Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PELAPORAN APOTEK DAN PUSKESMAS


PENGANTAR PKPA APOTEK DAN PUSKESMAS

DI SUSUN OLEH :

NAMA KELOMPOK : 1. BADRYA 2230122392


2. HASTRI DELFA YENTI 2230122402
3. MEZI ALJATU ZAHRI 2230122409
4. SAFRIALDI 2230122419
KELAS/KELOMPOK : A/ 3
DOSEN PENGAMPU : Apt. DIZA SARTIKA, M.Farm

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2023
BAB I . PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puskesmas adalah unit pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan. Apabila, disatu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka
tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatikan
kebutuhan konsep wilayah yaitu desa/kelurahan/dusun/rukun warga (RW)
(Notoatmodjo, 1997). Pengelolaan obat yang efisien sangat menentukan
keberhasilan manajemen puskesmas secara keseluruhan, untuk menghindari
perhitungan kebutuhan obat yang tidak akurat dan tidak rasional sehingga perlu
dilakukan penggolongan obat yang sesuai.
Pengelolaan obat bertujuan untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan
keterjangkauan pelayanan obat yang efisien, efektif, dan rasional. Aspek
pengelolaan obat yang perlu dikaji diantaranya meliputi perencanaan obat
pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan obat, distribusi obat, pemakaian
obat, pencatatan dan pelaporan obat (Anonim, 2004). Pentingnya pengelolaan obat
sendiri adalah untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan,jenis perbekalan
farmasi dan alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia
seperti tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metode,dan,tata laksana) dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan di berbagai tingkat unit kerja (Anonimd,
2009).
Pelayanan puskesmas yang baik antara lain tergantung pada pengelolaan
obat secara tepat dan benar. Ketepatan dan kebenaran pengelolaan
obat,dipuskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan perbekalan
kesehatan secara keseluruhan di kabupaten atau kota. Berdasarkan hal,tersebut
maka perlu diteliti ketepatan mekanisme pengelolaan obat berdasarkan standar
pengelolaan obat yang baik (Anonim, 2004).
Suatu pelayanan puskesmas yang baik tidak hanya tergantung pada
pengelolaan obat secara tepat dan benar. Akan tetapi, dapat juga diukur dari
kesesuaian pengelolaan obat yang ada di puskesmas dengan standar pengolaan
obat yang ditetapkan pada kabupaten tersebut. Adanya kesesuaian dengan
standarini dapat digunakan untuk mengantisipasi apa yang terjadi di lapangan dan
dapat menjadi pedoman bagi petugas pengelola obat di kabupaten/kota maupun
puskesmas dalam melaksanakan tugas sehari-hari (Anonima, 2006).
Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di Apotek haruslah mampu
menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat dan sesuai dengan
amanat Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam rangka
peningkatan penggunaan obat rasional untuk mencapai keselamatan pasien,
dilakukan pelayanan kefarmasian sesuai standar di fasilitas kesehatan. Terkait
dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes No 73
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Permenkes Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek telah memuat kebijakan pelayanan kefarmasian termasuk pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan
pelayanan farmasi klinik yang harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab
seorang apoteker. Akan tetapi, masih terdapat beberapa aspek pelayanan
kefarmasian yang memerlukan penjelasan lebih lanjut yang belum dimuat dalam
standar pelayanan kefarmasian. Selain itu, terdapat amanat pada Permenkes Nomor
73 Tahun 2016 untuk menyusun Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek yang diharapkan dapat menjadi pedoman Apoteker di Apotek dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian yang sesuai standar.
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Apotek sesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya. Pengelolaan sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan bahan medis habis pakai harus dilaksanakan secara
multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin
kendali mutu dan kendali biaya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencatatan dan pelaporan
Ketepatan dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di kabupaten atau
kota. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat pertahun puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian,dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Unit Pengelola Obat,Publik dalam
Perbekalan Kesehatan Kabupaten-Kota (UPOPPK) yang akan melakukan kompilasi
dan analisa terhadap kebutuhan obat di puskesmas di wilayah kerja.
Berikut ini adalah macam- macam pelaporan di puskesmas
1. Petugas Puskesmas yang terlibat pencatatan dan pelaporan obat
 Kepala puskesmas
 Petugas gudang obat dan Petugas ruang farmasi
 Petugas obat puskesmas pembantu
 Petugas obat posyandu atau puskesmas keliling
2. Sarana pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas
- Digedung obat puskesmas
 Kartu stok, LPLPO
 Buku catatan harian penerimaan dan pemakaian obat
 Computer dan printer
- Diruang Farmasi Puskesmas
 Catatan penggunaan obat dan LPLPO
- Di Puskesmas Pembantu
 Catatan penggunaan obat dan LPLPO sub unit
- Diruang tindakan
 LPLPO sub unit dan Catatan harian penggunaan obat
3. Penyelenggara Pencatatan
a. Gudang puskesmas
Masing – masing obat di mutasi (diterima ataupun dikeluarkan) harus
dicatat pada catatan penerimaan serta kartu stok. Laporan pemakaian serta
lembar permintaan obat terbuat bagi informasi yang tercatat pada kartu
stok serta informasi pemakaian obat yang dicatat setiap hari. Informasi
yang tercatat didalam laporan konsumsi serta lembar permintaan obat
merupakan informasi yang hendak jadi laporan dari Puskesmas ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Kamar Obat
Jumlah obat yang dikeluarkan tiap hari kepada penderita harus tercatat
didalam buku catatan konsumsi obat setiap hari. Sebaliknya laporan
pemakaian serta permintaan obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian
setiap hari serta stok yang tersisa.
c. Kamar Suntik
Setiap hari obat yang akan digunakan dimintakan kekamar obat.
Pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi
sumber data untuk permintaan tambahan obat
d. Puskesmas keliling, Puskesmas Pembantu serta Posko Kesehatan Desa
Jumlah obat yang dikeluarkan tiap hari kepada pasien harus tercatat
didalam buku catatan pemakaian obat setiap hari. Sebaliknya laporan
pemakaian serta permintaan obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian
setiap hari serya stok yang tersisa.
4. Alur Pelaporan Obat di Puskesmas
LPLPO : Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) merupakan
suatu pengolahan terhadap obat yang pemakaian, distribusi, tingkatan stok,
kebutuhan obat dibatasi dengan tujuan agar pemakaian yang ada dapat
terkendali dengan baik.
Output LPLPO
 identitas Puskesmas :
- nama obat
- satuan
- kemasan
- stok awal
- penerimaan
- persediaan
- pemakaian
- stok optimum yang ditetapkan GFK
- permintaan
- pemberian

