Anda di halaman 1dari 13

TUGAS BESAR SEMESTER 2

MATA KULIAH TI SARYANKES

LB2 – LAPORAN PEMAKAIAN DAN LEMBAR PENERIMAAN OBAT


(LPLPO)

Oleh

Amaruli Kafur (18/426129/SV/15271)

Dema Guhaningtias (18/426136/SV/15278)

Lola Septiana (18/431846/SV/15817)

M Yoga Adi Saputra

Tama (18/431854/SV/15825)

Salimah Utami N (18/426155/SV/15297)

D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2019
I. PENGERTIAN
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) adalah suatu format
yang digunakan oleh Puskesmas untuk melaporkan keadaan obat dan pengajuan
permintaan obat. LPLPO juga merupakan suatu pengolahan terhadap obat yang
pemakaian, distribusi, tingkatan stok, kebutuhan obat dibatasi dengan tujuan agar
pemakaian yang ada dapat terkendali dengan baik.

II. FUNGSI
1. Menyediakan data yang cukup dan benar yang dipelukan kapan saja oleh unit
diatasnya untuk melaksanakan fungsi-fungsi pengelolaan obat dengan baik
serta pengaturan dan pengendalian terhadap unit di bawahnya.
2. Sebagai bukti pengeluaran obat di instalasi farmasi kabupaten/kota.
3. Sebagai bukti penerimaan obat di Puskesmas.
4. Sebagai surat permitaan/ pesanan obat dari puskesmas kepada dinas
kesehatan kabupateb/kota.
5. Sebagai bukti penggunaan obat di puskesmas.

III. ISI LPLPO


 Nomor dan tanggal pelaporan dan atau permintaan
 Nama puskesmas yang bersangkutan
 Nama kecamatan dari wilayah kerja puseksmas
 Nama kabupaten atau kota dari wilayah kecamatan yang bersangkutan
 Nama provinsi dari wilayah kerja kabupaten atau kota
 Tanggal pembuataan dokumen
 Bulan pelaporan dan puskesmas
 Bulan permintaan pusekesmas
 Jika hanya melaporkan data pemakaian dan sisa stok obat diisi dengan nama,
bulan bersangkutan
 Jika dengan mengajukan permintaan obat ( termasuk pelaporan data obat)
diisi dengan periode distribusi bersangkutan
IV. ALUR PEMBUATAN LPLPO

PETUGAS
POAK

LPLPO berisi daftar total penggunaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) di Puskesmas pusat, Puskesmas pembantu, dan Puskesmas keliling selama satu
bulan. Formulir LPLPO terdiri dari: Nomor urut, Nama pasien, Keterangan
(Jamkes/bayar), Kode obat dan Jumlah obat.

LPLPO di serahkan oleh apoteker Puskesmas kepada petugas POAK


(Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan) kemudian Apoteker akan mengisi buku
permintaan obat sesuai dengan jumlah obat yang diminta yang mana jumlah obat yang
diminta disesuaikan dengan jumlah pemakaian obat setiap bulannya. Jumlah obat yang
diminta akan dilebihkan sebanyak 10% sebagai stok aman. Apabila dikemudian hari
terjadi kekurangan atau kehabisan stok, maka apoteker berhak untuk menulis bon obat
untuk diserahkan ke POAK

V. KETERSEDIAAN OBAT SESUAI KEBUTUHAN


a. Obat Esensial

Obat esensial adalah obat yang paling banyak diperlukan oleh suatu
populasi dan ditetapkan oleh para ahli yang kemudian dibakukan dalam
daftar Obat Esensial Nasional.

b. Obat Generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

VI. PETUNJUK PENGISIAN LPLPO


Petunjuk umum :
1. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) terdiri :
penggunaan (pengeluaran) obat dan permintaan obat oleh Puskesmas,
termasuk Pustu dan Bidan Desa.
2. Penggolongan obat menurut generik yang disesuaikan dengan Daftar Obat
Esensial (DOEN 1993, SK Menkes RI No.126/Menkes/SK/XII/1993)
3. Indeks obat menurut abjad.
4. Laporan dapat dipergunakan sebagai bahan pemantauan permintaan obat
oleh Puskesmas, dan pemberian oleh Gudang Farmasi Kab/ Dinkes Kab.
5. Laporan LB-2 terdiri : 8 halaman, setiap halaman diisi dengan kode
Puskesmas, bulan dan tahun pelaporan.
6. DO dari variabel yang ada dalam laporan dapat merujuk pada buku
operasional.
7. Kode laporan : LB-2
Petunjuk Khusus :
1. Kunjungan resep = Data kunjungan/jumlah pasien yang mendapat resep
pada Puskesmas, Pustu bersangkutan selama satu bulan lalu.
2. Jumlah kunjungan diisi dengan data kunjungan selama bulan lalu yang
dibedakan dalam :
a. Umum = jumlah pasien umum yang mendapat resep/obat dan
membayar biaya pelayanan.
b. Tidak bayar = jumlah pasien umum yang mendapat resep/obat dan
tidak membayar biaya pelayanan.
c. Askes = jumlah pasien peserta asuransi kesehatan yang mendapat
resep/obat.

Variabel :
1. Stok awal = jumlah satuan obat bersangkutan pada akhir bulan lalu, yaitu
sama dengan kolom sisa stok dari formulir LPLPO pada awal bulan
sebelumnya.
2. Penerimaan = jumlah satuan obat bersangkutan yang diterima selama
bulan lalu, data diambil dari kolom pemberian dari formulir LPLPO bulan
lalu. Jika pada bulan sebelumnya terdapat lebih dari 1 formulir LPLPO
(karena ada pengajuan tambahan obat), maka kolom ini diisi dengan
jumlah kolom 15 dari beberapa LPLPO.
3. Persediaan = jumlah persediaan satuan masing-masing obat untuk bulan
pelaporan, yang diperoleh dari penjumlahan kolom stok awal dan
penerimaan pada baris yang sama.
4. Pemakaian = jumlah satuan masing-masing obat yang dipakai baik oleh
Puskesmas, Pustu maupun Unit Pelayanan Kesehatan lainnya selama
bulan lalu. Diambil dari hasil pengurangan persediaan dikurangi sisa stok.
5. Sisa stok = jumlah sisa obat yang masih ada di gudang obat Puskesmas
(lihat kartu stok) ditambah sisa obat yang ada di Sub Unit Pelayanan
Kesehatan (apotik, Pustu, dll).
VII. TAHAPAN
A. Perencanaan
1. Tim perencanaan obat
Dalam Permenkes RI Nomor 30 tahun 2014 perencanaan kebutuhan obat
merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk
menentukan jumlah dan jenis obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan perkiraan jenis
dan jumlah obat yang mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan obat
secara rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Yang bertanggungjawab dalam proses perencanaan obat di puskesmas yaitu
penanggungjawab gudang obat di puskesmas dan diketahui oleh kepala
puskesmas, dan yang terlibat dalam proses perencanaan (seluruh
penanggungjawab yang membuat laporan) dengan mengumpulkan laporan
bulanan yang akan disampaikan kepada penanggungjawab gudang obat
puskesmas.
Menurut Kepmenkes Nomor: 1121/MENKES/SK/XII/2008 bahwa tim
perencanaan terpadu terdiri dari ketua yakni kepala bidang yang membawah
program kefarmasian dan perbekalan di Dinas kesehatan Kabupaten/kota,
sekretaris yakni kepala seksi farmasi yang menangani kefarmasian dan
perbekalan dinas kesehatan dan anggota yang terdiri dari unsur-unsur unit
terkait: 1) Unsur sekretariat daerah kabupaten/kota, 2) Unsur program yang
terkait di Puskesmas dan 3) Unsur lainya.
2. Proses perencanaan obat
Perencanaan kebutuhan obat merupakan proses kegiatan seleksi obat dan
bahan medis habis pakai untuk menentukan jumlah dan jenis obat dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk
mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat yang mendekati kebutuhan,
meningkatkan penggunaan obat secara rasional, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan obat. Proses perencanaan obat di puskesmas dilakukan sesuai
kebutuhan pasien dengan melihat stok persediaan. Biasanya Perencanaan
dilakukan tiap 3 bulan.
Perencanaan obat di Puskesmas dilakukan untuk menentukan jenis obat dan
jumlah kebutuhan obat. Dari hasil penelitian perencanaan kebutuhan obat
untuk Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh pengelola gudang obat
dengan persetujuan Kepala Puskesmas. Perencanaan obat yang dilakukan di
Puskesmas mengacu pada kebutuhan obat sebelumnya. Data pemakaian
obat pada Puskesmas diperoleh dari Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO).
Kompilasi obat di Puskesmas dilakukan dengan mengumpulkan data dari
tiap unit pelayanan dan sub unit pelayanan kemudian merekapitulasi untuk
menentukan jumlah dan jenis obat yang dibutuhkan. Obat yang sering
diguanakan akan menjadi prioritas utama untuk diusulkan oleh Puskesmas
ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3. Metode perencanaan kebutuhan obat
Perencanaan obat memiliki dua metode, yaitu metode konsumsi dan metode
epidemiologi. Metode konsumsi merupakan metode perencanaan
berdasarkan atas analisi konsumsi logistic periode sebelumnya sedangkan
metode epidemiologi merupakan metode perencanaan berdasarkan atas
analisis jumlah kasus penyakit periode sebelumnya. Jumlah kasus ini
tergantung dari jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pegobatan
Biasanya perencanaan kebutuhan obat dilakukan empat kali dalam setahun
yang disusun setiap tiga bulan (triwulan), didasarkan pada kebutuhan obat
tahun sebelumnya (metode konsumsi/ data pemakaian obat tahun
sebelumnya/ melihat stok persediaan).
Dalam perencanaan kebutuhan obat direncanakan oleh penanggung jawab
gudang obat secara berkala setiap periode yaitu setiap 3 (tiga) bulan, jadi
dalam setahun empat kali dilaksanakan pengamprahan obat. Perencanaan
obat di Puskesmas didasarkan pada kebutuhan obat sebelumnya (metode
konsumsi). Metode konsumsi yaitu berdasarkan data pemakaian obat tahun
sebelumnya atau dengan melihat stok persediaan yang ada di Puskesmas.

