Anda di halaman 1dari 70

BAB I

DEFINISI

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan


bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Depkes ,2010). Pelayanan kefarmasian meliputi
pengelolaan sumber daya (Sumber daya manusia, sarana prasarana,
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan
pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan
obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana
yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Depkes,
2010).
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan
kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan
yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja
sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas
mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung
penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat
untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) (Depkes, 2010).

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) lingkup


kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan obat
dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia dan sarana
dan prasarana.

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai


Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang
baik dan benar serta efektif dan efisien secara berkesinambungan.
Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi kegiatan
perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan
distribusi, pencatatan dan pelaporan serta supervisi dan evaluasi
pengelolaan obat. Obat dan perbekalan kesehatan hendaknya
dikelola secara optimal untuk menjami tercapainya tepat jumlah, tepat
jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian, tepat
penggunaan dan tepat mutunya di tiap unit kesehatan.
1. Perencanaan obat dan bahan medis habis pakai
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat
dan perbekalan kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat
dalam rangka pemenuhan kebutuhan obat di Puskesmas.
Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di
Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh ruang farmasi di
Puskesmas (Depkes,2010).
Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai dilakukan
dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi obat
periode sebelumnya, data mutasi Obat, dan rencana
pengembangan. Proses seleksi obat dan bahan medis habis pakai
juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan
tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter
gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan
dengan pengobatan.
Proses perencanaan kebutuhan Obat per tahun dilakukan
secara berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan
data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian

3
dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi
Farmasi Kabupaten akan melakukan kompilasi dan analisa
terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya,
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan
waktu kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok
berlebih.
Kebutuhan obat di Puskesmas menggunakan dana dari JKN
(Jaminan Kesehatan Nasional) dan APBD (Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah). Untuk obat yang merupakan program nasional
menggunakan dana APBN (Anggaran Pendapatan Belanja
Negara). Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun,
Puskesmas menggunakan data pemakaian obat dari LPLPO. Dari
LPLPO bulanan dibuat rekapitulasi penggunaan obat selama 1
tahun, dan penggunaan obat selama 2 tahun terakhir yang menjadi
dasar perencanaan pengadaan obat. Puskesmas membuat usulan
perencanaan kebutuhan obat kepada Dinas Kesehatan Kabupaten.
Perencanaan ini memliki tujuan untuk :
a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan
kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
b. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
2. Permintaan obat dan bahan medis habis pakai
Sumber penyediaan obat di Puskemas berasal dari Dinas
Kesehatan Kabupaten. Obat yang diperkenankan untuk disediakan
di Puskesmas adalah obat esensial yang jenis dan itemnya telah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan merujuk pada Daftar
Obat Esensial Nasional. Permintaan obat untuk mendukung
pelayanan obat di masing-masing Puskesmas diajukan oleh Kepala
Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten dengan
menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari sub unit
ke kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan
LPLPO sub unit.
Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan ketepatan waktu
penyerahan obat kepada Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten menyusun petunjuk mengenai alur permintaan dan

4
penyerahan obat secara langsung dari Instalasi Farmasi Kabupaten
ke Puskesmas. Tujuan dari dibuat permintaan obat ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan obat di masing-masing unit pelayanan
kesehatan sesuai dengan pola penyakit yang ada di wilayah
kerjanya. Mekanisme kegiatan permintaan obat adalah :
a. Menentukan jenis permintaan obat
1) Permintaan rutin yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten untuk masing-
masing Puskesmas.
2) Permintaan khusus yang dilakukan di luar jadwal distribusi
rutin apabila ¾ kebutuhan meningkat, ¾ terjadi kekosongan,
¾ ada Kejadian Luar Biasa (KLB / Bencana).
b. Menentukan jumlah permintaan obat
Data yang diperlukan dalam menentukan jumlah permintaan
adalah data pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah
kunjungan resep, jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi
Kabupaten dan sisa stok.
c. Menghitung kebutuhan obat dengan cara :
Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama
dengan pemakaian pada periode sebelumnya.
SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan
dengan rumus :
Permintaan = SO – SS
Keterangan :
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (Stok pada periode berjalan)
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa Stok
Stok kerja Pemakaian rata–rata per periode distribusi.
Waktu kekosongan Lamanya kekosongan obat dihitung dalam
hari.
Waktu tunggu Waktu tunggu, dihitung mulai dari
permintaan obat oleh Puskesmas sampai
dengan penerimaan obat di puskesmas
Stok Adalah persediaan obat untuk

5
Penyangga mengantisipasi
terjadinya peningkatan kunjungan,
keterlambatan
kedatangan obat. Besarnya ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara
Puskesmas dan
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Sisa Stok Adalah sisa obat yang masih tersedia di
Puskesmas pada akhir periode distribusi.
Stok Optimum Adalah stok ideal yang harus tersedia
dalam waktu
periode tertentu.

Contoh Perhitungan Kebutuhan Obat :


1. Pada tanggal 31 Maret 2009 di Puskesmas Gitik sisa per
sediaan Amoksisilin kaplet 500 mg = nihil. Penerimaan
selanjutnya diperkirakan akan diperoleh pada bulan April 2009.
Pemakaian Amoksisilin 500 mg kaplet pertriwulan selama ini di
Puskesmas adalah 300 kotak @ 100 kaplet. Permintaan obat
pada periode April - Juni 2009 diajukan oleh Puskesmas ke IFK
Kabupaten pada akhir bulan Maret 2009. Terjadi kekosongan
obat selama lima hari kerja, dengan waktu tunggu 5 hari kerja.
a. Hitung stok optimum Amoksisilin kaplet 500 mg pada periode
April – Juni 2009
b. Hitunglah permintaan kebutuhan obat pada periode tersebut
Perhitungan :
a. Pemakaian per triwulan (Stok kerja)=
300 kotak @ 100 kaplet.
b. Sisa stok = nihil
c. Pemakaian rata-rata per bulan =
300/3 = 100 kotak @ 100 kaplet
d. Pemakaian rata–rata per hari =
100/25 x 100 kaplet = 400 kaplet
e. Waktu kekosongan obat = 5 hari kerja =
5 x 400 kaplet = 2.000 kaplet.
f. Kebutuhan waktu tunggu (5 hari) =
5 x 400 tablet = 2.000 tablet
g. Stok Penyangga 10 % dari pemakaian rata-rata =
10/100 x 30.000 kaplet = 3.000 kaplet

6
Jawaban :
a. Stok optimum Amoksisilin kaplet 500 mg pada periode April -
Juni 2009 di Puskesmas tersebut =
stok kerja + kebutuhan waktu tunggu + waktu kosong obat +
Stok Penyangga =
(30.000+ 2.000 + 2.000 + 3.000) tablet = 37.000 kaplet, atau
sama dengan 370 kotak @100 kaplet.

b. Permintaan kebutuhan Amoksisilin kaplet 500 mg pada


periode April – Juni 2009 di Puskesmas tersebut =
Stok optimum – Sisa stok = (37.000 – 0) = 37.000 kaplet,
atau sama dengan 370 kotak @100 kaplet.
2. Sementara periode waktu yang sama, CTM tablet 4 mg sisa
stoknya = 5 botol @1.000 tablet. PemakaianCTM 4 mg per
triwulan selama ini di Puskesmas adalah 60 botol @1.000
tablet.
a. Hitung stok optimum CTM tablet 4 mg pada periode waktu
tersebut.
b. Hitunglah permintaan kebutuhan obatnya.
Perhitungan :
1. Pemakaian per triwulan (Stok kerja) =
60 botol @ 1.000 tablet.
2. Sisa stok = 5 botol @ 1.000 tablet.
3. Pemakaian rata-rata per bulan =
60/3 = 20 botol @ 1.000 tablet.
4. Pemakaian rata–rata per hari =
20/25 x 1.000 tablet = 800 tablet
5. Waktu kekosongan obat = 0
6. Kebutuhan waktu tunggu (5 hari) =
5 x 800 tablet = 4.000 tablet
7. Stok Penyangga 10 % dari pemakaian rata-rata =
10/100 x 60.000 tablet = 6.000 tablet.

7
Jawaban :
a. Stok optimum CTM tablet 4 mg pada periode tersebut =
stok kerja + kebutuhan waktu tunggu + waktu kosong obat +
Stok Penyangga =
(60.000 + 4.000 + +0 6.000) tablet = 70.000 tablet, atau
sama dengan 70 botol @1.000 tablet.
b. Permintaan kebutuhan CTM tablet 4 mg =
Stok optimum – Sisa stok =
(70.000 – 5.000) = 65.000 tablet, atau sama dengan 65 botol
@1.000 tablet
3. Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-
obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi
kepada unit pengelola dibawahnya. penerimaan obat dan bahan
medis habis pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima obat dan
bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten sesuai
dengan permintaan yang telah diajukan.
Penerimaan obat dan bahan media habis pakai harus
dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang
diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas. Hal ini bertujuan agar obat
yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan
yang diajukan oleh Puskesmas.
Kegiatan penerimaan obat dan bahan media habis pakai ini
meliputi penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten kepada
petugas Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan
dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau pejabat yang diberi
wewenang untuk itu. Petugas penerima obat dan bahan media
habis pakai bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik,
penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat
dan bahan media habis pakai berikut kelengkapan catatan yang
menyertainya. Kegiatan penerimaan ini dilengkapi dengan Surat
Bukti Barang Keluar (SBBK).
Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada
Puskesmas Pembantu dan sub unit pelayanan kesehatan lainnya

8
merupakan tanggung jawab Kepala Puskesmas. Petugas
penerimaaan obat dan bahan media habis pakai wajib melakukan
pengecekan terhadap obat dan bahan media habis pakai yang
diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti , jenis dan jumlah obat,
bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan
ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh Kepala
Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak atau mengajukan
keberatan apabila tidak memenuhi syarat (terdapat kekurangan
dan kerusakan obat). Masa kedaluwarsa minimal dari obat yang
diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas
ditambah satu bulan. Setiap penambahan obat, dicatat dan
dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.
4. Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan
suatu kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman
(tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan
mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan. Sehingga obat dan bahan medis habis pakai yang
tersedia di unit pelayanan kesehatan dapat dipertahankan sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan, terjamin mutu dan
keamanannya.
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
Persyaratan gudang penyimpanan obat dan bahan medis :
a. Luas minimal ± 4 x 6 m² dan atau disesuaikan dengan jumlah
obat yang disimpan.
b. Ruangannya kering dan tidak lembab
c. Memiliki ventilasi yang cukup
d. Memiliki cahaya yang cukup, jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan
berteralis

9
e. Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain) yang
tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain, harus
diberi alas papan (palet) yang digunakan untuk menyimpan obat
yang tidak memungkinkan diletakkan di rak obat.
f. Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.
g. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
h. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
i. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.
j. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika
yang selalu terkunci dan terjamin keamanannya.
k. Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan
Pengaturan penyimpanan obat dan bahan medis :
a. Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan,
b. Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO.
c. Obat disimpan pada rak
d. Obat yang disimpan pada lantai di letakan diatas palet
e. tumpukan dus harus sesuai dengan petunjuk.
f. Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.
g. Sera, vaksin dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin.
h. Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya.
Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan kondisi
penyimpanan sebagai berikut :
a. Kelembaban
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga
mempercepat kerusakan. Untuk menghindari udara lembab
maka perlu dilakukan upaya-upaya :
1) ventilasi harus baik, jendela dibuka.
2) Simpan obat di tempat yang kering
3) Wadah harus selalu tertutup rapat/tidak dibiarkan terbuka
4) Bila memungkinkan pasang exhaust fan atau AC, karena
makin panas udara didalam ruangan maka udara semakin
lembab.
5) Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah obat
6) Atap yang tidak bocor, jika bocor segera diperbaiki.