Ketersediaan obat sesuai kebutuhan :


 RKO = Rencana Kebutuhan Obat
 LPLPO = laporan pemakaian dan lembar permintaan obat
Puskesmas/Pustu
 Kebutuhan Obat nyata = kebutuhan yang dihitung oleh Tim Perencana
Obat terpadu Kab/Kota
 Obat Pelayanan Kesehatan Dasar = obat yang disediakan oleh Dinkes
Kab/Kota, dengan kategori obat (Sangat-sangat Esensial, Sangat Esensial,
dan Esensial

LPLPO meliputi :
Ketersediaan Jumlah obat yang dapat disediakan
obat ,sesuai = x 100%
kebutuhan Jumlah obat yang dibutuhkan
(jumlah)

Ketersediaan
sesuai = Jumlah jenis/item obat yang dapat disediakan obat x 100 item
kebutuhan Jumlah jenis/item obat

Obat Esensial :
Pengadaan Obat Esensial :
a. Definisi Obat esensial :
Obat Esensial = Obat yang paling banyak diperlukan oleh suatu populasi
dan ditetapkan oleh para ahli yang kemudian dibakukan
dalam daftar Obat Esensial Nasional
b. Metode pengadaan :
Pengadaan Jumlah jenis obat essensial
Obat = yang dapat disediakan x 100%
Essensial jumlah item obat essensial yang dibutuhkan

Pengadaan Obat Generik :


a. Definisi Obat Generik :
Obat generik = obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya

Pengadaan Jumlah jenis obat generik


Obat = yang dapat disediakan x 100%
Generik jumlah item obat generik yang dibutuhkan

Ketersediaan Narkotika, Psikotropika sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan


(100%) :

Narkotika
Definisi Narkotika = zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintesis, maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam
golongan sebagaimana terlampir dalam undangundang yang kemudian
ditetapkan dalam keputusan Menteri Kesehatan

Psikotropika
Definisi Psikotropika = zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika yang berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku. Ketersediaan narkotika dan psikotropika untuk pelayanan dasar di unit
pengelola obat dan perbekalan kesehatan Kab/Kota di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu dihitung dengan :

Ketersediaan = Jumlah (jenis) obat narkotika dan psikotropika


yang dapat disediakan x 100%
Jumlah (jenis) obat narkotika dan psikotropika yang dibutuhkan

2.2 Petunjuk Pengisian LB-2 (LPLPO)


Petunjuk umum :
- Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) terdiri : penggunaan
(pengeluaran) obat dan permintaan obat oleh Puskesmas, termasuk Pustu dan
Bidan Desa Penggolongan obat menurut generik yang disesuaikan dengan
- Daftar Obat Esensial (DOEN 1993, SK Menkes
RI No.126/Menkes/SK/XII/1993)
- Indeks obat menurut abjad
- Laporan dapat dipergunakan sebagai bahan pemantauan permintaan obat oleh
Puskesmas, dan pemberian oleh Gudang Farmasi Kab/ Dinkes Kab
- Laporan LB-2 terdiri : 8 halaman, setiap halaman diisi dengan kode
Puskesmas, bulan dan tahun pelaporan
- DO dari variabel yang ada dalam laporan dapat merujuk pada buku operasional
- Kode laporan : LB-2

Variabel :
1. Stok awal = jumlah satuan obat bersangkutan pada akhir bulan lalu, yaitu
sama dengan kolom sisa stok dari formulir LPLPO pada awal bulan
sebelumnya
2. Penerimaan = jumlah satuan obat bersangkutan yang diterima selama bulan
lalu, data diambil dari kolom pemberian dari formulir LPLPO bulan lalu. Jika
pada bulan sebelumnya terdapat lebih dari 1 formulir LPLPO (karena ada
pengajuan tambahan obat), maka kolom ini diisi dengan jumlah kolom 15
dari beberapa LPLPO
3. Persediaan = jumlah persediaan satuan masing-masing obat untuk bulan
pelaporan, yang diperoleh dari penjumlahan kolom stok awal dan penerimaan
pada baris yang sama
4. Pemakaian = jumlah satuan masing-masing obat yang dipakai baik oleh
Puskesmas, Pustu maupun Unit Pelayanan Kesehatan lainnya selama bulan
lalu. Diambil dari hasil pengurangan persediaan dikurangi sisa stok
5. Sisa stok = jumlah sisa obat yang masih ada di gudang obat Puskesmas (lihat
kartu stok) ditambah sisa obat yang ada di Sub Unit Pelayanan Kesehatan
(apotik, Pustu, dll).

