Anda di halaman 1dari 30

BAB III

TINJAUAN KHUSUS DINAS KESEHATAN DAN UPT


PUSKESMAS MARGAHAYU RAYA

3.1 Dinas Kesehatan Kota Bandung

3.1.1 Lokasi
Gudang Farmasi Dinas kesehatan Kota Bandung terletak di Kantor Dinas
Kesehatan Kota Bandung yaitu di jalan Supratman No. 73 Bandung dan di jalan
Bapak Husein Cihampelas Bandung.

3.1.2 Struktur Organisasi


Kepala Seksi Farmasi dan Bahan medis habis pakai (Farmalkes) Dinas
Kesehatan Kota Bandung, memiliki wewenang dan tanggung jawab di dalam
pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai di gudang farmasi, pengawasan obat,
makanan dan minuman, kosmetik serta sarana pelayanan kesehatan lingkup farmasi.
Sumber daya manusia di gudang farmasi seksi Farmalkes Dinas Kesehatan Kota
Bandung terdiri dari Apoteker, Asisten Apoteker.

3.1.3 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan


Pengelola obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Menyusun format perencanaan obat dan bahan medis habis pakai.
2. Merekap kebutuhan obat puskesmas
3. Merekap kebutuhan bahan medis habis pakai dan obat gigi puskesmas
4. Menyusun rencana kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai Dinas
Kesehatan Kota Bandung
5. Memeriksa pengeluaran dan penerimaan obat bulanan
6. Melaksanakan pengawasan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, bahan
medis habis pakai, reagensia dan vaksin
7. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian obat dan bahan medis habis
pakai, obat yang mengandung bahan narkotika dan sejenisnya
8. Memeriksa penerimaan dan pengeluaran gudang penyimpanan
9. Membuat laporan rekapitulasi stok opname
10. Membuat laporan penerimaan obat

1
2

11. Membuat laporan penerimaan bahan medis habis pakai


12. Membuat laporan penerimaan obat program
13. Membuat laporan penerimaan obat APBN

Pengelolaan Obat Dinas Kesehatan Kota Bandung meliputi :


a. Perencanaan Obat
Perencanaan obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
menggunakan metoda konsumsi. Metoda konsumsi adalah metoda perhitungan
kebutuhan obat yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun
sebelumnya. Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan,
perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat 3 (tiga) tahun sebelumnya atau
lebih. Dalam proses perhitungan perencanaan kebutuhan obat gudang Farmasi
Dinas Kesehatan Kota Bandung menggunakan metoda konsumsi dengan
menghitung berapa rata-rata pemakaian pada periode tertentu, buffer stock dan
lead time dikurangi sisa stock akhir. Buffer stock dihitung 10-20% dari total
pemakaian obat dalam satu tahun, sedangkan lead time merupakan waktu tunggu
antara pemesanan obat sampai diterima obat tersebut. Lead time dihitung dari
pemakaian rata-rata dikalikan dengan waktu tunggu, di Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Bandung lead timenya berkisar 3 sampai 6 bulan.
b. Pengadaan Obat
Pengadaan di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung dilakukan satu
tahun sekali melalui sistem lelang atau tender dan e-purchasing melalui e-
catalogue. Pengadaan obat dan bahan medis habis pakai untuk pelayanan
kesehatan dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai
sumber anggaran yang membiayai pengadaan obat dan bahan medis habis
pakai tersebut antara lain:
1. APBN: program kesehatan, program pelayanan keluarga miskin, obat DAK
2. APBD I
3. Dana Alokasi Umum (DAU)/ APBD II : obat pendamping DAK, obat
YANDAS, ALDOK, ALKES
4. Sumber-sumber lain, seperti dana BLUD langsung diberikan ke Puskesmas.
3

c. Penerimaan dan Pemeriksaan


Penerimaan dan pemeriksaan bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan
jumlah dan jenis serta sesuai dengan dokumen yang menyertainya. Penerimaan
dan pemeriksaan obat dan bahan medis habis pakai dilakukan oleh Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) atau
Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PJBPHP). Pemeriksaan ini dilakukan secara
organoleptik, dan khusus untuk pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan
pencatatan terhadap tanggal kadaluwarsa, nomor registrasi, dan nomor batch
terhadap obat yang diterima. Dilakukan juga pemeriksaan kesesuaian antara
surat pesanan dengan fisik obat, setelah obat diterima dan diperiksa 100%.
Kemudian PPK menyerahkan ke KPA dan selanjutnya diserahkan ke petugas
pengelola obat. Setelah obat diterima oleh pengelola obat, kemudian disimpan
digudang farmasi.
d. Penyimpanan Obat
Penyimpanan obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung disusun
berdasarkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO), kelas terapi dan bentuk sediaan. Untuk obat khusus seperti vaksin
disimpan di unit pelaksana program Dinas Kesehatan Kota Bandung. Untuk
peniyimpanan narkotika dan psikotropika disimpan di tampat khusus. Sarana
penyimpanan di Gudang Farmasi Kota Bandung meliputi Gudang terdiri dari
446.5 m2 di jalan Supratman No. 73 Bandung dan di jalan Bapak Husein
Bandung, meliputi:
a. Pallet, terdiri dari palet 2 besi,1 palet kayu
b. Rak obat terdiri dari 3 (tiga) buah
c. Kulkas, sebanyak 1 (satu) buah
d. Alat penunjang keamanan, alarm sebanyak 2 (dua) buah
e. Alat pemadam kebakaran, sebanyak 4 (empat) buah
f. Troli, sebanyak 4 (empat) buah
4