10
b. Sinar Matahari
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena
pengaruh sinar matahari. Sebagai contoh, Injeksi Klorpromazin
yang terkena sinar matahari akan berubah warna menjadi kuning
terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara mencegah kerusakan
karena sinar matahari antara lain:
1) Jendela-jendela diberi gorden.
2) Kaca jendela dicat putih.
c. Temperatur/panas
Obat seperti salep, krim dan supositoria sangat sensitif terhadap
pengaruh panas, dapat meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat
dari udara panas. Sebagai contoh, Salep Oksitetrasiklin akan
lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi
kualitas salep tersebut.
Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan
di dalam lemari pendingin pada suhu 4 – 8°C, seperti:
1) Vaksin
2) Sera dan produk darah
3) Antitoksin
4) Insulin
5) Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa)
6) Injeksi oksitosin
7) Injeksi Metil Ergometrin
Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan
karena akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena
panas antara lain :
1) Bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara yang
memadai.
2) Hindari atap gedung dari bahan metal.
3) Jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau AC.
d. Kerusakan Fisik
Untuk menghindari kerusakan fisik dapat dilakukan antara lain :
1) penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk pada
karton, jika tidak tertulis pada karton maka maksimal
ketinggian tumpukan delapan dus, karena obat yang ada di

11
dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak,
selain itu akan menyulitkan pengambilan obat
2) Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam.
e. Kontaminasi
Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka,
maka obat mudah tercemar oleh bakteri atau jamur.
f. Pengotoran
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain
yang kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan
sulit terbaca. Oleh karena itu bersihkan ruangansetiap hari.
Lantai disapu dan dipel, kaca jendela, dinding dan rak obat
dibersihkan.
Bila ruang penyimpanan kecil :
Dapat digunakan sistem dua rak. Bagi obat menjadi dua bagian.
Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan
sisanya di bagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis
maka pesanan mulai dikirimkan ke gudang farmasi, sementara
itu obat di rak B digunakan. Pada saat obat di rak B hampir habis
diharapkan obat yang dipesan sudah datang. Jumlah obat yang
disimpan di rak A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu
yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima
(waktu tunggu).
Misalnya permintaan dilakukan setiap satu bulan dan waktu yang
diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua
minggu. Maka jumlah pemakaian satu bulan dibagi sama rata
untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan
hanya satu minggu maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼
bagian di rak B.
Tata cara penyusunan obat di gudang obat dan bahan medis :
a. Penerapan sistem FEFO dan FIFO
Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out
(FEFO) untuk masing-masing obat artinya obat yang lebih awal
kadaluwarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang
kadaluwarsa kemudian, dan First In First Out (FIFO) untuk
masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama kali

12
harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian.
Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama
biasanya kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa
obat seperti antibiotik mempunyai batas waktu pemakaian
artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang efektivitasnya.
b. Pemindahan harus hati-hati supaya obat tidak pecah/rusak.
c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
terhindar dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.
d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat,
terlindung dari cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin
(suhu 4 – 8 oC). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi
setiap pagi dan sore.
e. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya
matahari langsung.
f. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup
rapat dan pengambilannya menggunakan sendok.
g. Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya
diberi tanda khusus, misalnya dengan menuliskan waktu
kadaluarsa pada dus luar dengan mengunakan spidol.
h. Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari
tertutup rapat, lemari pendingin, kotak kedap udara dan lain
sebagainya.
i. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.
j. Kondisi penyimpanan beberapa obat.
¾ Beri tanda/kode pada wadah obat.
¾ Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.
¾ Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan
digunakan.
¾ Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus
harus tercantum :
1) Jumlah isi dus, misalnya : 20 kaleng @ 500 tablet.
2) Kode lokasi.
3) Tanggal diterima.
4) Tanggal kadaluwarsa.
5) Nama produk/obat.

13
Beri tanda khusus untuk obat yang akan habis masa pakainya
pada tahun tersebut. Jangan menyimpan vaksin lebih dari satu
bulan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas).
Pengamatan mutu obat dan bahan medis :
Setiap pengelola obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat
secara berkala, setiap bulan. Pengamatan mutu obat dilakukan
secara visual dengan melihat tanda–tanda sebagai berikut :
a. Tablet
1) Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab.
2) Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis dan
rapuh.
3) Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu
obat.
4) Untuk tablet salut, disamping informasi di atas, juga basah
dan lengket satu dengan lainnya.
5) Wadah yang rusak.
b. Kapsul
1) Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu
dengan lainnya.
2) Wadah rusak.
3) Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya.
c. Cairan
1) Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan.
2) Cairan suspensi tidak bisa dikocok.
3) Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali
d. Salep
1) Konsistensi warna dan bau berubah (tengik).
2) Pot/tube rusak atau bocor.
e. Injeksi
1) Kebocoran
2) Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih
sehingga keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi.
3) Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.
Laporkan perubahan yang terjadi kepada Instalasi Farmasi
Kabupaten untuk diteliti lebih lanjut.

14
Jangan menggunakan obat yang sudah rusak atau kadaluwarsa
Hal ini penting untuk diketahui terutama penggunaan
antibiotik yang sudah kadaluwarsa karena dapat menimbulkan
resistensi mikroba. Resistensi mikroba berdampak terhadap
mahalnya biaya pengobatan.
Obat dapat berubah menjadi toksis
Selama penyimpanan beberapa obat dapat terurai menjadi
substansi-substansi yang toksik. Sebagai contoh Tetrasiklin dari
serbuk warna kuning dapat berubah menjadi warna coklat yang
toksik.
5. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai
merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan
medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi
kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan
jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat serta terjamin mutunya.
Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:
a. Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas;
b. Puskesmas Pembantu;
c. Puskesmas Keliling;
d. Posyandu;
e. Polindes.
f. Ponkesdes
Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan
lain-lain) dilakukan dengan cara pemberian obat sesuai resep yang
diterima (floor stock), pemberian Obat per sekali minum (dispensing
dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke jaringan
Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai
dengan kebutuhan (floor stock).
Kegiatan pendistribusian ini meliputi :
a. Menentukan frekuensi distribusi
b. Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan.
Dalam menentukan jumlah obat yang dipertimbangkan adalah

15
a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat,
b. Sisa stok
c. Pola penyakit
d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan
kesehatan.
Melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari sub
unit. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara :
a. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub
unit pelayanan.
b. Obat diambil sendiri oleh petugas sub-sub unit pelayanan. Obat
diserahkan bersama-sama dengan formulir LPLPO sub unit yang
ditandatangani oleh penanggung jawab sub unit pelayanan
puskesmas dan kepala puskesmas sebagai penanggung jawab
pemberi obat dan lembar pertama disimpan sebagai tanda bukti
penerimaan obat.
6. Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai
Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah
suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang
diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Kegiatan pengendalian adalah :
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu
di Puskesmas dan seluruh unit pelayanan. Jumlah stok ini
disebut stok kerja.
b. Menentukan :
1) Stok optimum adalah jumlah stok obat yang diserahkan
kepada unit pelayanan agar tidak mengalami
kekurangan/kekosongan
2) Stok pengaman adalah jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya
karena keterlambatan pengiriman dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/ Kota.

16
c. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang
diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima.
Secara lebih jelas maka untuk melakukan pengendalian
perlu ada sasaran yang ditetapkan. Jika misalnya sasaran tingkat
persediaan rata-rata 5.000 tablet perbulan, dan rata-rata
pemakaian 1.250 tablet perminggu, maka persediaan 5.000 tablet
akan habis dalam empat minggu. Agar pada waktu empat minggu
berikutnya masih tersedia 5.000 tablet, maka jumlah persediaan
pada minggu keempat haruslah 5.000 tablet juga. Jika pengiriman
dari Instalasi Farmasi Kabupaten setiap dua bulan, maka jumlah
yang harus ada dalam persediaan pada minggu pertama,
kedelapan dan seterusnya adalah 10.000 tablet, agar tercapai
persediaan rata-rata 5.000 tablet.
Pengendalian Obat terdiri dari:
a. Pengendalian persediaan
Untuk melakukan pengendalian persediaan diperlukan
pengamatan terhadap stok kerja, stok pengaman, waktu tunggu
dan sisa stok. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan, perlu
diperhitungkan keadaan stok yang seharusnya ada pada waktu
kedatangan obat atau kalau dimungkinkan memesan, maka
dapat dihitung jumlah obat yang dapat dipesan (Q) dengan
rumus berikut :
Q = SK + SP + ( WT X D ) – SS
Keterangan :
Q = jumlah obat yang dipesan
SK = stok kerja
SP = stok pengaman
WT = waktu tunggu ( leadtime )
SS = sisa stok
D = pemakaian rata-rata perminggu/perbulan
Pencegahan Kekosongan Obat.
Agar tidak terjadi kekosongan obat dalam persediaan, maka
perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1. Cantumkan jumlah stok optimum pada kartu stok.

17
2. Laporkan segera kepada Instalasi Farmasi Kabupaten, jika
terdapat pemakaian yang melebihi rencana karena keadaan
yang tidak terduga.
3. Buat laporan sederhana secara berkala kepada Kepala
Puskesmas tentang pemakaian obat tertentu yang banyak dan
obat lainnya masih mempunyai persediaan banyak.
Pemeriksaan Besar (Pencacahan)
Pemeriksaan besar dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan
antara kartu stok obat dengan fisik obat, yaitu jumlah setiap jenis
obat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap bulan, triwulan,
semester atau setahun sekali. Semakin sering pemeriksaan
dilakukan, semakin kecil kemungkinan terjadi perbedaan antara
fisik obat dan kartu stok.
b. Pengendalian penggunaan
Tujuan Pengendalian Penggunaan adalah untuk menjaga
kualitas pelayanan obat dan meningkatkan efisiensi
pemanfaatan dana obat. Pengendalian penggunaan meliputi :
1) Prosentase penggunaan antibiotik
2) Prosentase penggunaan injeksi
3) Prosentase rata-rata jumlah R/
4) Prosentase Obat Penggunaan obat Generik
5) Kesesuaian dengan Pedoman.
Instrumen yang digunakan adalah Format Monitoring Peresepan
seperti terlampir.
c. Penanganan Obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.
1) Penanganan Obat Hilang.
Sebagai bukti pertanggungjawaban Kepala Puskesmas
sehingga di ketahui persediaan obat saat itu.
Kejadian obat hilang dapat terjadi karena adanya peristiwa
pencurian obat dari tempat penyimpanannya oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab.
Obat juga dinyatakan hilang apabila jumlah obat dalam tempat
penyimpanannya ditemukan kurang dari catatan sisa stok
pada Kartu Stok yang bersangkutan. Pengujian silang antara
jumlah obat dalam tempat penyimpanannya dengan catatan