C. Pencatatan dan pelaporan harus meliputi ketentuan :


1. Pencatatan dan pelaporan harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah
berlalu.
2. Laporan Bulanan adalah laporan yang dibuat dan dilaporkan sebulan
sekali, contohnya laporan Narkotika, Laporan Obat Generik.
3. Laporan 6 bulanan adalah laporan yang dibuat dan dilaporkan 6 bulan
sekali seperti laporan Stock Opname.
4. Laporan Tahunan adalah laporan yang dibuat sekali setahun seperti
laporan produksi tahunan.
5. Laporan Narkotika adalah laporan penggunaan Narkotika yang dibuat
sebulan sekali dan dilaporkan sebelum tanggal 10 setiap bulan secara
online.
6. Laporan Obat Generik yang dibuat oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yang mencatat nama obat generic dan Rencana Kebutuhan
Obat Generik setiap bulan dan dilaporkan 1 tahun sekali ditujukan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
7. Laporan jumlah resep merupakan laporan produksi resep dibuat setiap
bulan dan dilaporkan setiap tahun berupa rekapitulasi produksi resep per
bulan.
8. Laporan indikator mutu farmasi adalah laporan yang dibuat berdasarkan
waktu tunggu pelayanan resep, kepuasan pasien terhadap pelayanan
farmasi, penulisan resep sesuai dengan Formularium dan kesalahan
dispensing obat oleh farmasi.
9. Laporan kepatuhan formularium adalah laporan evaluasi dan tindak
lanjut penulisan resep sesuai dengan formularium yang dituliskan oleh
dokter.
10. Laporan waktu tunggu pelayanan resep adalah laporan yang dibuat
berdasarkan perhitungan waktu tunggu pelayanan resep mulai dari resep
diberi harga hingga penyerahan obat kepada pasien.
11. Laporan kepuasan pasien adalah laporan yang dibuat berdasarkan hasil
survey kepuasan pasien terhadap pelayanan Instalasi farmasi Rumah
Sakit untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien beserta evaluasi dan
tindak lanjutnya.
12. Laporan fasilitas sarana dan prasarana merupakan laporan
permintaan sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan farmasi di
Instalasi Farmasi baik pengadaan barang maupun perbaikan alat.
13. Membuat laporan berupa nomer untuk STRTTK untuk Asisten
Apoteker dan SIK Apoteker dan Asisten Apoteker kepada bagian Umum
dan Personalia.
14. Laporan Insiden keselamatan Pasien adalah laporan yang dibuat
setelah terjadi insiden yang menyangkut keselamatan pasien, potensial
terjadi ataupun yang nyaris terjadi dan segera dilakukan tindak lanjut.
15. Laporan kegiatan farmasi adalah laporan berdasarkan notulen
rapat bulanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2 PENCATATAN DAN PELAPORAN DI APOTEK


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan
pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya.

2.2.1 . Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di apotek.
Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan
penelusuran bila terjadi adanya mutu sediaan farmasi yang sub standar dan
harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan
menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan
untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok.
Fungsi kartu stok:
a) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak atau kedaluwarsa).
b) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1
(satu) jenis perbekalan farmasi.
c) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan,
pengadaan, distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik
perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanannya.

Hal-hal yang harus diperhatikan:


 Kartu stok diletakkan bersamaan/ berdekatan dengan perbekalan
farmasi bersangkutan
 Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
 Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran,
hilang, rusak/ kedaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok
 Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan
Informasi yang didapat:
a) Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok);
b) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima;
c) Jumlah perbekalan farmasi yang keluar;
d) Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/rusak/kedaluwarsa; dan
e) Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:


 Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi;
 Penyusunan laporan;
 Perencanaan pengadaan dan distribusi;
 Pengendalian persediaan;
 Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan
pendistribusian; dan
 Sebagai alat bantu kontrol bagi apoteker
2.2.2. Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi sediaan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang
disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Banyak tugas/fungsi
penanganan informasi dalam pengendalian perbekalan farmasi (misalnya,
pengumpulan, perekaman, penyimpanan penemuan kembali, meringkas,
mengirimkan dan informasi penggunaan sediaan farmasi) dapat dilakukan
lebih efisien dengan komputer daripada sistem manual.
Sistem komputer harus termasuk upaya perlindungan yang memadai
terhadap aktivitas pencatatan elektronik. Untuk hal ini harus diadakan
prosedur yang terdokumentasi untuk melindungi rekaman yang disimpan
secara elektronik, terjaga keamanan, kerahasiaan, perubahan data dan
mencegah akses yang tidak berwenang terhadap rekaman tersebut. Suatu
sistem data pengaman (back up) harus tersedia untuk meneruskan fungsi
komputerisasi jika terjadi kegagalan alat. Semua transaksi yang terjadi
selama sistem komputer tidak beroperasi, harus dimasukkan ke dalam
sistem secepat mungkin.
Laporan yang dibuat Apotek
No Jenis pelaporan Kegunaan Keterangan
1. Narkotik Untuk audit POM dan keperluan
perencanaan
2. psikotropik Untuk audit POM dan keperluan
perencanaan

PENCATATAN DAN PELAPORAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA


(Kemenkes, 2016)
Pencatatan dan Pelaporan Narkotika dan Psikotropika melalui Aplikasi
SIpnap dengan website sipnap.kemkes.go.id (gambar 1). Aplikasi SIPNAP (Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat
Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh Unit
Pelayanan (Apotek, Klinik dan Rumah Sakit), Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia.
Dokumen ini merupakan dokumen petunjuk penggunaan aplikasi SIPNAP.
Dokumen ini ditujukan untuk membantu pengguna dalam menjalankan proses pada
aplikasi sesuai dengan prosedur yang ada. Dokumen ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai panduan untukmenyelesaikan masalah yang dihadapi dalam penggunaan
aplikasi (Kemenkes, 2016).

Gambar 1. Aplikasi SIPNAP (Anonim, 2016)


Gambar 2. TATA CARA PENGISIAN SIPNAP (Anonim, 2016)

Gambar 3. Menu Aplikasi SIPNAP (Anonim, 2016)

BAB III. KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
1. Pencatatan dan pelaporan di Apotek memiliki 2 pelaporan yaitu pelaporan
internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen
Apotek, pengelolaan di apotek, baik pengelolaan stok, pengelolaan
karyawan, dan database pelanggan. Beberapa laporan internal yang penting
dibuat di apotek. Dan pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya.
2. Pencatatan dan pelaporan di Puskesmas menggunakan kartu stok dan
LPLPO. Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit dan
puskesmas induk, LPLPO dibuat tiga rangkap yakni :
Dua rangkap diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui instalasi farmasi
Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah ditanda
tangani disertai satu rangkap LPLPO dan satu rangkap lainnya disimpan di
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Satu rangkap untuk arsip Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, TY., 2010, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua,


Universitas Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1999, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit dan Apotek, Jakarta
Anonim, 2003, Farmasi Klinik, PT Elek Media Komputindo, Kelompok
Gramedia, Jakarta
Anonim, 2005, Kebijakan Obat Nasional 10-12, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2016, Kebijakan Pencatatan dan Pelaporan Penggunaan Perbekalan
farmasi Rumah Sakit, Peraturan Direktur Rumah Sakit no 343/\/Dir-
SK/XII/2016, Jakarta
Budiono, S., Suryawati, S., Sulanto, S.D., 1999. Manajemen Obat Rumah
Sakit, Magister Manajemen Rumah Sakit, Fakultas
Kedokteran UGM, Yogyakarta
Dep Kes RI, 2002, Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan
Farmasi, DepKes RI, Jakarta
Dep Kes RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang
Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit dan Apotek, Jakarta.
Dep Kes RI., 2008, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor:
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimum RumahSakit,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Dep Kes RI, 2009, Undang Undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1993, Daftar Obat Essensial Nasional,Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.126/Menkes/SK/XII/1993, Jakarta
Hasan, W.E., 1986, Hospital Pharmacy, Fifth ed, Lea and Febiger, Philadelphia
Liliek, S., 1998, Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah
Wangaya Kotamadya Dati II Denpasar, Tesis, Magister Manajemen
Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
PerMenKes, 2014, Standar pelayanan Farmasi Rumah Sakit, KepMenKes no 58
th 2014, Jakarta.
Quick, J.P., Rankin, J.R., Laing, R.O., O’Cornor, R.W., 1997, Managing Drug
Supply, the selection, procurement, distribution and use of
pharmaceutical, second edition, Kumarin Press, Conecticus, USA
Quick, J.P., Rankin, J.R., Laing, R.O., O’Cornor, R.W., 2012, Managing Drug
Supply, the selection, procurement, distribution and use of
pharmaceutical, third edition, Kumarin Press, Conecticus, USA
Reason, J., 2000, Human error : models and management, BMJ. 2000;
320 : 768 – 770.
Satibi, 2014, Manajemen Obat di Rumah Sakit (ed. Pertama), Yogyakarta,UGM-
Press.
Siregar, Ch.J.P., 2003, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Terapan, Penerbit buku
kedokteran ECG, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai