Anda di halaman 1dari 12

PERKEMBANGAN PASAR MODAL DI INDONESIA

Disusun oleh: Agus Sabardi

Sejarah Pasar Modal di Indonesia


Periode I (1912-1942) : Periode Jaman Belanda Periode II (1952-1960) : Periode Orde Lama Periode III (1977-1988) : Periode Orde Baru Periode IV (1988-1995) : Periode bangun dari tidur yang panjang Periode V (mulai th. 1995) : Periode Otomatisasi Periode VI (mulai Agustus 1997) : Periode Krisis Moneter

Periode III (Orde Baru)

PT Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama yang tercatat pada BEJ Periode tidur yang panjang karena s.d. tahun 1988 hanya sedikit perusahaan yang tercatat (24 perusahaan) Tidak dikenakannya pajak atas deposito, sedangkan dividen dikenakan pajak penghasilan sebesar 15%

Periode IV (1988-1995)

Sampai dengan 1990 sudah mencapai 127 Sampai 1996 mencapai 238 Lahir BES tgl 16 Juni 1989 Peningkatan ini disebabkan oleh:
-

Permintaan investor asing Pakto 1988 Perubahan generasi

Periode V (mulai tahun 1995)

JATS tgl 22 Mei 1995 terdiri dari:


-

Trading Engine Gateway Traders Workstation


Trader Workplace S-MART Mall S-MART Web S-MART Chat

S-MART tgl 10 Maret 1997 terdiri dari:


-

Periode VI (mulai Agustus 1997) : Krisis Moneter

Untuk mencegah permintaan dollar Amerika yang berlebihan, BI menaikkan SBI menaikkan Suku Bunga Deposito Suku Bunga Deposito tinggi, investor tidak lagi tertarik dengan pasar modal Pembatasan kepemilikan investor asing dihapuskan Melikuidasi 16 Bank Swasta Nasional

Zaman Penjajahan

Awal abad ke-19 Pemerintah Kolonial Belanda membangun perkebunan secara besar-besaran Pasar Modal secara resmi berdiri di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 dengan nama Vereniging Voor de Effectenhandel Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif: Fa Dunlop & Kolf, Fa Gijselman & Steup, Fa Monod & Co, Fa Andre Witansi & Co, Fa AW Deeleman, Fa H. Jul Joonstensz, Fa Jeanette Walen, Fa Wiekert & VD Linden, Fa Vermeys & Co, Fa Cruyff dan Fa Gebroeders Efek yang diperjualbelikan : saham dan obligasi perusahaan perkebunan Belanda di Indonesia, obligasi pemerintah, sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika dan efek perusahaan Belanda lainnya

Zaman Penjajahan

Muncul bursa efek di kota lain: 11 Januari 1925 di Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang Perkembangan pasar modal waktu itu cukup menggembirakan (Nilai Efek mencapai NIF 1,4 milyar yang berasal dari 250 macam efek) Pada permulaan tahun 1939 dengan meningkatnya suhu politik di Eropa, Pemerintah Hindia Belanda menutup bursa di Surabaya dan Semarang dan memusatkannya di Batavia Pada tanggal 17 Mei 1940 bursa ditutup secara keseluruhan Pecahnya Perang Dunia II menandai berakhirnya aktivitas pasar modal pada jaman penjajahan Belanda

Orde Lama

Didahului dengan terbitnya UU Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951 UU No. 15 tahun 1952 tentang Bursa Tanggal 31 Juni 1952 di Jakarta Pemerintah membuka kembali Bursa Efek yang diselenggarakan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 Bank Negara dan beberapa makelar efek lainnya dengan Bank Indonesia sebagai penasehat Aktivitas semakin meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955, dan 1956 Para pembeli obligasi banyak warga negara Belanda, baik perseorangan/ badan hukum, semua anggota diperbolehkan melakukan transaksi arbitrase dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam

Orde Lama

Keadaan ini hanya berlangsung sampai 1958 yang diakibatkan oleh politik konfrontasi yang dilancarkan Pemerintah RI terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan banyak warga negara Belanda yang meninggalkan Indonesia Sengketa Irian jaya dan aksi pengambilalihan semua perusahaan Belanda di Indonesia sesuai UU Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958 Instruksi dari BANAS (Badan Nasionalisasi Perusahaan Belanda) tahun 1960 larangan bagi Bursa Efek Indonesia untuk memperdagangkan semua efek dari perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia Tingkat inflasi yang tinggi makin mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Pasar Uang dan Pasar Modal di Indonesia yang mencapai puncaknya pada tahun 1966 Penurunan ini mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah sehingga tidak menarik bagi investor Hal ini merupakan pasang surut pasar modal Indonesia pada zaman Orde Lama

Orde Baru

SK Direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI dibentuk tim persiapan Pasar Uang (PU) dan Pasar Modal (PM) SK Menker No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam dan PT. Danareksa. Bapepam bertugas membantu MenKeu yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral dan sebagai pengawas dan pengelola Bursa Efek Tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan Keppres No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go public-nya beberapa perusahaan Tahun 1977-1987 mengalami kelesuan karena prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya Untuk mengatasi masalah ini Pemerintah mengeluarkan Pakdes 1987, Pakto 1988, dan Pakdes 1988

Orde Baru

Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 40% dari total emisi. Pakdes 1987 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel Pakto 1988 ditujukan pada sektor perbankan namun memiliki dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 1988 ini berisi tentang ketentuan 3L (Legal, Lending, Limit) dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini bersifat positif karena memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal Pakdes 1988 memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa

Anda mungkin juga menyukai