B. Pengadaan
1. Proses pengadaan obat
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan adalah kriteria obat dan perbekalan kesehatan, persyaratan
pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat, penerimaan
dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan, dan pemantauan status
pesanan. Pengadaan obat di Puskesmas dilakukan setiap 3 bulan dengan
membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat LPLPO yang
telah disetuju oleh Kepala Puskesmas.
Permintaan/pengadaan obat untuk mendukung pelayanan obat di Puskesmas
diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten dengan menggunakan format Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO). Waktu pengadaan obat yang dilakukan yaitu
setiap 3 (tiga bulan) atau pertriwulan dengan membuat Laporan Pemakaian
dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang telah disetuju oleh Kepala
Puskesmas. Namun akan diadakan permintaan khusus jika terjadi
kekosongan obat di puskesmas.
2. Pemeriksaan obat yang datang
Penerimaan dan pemeriksaan obat merupakan salah satu kegiatan
pengadaan obat yang diterima sesuai dengan jenis dan jumlah serta sesuai
dengan dokumen yang menyertainya. Penerimaan dan pemeriksaan
merupakan suatu rangkaian kegiatan pada penerimaan obat baik dari
pemasok maupun dari unit pengelolan obat/gudang farmasi kabupaten/kota
atau dari suatu unit pelayanan kesehatan kepada unit pelayanan kesehatan
lainnya dalam rangka memenuhi permintaan obat dari yang bersangkutan.
Pemeriksaan obat dilakukan di gudang farmasi dengan memperhatikan
jumlah obat, keadaan fisik obat dan tanggal kadaluarsa obat.
Pemeriksaan obat yang datang di yaitu dilaksanakan oleh petugas pengelola
obat pada saat pengamprahan di Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) terlebih
dahulu kemudian diperiksa kembali saat di gudang Puskesmas serta dicatat
di dalam pembukuan Puskesmas. Pemeriksaan obat dilakukan dengan
memperhatikan jumlah obat, keadaan fisik obat dan tanggal kadaluarsa obat.
Hal ini dilakukan agar jenis, jumlah dan mutu obat dapat dilihat langsung.
Apakah sesuai dengan laporan penerimaan sehingga dapat mecegah
terbawanya obat yang rusak ataupun expaire.
Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik,
penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut
kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerima wajib
melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi
kemasan, jenis dan jumlah, bentuk sediaan obar sesuai dengan isi dokumen
(LPLPO), dan ditandai tanganioleh petugas penerima serta
diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat menolak apabila
terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan obat, dicatat
dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok
3. Langkah yang ditempuh jika terjadi kekurangan obat
Metode yang digunakan dalam pengadaan obat di Puskesmas Buranga yaitu
berdsarkan pola konsumsi tanpa memperhatikan pola penyakit yang ada di
Puskesmas dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat kemudian ke Dinas Kesehatan (Gudang Farmasi
Kabupaten/Kota) setiap pertriwulan. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kekosongan obat jika terjadi lonjakan penyakit pada bulan-bulan tertentu di
Puskesmas. Sehingga pasien terpaksa diberikan resep untuk membeli sendiri
keluar. Jika terjadi kekurangan atau kekosongan obat di Puskesmas pasien
akan diberikan resep dan membeli diluar puskesmas.

C. Penyimpanan Obat
1. Peraturan tata ruang
Ventilasi udara yang baik akan dapat terhindar dari kelembaban. Udara lembab
dapat mempengaruhi obat-obatan yang tidak tertutup sehingga mempercepat
kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan
upaya-upaya berikut: Ventilasi harus baik, jendela dibuka, simpan obat di
tempat yang kering, wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan
terbuka, bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas
udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab, biarkan pengering tetap
dalam wadah tablet dan kapsul, dan kalau ada atap yang bocor harus segera
diperbaik. Pengaturan tata ruang dimaksudkan untuk memaksimalkan
keleluasaan bagi petugas dalam bergerak mencari obat dan juga untuk
membantu dalam penjagaan mutu obat. Penyimpanan obat di Puskesmas
Buranga masih kurang, dimana obat cair dan tablet yang masih disimpan di
tempat yang sama. Hal ini dikarenakan disesuaikan dengan kondisi gudang
penyimpanan obat yang masih kurang. Selain itu juga, gudang obat juga tidak
memiliki ventilasi yang cukup dan hanya ada satu jendela, sehingga sirkulasi
udara tidak berjalan dengan baik dan dapat mengakibatkan umur obat akan
cepat rusak. Pengaturan tata ruang penyimpanan obat di Puskesmas disesuaikan
dengan kondisi gudang. Jika sarana penyimpanan obat di sebuah puskesmas
masih kurang khususnya di gudang obat, untuk obat cair dan tablet masih
disimpan ditempat yang sama.
2. Cara Penyusunan Obat
Cara penyusunan Obat diatur berdasarkan bentuk sediaan dan tetap
memperhatikan kadaluarsanya juga, FIFO, obat yang pertama dating maka
yang pertama akan keluar.
Pengaturan penyimpanan obat:
 Obat disusun secara alfabetis
 Obat dirotasi dengan sistem First in First Out (FIFO) dan First Expired
First Out (FEFO)
 Obat disimpan pada rak
 Obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan di atas palet
 Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk
 Cairan dipisahkan dari padatan
 Sera, vaksin, supositoria disimpan dalam lemari pendingin
Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya
kekuatannya atau potensinya berkurang, selain itu beberapa obat seperti
antibiotic mempunyai batas waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat
mulai berkurang efektifitasnya. Efektifitas dalam penggunaan metode ini akan
sangat penting dalam menjaga keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran obat di puskesmas.
2. Pengamanan mutu obat
Menjaga mutu obat agar tidak terjadi pembuangan obat cuma-cuma sehingga
dapat berakibat kurangnya stok obat pada gudang obat puskesmas, dengan
demikian perlu mengeceknya sesekali. Penempatan juga mempengaruhi mutu dan
kondisi obat oleh karena itu obat harus disusun rapi dengan menggunakan pallet
maupun rak dan tidak langsung bersentuhan dengan lantai. Untuk menjamin mutu
obat, obat disimpan di dalam lemari untuk menghindari terjadinya keruskan fisik
obat dan obat khusus seperti vaksin di simpan dalam boks pendingin.
Setiap petugas pengelola yang melakukan penyimpanan obat, perlu melakukan
pengamatan mutu obat secara berkala, paling tidak setiap awal bulan.
Pengamatan mutu obat, yaitu mutu obat yang disimpan dapat mengalami
perubahan baik secara fisik maupun kimia dan laporan perubahan yang terjadi
kepada instalasi farmasi kabupaten/kota untuk diteliti lebih lanjut.

D. Pendistribusian Obat
1. Proses Pendistribusian Obat
Mekanisme pendistribusian obat merupakan cara atau langkah dalam
menyalurkan obat ke unit-unit bawah Puskesmas dengan tujuan yang sama
yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Pendistribusian obat dilakukan setelah penanggung jawab obat menerima
obat di Gudang Farmasi Kabupaten (GFK) dan mengecek permintaan obat
sesuai dengan LPLPO (laporan pemakaian dan lembar permintaan obat) dan
kemudian didistribusikan langsung ke sub-sub unit pelayanan dan apotik
kemudian disalurkan ke pasien dalam pelayanan setiap harinya
2. Sistem Pendistribusian dan Pengambilan Obat
Setiap penyerahan obat oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota kepada
Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu.
Pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada Puskesmas
Pembantu dan sub unit pelayanan kesehatan lainnya merupakan tanggung
jawab Kepala Puskesmas. Pendistribusi obat langsung diambil oleh petugas
masing-masing unit pelayanan kesehatan kemudian dicatat dalam kartu stok.
Penyerahan obat ke pasien di laksanakan berdasarkan keluhan pasien yang
masuk diberikan resep dan dijelaskan aturan pemakaiannya.
Pendistribusian obat di Puskesmas Buranga menunjukkan bahwa setelah
penerima obat dari Gudang Farmasi Kabupaten diterima penanggung jawab
obat puskesmas maka dilakukan pengecekan kembali apakah obat seusai
dengan jenis dan jumlah yang diminta dalam LPLPO. Pendistribusian obat
dilakukan ke setipa unit- unit pelayanan kesehatan dengan sistem amprah.
Pengamprahan obat dilakukan ke unit-unt pelayanan kesehatan setiap
bulannya sesuai pemakaian obat harian puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.dinus.ac.id/17486/1/jurnal_16405.pdf

https://idtesis.com/laporan-pemakaian-dan-lembar-permintaan-obat-lplpo/

https://docplayer.info/73261646-Sistem-pencatatan-dan-pelaporan-puskesmas.html

file:///C:/Users/asus/Downloads/184854-ID-studi-tentang-pengelolaan-obat-di-puskes.pdf

https://www.yumpu.com/id/document/read/51380039/pedoman-pengelolaan-obat-publik-
dan-perbekalan-kesehatan-di/35

https://id.scribd.com/document/319026147/LPLPO-Berisi-Daftar-Total-Penggunaan-
Obat-Dan-Bahan-Medis-Habis-Pakai

Anda mungkin juga menyukai