18
sisa stok pada Kartu Stok perlu dilakukan secara berkala,
paling tidak 3 (tiga) bulan sekali. Pengujian semacam ini harus
dilakukan oleh Kepala Puskesmas
Untuk menangani kejadian obat hilang ini, perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) Petugas pengelola obat yang mengetahui kejadian obat
hilang segera menyusun daftar jenis dan jumlah obat
hilang, serta melaporkan kepada Kepala Puskesmas.
Daftar obat hilang tersebut nantinya akan digunakan
sebagai lampiran dari Berita Acara Obat Hilang yang
diterbitkan oleh Kepala Puskesmas.
b) Kepala Puskesmas kemudian memeriksa dan memastikan
kejadian tersebut, serta menerbitkan Berita Acara Obat
Hilang.
c) Kepala Puskesmas menyampaikan laporan kejadian
tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
disertai Berita Acara Obat Hilang bersangkutan.
d) Petugas pengelola obat selanjutnya mencatat jenis dan
jumlah obat yang hilang tersebut pada masing-masing
Kartu Stok.
e) Apabila jumlah obat yang tersisa diperhitungkan tidak lagi
mencukupi kebutuhan pelayanannya, segera dipersiapkan
LPLPO untuk mengajukan tambahan obat, seperti telah
dibahas rinci di bagian depan.
f) Apabila hilangnya obat karena pencurian maka dilaporkan
kepada kepolisian dengan membuat berita acara (contoh
berita acara terlampir)
2) Penanganan Obat Rusak/Kadaluwarsa.
Bertujuan untuk melindungi pasien dari efek samping
penggunaan obat rusak/kadaluwarsa.
Jika petugas pengelola obat menemukan obat yang tidak laik
pakai (karena rusak/kadaluwarsa), maka perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
a) Petugas kamar obat, kamar suntik, atau unit pelayanan
kesehatan lainnya segera melaporkan dan mengirimkan

19
kembali obat tersebut kepada Kepala Puskesmas melalui
petugas gudang obat Puskesmas.
b) Petugas gudang obat Puskesmas menerima dan
mengumpulkan obat rusak dalam gudang. Jika memang
ditemukan obat tidak laik pakai maka harus segera
dikurangkan dari catatan sisa stok pada masing-masing
kartu stok yang dikelolanya. Petugas kemudian melaporkan
obat rusak/kadaluwarsa yang diterimanya dari satuan kerja
lainnya, ditambah dengan obat rusak/kadaluwarsa dalam
gudang, kepada Kepala Puskesmas.
c) Kepala Puskesmas selanjutnya melaporkan dan
mengirimkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, untuk kemudian
dibuatkan berita acara sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
7. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan
obat-obatan dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat-
obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya(Depkes 2010).
Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan
pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk
mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat. Tujuan dari
pencatatan dan pelaporan adalah :
a. Sebagai bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan.
b. Sebagai sumber data untuk melakukan pengaturan dan
pengendalian.
c. Sebagai sumber data untuk perencanaan kebutuhan.
d. Sebagai sumber data untuk pembuatan laporan.
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan
obat di Puskesmas adalah Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh
petugas Puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim tepat
waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga

20
dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan
obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan
pengelolaan obat.
Di dalam gedung Puskesmas (gudang obat puskesmas,
kamar obat/apotek & rawat inap) sarana yang digunakan adalah
kartu stok obat, LPLPO, LPLPO sub unit, dan catatan harian
penggunaan obat. Di luar gedung Puskesmas (Puskesmas keliling,
Pustu, Poskesdes) sarana yang digunakan adalah LPLPO sub unit,
kartu stok, catatan harian penggunaan obat.
Penyelenggaraan pencatatan di gudang Puskesmas setiap
obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam
buku penerimaan dan kartu stok. Obat yang dikeluarkan juga
dicatat di LPLPO sub unit. Laporan penggunaan dan lembar
permintaan obat dibuat berdasarkan kartu stok obat dan LPLPO
sub unit yang telah direkapitulasi. Data yang ada pada LPLPO
merupakan laporan Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten.
Penyelenggaraan pencatatan di kamar obat/apotek setiap
hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku
catatan pemakaian obat harian. Kemudian dimasukkan dalam
rekap bulanan pemakaian obat.Laporan pemakaian dan permintaan
obat ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian,
LPLPO bulan sebelumnya dan sisa stok.
Poli umum, poli KIA dan KB, poli gigi, laborat dan sub unit
lain yang ada di dalam gedung mengajukan permintaan seperti
bentuk lembar resep kepada petugas kamar obat. Dan petugas
kamar obat mencatat dalam catatan pemakaian harian. Untuk
posyandu dan puskesmas keliling, sebelum berangkat mengajukan
permintaan tertulis ke petugas kamar obat, setelah kegiatan
petugas menyerahkan resep obat yang telah dikeluarkan dan
menyerahkan sisa obat yang ada. Petugas kamar obat mencatat
dalam catatan pemakaian harian. Penyelenggaraan pencatatan
untuk Puskesmas Pembantu, Poskesdes, UGD dan Rawat Inap
seperti pada kamar obat.
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit.
LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten

21
melalui Instalasi Farmasi Kabupaten, untuk diisi jumlah yang
diserahkan. Setelah ditanda tangani oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten, satu rangkap untuk Kepala Dinas Kesehatan, satu
rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten dan satu rangkap
dikembalikan ke puskesmas. Untuk permintaan obat LPLPO dibuat
rangkap 4 (empat). LPLPO sub unit diserahkan pada petugas
gudang selambat-lambatnya tanggal 1 bulan berikutnya. LPLPO
puskesmas sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
8. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis
habis pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan
medis habis pakai merupakan tahapan untuk mengamati dan
menilai keberhasilan atau kesesuaian pelaksanaan cara pelayanan
kefarmasian yang baik di suatu pelayanan kefarmasian.
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam
pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat
menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan bahan
medis habis pakai
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan .
Pemantauan dilaksanakan secara terencana oleh petugas
pengelola obat dari unit yang lebih tinggi (Instalasi Farmasi
Kabupaten) terhadap pelaksanaan pengelolaan obat oleh petugas
ke unit lebih rendah (Puskesmas/ Puskesmas Pembantu/ unit
lainnya). Pengamatan diarahkan untuk menjaga agar semua
pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan sesuai dengan pedoman
yang disepakati bersama.
Pemantauan melakukan pengawasan dan menjaga agar
ketentuan dan instruksi tersebut tidak dilaksanakan menyimpang.
Ruang lingkup pemantauan meliputi sarana infrastruktur, sistem
pengelolaan (perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan,

22
pemantauan dan evaluasi), sumber daya manusia (jumlah dan
kualifikasi), quality assurance, dan lain-lain (tersedianya buku-buku
pedoman, sarana informasi).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemantauan yaitu :
a. Menyiapkan instrumen pemantauan, formulir pemantauan,
indikator, LPLPO.
b. Mengumpulkan data dan informasi
c. Menganalisa data dan informasi yang telah dikumpulkan yang
dapat bermanfaat untuk memperkirakan masalah yang sedang
terjadi, memperkirakan faktor penyebab timbulnya permasalahan
dan mempersiapkan berbagai alternatif pemecahan masalah.
d. Menentukan tujuan dan sasaran utama pemantauan, seperti
memantau tingkat keberhasilan pengelolaan obat, menemukan
permasalahan yang timbul, mencari faktor penyebab timbulnya
masalah, menilai hasil pelaksanaan kerja, membina dan melatih
para pelaksana dan mengumpulakan masukan untuk
menyempurnakan kebijaksanaan dan program.
Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu
program dan memperoleh informasi tentang keberhasilan
pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan dampak serta biayanya.
Fokus utama dari evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
sistematis dari dampak program.
Evaluasi dilakukan dengan membandingkan suatu kondisi
yang diharapkan dengan kondisi yang diamati. Hasil evaluasi dari
hasil supervisi dapat langsung dibahas dengan yang bersangkutan
sehingga yang bersangkutan dapat mengetahui kondisinya.
Dapatkan kesepakatan dan kemudian coba dibahas langkah-
langkah apa yang akan dapat dipergunakan untuk membantu yang
bersangkutan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dengan
demikian maka evaluasi dapat diartikan sebagai :
a. Suatu proses untuk menentukan suatu nilai atau keberhasilan
dalam usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan.
b. Suatu usaha untuk mengukur pencapaian suatu tujuan atau
keadaan tertentu dengan membandingkan dengan standar nilai
yang sudah ditentukan sebelumnya.

23
c. Suatu usaha untuk mencari kesenjangan antara rencana yang
ditetapkan dengan kenyataan hasil pelaksanaan.
Proses evaluasi dapat dilihat sebagai lima langkah model umpan
balik, yang masing-masing langkah adalah :
a. Penetapan apa yang harus diukur.
Manajemen puncak menetapkan proses pelaksanaan dan hasil
mana yang akan dipantau dan dievaluasi. Proses dan hasil
pelaksanaan harus dapat diukur dalam kaitannya dengan tujuan.
b. Pembuatan standar kinerja.
Standar digunakan untuk mengukur kinerja merupakan suatu
rincian dan tujuan yang strategis. Standar harus dapat mengukur
apa yang mencerminkan hasil kinerja yang telah dilaksanakan.
c. Pengukuran kinerja yang aktual yaitu dibuat pada waktu yang
tepat.
Evaluasi bermanfaat untuk :
a. Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program
yang sedang berjalan dan mencari solusinya.
b. Memprediksi kegunaan dari pengembangan program dan
memperbaikinya.
c. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif.
d. Meningkatkan efektifitas program, manajemen dan administrasi.
e. Mengetahui kesesuaian antara sasaran yang diinginkan dengan
hasil yang dicapai.
Ada empat jenis evaluasi yang dibedakan atas interaksi
dinamis diantara lingkungan program dan waktu evaluasi yaitu :
a. Evaluasi formatif yang dilakukan selama berlangsungnya
kegiatan program. Evaluasi ini bertujuan untuk melihat
dimensi kegiatan program yang melengkapi informasi untuk
perbaikan program.
b. Evaluasi sumatif yang dilakukan pada akhir program. Evaluasi
ini perlu untuk menetapkan ikhtisar program, termasuk
informasi outcome, keberhasilan dan kegagalan program.
c. Evaluasi penelitian adalah suatu proses penelitian kegiatan
yang sebenarnya dari suatu program, agar diketemukan hal-
hal yang tidak tampak dalam pelaksanaan program.

24
d. Evaluasi presumtif yang didasarkan pada tendensi yang
menganggap bahwa jika kegiatan tertentu dilakukan oleh
orang tertentu yang diputuskan dengan pertimbangan yang
tepat, dan jika bertambahnya anggaran sesuai dengan
perkiraan, maka program dilaksanakan sesuai dengan yang
diharapkan.
Masalah dalam evaluasi ada tiga area kritis dalam statistik
evaluasi yaitu pemilihan indikator, realibilitas dan validitas.
Terdapat beberapa batasan indikator pengelolaan obat, yaitu :
a. Indikator merupakan jenis data berdasarkan
sifat/gejala/keadaan yang dapat diukur dan diolah secara
mudah dan cepat dengan tidak memerlukan data lain dalam
pengukurannya.
b. Indikator merupakan ukuran untuk mengukur perubahan.
Untuk evaluasi mutu proses pengelolaan sediaan farmasi
dan alat kesehatan, dapat diukur dengan indikator kepuasan dan
keselamatan pasien/pelanggan/pemangku kepentingan
(stakeholders), dimensi waktu (time delivery), Standar Prosedur
Operasional serta keberhasilan pengendalian perbekalan
kesehatan dan sediaan farmasi.
Banyak hal yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam
pengelolaan obat dengan syarat bahwa indikator tersebut
memenuhi kriteria dari indikator yang telah ditetapkan . Yang
dapat dijadikan sebagai indikator pengelolaan obat di Puskesmas
adalah :
a. Alokasi dana pengadaan obat
Dasar Pemikiran :
Penyediaan dana yang memadai dari pemerintah sangat
menentukan ketersediaan dan keterjangkauan obat esensial
oleh masyarakat. Ketersediaan dana pengadaan obat yang
sesuai dengan kebutuhan obat untuk populasi merupakan
prasyarat terlaksananya penggunaan obat yang rasional yang
pada gilirannya akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Definisi :

25
Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan obat
yang
disediakan/dialokasikan oleh pemerintah daerah Kabupaten
maupun oleh BPJS untuk memenuhi kebutuhan obat
pelayanan kesehatan di wilayah tersebut. Yang dilihat pada
indikator ini adalah jumlah dana anggaran pengadaan obat
yang disediakan dibandingkan dengan jumlah kebutuhan dana
untuk pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan populasi
Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa total dana pengadaan obat, dan kebutuhan dana
pengadaan obat yang sesuai dengan kebutuhan populasi.
Perhitungan dan Contoh :

Total kebutuhan dana pengadaan obat


Kesesuaian dana = ------------------------------------------------- x 100%
pengadaan obat Total dana pengadaan obat puskesmas
Contoh :
Besarnya total dana pengadaan obat = Rp.525.000.000
Besarnya total kebutuhan dana pengadaan obat =
Rp.550.000.000

Kesesuaian dana pengadaan obat =


550.000.000
---------------- x 100% = 95,45%
525.000.000

Penyampaian hasil :
Dana pengadaan obat yang disediakan oleh pemerintah daerah
dan BPJS adalah sebesar 95,45 % dari total kebutuhan dana.
Catatan :
Total dana pengadaan obat adalah seluruh anggaran
pengadaan obat yang berasal dari semua sumber anggaran
yang ada. Baik dari APBD, APBN, obat buffer stock, atau JKN

26
b. Prosentase alokasi dana pengadaan obat
Dasar Pemikiran :
Obat merupakan pendukung utama untuk hampir semua
program
kesehatan di unit pelayanan kesehatan. Untuk itu ketersediaan
dana pengadaan obat harus proporsional dengan anggaran
kesehatan secara keseluruhan.
Definisi :
Dana pengadaan obat adalah besarnya dana pengadaan obat
yang
disediakan/dialokasikan oleh pemerintah daerah Kabupaten
dan BPJS untuk mendukung program kesehatan di daerah
Kabupaten dibandingkan dengan jumlah alokasi dana untuk
bidang kesehatan.
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Puskesmas
berupa : total dana pengadaan obat, dan total dana untuk
bidang kesehatan.
Perhitungan dan Contoh :

Total dana pengadaan obat


Prosentase dana pengadaan obat = ---------------------------- x 100%
Total dana untuk puskesmas

Contoh :
Besarnya total dana pengadaan obat = 525.000.000
Besarnya total dana untuk puskesmas = 1.000.000.000
Prosentase dana pengadaan obat =
1.000.000.000
------------------- x 100% = 2,5%
525.000.000
Penyampaian hasil :
Dana pengadaan obat yang disediakan oleh pemerintah daerah
Kabupaten dan BPJS adalah sebesar 52,5% dari total dana
untuk bidang kesehatan.

27
Catatan :
Total dana pengadaan obat adalah seluruh anggaran
pengadaan obat yang berasal dari semua anggaran yang ada.
c. Biaya obat per penduduk
Dasar Pemikiran :
Ketersediaan dana pengadaan obat yang sesuai kebutuhan
populasi bervariasi untuk masing-masing puskesmas untuk itu
perlu diketahui besarnya dana yang disediakan oleh
pemerintah daerah dan BPJS apakah telah memasukkan
parameter jumlah penduduk dalam pengalokasian dananya.
Definisi :
Biaya obat perpenduduk adalah besarnya dana yang tersedia
untuk masing-masing penduduk dan besaran dana yang
tersedia untuk masing-masing penduduk.
Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa: total dana pengadaan obat, dan jumlah penduduk di
wilayah kerja puskesmas yang didapatkan dari Kantor statistik
Kabupaten.
Perhitungan dan Contoh :

Total dana pemakaian obat th lalu


Biaya obat per penduduk = ------------------------------------- rupiah
Jml penduduk wilker puskesmas

Contoh :
Besarnya total dana pemakaian obat tahun lalu =
Rp.800.000.000
Jumlah penduduk wilker puskesmas = 200.000
Biaya obat per penduduk tahun lalu = Rp
800.000.000
-------------- = Rp 4.000
200.000

28
Contoh :
Besarnya total dana pengadaan obat = Rp.700.000.000
Jumlah penduduk wilker puskesmas = 200.000
Biaya obat per penduduk = Rp700.000.000
------------------ = Rp 3.500
200.000

Penyampaian Hasil :
Biaya obat yang dibutuhkan per penduduk di wilker puskesmas
tahun lalu adalah sebesar Rp 4000, sedang biaya obat yang
dialokasikan per penduduk tahun ini sebesar Rp. 3500.
Catatan :
Dengan diketahuinya standar biaya obat per penduduk dapat
menjadi patokan dalam penetapan alokasi dana pengadaan
obat tahun-tahun mendatang.
d. Ketersediaan obat sesuai kebutuhan
Dasar Pemikiran :
Dalam rangka memberikan jaminan akan ketersediaan obat
dan perbekalan kesehatan maka perlu adanya upaya
pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan sesuai
dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Definisi :
Ketersediaan obat sesuai kebutuhan adalah jumlah obat yang
mampu disediakan pemerintah dibandingkan dengan jumlah
obat yang dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan
dasar yang diselenggarakan pemerintah.
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa pemakaian obat yang didapatkan dari kompilasi
pemakaian seluruh unit di puskesmas dan jumlah tiga kasus
penyakit yang ditetapkan di Kabupaten yang didapatkan dari
laporan LB-1.
Perhitungan dan contoh :

Jml obat yg disediakan pemerintah


Ketersediaan obat sesuai kebutuhan = -------------------------------- x 100%
Jml obat yg dibutuhkan
Contoh : masyarakat

29
Jumlah obat yang disediakan oleh pemerintah untuk pelayanan
kesehatan dasar adalah 45 item.
Jumlah obat yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk pelayanan
kesehatan dasar adalah 50 item.
Maka ketersediaan obat sesuai kebutuhan adalah =
45
-------- = 90%
50

Penyampaian Hasil :
Ketersediaan obat untuk pelayanan kesehatan dasar yang
dipenuhi oleh pemerintah adalah 90%.
Catatan :
Dalam standar pelayanan minimal kesehatan dijelaskan bahwa
ketersediaan obat sesuai kebutuhan adalah 90%.
e. Pengadaan obat esensial
Dasar Pemikiran :
Obat esensial adalah obat terpilih yang dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis,
terapi dan rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit
pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.
Agar sistem pelayanan kesehatan berfungsi dengan baik, obat
esensial harus selalu tersedia dalam jenis dan jumlah yang
memadai, bentuk sediaan yang tepat, mutu terjamin, informasi
yang memadai.
Definisi :
Pengadaan obat esensial adalah nilai obat esensial yang
diadakan di puskesmas dibandingkan dengan nilai obat total
yang tersedia di puskesmas.

Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
Perhitungan dan Contoh :

Nilai obat esensial yg disimpan di pkm


Pengadaan obat esensial = ------------------------------------------- x 100%
Nilai total obat yg disimpan di pkm

30
Contoh :
Besarnya nilai obat esensial yang disimpan di puskesmas
adalah Rp. 200.000.000.
Besarnya nilai keseluruhan obat yang disimpan di puskesmas
adalah Rp. 200.000.000.
Pengadaan obat esensial adalah 100%.
Penyampaian Hasil :
Semua obat yang tersimpan di puskesmas merupakan obat
esensial (100%).
Catatan :
Dalam standar pelayanan minimal kesehatan dijelaskan bahwa
pengadaan obat esensial harus 100%.
f. Pengadaan obat generik
Dasar Pemikiran :
Sistem Kesehatan Nasional tahun 2009 menyatakan bahwa
penyelenggaraan subsistem obat dan perbekalan kesehatan
mengacu pada prinsip ”Penyediaan dan pelayanan obat
berpedoman pada DOEN untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan. Pemerintah melakukan pengendalian
dan pengawasan terhadap pengadaan serta penyaluran untuk
menjamin ketersediaan dan pemerataan obat serta alat
kesehatan”.
Definisi :
Pengadaan obat generik adalah nilai obat generik yang
diadakan di puskesmas yang disimpan di puskesmas
dibandingkan dengan nilai total obat yang tersedia di
puskesmas.
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
Perhitungan dan contoh :

Nilai obat generik yg disimpan di pkm


Pengadaan obat generik = -------------------------------------------x 100%
Nilai total obat yg disimpan di pkm

31
Contoh :
Besarnya nilai obat generik yang disimpan di instalasi farmasi
kabupaten/kota adalah Rp. 190.000.000
Besarnya nilai keseluruhan obat yang disimpan di instalasi
faarmasi kabupaten/kota adalah Rp. 200.000.000
Pengadaan obat generik adalah 90%
Penyampaian Hasil :
Nilai obat generik yang diadakan oleh kabupaten/kota adalah
sebesar 90% dari seluruh dana obat yang disediakan.
Catatan :
Dalam standar pelayanan minimal kesehatan dijelaskan bahwa
pengadaan obat generik harus 100%
g. Biaya obat per kunjungan resep
Dasar Pemikiran:
Ketersediaan dana obat yang sesuai dengan jumlah kunjungan
resep yang ada di puskesmas bervariasi untuk masing-masing
puskesmas. Untuk itu perlu diketahui besaran dana yang
disediakan oleh puskesmas apakah telah memasukkan
parameter jumlah kunjungan resep dalam pengalokasian
dananya.
Definisi :
Biaya obat per kunjungan resep adalah besaran dana yang
dibutuhkan untuk setiap resep dan besaran dana yang tersedia
untuk setiap resep.
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa total dana pengadaan obat, total dana pemakaian obat
tahun lalu serta jumlah kunjungan resep yang didapatkan dari
kompilasi laporan LB-2/ LPLPO.
Perhitungan dan contoh :

Total dana pengadaan obat


Biaya obat per kunjungan resep = ------------------------------- Rupiah
Jumlah kunjungan resep

32
Contoh :
Besarnya total dana pemakaian tahun lalu = 800.000.000
Jumlah kunjungan resep = 160.000
Rp800.000.000
Biaya obat per kunjungan resep = ------------------- = Rp 5.000
160.000

Besarnya total dana pengadaan obat = Rp 720.000.000


Jumlah kunjungan resep = 160.000

720.000.000
Biaya obat yang dialokasikan = ---------------- =Rp 4.500
per kunjungan resep 160.000

Penyampaian hasil :
Biaya obat yang dibutuhkan per kunjungan resep adalah
sebesar Rp 5.000. Sedang biaya obat yang dialokasikan per
kunjungan resep adalah Rp 4.500
Catatan :
Dengan diketahuinya biaya obat/ kunjungan resep dapat
menjadi patokan dalam penetapan alokasi dana pengadaan
obat ditahun-tahun mendatang.
h. Kesesuaian Item Obat yang tersedia dengan DOEN
Dasar Pemikiran:
Penetapan obat yang masuk dalam DOEN telah
mempertimbangkan faktor drug of choice, analisis biaya-
manfaat dan didukung dengan data ilmiah. Untuk pelayanan
kesehatan dasar maka jenis obat yang disediakan berdasarkan
DOEN yang terbaru agar tercapai prinsip efektivitas dan
efisiensi.
Definisi :
Kesesuaian obat yang tersedia dengan DOEN adalah total jenis
obat yang termasuk dalam DOEN dibagi dengan total jenis obat
yang tersedia di puskesmas.

