang dipersyaratkan pada kemasan (suhu, cahaya,
kelembaban)
c) Mudah atau tidaknya meledak / terbakar dan
d) Narkotika dan psikotropika disimpan sesuai perundangan yakni
dalam lemari khusus.
e) Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak digunakan untuk
penyimpanan barang lain yang menyebabkan kontaminasi
(Menkes,2016).

2.2.1.4 Distribusi
Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai merupakan
kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis
pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub
unit/ satelit farmasi puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah
untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan
yang ada diwilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah
dan waktu yang tepat.

Sub-sub unit dipuskesmas dan jaringannya antara lain:


1) Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan puskesmas
2) Puskesmas pembantu
3) Puskesmas keliling
4) Posyandu dan
5) Polindes

Pendistribusian ke sub unit (ruan rawat inap, UGD, dan lain-lain)


dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang diterima
(floor stock) , pemberian obat per sekali minum (dispensing dosis
unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian kejaringan
puskesmas dilakukan dengan penyerahan obat sesuai dengan
kebutuhan (floor stock) (Menkes,2016).
2.2.1.5 Pelaporan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai secara tertib, baik Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan,
pelaporan dan pengarsipan adalah:
a. Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
telah dilakukan;
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian;
c. Sumber data untuk pembuatan laporan
d. Bukti pencatatan:
1. Motoing Generik
2. Register Penerimaan Obat
3. Indikator Peresepan
4. Register Harian Psikotropika
5. Register Harian Obat Terbatas
6. Register Harian Obat
7. Expired Date
8. Indikasi Mutu Klinis Apotik

Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis


Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat
menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan
perbekalan farmasi
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan
(Menkes,2016).
2.2.2 Pengelolaan obat rusak, kadaluarsa, pemusnahan obat dan resep
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penarikan
sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan
inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap
memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai bila:
1. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
2. Telah kadaluwarsa
3.Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan dan/atau
4. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
terdiri dari:
1. membuat daftar Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
akan dimusnahkan
2. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
3. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait
4. menyiapkan tempat pemusnahan dan
5. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan
serta peraturan yang berlaku (Menkes,2016).

2.3 Aspek Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical care)

2.3.1 Konseling Promosi dan Edukasi

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah


pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan
rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah
memberikan pemahaman yang benar mengenai Obat kepada
pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan,
cara dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan Obat.
Kegiatan:
1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-ended
question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai Obat, bagaimana
cara pemakaian, apa efek yang diharapkan dari Obat tersebut, dan lain-
lain.
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan Obat
4. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
Obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan


mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia,
lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas pengobatan,
kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan
dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat
kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home
Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi Obat.

2.3.2 Pengobatan Sendiri (self Medication)


Dalam pelayanan kefarmasian di puskesmas tidak ada pengobatan Sendiri
(self Medication)
2.4 Aspek Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang


langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan
pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Visite Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat

2.4.1 Pengelolaan Resep


Kegiatan pengelolaan resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
2.4.1.1 Skrining Resep
a. Persyaratan Administrasi
Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
2. Nama, dan paraf dokter.
3. Tanggal resep.
4. Ruangan/unit asal resep.
b. Kesesuaian Farmasetik
1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Dosis dan jumlah Obat.
3. Stabilitas dan ketersediaan.
4. Aturan dan cara penggunaan.
5. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
c. Pertimbangan Klinis
1. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
2. Duplikasi pengobatan.
3. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
4. Kontra indikasi.
5. Efek adiktif (Menkes,2016).

2.4.1.2 Penyiapan Obat


Pengambilan obat yang dibutuhkan menggunakan alat dengan
memperhatikan nama obat , daluarsa dan keadaan fisik obat
(kemenkes RI,2019).

2.4.1.3 Peracikan
Obat diracik sesuai permintaan resep (kemenkes RI,2019).

2.4.1.4 Etiket
Pemberian etiket Biru untuk obat luar dan injeksi, etiket putih
untuk obat oral (kemenkes RI,2019).
2.4.1.5 Kemasan Obat yang diberikan
Memasukkan obat kedalam wadah yang sesuai
(kemenkes RI,2019).

2.4.1.6 Penyerahan Obat


Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan/meracik Obat, memberikan label/etiket, menyerahan
sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian (Menkes,2016).

2.4.1.7 Informasi Obat


Pelayanan Informasi Obat (PIO) Merupakan kegiatan pelayanan
yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara
akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan
lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat
oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki
alat penyimpanan yang memadai).
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen
secara pro aktif dan pasif.
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan
melalui telepon, surat atau tatap muka.
3. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding
dan lain-lain.
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap, serta masyarakat.
5. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai.
6. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:


1. Sumber informasi Obat.
2. Tempat.
3. Tenaga.
4. Perlengkapan.
(Menkes,2016).

Anda mungkin juga menyukai