e. Distribusi Obat
Kegiatan distribusi obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
terdiri dari:
a. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan
pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan. Sistem distribusi rutin di
Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung yaitu dengan cara
pelayanan sebagai berikut:
1. Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung melaksanakan
distribusi obat ke puskesmas induk sesuai kebutuhan masing-masing
unit pelayanan kesehatan
2. Puskesmas induk mendistribusikan kebutuhan obat untuk puskesmas
pembantu, puskesmas keliling dan unit-unit pelayanan kesehatan
lainnya yang ada di wilayah binaannya.
b. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat untuk:
1. Program kesehatan
2. Kejadian luar biasa (KLB)
3. Bencana (alam dan sosial)
Alur Distribusi Rutin di Dinas Kesehatan Kota Bandung:
a) UPT puskesmas mengirimkan LPLPO tiap awal bulan (maksimal
tanggal 5) ke Dinas Kesehatan.
b) LPLPO diterima oleh petugas gudang di Dinas Kesehatan dan dibuat
jadwal pendistribusian berdasarkan LPLPO yang pertama kali
diterima dan arah lokasi pengiriman.
c) LPLPO dieveluasi oleh petugas pengelola obat seperti jumlah
pemakaian, stok optimum (pemakaian + buffer stock + lead time), sisa
akhir dan permintaan (stok optimum – sisa stok) untuk menentukan
jumlah pendistribusian ke UPT Puskesmas.
d) Jumlah pendistribusian ke UPT puskesmas direkap, dimasukkan
dalam Bend 29, 35, dan berita acara serah terima barang.
e) Mempacking obat dan bahan medis habis pakai.
f) Mendistribusikan ke masing-masing UPT puskesmas jika
menggunakan distribusi aktif dan menunggu UPT puskesmas
5

mengambil ke gudang Dinas Kesehatan jika menggunakan sistem


distribusi pasif. Dokumen yang disertakan saat pendistribusian obat
dan bahan medis habis pakai antara lain LPLPO, berita acara serah
terima barang, Bend 29 dan Bend 35
g. Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan di Gudang Farmasi Dinas Kota Bandung
meliputi:
1. Pencatatan dan pengelolaan data untuk mendukung perencanaan
pengadaan obat melalui kegiatan perhitungan tingkat kecukupan obat per
UPK
2. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana distribusi
akan dapat didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat di Gudang Farmasi
Dinas Kesehatan Kota Bandung
3. Perhitungan dilakukan langsung pada Kartu Rencana Distribusi Obat
4. Tingkat kecukupan dihitung dari sisa stok obat di Gudang Farmasi dibagi
dengan pemakaian rata-rata obat di Unit Pelayanan Kesehatan.
Pelaporan yang disusun oleh Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
meliputi:
1. Laporan dinamika logistik dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota ke Walikota/Bupati dengan tembusan kepada Kadinkes
provinsi 3 bulan sekali dan dari provinsi kementrian kesehatan Cq. Ditjen
Bina Kefarmasian dan Alkes 3 bulan sekali
2. Laporan tahunan/profil pengelolaan obat kab/kota dikirim ke Dinkes
Provinsi dan setelah dikompilasi oleh Dinkes Provinsi dikirimkan kepada
kemenkes Cq. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes.
3. Laporan ketersediaan obat perbulan Puskesmas dan Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Bandung.
4. Laporan sisa stok per 31 Desember Puskesmas dan Gudang Farmasi Dinas
Kesehatan Kota Bandung.
5. Laporan penggunaan obat generic
6. Laporan penggunaan obat rasional (POR)
6

7. Laporan monitoring efek samping obat (MESO)


8. Laporan narkotika dan psikotropika (NAPZA)

h. Pengawasan dan Pembinaan


Bagian pengawasan dan pembinaan seksi farmalkes bidang sumber daya
kesehatan bertugas melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap sarana
kesehatan, sarana makanan minuman, kosmetik, dan sediaan farmasi serta
NAPZA. Bagian pengawasan dan pembinaan akan melakukan pengawasan
untuk memeriksa sarana-sarana kesehatan. Dimana pemeriksaan dilakukan oleh
minimal 3 orang, prioritas sarana yang akan diperiksa:
1. Sarana kesehatan yang sudah ada temuan dari BPOM.
2. Adanya pengaduan dari puskesmas dan masyarakat terhadap suatu sarana.
3. Sarana yang belum di bina (dilihat dari rekapan sarana yang telah dibina tahun
sebelumnya).
Sarana yang perizinan/rekomendasinya dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota
Bandung:
1. Toko Obat
Toko obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat
bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran. Untuk
mendirikan Toko obat harus ada izin Kepala Dinas Kesehatan Kota.
2. Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh Apoteker. Adapun tata cara memperoleh izin apotek adalah
sebagai berikut:
a) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota
b) Dengan Permohonan sebagaimana dimaksud pada nomor (1) harus
ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen
administratif meliputi:
1) fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
3) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;
7

4) fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan


5) daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
c) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan
dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif
sebagaimana dimaksud pada nomor (2), Pemerintah daerah
Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek.
d) Tim pemeriksa sebagaimana dimaksud pada nomor (3) harus melibatkan
unsur dinas kesehatan kabupaten/kota yang terdiri atas:
1) Tenaga kefarmasian; dan
2) Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, ti pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat
yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten.
4) Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan sebagaimana dimaksud
pada nomor (5) dan dinyatakan memenuhi persyaratan, Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai
POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Organisasi
Profesi.
5) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (5)
dinyatakan masih belum memenuhi persyaratan, Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota harus mengeluarkan surat penundaan paling lama
dalam waktu 12 (dua belas) hari.
6) Terhadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada nomor (7), pemohon dapat melengkapi
persyaratan paling lambat dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat
penundaan diterima.
8

7) Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan


sebagaimana dimaksud pada nomor (8), maka Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan.
8) Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA
melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada nomor (6),
Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan Apotek dengan
menggunakan BAP sebagai pengganti SIA
9) Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA sebagaimana dimaksud
dalam nomor (6), maka penerbitanya bersama dengan penerbitan SIPA
untuk Apoteker pemegang SIA.
10) Masa berlaku SIA mengikuti berlaku SIPA.