33
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa jumlah jenis obat yang tersedia dan jumlah jenis obat
yang tidak termasuk dalam DOEN.
Perhitungan dan Contoh :

Jumlah jenis obat yg termasuk DOEN


Kesesuaian obat yang tersedia = ------------------------------------------ x 100
Jumlah total jenis obat yg tersedia di pkm

Contoh:
Jumlah jenis obat yang tersedia = 100
Jumlah jenis obat yang tidak termasuk dalam DOEN = 5
Jumlah jenis obat yang termasuk dalam DOEN =100-5 = 95
95
Kesesuaian obat yang tersedia = ------------x 100 % = 95%
100
Penyampaian hasil :
Kesesuaian obat yang tersedia di puskesmas bila dibandingkan
dengan DOEN adalah sebesar 95 %.
Catatan :
Kesesuaian jenis obat dengan DOEN merupakan upaya untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan dana
pengadaan obat.
i. Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit
Dasar Pemikiran :
Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di
puskesmas harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti
harus sesuai dengan pola penyakit yang ada di puskesmas.
Definisi :
Kesesuaian ketersediaan obat dengan pola penyakit adalah
kesesuaian jenis obat yang tersedia di puskesmas dengan pola
penyakit yang ada di wilayah kerja puskesmas adalah jumlah
jenis obat yang tersedia dibagi dengan jumlah jenis obat untuk
semua kasus penyakit di puskesmas.
Pengumpulan Data :

34
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa jenis obat yang tersedia dan pola penyakit di
puskesmas yang didapatkan dari laporan LB-1 dan jenis obat
dilihat pada standar pengobatan.

Perhitungan dan Contoh :

Jumlah jenis obat yg tersedia


Kesesuaian obat yang tersedia = ------------------------------------ x 100%
Jumlah jenis obat untuk semua kasus

Contoh :
Jumlah jenis obat yang tersedia = 126
Jml jenis obat utk semua kasus penyakit = 105
126
Kesesuaian obat yang tersedia = -------- x 100% = 140%
105

Penyampaian hasil :
Kesesuaian obat yang tersedia di puskesmas bila dibandingkan
dengan kebutuhan populasi merupakan pertimbangan utama
dalam melakukan seleksi obat.
j. Tingkat ketersediaan obat
Dasar Pemikiran :
Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di
Puskesmas
harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti jumlah
(kuantum) obat yang tersedia di gudang minimal harus sama
dengan stok selama waktu tunggu kedatangan obat.
Definisi :
Tingkat ketersediaan obat jumlah kuantum obat yang tersedia
di puskesmas untuk pelayanan kesehatan di puskesmas
dibagi dengan jumlah (kuantum) pemakaian rata-rata obat per
bulan. Jumlah jenis obat dengan jumlah minimal sama dengan
waktu tunggu kedatangan obat dibagi dengan jumlah semua
jenis obat yang tersedia di puskesmas.
Pengumpulan data :

35
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa : Jumlah (kuantum) persediaan obat yang tersedia,
pemakaian rata-rata obat per bulan (dalam waktu tiga bulan
terakhir) di puskesmas, waktu kedatangan obat, total jenis obat
yang tersedia.
Perhitungan dan Contoh :

Jumlah obat yang tersedia


Tingkat ketersediaan obat = --------------------------------- bulan
Rata - rata pemakaian obat per bulan

Contoh :
Jumlah (kuantum) obat A yang tersedia = 100.000
Jumlah rata-rata pemakaian obat A perbulan = 20.000
100.000
Tingkat ketersediaan obat = ----------- = 5 bulan
20.000

Total jenis obat dengan tingkat kecukupan


minimal sama dengan waktu tunggu
Prosentase jenis obat dengan tingkat = --------------------------------------- Bulan
kecukupan yang aman Total jenis obat dalam persediaan

Total jenis obat dengan tingkat kecukupan minimal sama


dengan waktu tunggu = 90 jenis
Total jenis obat dalam persediaan = 100 jenis
90
Prosentase jenis obat dengan tingkat = ------ x 100 % = 90 %
kecukupan yang aman 100

Penyampaian Hasil :
Kisaran kecukupan obat di puskesmas adalah sebesar
….sampai ….Bulan dan total jenis obat dengan tingkat
kecukupan aman sebesar 90 %
Catatan :
Kecukupan obat merupakan indikasi kesinambungan
pelayanan obat untuk mendukung pelayanan kesehatan di
puskesmas.
k. Ketepatan perencanaan

36
Dasar Pemikiran :
Obat yang disediakan untuk pelayanan kesehatan di
puskesmas
harus sesuai dengan kebutuhan populasi berarti harus sesuai
dalam jumlah dan jenis obat untuk pelayanan kesehatan di
puskesmas.
Definisi :
Ketepatan perencanaan kebutuhan nyata obat untuk
puskesmas
dibagi dengan pemakaian obat per tahun.
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa : jumlah (kuantum) perencanaan kebutuhan obat dalam
satu tahun dan pemakaian rata-rata obat per bulan di
puskesmas yang didapatkan dari laporan LB-2. Tetapkan obat
indikator untuk puskesmas yang dibuat dengan pertimbangan
obat yang digunakan untuk penyakit terbanyak .
Perhitungan dan Contoh :
Kuantum obat yang direncanakan
Ketetapan perencanaan obat = ----------------------------------------------- x 100%
Jumlah pemakaian obat dalam satu tahun

Contoh:
Jumlah obat A yang direncanakan dalam satu tahun = 450.000
Jumlah pemakaian obat A dalam satu tahun = 500.000
450.000
Ketepatan perencanaan obat = --------- x 100 % = 90 %
500.000

Jumlah obat B yang direncanakan dalam satu tahun = 800.000


Jumlah pemakaian obat B dalam satu tahun = 1.000.000
1.000.000
Ketepatan perencanaan obat = ------------- x 100% = 80%
800.000

Penyampaian Hasil :
Demikian seterusnya untuk semua obat indikator.
Ketepatan perencanaan obat di puskesmas adalah sebesar
80%.

37
Catatan :
Ketepatan perencanaan kebutuhan obat Kabupaten/Kota
merupakan awal
dari fungsi pengelolaan obat yang strategis
l. Prosentase dan nilai obat rusak atau kadaluarsa
Dasar Pemikiran :
Terjadinya obat rusak atau kadaluarsa mencerminkan
ketidaktepatan perencanaan, dan/ atau kurang baiknya sistem
distribusi, dan/atau kurangnya pengamatan mutu dalam
penyimpanan obat dan/atau perubahan pola penyakit.
Definisi :
Prosentase dan nilai obat rusak atau kadaluarsa adalah jumlah
jenis obat yang rusak atau kadaluarsa dibagi dengan total jenis
obat.
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa: Jumlah jenis obat yang tersedia untuk pelayanan
kesehatan selama satu tahun dan jumlah jenis obat yang rusak
dan harga masing-masing obat.
Perhitungan dan Contoh

Total jenis obat yang


rusak/kadaluarsa
Prosentase obat rusak/kadaluarsa = --------------------------------------- x 100%
Total jenis obat yang tersedia

Contoh :
Total jenis obat yang tersedia = 100
Total jenis obat yang rusak/kadaluarsa = 2
2
Prosentase obat rusak/kadaluarsa = -------- x 100% = 2 %
100

Nilai obat rusak/kadaluarsa = jumlah obat yang x harga perkemasan


rusak/kadaluarsa

38
Nilai obat yang rusak di dapatkan dari :
Obat yang rusak adalah A sebanyak = 10 kaleng
Harga per kaleng obat A = Rp. 75.000
Nilai obat rusak = Rp.750.000
Obat yang rusak adalah B sebanyak = 5 kaleng
Harga per kaleng = Rp 50.000
Nilai obat rusak 5 x Rp 50,000 = Rp 250.000
Total nilai obat rusak= Rp 750.000 + Rp 250.000 = Rp
1.000.000
demikian seterusnya untuk obat lain yang rusak
Contoh perhitungan nilai untuk obat kadalursa dapat dihitung
dengan menggunakan cara yang sama dengan perhitungan
nilai obat rusak.
Penyampaian Hasil :
Prosentase obat rusak di puskesmas adalah sebesar 2 %
dengan
nilai Rp 1.000.000
Catatan :
Obat rusak mencerminkan kurang baiknya pengelolaan obat
m.Ketepatan distribusi obat
Dasar Pemikiran :
Kesesuaian waktu antara distribusi dan penggunaan obat di
unit pelayanan sangat penting artinya bagi terlaksananya
pelayanan kesehatan yang bermutu
Definisi :
Ketepatan distribusi obat adalah penyimpangan jumlah unit
pelayanan kesehatan yang harus dilayani (sesuai rencana
distribusi) dengan kenyataan yang terjadi serta selisih waktu
antara jadwal pendistribusian obat dengan kenyataan
Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa: Rencana distribusi tahunan untuk semua unit
pelayanan kesehatan di puskesmas serta kartu distribusi dan
kartu stok.

39
Perhitungan dan Contoh :

Penyimpangan waktu pendistribusian =


Kenyataan waktu distribusi – Rencana waktu distribusi

Contoh :
Rencana distribusi untuk pustu A pada tanggal = 5 tiap bulan
Kenyataan distribusi untuk pustu A pada tanggal = 7
Penyimpangan waktu pendistribusian untuk pustu A = 2 hari
Demikian seterusnya untuk semua puskesmas

Jumlah Pustu yg dilayani


sesuai rencana
Penyimpangan pendistribusian obat = -------------------------------------- x 100%
Jumlah Pustu yg dilayani
pendistribusiannya

Jumlah pustu yang dilayani sesuai rencana distribusi = 15


Jumlah pustu yang dilayani pendistribusiannya = 20
20-15
Penyimpangan pendistribusian obat = ------------- x 100%
20
5
= --------- x 100% = 25%
20

Penyampaian Hasil :
Penyimpangan waktu pendistribusian obat di puskesmas
adalah….hari dan penyimpangan jumlah unit pelayanan
kesehatan yang dilayani adalah 25 %.

Catatan :
Ketepatan waktu pendistribusian mencerminkan kurang
terpadunya
perencanaan pengelolaan obat.

40
n. Prosentase penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan
Dasar Pemikiran :
Obat yang didistribusikan adalah sebesar stok optimum
dikurangi
dengan sisa stok di unit pelayanan kesehatan. Sedang stok
optimum sendiri merupakan stok kerja selama periode distribusi
ditambah stok pengaman. Dengan tidak sesuainya pemberian
obat maka akan mengganggu pelayanan kesehatan di
puskesmas.
Definisi :
Prosentase dari selisih antara jumlah (kuantum) obat yang
seharusnya didistribusikan dengan kenyataan pemberian obat
Pengumpulan data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa: Kartu Distribusi dan Kartu Stok serta LPLPO per unit
puskesmas
Tetapkan obat indikator untuk puskesmas yang dibuat dengan
pertimbangan obat yang digunakan untuk penyakit terbanyak
dan
tetapkan beberapa puskesmas sebagai sampel.
Perhitungan dan contoh :
Jumlah obat diminta
Penyimpangan kuantum = ---------------------------------- x 100%
obat yang didistribusi Pemberian obat dari gudang

Contoh :
Untuk Pustu A stok optimum obat P = 750
Sisa stok obat P = 250
Jumlah obat P yang diminta = 500
Pemberian obat dari puskesmas = 450

Penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan=


500-450 50

41
= ------------- x 100% = ------- x 100% = 10%
500 500

Demikian seterusnya untuk semua obat indikator dan semua


unit puskesmas yang ditetapkan.
Penyampaian hasil :
Penyimpangan jumlah obat yang didistribusikan di puskesmas
adalah 10 %.
Catatan :
Ketidaktepatan jumlah pendistribusian obat mencerminkan
kurang dipahami nya perhitungan pendistribusian obat oleh
pengelola obat.
o. Rata-rata waktu kekosongan obat
Dasar Pemikiran:
Prosentase rata-rata waktu kekosongan obat dari obat indikator
menggambarkan kapasitas sistem pengadaan dan distribusi
dalam
menjamin kesinambungan suplai obat.
Definisi :
Waktu kekosongan obat adalah jumlah hari obat kosong dalam
waktu satu tahun. Prosentase rata-rata waktu kekosongan obat
adalah prosentase jumlah hari kekosongan obat dalam waktu
satu tahun.
Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa Kartu Stok
Perhitungan dan contoh :

Jumlah hari kekosongan semua


obat indikator dalam satu tahun
Prosentase rata-rata waktu = ----------------------------------------- x 100%
kekosongan obat 365 x total jenis obat indikator

Misalnya obat indikator yang ditetapkan adalah 3 (tiga) jenis


obat
Jumlah hari kekosongan obat A dalam satu tahun = 15
Jumlah hari kekosongan obat B dalam satu tahun = 25
Jumlah hari kekosongan obat C dalam satu tahun = 20

42
15 + 25 + 20
Prosentase rata-rata waktu = ------------------------------ x 100%
kekosongan obat 365 x total jenis obat indikator

p. Ketepatan waktu LPLPO


Dasar Pemikiran :
LPLPO yang merupakan sumber data pengelolaan obat sangat
penting artinya sebagai bahan informasi pengambilan kebijakan
pengelolaan obat. Salah satu syarat data yang baik adalah
tepat waktu
Definisi :
Ketepatan waktu pengiriman LPLPO adalah jumlah LPLPO
yang diterima secara tepat waktu dibandingkan dengan jumlah
seluruh LPLPO yang seharusnya diterima setiap bulan.
Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas
berupa catatan kedatangan laporan LPLPO dari Pustu.
Perhitungan dan Contoh :

∑ LPLPO yang diterima tepat waktu


% LPLPO yang diterima = ---------------------------------------- x 100 %
tepat waktu ∑ Puskesmas

Contoh :
LPLPO yang datang pada tanggal 1-10 adalah = 20 pustu
LPLPO yang seharusnya diterima = 25 pustu

20
LPLPO yang diterima tepat waktu = ---- x 100 %= 80 %
25
Penyampaian hasil :
Ketepatan pengiriman LPLPO di Puskesmas adalah 80 %
Catatan :
Ketidaktepatan pengiriman LPLPO akan berpengaruh terhadap
proses pembentukan informasi di puskesmas.

q. Kesesuaian ketersediaan obat program dengan kebutuhan

43
Dasar Pemikiran :
Obat yang disediakan untuk keperluan program biasanya
diadakan oleh pusat dengan tidak memperhitungkan jumlah
kebutuhan yang ada di daerah. Sehingga seringkali jumlahnya
tidak sesuai dan menyebabkan terjadi penumpukan yang akan
menyebabkan obat menjadi rusak atau kadaluarsa.
Definisi :
Kesesuaian ketersediaan obat program dengan jumlah
kebutuhan adalah kesesuaian jumlah obat program yang
tersedia di puskesmas dengan kebutuhan untuk sejumlah
pasien yang memerlukan obat program tersebut.
Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di puskesmas dan
dokumen lain yang dibuat oleh pemegang program.
Perhitungan dan Contoh :

S jenis obat program yg tersedia


Kesesuaian obat yg tersedia = --------------------------------------- x 100 %
S kebutuhan obat utk semua program tsb

Contoh :
Jumlah obat yang tersedia = 200.000 paket
Jumlah kebutuhan obat seluruh pasien = 100.000 paket
Kesesuaian obat yang tersedia = 200.000/100.000 x 100%
= 200%
Penyampaian hasil :
Jumlah obat program X yang tersedia di instalasi farmasi
adalah 200% dibandingkan dengan jumlah kebutuhan seluruh
pasien di puskesmas tersebut.
r. Kesesuaian Permintaan Obat
Dasar Pemikiran :
Sebagian kebutuhan obat-obatan di tingkat puskesmas dapat
dipenuhi oleh obat dari berbagai sumber. Adakalanya
permintaan dari puskesmas tidak sesuai dengan obat yang
tersedia.

Definisi :

44
Kesesuaian Pemenuhan Obat adalah perbandingan antara
jumlah
permintaan yang diajukan oleh kabupaten/kota dengan jumlah
yang dapat dipenuhi oleh obat dari berbagai sumber.
Pengumpulan Data :
Data dikumpulkan dari dokumen yang ada di Instalasi farmasi
Kabupaten dan puskesmas
Perhitungan dan Contoh :

Jumlah jenis obat yg dipenuhi


Kesesuaian pemenuhan jenis obat = ------------------------------------- x 100%
Jumlah jenis obat yg diminta

Contoh :
Jumlah jenis obat yang diminta = 100 jenis
Jumlah jenis obat yang dipenuhi = 80 jenis
Kesesuaian pemenuhan obat = 80/100 x 100% = 80%
Penyampaian hasil :
Obat dapat memenuhi 80% jumlah jenis dari permintaan yang
diajukan
atau dari 100 jenis obat yang diminta dapat memenuhi 80 jenis

B. Pelayanan farmasi klinik


Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
berkaitan dengan obat dan bahan medis habis pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Tenaga kefarmasian berinteraksi langsung dengan pasien
yang menggunakan obat untuk tercapainya tujuan terapi dan
terjaminnya keamanan penggunaan obat berdasarkan penerapan
ilmu, teknologi dan fungsi dalam perawatan penderita dengan
memperhatikan preferensi pasien.
Pelayanan farmasi klinik dilaksanakan untuk :
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.

45
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin
efektivitas, keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis
Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan
kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi :
1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi
Obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Setelah menerima resep, dilakukan skrining dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu nama
dokter, nomor surat, izin praktik (SIP), paraf/tandatangan dokter,
tanggal penulisan resep, nama obat, jumlah obat, aturan pakai,
nama, umur, berat badan, jenis kelamin dan alamat atau nomor
telepon pasien.
b. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis
dan jumlah obat , potensi, inkompatibilitas, cara/aturan dan lama
penggunaan obat.
c. Pertimbangan klinik seperti kesesuaian indikasi, alergi, efek
samping, interaksi dan kesesuaian dosis.
d. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada
resep atau obatnya tidak tersedia.
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep :
1) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep.
2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat.
a) Periksa dan baca sekali lagi informasi pada wadah obat

46
b) Pakai spatula atau sendok untuk menghitung tablet atau
kapsul
c) Setelah selesai menghitung, kembalikan sisanya ke dalam
wadah semula
d) Periksa kembali etiket pada wadah
e) Yakinkan sisa obat disimpan kembali ke dalam wadah
semula
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.
c. Memberikan etiket :
1) Warna putih untuk obat dalam/oral.
2) Warna biru untuk obat luar dan suntik, dan
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah
untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan
menghindari penggunaan yang salah.
e. Bersihkan kembali meja dimana anda bekerja.
Perhitungan jumlah obat didasarkan atas jumlah yang harus dipakai
untuk setiap kali per hari dan jumlah hari pemakaian. Pada
umumnya resep dokter telah mencantumkan jumlah obat yang
diminta. Jika tidak ada jumlah tersebut, maka dapat dihitung
dengan perkalian jumlah dosis satu kali pakai, dengan jumlah
pemakaian sehari dan lama hari pemakaian.
a. Contoh dan perhitungan resep berisi tablet/kapsul :
R/ Tetracycline 500 mg No. XX
S 4 dd Cap 1
R/ Vitamin B Comp no XV.
S 3 dd tab I
Perhitungan :
1) Berdasarkan resep di atas, Tetracyclin yang diperlukan
sebanyak = 20 kapsul
Tetracyclin yang tersedia adalah kapsul 250 mg, jadi
diperlukan 40 kapsul. Perlu diperhatikan nanti sewaktu
menuliskan etiket, menjadi : sehari 4 x 2 kapsul

47
2) Berdasarkan resep di atas, Vitamin B complex yang
diperlukan sebanyak = 15 tablet
b. Contoh perhitungan pembuatan serbuk yang dibagi-bagi
(Pulveres)
R/ Parasetamol 150 mg
CTM 1 mg
Ephedrin 10 mg
m.f. pulv. dtd No. XV
Perhitungan :
Bahan yang dibutuhkan :
Parasetamol 15 x 150 mg = 2250 mg
Kadar 1 tablet parasetamol tablet = 500 mg, jadi dibutuhkan
2250/500= 4 ½ tablet
CTM 15 x 1 mg = 15 mg
Kadar 1 tablet CTM = 4 mg, jadi dibutuhkan 15/4= 3 ¾ tablet
Ephedrin 15 x 10 mg = 150 mg
Kadar 1 tablet 25 mg, jadi dibutuhkan 150/25= 6 tablet.
c. Membuat dan membagi sediaan dalam bentuk serbuk.
1) hitung tablet atau kapsul atau timbang sejumlah bahan obat
sesuai dengan yang tercantum dalam resep
2) gerus dalam mortar sampai halus dan homogen
3) siapkan kertas perkamen sebanyak yang diminta dalam resep
4) cara membagi serbuk adalah sebagai berikut :
Apabila diminta 12 bungkus maka :
= serbuk dibagi dua sama banyak
= lalu masing-masing dibagi tiga sama banyak
= terakhir masing-masing dibagi dua sama banyak
Apabila diminta 15 bungkus maka :
= serbuk dibagi tiga sama banyak
= lalu masing-masing dibagi lima sama banyak
d. Mengukur cairan :
1) Bersihkan gelas ukur yang akan dipakai
2) Baca kembali etiket pada botol cairan apakah botol yang
diambil sudah benar
3) Pegang botol dengan etiket menghadap ke tangan

48
4) Tuangkan ke dalam gelas ukur
5) Tutup kembali botol dan periksa etiket sekali lagi.
Cairan obat luar seperti Gentian Violet dapat langsung
dituangkan ke dalam botol untuk pasien, tidak perlu di ukur
karena dapat mengotori gelas ukur.
e. Melarutkan dan mengencerkan obat.
1) obat-obatan yang tidak stabil dalam air, dilarutkan apabila
akan digunakan (amoksisillin, benzyl penisilin)
2) pelarutnya adalah air matang/air yang sudah dimasak
f. Mengemas dan memberi etiket :
1) Untuk tablet dan kapsul
Kemasan yang dapat digunakan adalah kantong plastik,
kantong kertas, botol obat dan vial
2) Cairan
Kemasan yang dapat digunakan adalah botol kaca, botol
plastik
3) Salep/krim
Kemasan yang dapat digunakan adalah wadah gelas
kaca/plastik bermulut besar atau tube plastik/metal yang
stabil.
Setelah dikemas perlu ditempeli etiket pada masing-masing
wadah obat yang perlu ditulis pada etiket :
1) nama pasien
2) aturan pakai obat
3) waktu pakai contoh : malam hari, sebelum makan, sesudah
makan
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) meliputi kegiatan pengecekan
kesesuaian nomor resep, nama pasien, umur, alamat serta nama,
dosis, jumlah, aturan pakai bentuk sediaan farmasi yang akan
diserahkan kepada pasien atau keluarga dengan nomor resep,
nama pasien, umur, alamat serta nama , dosis, jumlah, aturan
pakai bentuk sediaan farmasi yang tertulis di lembar resep atau
kondisi gangguan pasien dan pemberian konsultasi, informasi dan
edukasi (KIE) obat yang memadai kepada pasien dan disertai
pendokumentasian dengan tujuan :

49
a. Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan
klinis/pengobatan.
b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi
pengobatan.
Setelah penyiapan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian
antara penulisan etiket dengan resep).
b. Obat diberikan melalui loket.
c. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
d. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
e. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
f. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain
yang terkait dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat,
makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek
samping, cara penyimpanan obat, dll.
g. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan
cara yang baik dan sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak
sehat mungkin emosinya kurang stabil.
h. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
i. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf
oleh apoteker (apabila diperlukan).
j. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan
yang memudahkan untuk pelaporan.
Pemberian Informasi Obat
Sebab utama mengapa penderita tidak menggunakan obat dengan
tepat, adalah karena penderita tidak mendapatkan penjelasan yang
cukup dari yang memberikan pengobatan atau yang menyerahkan
obat. Oleh karena itu sangatlah penting menyediakan waktu untuk
memberikan penyuluhan kepada penderita tentang obat yang
diberikan.
Informasi yang perlu diberikan kepada pasien adalah :
a. Kapan obat digunakan dan berapa banyak ?

50
Beberapa pasien berpendapat bahwa makin banyak obat
diminum, semakin cepat sembuh. Pendapat ini tentu saja tidak
benar dan sangat berbahaya.
Oleh karena itu perlu dijelaskan :
1) pemakaian obat
a) tiga kali sehari
b) dua kali sehari
2) waktu pemakaian obat
a) pagi, siang, malam
b) jumlah sekali pakai
b. Lama pemakaian obat yang dianjurkan
Beberapa pasien hanya menggunakan obat sampai badan
terasa sembuh. Hal ini tidak menjadi masalah apabila penyakit
yang diobati ringan misalnya alergi atau sakit kepala.
Masalah serius akan timbul apabila penyakit yang diobati
misalnya infeksi. Oleh karena itu beritahukan kepada pasien
berapa hari/minggu obat harus diminum/dimakan.
Misalnya antibiotik, harus diminum sampai obat yang diberikan
habis sesuai dengan aturan pakai.
c. Cara penggunaan obat
Obat dapat dimakan/diminum dengan bantuan air putih biasa,
teh manis, pisang, susu dan lain-lain. Namun demikian untuk
Tetracyclin tidak boleh diminum bersama-sama dengan susu,
karena khasiat Tetracyclin akan berkurang dengan adanya susu
dalam lambung.
Beberapa obat, baru bekerja dengan maksimal bila lambung
dalam keadaan kosong (1 jam sebelum makan). Obat antasida
(campuran magnesium trisilikat) bekerja maksimal apabila
dimakan satu atau dua jam setelah makan dan waktu tidur.
Tablet asetosal dan besi dapat menyebabkan iritasi lambung
oleh karena itu harus digunakan setelah makan terlebih dahulu.
Krim atau salep kulit digunakan dengan cara mengoleskan obat
berkali-kali pada kulit ditempat yang sakit. Cara memasukkan
supositoria yang termudah adalah dalam posisi jongkok.

51
d. Ciri-ciri tertentu setelah pemakaian obat.
1) Berkeringat pada penderita demam panas setelah memakan
obat penurun panas
2) Perubahan warna tinja dan air seni setelah minum Tetrasiklin,
Vitamin B Komplek
3) Rasa mengantuk, oleh karena itu khusus untuk obat
antihistamin, seperti CTM dianjurkan kepada pasien yang
meminum obat ini untuk tidak menjalankan kendaraan atau
mengoperasikan mesin.
e. Efek Samping Obat
Bila diketahui bahwa obat yang diberikan pada pasien
mempunyai efek samping, beritahu pasien gejala sampingan apa
yang dapat ditimbulkan oleh obat tersebut.
Sebagai contoh menggunakan salep Penisilin atau salep 2 - 4,
jika mengalami keadaan seperti gatal dan timbul merah disekitar
kulit karena alergi, dianjurkan untuk menghentikan pemakaian
dan kembali ke Puskesmas untuk berkonsultasi dengan dokter.
f. Obat-obatan yang berinteraksi dengan kontrasepsi oral.
Beberapa obat dapat mempengaruhi kerja kontrasepsi oral
menjadi tidak efektif, sebagai contoh antibiotik. Oleh karena itu
tanyakan pada pasien wanita apakah sedang menggunakan pil
KB. Beritahukan pada pasien, agar berhati-hati kemungkinan
KB-nya gagal. Contoh : Rifamfisin dapat mempengaruhi
efektifitas pil KB.
g. Cara Menyimpan Obat
Sarankan agar obat disimpan di tempat yang sejuk dan aman
serta tidak mudah dijangkau anak-anak.
2. Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang
independen, akurat, lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang
kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun
pihak yang memerlukan. Informasi umum tentang nama obat, cara
pemakaian dan lama penggunaan dapat disampaikan oleh tenaga
kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang terlatih. Jadi PIO

52
merupakan proses diskusi antara tenaga kefarmasian dengan
pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk
memberikan kesempatan kepada pasien/keluarga pasien
mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran sehingga pasien/kelurga pasien
memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan
obat yang benar termasuk swamedikasi.
Pelayanan Informasi Obat (PIO) ini bertujuan untuk
menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan
lain di lingkungan puskesmas, menyediakan informasi untuk
membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh :
kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan
yang memadai) menunjang penggunaan obat yang rasional.
Sasaran informasi obat adalah pasien dan/atau keluarga pasien,
tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan,
asisten apoteker, tenaga kesehatan lainnya serta pihak lain meliputi
manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan
pelayanan informasi obat adalah sumber informasi obat, tempat,
tenaga, perlengkapan dan juga kondisi pasien/keluarga pasien.
Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disediakan antara
lain ruang pelayanan, komputer, telepon/faksimili dan jaringan
internet. Kegiatan pelayanan informasi obat yang dilaksanakan di
Puskesmas yang paling sering adalah menjawab pertanyaan dan
menyampaikan informasi bagi yang memerlukan. Informasi obat
yang biasanya diperlukan pasien adalah :
a. Waktu penggunaan obat misalnya berapa kali obat digunakan
dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore atau malam.
Termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau
harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Contohnya
antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya
resistensi.

53
c. Cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan
farmasi tertentu seperti obat oral, obat tetes mata, salep mata,
obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga,
suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. Cara
penggunaan obat yang benar menentukan keberhasilan
pengobatan.
d. Efek yang timbul dari penggunaan obat, misalnya berkeringat,
mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing
berubah warna, dan sebagainya.
e. Informasi mengenai hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya
interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu dan
kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan
dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak
dikehendaki.
Pelayanan Informasi obat harus benar jelas, mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini dalam
upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien dan tenaga
kesehatan. Semua sumber informasi yang digunakan diusahakan
terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan.
Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat,
harus dilakukan pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala.
Evaluasi ini digunakan untuk menilai/mengukur keberhasilan
pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan
tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan
informasi obat.
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan
mengumpulkan data dari awal dan mendokumentasikan
pertanyaan–pertanyaan yang diajukan, serta jawaban dan
pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan.
Laporan ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan
kepada pimpinan dalam membuat kebijakan di waktu mendatang.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan tersebut harus ada
indikator yang digunakan. Indikator tersebut bersifat dapat diukur
dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi
obat mengarah kepada pencapaian penggunaan obat secara

54
rasional di Puskesmas itu sendiri. Indikator dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi
obat antara lain :
a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.
b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin,
ceramah).
e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat
kesulitan.
f. Menurunnya keluhan atas pelayanan.
3. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan
Obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara
lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama
penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan Obat.
Konseling diberikan atas permintaan pasien atau hasil
penilaian tenaga kefarmasian atas kebutuhan pasien akan
informasi berkaitan dengan penggunaan obat yang lebih detail.
Konseling dapat dilakukan pada :
a. Pasien dengan penyakit kronik seperti diabetes, tuberkulosis,
asma dan lain-lain.
b. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan.
c. Pasien dengan multirejimen obat/polifarmasi.
d. Pasien lanjut usia.
e. Pasien anak melalui orang tua.
f. Pasien yang mengalami masalah terkait penggunaan obatnya.
Kegiatan konseling pada farmasi klinik :
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menanyakan hal-hal yang menyangkut Obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka (open-

55
ended question), misalnya apa yang dikatakan dokter mengenai
Obat, bagaimana cara pemakaian, apa efek yang diharapkan
dari Obat tersebut, dan lain-lain.
c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan
Obat
d. Verifikasi akhir, yaitu mengecek pemahaman pasien,
mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan Obat untuk mengoptimalkan tujuan
terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
b. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.
Tahapan Konseling Obat
a. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien.
b. Membuka komunikasi antara tenaga kefarmasian dengan
pasien/keluarga pasien.
c. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang
diberikan oleh pasien, yaitu :
1) Apa yang telah dijelaskan dokter mengenai obat Anda ?
2) Bagaimana cara pemakaian obat yang telah dijelaskan oleh
dokter ?
3) Apa yang diharapkan dalam pengobatan ini ?
d. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-
obatantertentu (inhaler, supositoria, dan lain-lain).
e. Melakukan verifikasi akhir meliputi :
1) Mengecek pemahaman pasien.

56
2) Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk
mengoptimalkan tujuan terapi.
f. Melakukan pencatatan konseling yang dilakukan pada kartu
pengobatan.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki
kemungkinan mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya
komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik Obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat,
kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan
tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan
perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy
Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi Obat.
4. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan
lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat
dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan
penggunaan Obat.
d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi
kesehatan dalam terapi pasien.
e. Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan,
pembuatan dokumentasi dan rekomendasi.
Kegiatan visite mandiri:
a. Untuk Pasien Baru
1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari
kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi
dan jadwal pemberian Obat.

57
3) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari
rumah, mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada
catatan pengobatan pasien.
4) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan
masalah terkait Obat yang mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah
pemberian Obat.
c. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian
masalah dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap
kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim:
a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa
catatan pegobatan pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien
dan/atau keluarga pasien terutama tentang Obat.
c. Menjawab pertanyaan dokter tentang Obat.
d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan,
seperti Obat yang dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan
lain-lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada
kemungkinan terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya
kepatuhan penggunaan Obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan
pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar
terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam
penggunaan Obat sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat.

58
Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
merupakan pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien
yang dilakukan di rumah khususnya untuk kelompok lanjut usia dan
pasien dengan penyakit kronis serta pasien dengan pengobatan
paliatif. Pelayanan Kefarmasian dirumah diberikan untuk pasien
yang tidak dapat mengunakan obat secara mandiri, yaitu pasien
yang memiliki kemungkinan resiko karena keadaan penyakitnya,
usia, lingkungan sosial, kompleksitas penggunan obat atau
kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan
obat untuk mencapai efek terapi.
Pasien yang memerlukan pelayanan home care
diantaranya :
a. Pasien lanjut usia.
b. Pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perhatian
khusus tentang penggunaan obatnya, interaksi obat dan efek
samping obat
c. Pasien yang menggunakan obat secara berkala dan terus
menerus, misalnya pasien TB.
Jenis Pelayanan Kefarmasian di Rumah
a. Informasi penggunaan obat.
b. Konseling pasien.
c. Memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan
kondisinya setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien
dalam minum obat.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah dapat dilaksanakan dengan
dengan cara kunjungan langsung ke rumah pasien atau melalui
telepon.
5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon tubuh yang
tidak dikehendaki terhadap Obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal/lazim yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
Tujuan:

59
a. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang
berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang
sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan/mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya efek
samping obat.
d. Meminimalkan resiko kejadian efek samping obat.
e. Mencegah terulangnya kejadian efek samping obat.
Kegiatan:
a. Mendeteksi adanya kejadian efeksamping obat dan menganalisis
laporan efek samping Obat.
b. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping Obat.
c. Mengevaluasi laporan efek samping obat.
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan dengan cara mengisi
formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang aman, efektif, rasional, terjangkau
dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait
dengan Obat.
Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

60
f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan.
Kegiatan yang dilakukan dalam pemantauan terapi obat adalah :
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon
terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki(ROID)
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.
Tahapan yang dilakukan dalam pemantauan terapi obat adalah :
a. Pengumpulan data pasien
b. Identifikasi masalah terkait obat
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
d. Pemantauan dan tindak lanjut.
Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung.
a. Pemantauan Secara Langsung
Dilakukan dengan mengamati proses pengobatan mulai dari
anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat
ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara
berkala pada waktu- waktu yang tidak diberitahukan
sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata mengenai
praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu.
Komponen Pemantauan Penggunaan Obat
Pemantauan dilakukan terhadap :
1) Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptoms/signs),
diagnosis dan jenis pengobatan yang diberikan,
2) Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan
pedoman pengobatan yang ada,
3) Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik
untuk ISPA non pneumonia),
4) Praktek polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup
hanya diberikan satu atau 2 jenis obat,
5) Ketepatan indikasi,
6) Ketepatan jenis, jumlah, cara dan lama pemberian
(didasarkan pada pedoman pengobatan yang ada),

61
7) Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan
pemberian injeksi pada diare).
b. Pemantauan secara tidak langsung
Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui :
1) Dari kartu status pasien :
Kecocokan dan ketepatan antara :
a) Gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan
pemeriksaan,
b) Dengan diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita
c) Pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah,
dan cara pemberian obat)
2) Dari buku register pasien :
a) Jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan
standar.
b) Over prescribing dari antibiotik dan pemakaian suntikan.
Kegiatan pemantauan terapi obat dimulai dari pencatatan dan
Pelaporan. Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku
adalah sebagai berikut :
a. Status pasien
1) Kolom anamnesis/pemeriksaan
Diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi
yang dijumpai (baik keluhan, gejala klinik, dan hasil
pemeriksaan).
2) Kolom diagnosis :
Diisi dengan jelas diagnosisnya secara lengkap. Kalau ada 2
diagnosis, tuliskan keduanya, misalnya bronkitis dengan
diare.
3) Kolom terapi :
Diisi dengan obat yang diberikan.
Kelengkapan dengan kesederhanaan ini memungkinkan
pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis,
kolom diagnosis, dan kolom terapi.
b. Register harian
Isi setiap ruangan yang terdapat dalam tiap kolom buku register
yang ada dengan lengkap, mulai dari tanggal kunjungan, nomer

62
kartu status, nama pasien, alamat, jenis kelamin, umur,
diagnosis, pengobatan yang diberikan, dan keterangan lainnya
seperti, apakah program (misalnya malaria) atau pemeriksaan
rutin.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus
tertentu.
b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat
tertentu.
c. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu
tertentu.
d. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat.
e. Menilai pengaruh intervensi ayas pola penggunaan obat.
Evaluasi penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu
pelayanan kesehatan. Dengan evaluasi ini maka dapat dideteksi
adanya kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over
prescribing), kurang under prescribing), majemuk (multiple
prescribing) maupun tidak tepat incorrect prescribing).
Evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat mendukung
perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai
Penggunaan Obat Rasional.
Kegiatan evaluasi meliputi:
a. Pencatatan dan Pelaporan
Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah
sebagai berikut :
1) Status pasien
a) Kolom anamnesis/pemeriksaan
Diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi
yang dijumpai (baik keluhan, gejala klinik, dan hasil
pemeriksaan).
b) Kolom diagnosis :

63
Diisi dengan jelas diagnosisnya secara lengkap. Kalau ada 2
diagnosis, tuliskan keduanya, misalnya bronkitis dengan diare.
c) Kolom terapi :
Diisi dengan obat yang diberikan.
Kelengkapan dengan kesederhanaan ini memungkinkan
pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis,
kolom diagnosis, dan kolom terapi.
2) Register harian
Isilah setiap ruangan yang terdapat dalam tiap kolom buku
register yang ada dengan lengkap, mulai dari tanggal
kunjungan, nomer kartu status, nama pasien, alamat, jenis
kelamin, umur, diagnosis, pengobatan yang diberikan, dan
keterangan lainnya seperti, apakah program (misalnya
malaria) atau pemeriksaan rutin.
b. Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan
Empat indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan
dan evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah :
1) Rata-rata jumlah obat per pasien.
2) Persentase penggunaan antibiotik.
3) Persentase penggunaan injeksi.
4) Persentase penggunaan obat generik.
c. Pengumpulan Data Peresepan
Pengumpulan data peresepan dilakukan oleh petugas
Puskesmas/Pustu, 1 kasus setiap hari untuk diagnosis yang
telah ditetapkan di tingkat Kabupaten dengan menggunakan
Formulir Indikator Peresepan. Pengumpulan data yang dilakukan
setiap hari akan memudahkan pengisian dan tidak menimbulkan
beban dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu
minggu atau satu bulan. Pengisian kolom 1 s/d 9 digunakan
untuk keperluan monitoring, sedangkan kolom 10 s/d 13 yang
menilai kesesuaian peresepan dengan pedoman pengobatan,
digunakan pada saat supervisi oleh supervisor dari Dinas
Kesehatan Kabupaten.

64
Kasus yang dimasukkan ke dalam kolom Formulir Monitoring
Indikator Peresepan adalah pasien yang berobat ke
Puskesmas/Pustu dengan diagnosis tunggal :
1) ISPA non pneumonia (batuk-pilek).
2) Diare akut non spesifik.
3) Penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia).
Dasar pemilihan ketiga diagnosis adalah :
1) Termasuk 10 penyakit terbanyak.
2) Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan
pemeriksaan penunjang;
3) Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas;
4) Tidak memerlukan antibiotika/injeksi;
5) Selama ini ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara
tidak rasional.
Cara Pengisian Formulir Monitoring Indikator Peresepan
1) Pasien diambil dari register harian, 1 kasus per hari untuk
setiap diagnosis terpilih. Dengan demikian dalam 1 bulan
diharapkan terkumpul sekitar 25 kasus per diagnosis terpilih.
2) Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis
tersebut, kolom dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang
sama, yang diambil pada hari-hari berikutnya.
3) Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien
dengan urutan pertama pada hari pencatatan. Diagnosis
diambil yang tunggal, tidak ganda atau yang disertai
penyakit/keluhan lain.
4) Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya.
5) Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar.
6) Imunisasi tidak dimasukkan dalam kategori injeksi.
7) Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan anti amoeba.
8) Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini
akan diisi oleh pembina pada saat
9) kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan secara
acak untuk diskusi).

65
d. Pemantauan Obat Generik (OG)
Berdasarkan Permenkes Nomor. HK.02.02/MenKes/068/I/2010
tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Pemerintah, dan Kepmenkes Nomor.
HK.03.01/MenKes/159/I/2010 tentang Pedoman Pembinaan Dan
Pengawasan Penggunaan Obat Generik Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah, pemantauan pelaksanaan obat generik
di Puskesmas dan jaringannya dilaksanakan
sebagai berikut :
1) Puskesmas dan jaringannya serta sarana pelayanan
kesehatan lainnya melaporkan penulisan resep dan
penyediaan obat generik ke Instalasi Farmasi Kabupaten
(IFK).
2) IFK merekapitulasi hasil pemantauan Puskesmas dan
melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan rekap IFK
kepada Dinas Kesehatan Provinsi.
4) Dinas Kesehatan Provinsi melaporkan rekap Dinas Kesehatan
Kab/Kota kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat dengan tembusan kepada Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melalui
mekanisme dan sistem pelaporan yang berlaku.

66
BAB IV
DOKUMENTASI

Secara harfiah yang disebut dokumen adalah officiat printed paper


(kertas resmi tertulis) yang berisi informasi, sedangkan dokumentasi
adalah penggunaan dokumen untuk membuktikan sesuatu. Dokumentasi
adalah bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi panduan
(Pedoman) mutu, Standar Prosedur Operasional (SPO), Instruksi kerja,
protokol kerja, catatan, laporan, label/penandaan, dsb
Tujuan dari dokumentasi adalah :
1. Merupakan bukti yang dapat dipercaya terhadap Pemenuhan Cara
Pelayanan Kefarmasian yang Baik.
2. Sebagai dokumentasi catatan mutu terhadap semua aspek
pelayanan, pengawasan mutu dan jaminan mutu.
3. Dokumentasi tertulis yang jelas menjaga terjadinya kesalahan.
4. Menyediakan jaminan bahwa aktifitas yang berhubungan dengan
mutu telah dilaksanakan secara tepat sesuai dengan prosedur yang
telah direncanakan dan disetujui.
5. Karyawan mengetahui apa yang harus dilakukan.
6. Tanggung jawab dan wewenang diidentifikasi.
7. Format untuk dasar perbaikan.
Manfaat dokumentasi adalah disamping untuk tertib administrasi
juga memudahkan penelusuran bila diperlukan baik dalam berbagai aspek
serperti legalitas, keuangan, pendidikan/penelitian dan sebagainya.
Tenaga kefarmasian harus menyediakan dokumen Pedoman
Pelayanan Kefarmasian yang baik, sumber informasi yang ditetapkan oleh
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan standar prosedur
operasional.
Tenaga kefarmasian harus menjamin pendokumentasian dan
dokumentasi seluruh aktifitas pelayanan kefarmasian yang dilaksanakan.
Dokumen yang disiapkan antara lain
 Resep obat
 Pedoman Pelayanan Kefarmasian

67
 Sumber informasi yang ditetapkan oleh peraturan perundangan yang
berlaku
 Patient Medication Record (PMR)
 Monitoring Efek Samping Obat
 Standar Prosedur Operasional
Untuk dokumentas/pengelolaan resep obat di puskesmas
a. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan
sesuai nomor resep.
b. Resep yang berisi narkotika dipisahkan dan diberi garis bawah warna
merah
c. Resep psikotropika digaris bawah warna biru
d. Resep dibendel sesuai kelompoknya, setiap hari dan dibendel perbulan
e. Bendel resep diberi tanggal, bulan tahun yang mudah dibaca dan
disimpan ditempat yang telah ditentukan.
f. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur
sehingga memudahkan untuk penelusuran resep
g. Resep yang diambil dari bendel pada saat penelusuran harus
dikembaliakn pada bendel semula tanpa merubah urutan
h. Resep yang telah disimpan selama 3 tahun dan 5 tahun untuk resep
narkotika dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan
Berikut tatacara pemusnahan resep :
a. Menyiapkan administrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan
resep)
b. Menetapkan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
c. Menyiapkan tempat pemusnahan
d. Tata cara pemusnahan
1) Resep Narkotika dihitung jumlahnya
2) Resep lain ditimbang
3) Resep dihancurkan lalu dikubur atau dibakar
e. Membuat laporan pemusnahan resep yang sekurang-kurangnya
memuat :
1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan resep
2) Jumlah resep narkotika dan berat resep yang dimusnahkan
3) Mengetahui Kepala Puskesmas

68
4) Nama Tenaga Teknis Kefarmasian sebagai pelaksana pemusnahan
resep
5) Nama sakasi dalam pelaksanaan pemusnahan resep
Membuat berita acara pemusnahan yang ditanda tangani oleh Kepala
Puskesmas, Tenaga Teknis Kefarmasian dan saksi dalam
pemusnahan resep

69
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 tentang


Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Anonim, 2010, Buku Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di


Puskesmas, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Ditjen Binfar dan Alkes, Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan kesehatan, Jakarta.

Anonim, 2006, Buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian di


Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, Ditjen Binfar dan
Alkes, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik,
Jakarta.

Ali Mashuda, 2011, Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian yang


Baik, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan Pengurus
Pusat Ikatan Apoteker Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2015, Profil Kesehatan Puskesmas Gitik tahun 2015,


Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, Banyuwangi.

70

Anda mungkin juga menyukai