3. Klinik
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar
dan/atau spesialistik. Berdasarkan jenis pelayanan, klinik dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Klinik pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
dasar baik umum maupun khusus.
b. Klinik utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasardan spesialistik.
Setiap penyelenggaraan klinik wajib memiliki izin mendirikan yang diberikan
oleh pemerintah daerah kota/kabupaten dan izin operasional yang diberikan
oleh pemerintah daerah kota/kabupaten atau kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota. Instalasi Farmasi Klinik adalah bagian dari klinik yang
bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur, dan mengawasi
seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis
kefarmasian di Klinik. Jenis klinik yang harus memiliki instalasi farmasi yaitu
klinik utama, klinik rehabilitasi, klinik rawat inap dan klinik yang menerima
pasien BPJS. Instalasi yang dimaksud adalah melayani resep dari dokter klinik
yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan
maupun klinik lain.
9

4. Rumah sakit kelas B, C, dan D.


Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud
harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Instalasi Farmasi adalah unit
pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit. Pengelolaan bahan medis habis pakai, sediaan
farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh Instalasi
farmasi sistem satu pintu. Berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia,
peralatan dan bangunan serta prasarana rumah sakit dibedakan menjadi
beberapa kelas diantaranya :
a. Rumah sakit kelas A yaitu rumah sakit yang terdiri dari 4 spesialis dasar, 4
spesialis penunjang medis, 13 spesialis lain dan 4 subspesialis dasar.
b. Rumah sakit kelas B yaitu rumah sakit yang terdiri dari 4 spesialis dasar, 4
spesialis penunjang medis, 8 spesialis lain dan 2 subspesialis dasar.
c. Rumah sakit kelas C yaitu rumah sakit yang terdiri dari 4 spesialis dasar dan
4 spesialis penunjang medis.
d. Rumah sakit kelas D yaitu rumah sakit yang terdiri dari 2 spesialis dasar.
Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh
Pemerintah Daerah Provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari pejabat
yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Izin mendirikan dan izin operasional Rumah Sakit kelas C
dan kelas D diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah
mendapat rekomendasi dari pejabat yang berwenang di bidang kesehatan
pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
10

5. IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan)


Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, yang selanjutnya
disingkat SPP-IRT, adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh
Bupati/Walikota terhadap pangan produksi IRTP di wilayah kerjanya yang
telah memenuhi persyaratan pemberian SPP-IRT dalam rangka peredaran
Pangan Produksi IRTP . Mengacu pada Peraturan Kepala BPOM RI No
HK.03.1.23.04.12.2205 TAHUN 2012 SPP-IRT diberikan setelah memenuhi
persyaratan yang dibuktikan dengan 2 sertifikat yaitu sertifikat penyuluhan
keamanan pangan dan hasil rekomendasi pemeriksaan sarana produksi
pangan industri rumah tangga. S-PIRT dikeluarkan oleh dinas dimana
produksi itu dijalankan.
Alur atau tata cara memperoleh S-PIRT:
a. Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan
1) Pemohon mengambil formulir persayaratan ke Seksi JPRK.
2) Seksi JPRK menjelaskan persyaratan ke pemohon.
3) Pemohon melengkapi dan mengembalikan berkas persyaratan ke Seksi
JPRK.
4) Seksi JPRK memeriksa kelengkapan persyaratan, mencatat ke dalam
buku register, mengirim daftar nama pemohon ke Seksi Farmalkes
untuk mengikuti penyuluhan.
5) Seksi Farmalkes mengirim surat undangan kegiatan penyuluhan ke
pemohon. Pemohon mengikuti kegiatan penyuluhan dari bulan januari-
oktober minimal 50 peserta
6) Seksi Farmalkes memberi no sertifikat SPKP untuk penerbitan
sertifikat.
7) Seksi JPRK mengetik sertifikat PKP, memeriksa dan memaraf sertifikat
PKP.
8) Bidang SDK dan sub bagian umum memeriksa dan memaraf sertifikat.
9) Kepala dinas menandatangani sertifikat.
10) Sub bagian umum dan kepegawaian mengarsip sertifikat dan
menyerahkan sertifikat ke IRTP.
11

b. Sertifikat PIRT
1) Setelah pemohon mengikuti penyuluhan keamanan pangan dan
dinyatakan lulus
2) Seksi Farmalkes mengumumkan nama peserta dan jadwal pemeriksaan
ke sarana PIRT, melaksanakan kunjungan ke pemohon, dan menyusun
berita acara.
3) Pemohon melengkapi syarat sesuai berita acara.
4) Seksi Farmalkes memberi no PIRT dan mengirim ke Seksi JPRK, Seksi
JPRK mengetik, dan memeriksa data, memparaf PIRT.
5) Bidang SDK dan sub bagian umum dan kepegawaian memeriksa dan
memaraf sertifikat.
6) Kepala dinas menandatangani sertifikat.
7) Sub bagian umum dan kepegawaian mengarsip sertifikat dan
menyerahkan sertifikat ke PIRT.
Jenis - jenis pangan yang diizinkan mendapat sertifikat P-IRT adalah:
hasil olahan daging kering (abon, dendeng, kerupuk kulit, paru goreng
kering), hasil olahan ikan kering (abon ikan, cumi kering, kerupuk, petis,
pempek pempek, presto ikan), hasil olahan unggas kering (usus goreng,
ceker goreng, telur asin), sayur asin dan sayur kering (acar, asinan/manisan
sayur, keripik), hasil olahan kelapa (kelapa parut kering, nata de coco,
geplak), tepung dan hasil olahannya, minyak dan lemak, selai, jeli dan
sejenisnya, gula, kembang gula, madu, kopi, teh, coklat kering atau
campurannya, bumbu, rempah-rempah, minuman rigan dan minuman
serbuk, hasil olahan buah, hasil olahan biji bijian dan umbi, lain lain es (es
mambo, es lilin, es Margahayu Raya). Jenis produk pangan yang tidak boleh
izin sertifikat PIRT atau harus berizin ke POM MD adalah produk olahan
susu (es krim), produk daging (kornet), ikan (sarden), bahan tambahan
pangan/BTP (pengawet, pewarna, pemanis, flavour, pengempal, dan lain
lain) dan produk pangan yang memerlukan penyimpanan khusus pada suhu
rendah seperti nugget, baso, sosis.
12

6. UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional)


UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional) adalah usaha yang dapat membuat
semua bentuk obat tradisional kecuali tablet dan effervesent. UKOT harus
mendapat rekomendasi dari kepala balai setempat dan rekomendasi dari
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Permohonan izin UKOT diajukan
oleh pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Setiap UKOT wajib
memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Tenaga Teknis Kefarmasian
Warga Negara Indonesia sebagai Penanggung Jawab yang memiliki sertifikat
pelatihan CPOTB. Dalam hal UKOT memproduksi bentuk sediaan kapsul
dan/atau cairan obat dalam, harus memenuhi ketentuan:
a. Memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab yang bekerja penuh; dan
b. Memenuhi persyaratan CPOTB

7. UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional)


UMOT adalah usaha yng hanya membuat sediaan obat tradisional dalam
bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. Permohonan izin
UMOT diajukan pemohon kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

i. Supervisi dan Evaluasi


Supervisi dan evaluasi pengelolaan dan penggunaan obat di Gudang Farmasi
Dinas Kota Bandung telah dilakukan terutama sarana penyimpanan gudang
farmasi, mulai dari kapasitas gudang dan fasilitas penyimpanan (Intern).
Sedangkan supervisi yang dilakukan ke unit lebih rendah (puskesmas) meliputi
penggunaan obat generik, penggunaan obat yang rasional dan bimbingan teknis
di seluruh Puskesmas Kota Bandung.

3.1.4 Pelayanan Kefarmasian


Pelayanan kefarmasian di Dinas Kesehatan Kota Bandung terdiri dari 2 aspek
pelayanan yaitu aspek manajerial (non klinik) dan aspek profesional (farmasi
klinik).Pelayanan farmasi non klinik meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan alat
farmasi seperti perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, pencatatan dan
pelaporan serta supervisi dan evaluasi. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan
oleh puskesmas meliputi :
13

1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat


2. Pelayanan Informasi Obat
3. Konseling
4. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
5. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
6. Evaluasi penggunaan obat

3.1.5 Administrasi dan Keuangan


1. Administrasi
Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan
dalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk
sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai maupun pengelolaan resep supaya
lebih mudah dimonitor dan dievaluasi. Administrasi untuk sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai meliputi semua tahap pengelolaan dan pelayanan
kefarmasian, yaitu:
a. Perencanaan
b. Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/ kota
c. Penerimaan
d. Penyimpanan mengunakan kartu stok atau comMargahayu Raya
e. Pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LPLPO.
Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan
pasien (umum, BPJS/JKN, dan UGD), penyimpanan bendel resep harian
secara teratur selama 3 tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi dengan
berita acara. Pengadministrasian termasuk juga untuk:
1) Kesalahan pengobatan (medication error)
2) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3) Medication Record

2. Keuangan
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, yaitu proses
aktivitas pengumpulan dan pengolahan data keuangan untuk disajikan dalam
bentuk laporan keuangan. Proses akuntansi di puskesmas dilakukan sebagai
pencatatan untuk pertanggungjawaban atas penggunaan dana di puskesmas.
14

Pencatatan transaksi keuangan puskesmas dibuat dan disajikan sesuai


dengan format. Subbagian Tata Usaha dan Keuangan dipimpin satu
orang Kepala Subbagian yang dalam melaksanakan tugasnya berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas. Sub
bagian Tata Usaha dan keuangan mempunyai tugas:
a. Menyusun rencana kerja dan anggaran Subbagian Tata Usaha dan
Keuangan
b. Melaksanakan rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan
c. Menghimpun rencana kerja dan anggaran Seksi dan
mengintegrasikannya dengan rencana kerja dan anggaran Sub
bagian Tata Usaha dan Keuangan menjadi rencana kerja dan
anggaran Puskesmas;
d. Melaksanakan pengelolaan kepegawaian, keuangan, perlengkapan,
upacara dinas, surat menyurat dan kearsipan serta keamanan,
ketertiban, kebersihan, pemeliharaan, perawatan dan keindahan
Puskesmas;
e. Melaksanakan kegiatan kehumasan dan pemasaran;
f. Melaksanakan monitoring pelaksanaan rencana kerja dan anggaran
Puskesmas;
g. Menghimpun laporan dari Seksi serta Subbagian Tata Usaha dan
Keuangan termasuk laporan keuangan ( realisasi anggaran, neraca,
arus kas, catatan atas laporan keuangan) untuk disusun menjadi
laporan Puskesmas;
h. Mengkoordinasikan penyusunan formula pemberian imbalan jasa
kepada pegawai Puskemas;
i. Menghimpun rencana kerja dan anggaran Puskesmas;
j. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Sub
bagian Tata Usaha dan Keuangan
15

3.2 UPT Puskesmas Margahayu Raya


3.2.1 Profil UPT Puskesmas Margahayu Raya
Puskesmas Margahayu Raya berlokasi di Jl. Pluto Raya No. 54 RT.04/ RW.13
Kelurahan Margasari, Kecamatan Buahbatu Kota Bandung, Telepon (022)7505457.
Wilayah kerja UPT Puskesmas Margahayu Raya terdiri dari 4 kelurahan yaitu
Kelurahan Margasari, Kelurahan Cijawura, Kelurahan Sekejati dan Kelurahan Jati
Sari.
Visi dari Puskesmas Margahayu Raya adalah “Menjadi Puskesmas
Berkualitas Demi Mewujudkan Kecamatan Buah Batu Menjadi Kecamatan Yang
Sehat”.
Misi dari Puskesmas Margahayu Raya antara lain :
1. Meningkatkan tata kelola manajemen dan system informasi kesehatan.
2. Meningkatkan kesadaran dan potensi masyarakat untuk hidup sehat secara
mandiri.
3. Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan menyeluruh.
Puskesmas Margahayu Raya memiliki kebijakan mutu yaitu : “UPT
Puskesmas Margahayu Raya mengutamakan pelayanan, pemberdayaan
kesehatan masyarakat dan kepuasaan pelanggan serta selalu meningkatkan
kualitas pelayanan dan profesionalisme sumber daya manusia untuk
mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri.
Puskesmas Margahayu Raya memiliki program unggulan yaitu “Wujudkan
Hidup Sehat dengan PROLANIS”
Manfaat dari mengikuti program PROLANIS adalah :
1. Periksa kesehatan berkala
2. Mendapatkan informasi tentang penanganan
a. Diabetes Mellitus
b. Hipertensi
3. Olahraga bersama
4. Refresing peserta
16

PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif


yang dilaksanakan secara terintegritas yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan
BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan
yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan
biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. PROLANIS bertujuan untuk
mencegah penyakit semakin buruk.
Tata cara menjadi peserta PROLANIS dan manfaat menjadi peserta
PROLANIS adalah :
1. Peserta BPJS dengan risiko Diabetes Mellitus dan Hipertensi, daftar di FKTP yang
sudah membentuk klub PROLANIS.
2. Dokter akan melakukan skrining.
3. Peserta akan diberikan penyuluhan rutin tentang pengelolaan penyakit Diabetes
Mellitus dan Hipertensi.
4. Peserta mengikuti kegiatan-kegiatan klub seperti senam, pemeriksaan gula darah
secara berkala (sebulan sekali), konsultasi rutin dengan dokter FKTP,
mendapatkan obat untuk 1 bulan.
Secara umum, fasilitas yang dimiliki UPT Puskesmas Margahayu Raya adalah :
1. Area Pendaftaran
2. Ruang Daftar Peserta
3. Ruang Tindakan
4. Ruang Pengobatan Umum
5. Ruang Pengobatan Lansia
6. Ruang Laboratorium
7. Ruang Bacaan
8. Ruang Laktasi
9. Ruang Pengobatan Anak/MTBS
10. Taman Bermain Anak
11. Ruang Pengobatan Gigi
12. Ruang Pengobatan KIA/KB
13. Ruang Pelayanan Obat (Depo Obat dan Gudang Obat)
17

14. Ruang Tungggu Pasien


15. Toilet Umum/Pasien
16. Dapur
17. Ruang Gudang Aset
18. Ruang Sanitarian/Ruang Photocopy
19. Ruang Gizi
20. Ruang Ka. UPT Puskesmas Margahayu Raya
21. Ruang Keuangan
22. Ruang Ka. TU
23. Aula Puskesmas
24. Mushola
25. Ruang Gudang PMT
26. Toilet Pegawai
27. Ruang Staff
3.2.2 Struktur Organisasi Staf di UPT Puskesmas Margahayu Raya
Struktur organisasi di UPT Puskesmas Margahayu Raya Kota Bandung terdiri atas :
1. Unsur Pemimpin : Kepala UPT Puskesmas Margahayu Raya
2. Unsur Pembantu Pimpinan : Kepala Sub Bagian Tata Usaha
3. Pelaksana Tata Usaha : Kepegawaian, Umum dan Rumah Tangga,
Bendahara, Sistem Informasi Kesehatan
4. Kelompok Jabatan Fungsional : Dokter, Bidan, Perawat, Fungsional Umum,
Farmasi, Kesling, Gizi, Laboratorium.
5. Penatalaksaan Dibagi Dalam : Penanggung Jawab Pelayanan Esensial dan
Perkesmas (Promkes, Kesling, KIA, KB,
Kesehatan Anak, Gizi, dan P2P), Penanggung
Jawab Pelayanan UKM Pengembangan
(Kesehatan LANSIA, UKGM, Kesehatan Jiwa,
Kesehatan Kerja, Kesehatan Indera, UKS dan
PKPR), Penanggung Jawab Pelayanan
18

Puskesmas dan Jaringan Faskes (Posyandu,


Posbidu, Pusling), dan Farmasi

3.2.3 Tugas Kerja Tenaga Kefarmasian di Puskesmas Margahayu Raya

1. Apoteker
a. Penyiapan rencana kerja kefarmasian
Menyiapkan rencana kegiatan, membuat kerangka acuan
b. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
1) Perencanaan : Mengolah data dan menyusun rencana
kebutuhan jenis sediaan farmasi dan BMHP.
2) Permintaan : Melakukan permintaan berdasarkan
perencanaan kebutuhan yang telah ditentukan.
3) Penerimaan : Menerima sediaan farmasi dan BMHP
sesuai dengan bukti fisik dan faktur/LPLPO.
4) Penyimpanan : Mengelompokkan, menyusun dan
memeriksa sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai.
5) Pendistribusian : Mengkaji permintaan sediaan farmasi dan
bahan medis habai pakai.
6) Pengendalian : Mengendalikan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai.
7) Pencatatan dan pelaporan: Membuat laporan internal/eksternal dan
pencatatan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai.
8) Monitoring dan evaluasi: Mengevaluasi dan memonitoring sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai.
c. Pelayanan farmasi/ klinik
1) Dispensing : resep individual
a) Mengkaji resep
b) Meracik obat
c) Memeriksa perbekalan farmasi
d) Menyerahkan perbekalan farmasi
19

2) Pelayanan informasi obat


3) Konseling obat
4) Konsultasi dengan dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya,
5) Evaluasi penggunaan obat
6) Pemantauan penggunaan obat
7) Monitoring efek samping obat
8) Menyusun laporan kegiatan farmasi klinik
d. Program khusus sarana pelayanan kesehatan
1) Melakukan penyuluhan dibidang kefarmasian/ kesehatan
2) Mengajar/ melatih/ membimbing yang berkaitan dengan
kefarmasian/ kesehatan
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
a. Penyiapan rencana kerja kefarmasian
Menyiapkan rencana kegiatan, mengumpulkan bahan/data dari berbagai
sumber/acuan
b. Penyiapan pengelolaan alat farmasi
1) Perencanaan : TTK membantu dalam melakukan
perencanaan sediaan farmasi dan BMHP.
2) Permintaan : Mengumpulkan data, merekapitulasi data
3) Penerimaan : Menerima dan memeriksa sediaan farmasi
dan BMHP
4) Penyimpanan : Menyimpan sediaan farmasi dan BMHP
5) Pendistribusian : Mendisribusikan sediaan farmasi dan BMHP
6) Pengendalian : Mengendalikan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai.
7) Pencatatan dan pelaporan: Membantu apoteker dalam membuat
laporan internal/eksternal dan pencatatan sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai.
8) Monitoring dan evaluasi: Mengevaluasi dan memonitoring sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai.
20

c. Penyiapan pelayanan farmasi/ klinik


1) Dispensing resep individual
 Menerima dan menyeleksi persyaratan administrasi resep
 Menyiapkan obat dan membuat etiket
 Program khusus sarana pelayanan kesehatan
2) Melakukan penyuluhan dibidang kefarmasian/ kesehatan
3) Mengajar/melatih/membimbing yang berkaitan dengan
kefarmasian/ kesehatan.
3.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Margahayu Raya
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi :
3.3.1 Pengelolaan Obat di UPT Puskesmas Margahayu Raya
1. Perencanaan dan pengadaan
Perencanaan dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas
Margahayu Raya disusun oleh Apoteker petugas Farmasi UPT Puskesmas
Margahayu Raya, dengan menghitung berdasarkan metode konsumsi, yaitu
didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk
menghitung jumlah obat yang dibutuhkan di UPT Puskesmas Margahayu Raya,
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Analisa pemakaian obat tahun lalu berdasarkan data penerimaan dan
pengeluaran bulanan, LPLPO, jumlah kunjungan pasien, data penyakit
terbanyak dan stok akhir tahun
b. Menghitung rata-rata pemakaian setiap jenis obat
c. Menyusun perkiraan kebutuhan obat disetiap awal pelayanan kesehatan
menggunakan metode konsumsi (12 x pemakaian rata-rata perbulan) + stok
tunggu + stok pengaman
d. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
e. Formulir perencanaan yang telah disusun kemudian disahkan oleh kepala
puskesmas dilanjutkan dengan pengajuan ke Dinas Kesehatan Kota melalui
seksi farmasi dan perbekalan kesehatan.
21

Perencanaan BMHP dilakukan berdasarkan waktu yaitu secara tahunan dan


bulanan. Instrumen yang dilakukan untuk perencanaan tahunan dengan Rencana
Kebutuhan Obat (RKO) dan untuk bulanan dengan Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO). LPLPO bertujuan untuk melaporkan obat
yang digunakan di puskesmas dan sebagai lembar permintaan obat. Pembuatan
LPLPO didasarkan atas permintaan dari puskesmas jejaring untuk memenuhi
kebutuhan obat. Dengan melakukan perencanaan BMHP diperlukan adanya dana
anggaran yang memadai, dana yang digunakan berasal dari Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) yang dilakukan oleh puskesmas dan Anggaran Pendapatan
Belanja Daerah (APBD 1, APBD 2), Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung.
Menurut Permenkes No.74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di puskesmas bahwa Perencanaan Sediaan Farmasi dan BMHP dilakukan
berdasarkan obat-obatan yang tercantum dalam Formularium Nasional
(FORNAS) dan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).Penyediaan obat di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), puskesmas berpedoman kepada
Fornas dapat dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas
Kesehatan melalui e-purchasing berdasarkan e-catalogue (Dirjen Farmalkes :
No.HK.02 .03/III/1346 / 2014). Sedangkan DOEN adalah obat terpilih yang paling
dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis,
terapi dan rehabilitasi, yang diupayakan tersedia di fasilitas kesehatan sesuai
dengan fungsi dan tingkatnya (KepMenkes R.I : 312/MENKES/SK/IX/2013).
Proses perencanaan dilakukan berdasarkan instrumen RKO dengan mengirimkan
RKO kepada Dinas Kesehatan Kota dengan metode pengadaan konsumsi yang
dilihat dari stock optimum obat. Perencanaan Metode konsumsi dilakukan dengan
rumus : rata-rata pemakaian obat dalam satu tahun ditambah dengan stok
pengaman ditambah dengan waktu tunggu (lead time) dikurangi dengan sisa stok.
Apabila pada proses perencanaan terdapat masalah kekurangan dana pada Dinas
Kesehatan Kota maka digunakan perencanaan dengan menggunakan dana BLUD.
Pengadaan obat dilakukan oleh dinas kesehatan kota ataupun oleh Puskesmas
22

Margahayu Raya. Pengadaan dilakukan melalui e-purchasing hal ini bertujuan


untuk menghindari kecurangan yang tidak diharapkan. Untuk pengadaan barang
yang telah dikirim oleh Dinas Kesehatan Kota dan tidak memenuhi perencanaan,
obat diluar FORNAS dan barang yang tidak disediakan oleh Dinas Kesehatan Kota
maka pengadaan dapat dilakukan kepada PPK puskesmas untuk dilakukan
koordinasi dengan Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PJB). Apabila Surat
pesanan sudah dibuat dan disesuaikan oleh apoteker maka disetujui oleh PPTK
dan selanjutnya diserahkan kepada PPHP dan user penerima serta dibuatkan Berita
Acara Pengadaan (BAP).
2. Penerimaan dan Penyimpanan
Setiap pertengahan bulan obat didatangkan dari Dinas Kesehatan Kota Bandung
ke puskesmas sesuai dengan permintaan LPLPO. Setelah perbekalan farmasi
diterima dari dinas kesehatan kota, perbekalan farmasi diperiksa oleh petugas
puskesmas. Pemeriksaan yang dilakukan adalah kesesuaian LPLPO dengan fisik
barang yang diterima, jumlah dan jenis barang, tanggal dan kadaluarsa barang,
nomor batch serta fisik kemasan. Pada proses penerimaan barang sediaan farmasi
dan atau BMHP diperhatikan beberapa hal sebelum disimpan, diantaranya;
a. Mencocokkan Surat Pesanan dengan Faktur dan jumlah serta jenis barang yang
diterima
b. Memeriksa tanggal kadaluarsa dan mencocokkan Nomor Batch yang tertera
pada faktur dengan sediaan yang diterima.
c. Apabila telah dinyatakan sesuai maka dibuatkan berita acara penerimaan oleh
PPHP dan Apoteker puskesmas.
Penerimaan barang dari Dinas Kesehatan Kota dilakukan menurut LPLPO, dan
dikirimkan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan oleh Dinas Kesehatan
Kota, selanjutnya dilakukan kesesuaian antara LPLPO dengan fisik barang yang
diterima, jumlah dan jenis barang, tanggal kadaluarsa barang, fisik kemasan.
Apabila terjadi ketidaksesuaian maka dibuatkan form ketidaksesuaian oleh
apoteker puskesmas yang ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kota pengirim
barang. Selain hal-hal tersebut dokumen yang harus disertakan yaitu BEND 35,
23

29. BEND 35 adalah Surat Perintah kepala dinas untuk mengeluarkan obat disertai
dengan sumber dana anggaran dinas kepada gudang Farmasi dan Alat Kesehatan
(FARMALKES). Sedangkan BEND 29 adalah surat pengeluaran barang dari
FARMALKES kepada puskesmas berupa nama obat, satuan obat, sumber
anggaran dan harga obat.
Penyimpanan sediaan farmasi dan BMHP dilakukan setelah lulus pada proses
penerimaan. Proses penyimpanan barang dilakukan berdasarkan kelas terapi sesuai
dengan nama generik dan alfabetis, secara farmakologi, serta berdasarkan bahan-
bahan yang memiliki sifat khusus (mudah terbakar), obat-obat Looks a Like
Sounds a Like (LASA) diberikan tanda khusus dan diberi jarak. Selain itu obat-
obatan high alert disimpan dilemari terpisah, obat narkotika disimpan dilemari
terpisah dan memiliki 2 pintu serta kunci yang berbeda serta kuncinya harus
disimpan oleh Apoteker, dan obat-obatan yang disimpan berdasarkan kestabilan
suhu obat. Obat yang stabil dan disimpan berdasarkan suhu dilihat dari kemasan
sekunder atau primer atau brosur obat yang telah dicantumkan oleh pabrik
pembuat obat. Selain berdasarkan jenis obat dan golongan serta kestabilan obat,
obat-obatan disimpan berdasarkan anggaran yang digunakan. Obat-obatan yang
digunakan dengan pembelian dari anggaran BLUD disimpan secara terpisah
dengan obat-obatan yang menggunakan dana dari Dinas Kesehatan.
3. Distribusi
Proses kegiatan penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi secara merata dan
teraturan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi dari unit
pelayanan kesehatan dan puskesmas jejaring dengan jenis, jumlah, waktu dan
mutu yang tepat. Pendistribusian di UPT Puskesmas Margahayu Raya dilakukan
dari gudang ke loket dengan pencacatannya di kartu stok dan dari loket
didistribusikan kepada pasien yang dikendalikan oleh resep dan juga di catat di
kartu stok loket.
Pendistribusian obat di Puskesmas Margahayu Raya dilakukan dengan cara :
a. Obat di distribusikan dari gudang menuju ruang obat (loket).
b. Obat dan Alkes didistribusikan ke jejaring
24

Pendistribusian obat yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota Bandung, pihak
Puskesmas Margahayu Raya akan langsung mengantarkan obat dan alat kesehatan
pada tiap masing-masing jejaring sesuai dengan LPLPO, yaitu Puskesmas
Sekejati.
4. Pencatatan Harian Pengeluaran
Setiap ada pengeluaran obat pencatatannya dilakukan setiap hari dibukukan pada
Buku Harian Pengeluaran Obat sesuai data obat dan dilakukan dokumentasi serta
dilakukan penginputan ke Laporan Permintaan dan Lembar Pemakaian Obat.
Manfaatnya sebagai sumber data untuk perencanaan dan pelaporan.
5. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima atau
disimpan, maupun yang didistribusikan ke pasien. Pencatatan dan pelaporan yang
dilakukan di UPT Puskesmas Margahayu Raya antara lain sebagai berikut :
b. Berita Acara Serah Terima Barang
c. Bukti Barang dari Daerah
d. Kartu Barang Gudang ( Pemasukan dan Pengeluaran digudang)
e. Buku Permintaan Obat dari Loket Obat ke Gudang
f.Kartu Barang Loket Obat ( Pemasukan dan Pengeluran di Loket Obat)
g. Defecta ( Pencatatan Obat yang Sudah Habis/Kosong)
h. Laporan Permintaan dan Lembar Pemakaian Obat (LPLPO)
i. Penggunaan Narkotik dan Psikotropik
j. Pemantauan Ketersediaan Obat dan Vaksin Indikator
k. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
l. Penggunaan Obat Rasional (POR)
m. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
n. Pelayanan Kesehatan Tradisional
o. Kelompok Asuhan Mandiri Pemanfaatan Toga
p. Hatra Binaan Akupresur
25

6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap ketersediaan obat terhadap formularium dan evaluasi
terhadap penggunaan obat. Ketersediaan obat dapat dilakukan dengan
membandingkan obat-obatan yang tersedia di puskesmas dengan jumlah obat yang
berada di formularium. Sedangkan untuk penggunaan obat harus sesuai dengan
Surat Keputusan Kepala Dinas, apabila terjadi ketidaksesuaian maka dicatat, dan
dilihat presentasinya agar dapat dijadikan sebagai bahan advokasi
3.3.2 Pemantauan dan Evaluasi Yang Dilakukan di UPT Puskesmas
Margahayu Raya yaitu melalui :
1. Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR)
Laporan Penggunaan Obat Rasional dibagi menjadi 3 jenis penyakit yang
dilakukan evaluasi seperti ISPA non-pneumonia, diare non spesifik, dan
myalgia. Evaluasi pengobatan ISPA non-pneumonia dan diare non spesifik
adalah pada penggunaan antibiotik sedangkan untuk myalgia di evaluasi
penggunaan injeksi vitamin B12.

7. Stock Opname
Stoke opname dilakukan untuk memastikan kebenaran atau kesesuaian bukti fisik
dan catatan/kartu stok. Stoke opname di UPT Puskesmas Margahayu Raya
dilakukan setiap akhir bulan baik pada loket maupun pada gudang farmasi.
3.3.3 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan Farmasi Klinik terdiri dari :
1. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independent, masyarakat, akurat,
komprehensif, terkini oleh Apoteker kepada pasien, tenaga kesehatan, ataupun
pihak yang memerlukan. Pelayanan Informasi Obat Harus benar, jelas, mudah
dimengerti, etis, akurat dan sangat diperlukan dalam penggunaan obat yang
rasional oleh pasien.
26

Proses penyerahan resep di UPT Puskesmas Margahayu Raya dengan cara


memanggil nama pasien, kemudian menulis pada lembar cheklis pemberian
informasi obat yang meliputi nama pasien, umur pasien, jaminan yang
digunakan pasien, kode penyakit, dan memberi tanda ceklis pada kolom
informasi yang diberikan yaitu nama obat, sediaan, dosis, cara pakai,
penyimpanan, indikasi dan efek sampng jika ada. Kemudian minta tanda
tangam pasien. Saat penyerahan obat ke pasien diberikan pelayanan informasi
obat sesuai lembar ceklis yang sudah di isi tersebut.
2. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga
pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dann menyelesaikan
masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker
menggunakan sistem three prime question dan apoteker harus melakukan
verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang
digunakan.
Di UPT Puskesmas Margahayu Raya konseling yang biasa dilakukan yaitu kepada
pasien penderita TB dan Prolanis (Program Penyakit Kronis). Saat konseling
terdapat ruangan khusus untuk dilakukan konseling, kemudian melakukan tahapan
konseling.
3. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi atau modifikasi fungsi fisiologi.
Kegiatan :
a. Mengidentifikasi obat dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami efek samping obat.
b. Mengisi formulir monitoring efek samping obat.
c. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional.
4. Evaluasi Penggunaan Obat
27

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) adalah suatu proses jaminan mutu yang
terstruktur, dilaksanakan terus menerus dan ditujukan untuk memastikan bahwa
obat-obatan yang digunakan dengan tepat, aman serta efektif. Dalam lingkungan
pelayanan kesehatan, penggunaan obat yang ekonomis harus juga diberikan
prioritas tinggi dan karena itu, menjadi suatu komponen dari definisi ini, definisi
EPO diatas difokuskan pada penggunaan obat secara kualitatif. Sasaran EPO
secara umum adalah sebagai berikut :
a. Mengadakan Pengkajian penggunaan obat yang efisien dan terus menerus
b. Meningkatkan pengembangan standar penggunaan obat
c. Mengidentifikasi bidang yang perlu untuk materi edukasi berkelanjutan
d. Meningktakan kemitraan antarpribadi professional pelayanan kesehatan
e. Menyempurnakan pelayanan pasien yang diberikan
f. Mengurangi resiko tuntutan hukum
g. Mengurangi biaya perawatan pasien sebagai akibat dari pemberia dosis yang
akurat, efek samping yang lebih sedikit.
Jaminan mutu mendorong suatu perspektif solusi masalah untuk meningkatkan
pelayanan pasien. Untuk solusi permasalahan yang dihadapi sangatlah penting,
unsur-unsur dasar berikut yang harus diperhatikan :
a. Kriteria / standar penggunaan obat, dalam penggunaan obat harus dapat diukur
(standar) yang menguraikan penggunaan obat yang tepat.
b. Mengidentifikasi masalah penting dan yang mungkin, memantau dan
menganalisis penggunaan obat secara terus menerus, direncanakan secara
sistematik untuk mengidentifikasi masalah nyata atau masalah yang mungkin.
Secara idealm kegiatan ini sebaiknya diadakan secara prospektif.
c. Menetapkan prioritas untuk menginvestigasi dan solusi masalah.
d. Mengkaji secara objektif, penyebab, dan lingkup masalah dengan
menggunakan kriteria yang abash secara fisik.
e. Solusi masalah
f. Mencanangkan dan menerapkan tindakan untuk memperbaiki atau
meniadakan masalah
28

g. Memantau solusi masalah keefektifan


h. Mendokumentasi serta melaporkan secara terjadwal temuan, rekomendasi,
tindakan yang diambil, dan hasilnya. Tindakan yang diambil dapat berupa
pengaturan atau edukasi yang cocok dengan keadaan dan kebijakan
Puskesmas.
Antara Apoteker dan dokter diperlukan kerjasama untuk memastikan penggunaan
obat yang optimal, tanggung jawab melaksanakan proses EPO secara khas
didelegasikan pada suatu komite dari staf medic.UPT Puskesmas Margahayu
Raya melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat, penyakit dimonitoring evaluasi
penggunaan obatnya terdiri dari tiga diagnosa, yaitu ISPA Non Pneumonia (J06),
Diare Non Spesifik (A09), Myalgia (M79).
5. Home Care
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan ke rumah pasien khusunya untuk kelompok
lansia serta pasien yang pengobatannya penyakit kronis lainnya.
3.4 Administrasi dan Keuangan
3.4.1 Administrasi
Administrasi adalah rangkaian aktivitas pencatatan, pelaporan, pengarsipan
dalam rangka penatalaksanaan pelayanan kefarmasian yang tertib baik untuk sediaan
farmasi dan alat kesehatan maupun pengelolaan resep supaya lebih mudah dimonitor
dan dievaluasi. Administrasi untuk sediaan farmasi dan alat kesehatan meliputi semua
tahap pengelolaan dan pelayanan kefarmasian, yaitu:
1. Perencanaan.
2. Permintaan obat ke instalasi farmasi kabupaten/ kota.
3. Penerimaan.
4. Penyimpanan mengunakan kartu stok atau computer.
5. Pendistribusian dan pelaporan menggunakan form LPLPO.
Administrasi untuk resep meliputi pencatatan jumlah resep berdasarkan pasien
(umum, BPJS/JKN, dan UGD), penyimpanan bendel resep harian secara teratur selama
29

3 tahun dan pemusnahan resep yang dilengkapi dengan berita acara.


Pengadministrasian termasuk juga untuk:s
1. Kesalahan pengobatan (medication error)
2. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3. Medication Record
3.4.2 Keuangan
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi, yaitu proses
aktivitas pengumpulan dan pengolahan data keuangan untuk disajikan dalam bentuk
laporan keuangan. Proses akuntansi di puskesmas dilakukan sebagai pencatatan untuk
pertanggungjawaban atas penggunaan dana di puskesmas. Pencatatan transaksi
keuangan puskesmas dibuat dan disajikan sesuai dengan format. Subbagian Tata Usaha
dan Keuangan dipimpin satu orang Kepala Sub bagian yang dalam melaksanakan
tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas. Sub
bagian Tata Usaha dan keuangan mempunyai tugas:
1. Menyusun rencana kerja dan anggaran Subbagian Tata Usaha dan Keuangan.
2. Melaksanakan rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan.
3. Menghimpun rencana kerja dan anggaran Seksi dan mengintegrasikannya dengan
rencana kerja dan anggaran Subbagian Tata Usaha dan Keuangan menjadi rencana
kerja dan anggaran Puskesmas.
4. Melaksanakan pengelolaan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, upacara dinas,
surat menyurat dan kearsipan serta keamanan, ketertiban, kebersihan,
pemeliharaan, perawatan dan keindahan Puskesmas.
5. Melaksanakan kegiatan kehumasan dan pemasaran.
6. Melaksanakan monitoring pelaksanaan rencana kerja dan anggaran Puskesmas.
7. Menghimpun laporan dari Seksi serta Subbagian Tata Usaha dan Keuangan
termasuk laporan keuangan ( realisasi anggaran, neraca, arus kas, catatan atas
laporan keuangan) untuk disusun menjadi laporan Puskesmas.
8. Mengkoordinasikan penyusunan formula pemberian imbalan jasa kepada pegawai
Puskemas.
9. Menghimpun rencana kerja dan anggaran Puskesmas.
30

10. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas Sub bagian Tata
Usaha dan Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai