Anda di halaman 1dari 37

KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU:

Matematika dan Pendidikan Matematika

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu


Dosen pengampu: Prof. Dr. Marsigit, MA

Disusun Oleh:

Dwi Syifa Kusumawati, S.Pd


NIM 23031140048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga makalah tugas akhir mata kuliah Filsafat Ilmu dengan judul

“Konstruksi Dan Implementasi Filsafat Ilmu: Matematika dan Pendidikan Matematika”

dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah bagi Nabi

Muhammad SAW beserta pengikutnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada

Bapak Prof. Dr. Marsigit, MA selaku dosen pengampu pada mata Filsafat Ilmu. Penulis

menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan, dan masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari segala pihak yang bersifat

membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan

sumbangan pikiran yang berdampak positif sekaligus bermanfaat bagi masyarakat luas.

Yogyakarta, 10 Desember 2023

Penulis
BAB I
FILSAFAT UMUM

Kata filsafat berasal dari Bahasa Yunani philosophia, yang terdiri dari kata philein
berarti “cinta” dan sophia berarti “kebijaksanaan”, maka filsafat berarti cinta kebijaksanaan.
Sehingga dapat dikatakan seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan
(Muliadi, 2013). Pengertian filsafat dari pendapat beberapa ahli adalah filsafat merupakan
suatu ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat tidak mempersoalkan tentang gejala
atau fenomena, tetapi mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena. Tiga faktor yang
menjadikan filsafat sebagai suatu landasan dalam mendapatkan pengetahuan yaitu:
A. Ontologi
Secara bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani Ontos berarti “yang ada” dan
Logos berarti “ilmu”. Ontologi merupakan cabang dari ilmu filsafat yang berhubungan
dengan hakikat hidup tentang segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Ontologi
sering kali diidentikkan dengan metafisika (Suminar, 2019). Kajian ontologi dikaitkan
dengan pandangan Islam, terbagi menjadi dua yaitu: Pertama, objek ilmu yang bersifat
materi, maksudnya adalah objek ilmu yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan. Contohnya
ilmu sains, ilmu eksak, ilmu politik, sosial, budaya, psikologi, dan lain sebagainya. Kedua,
objek ilmu yang bersifat non-materi. Berlawanan dengan objek materi, pada non-materi ini
tidak bisa didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil akhir dari objek non-materi ini lebih sebagai
kepuasan spiritual. Contohnya objek yang berbicara tentang ruh, sifat dan wujud Tuhan
(Khomsatun, 2019).
Menurut Khomsatun (2019) awalnya, argumen tentang ontologi dicetuskan oleh Plato
dengan teorinya yang disebut teori idea. Menurutnya, apa saja yang ada di alam semesta ini
pasti memiliki idea. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah pengertian atau konsep universal
dari tiap sesuatu. Sehingga idea ini yang merupakan hakikat sesuatu itu dan menjadi dasar
dari wujud sesuatu itu. Idea-idea tersebut berada di balik yang nyata dan idea itulah yang
menurutnya abadi. Oleh karenanya, ini yang menjelaskan kenapa benda-benda yang kita lihat
atau yang ditangkap oleh pancaindra senantiasa berubah. Dengan kata lain, benda yang dapat
ditangkap oleh pancaindra manusia hanyalah khayalan dan ilusi belaka. Selanjutnya,
argumen ontologi juga disampaikan oleh St. Augustine. Ia menjelaskan bahwa manusia
mengetahui dari pengalamannya bahwa dalam alam semesta ini ada kebenaran. Namunn,
terkadang akal manusia merasa bahwa apa yang ia ketahui memang benar, terkadang juga
manusia merasa ragu bahwa apa yang diketahuinya itu adalah suatu kebenaran. Menurut
Augustine, akal manusia pada dasarnya mengetahui bahwa di atasnya masih ada suatu
kebenaran yang tetap yang menjadi sumber bagi akal manusia dalam usahanya untuk
mengetahui apa yang benar. Kebenaran yang tetap itulah kebenaran yang mutlak. Kebenaran
yang mutlak ini menurut Augustine disebut dengan Tuhan. Ontologi melihat hakikat suatu
kenyataan melalui dua sudut pandang yaitu: 1) kuantitatif yaitu dengan mempertanyakan
apakah kenyataan itu berbentuk tunggal atau jamak; 2) kualitatif yaitu dengan
mempertanyakan apakah kenyataan itu mempunyai kualitas tertentu. Sederhananya ontologi
bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari kenyataan konkret secara kritis.

B. Epistemologi
Secara bahasa, epistemologi berasal dari Bahasa Yunani Episteme artinya
“pengetahuan” dan Logos artinya “ilmu”. Secara istilah, epistemologi adalah suatu ilmu yang
mengkaji tentang sumber pengetahuan, metode, struktur, dan benar tidaknya suatu
pengetahuan tersebut. Epistemologi diartikan sebagai cabang filsafat yang berhubungan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, serta penegasan bahwa seseorang memiliki
pengetahuan (Rokhmah, 2021). Jadi, epistemologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan pengetahuan seperti sumber, proses, syarat serta jaminan dari
kebenaran pengetahuan tersebut.
Jika ontologi mencari secara reflektif tentang yang ada, epistemologi berupaya
membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Landasan epistemologi memiliki arti yang
sangat penting bagi pengetahuan, karena menjadi tempat berpijak dari pengetahuan yang baik
ialah yang memiliki landasan yang kuat. Selain itu, epistemologi merupakan pengetahuan
yang diperoleh melalui hasil tangkapan indra lalu diteruskan dan ditampilkan oleh akal.
Epistemologi menganggap bahwa setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari
pemeriksaan dan penyelidikan hingga akhirnya dapat diketahui manusia. Dengan demikian,
jelas bahwa epistemologi ini membahas tentang dasar, sumber, karakteristik, kebenaran, dan
cara mendapatkan suatu pengetahuan. Aspek terpenting yang dibahas dalam epistemologi
yaitu sumber pengetahuan dan metode pengetahuan.

C. Aksiologi
Secara bahasa, aksiologi berasal dari Bahasa Yunani axion yang berarti nilai dan logos
yang berarti ilmu, sederhananya aksiologi adalah ilmu tentang nilai. Aksiologis dasarnya
berbicara tentang hubungan ilmu dengan nilai, apakah ilmu bebas nilai dan apakah ilmu
terikat nilai. Sehingga aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, berhubungan dengan
layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas. Ketika para ilmuwan dulu ingin membentuk
satu jenis ilmu pengetahuan maka seharusnya dia telah melakukan uji aksiologis (Rokhmah,
2021). Pada intinya aksiologi itu membahas tentang layak atau tidaknya sebuah ilmu
pengetahuan, pantas atau tidaknya ilmu pengetahuan itu dikembangkan. Kemudian aksiologi
juga yang melakukan pengereman jika ada ilmu pengetahuan tertentu yang memang tingkat
perkembangannya begitu cepat, yang mungkin pada akhirnya nanti akan membuang nilai-
nilai yang dipegang kuat oleh umat manusia.
Berdasar pada landasan aksiologi, suatu pernyataan ilmiah dapat dianggap benar bila
pernyataan ilmiah tersebut mengandung unsur aksiologi di dalamnya yaitu adanya nilai
manfaat bagi kehidupan manusia. Menghilangkan unsur aksiologis dari ilmu pengetahuan
berarti telah memperlemah posisi ilmu tersebut dari sudut pandang filsafat ilmu pengetahuan.
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia
yang negatif sehingga ilmu pengetahuan tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Daya kerja
dari aksiologi diantaranya: 1) menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat
menemukan kebenaran yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh
kejujuran dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung. 2) pemilihan objek dapat
dilakukan secara etis yang tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat
manusia, tidak mencampuri masalah kehidupan dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik,
arogansi kekuasaan dan kepentingan politik. 3) pengembangan pengetahuan diarahkan untuk
meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta
keseimbangan, kelestarian lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.
BAB II
FILSAFAT ILMU

Filsafat dikatakan sebagai filsafat ilmu karena di dalam pengertian filsafat


mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu: apa, bagaimana, mengapa, dan ke mana.
Pertanyaan “apa” mengarah pada hal yang ingin diketahui, termasuk dalam bagian ontologi.
Menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal, yang mana hakikat ini tidak
bersifat empiris, sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. Pengetahuan yang diperoleh
adalah mengetahui hal-hal yang sifatnya umum, universal, abstrak. Pertanyaan “bagaimana”
mengarah pada cara memperoleh pengetahuan, termasuk dalam bagian epistimologi.
Menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap atau yang tampak oleh indera. Pengetahuan
yang diperoleh bersifat deskriptif (penggambaran). Pertanyaan “mengapa” dan “ke mana”
mengarah pada kegunaan dari ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia, dan termasuk
pada bagian aksiologi. Pertanyaan “mengapa” menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu
obyek, pengetahuan yang diperoleh bersifat kausalitas (sebab akibat). Sedangkan pertanyaan
“ke mana” menanyakan tentang apa yang terjadi di masa lampau, masa sekarang, dan masa
yang akan datang. Pengetahuan yang diperoleh ada tiga jenis, yaitu: Pertama, pengetahuan
yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan); Kedua, pengetahuan yang
timbul dari adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat; Ketiga, pengetahuan
yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan.
(Achmadi, 2001; Prawironegoro, 2010)
A. Ontologi Ilmu
Ontologi ilmu meliputi hakikat dari suatu ilmu, hakikat kebenaran dan kenyataan
yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang
apa dan bagaimana (yang) “ada” itu. Lima konsep yang berkembang dalam ontologi ilmu
dirangkum sebagai berikut:
1. Umum (universal) dan Tertentu (particular)
“Umum” dapat dipisahkan atau disederhanakan melalui cara-cara tertentu. Sebagai
contoh, ada dua buah kursi yang masing-masing berwarna hijau, maka kedua kursi ini
berbagi kualitas ”berwarna hijau” atau ”menjadi hijau”.
2. Substansi (substance) dan Ikutan (accident)
Substansi adalah petunjuk yang dapat menggambarkan sebuah obyek, atau properti yang
melekat secara tetap pada sebuah objek. Ikutan (accident) dalam filsafat adalah atribut
yang mungkin atau tidak mungkin. Menurut Aristoteles, ”ikutan” adalah kualitas yang
dapat digambarkan dari sebuah objek. Misalnya: warna, tekstur, ukuran, bentuk dsb.
3. Abstrak dan Kongkrit
Abstrak adalah objek yang ”tidak ada” dalam ruang dan waktu tertentu, tetapi ”ada” pada
sesuatu yang tertentu, contohnya: ide, permainan tenis (permainan adalah abstrak, sedang
pemain tenis adalah kongkrit). Kongkrit adalah objek yang ”ada” pada ruang tertentu dan
mempunyai orientasi untuk waktu tertentu. Misalnya: awan, badan manusia.
4. Esensi dan eksistensi
Esensi adalah atribut yang menjadi dasar keberadaan sebuah objek. Atribut merupakan
penguat dari objek, jika atribut hilang maka objek akan kehilangan identitas. Eksistensi
adalah kenyataan akan adanya suatu objek yang dapat dirasakan oleh indera.
5. Determinisme dan indeterminisme
Determinisme adalah pandangan bahwa setiap kejadian (perilaku manusia, pengambilan
keputusan dan tindakan) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari rangkaian kejadian-
kejadian sebelumnya. Indeterminisme merupakan perlawanan terhadap determinisme.
Ontologi matematika merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan suatu
yang ada termasuk hal-hal metafisik (hal-hal yang nonfisik atau tidak kelihatan) dalam
pengetahuan matematika termasuk di dalamnya objek kajian matematika itu sendiri berupa
fakta, konsep, operasi dan prinsip. Dalam ontologi matematika banyak hal yang dipersoalkan
misalnya cakupandari pernyataan matematika yang berkaitan dengan dunia nyata (fakta) atau
hanya dalam pikiran manusia. Misalnya sebagai bidang geometri sudah lazim diterima bahwa
di antara dua titik terdapat suatu garis lurus. Tetapi jika dicari dalam dunia pengalaman
manusia, tidak pernah dijumpai titik dan garis dalam arti yang seutuhnya. Aspek ontologi
pada ilmu matematika akan diuraikan sebagai berikut : a) Metodis, matematika merupakan
ilmu ilmiah (bukan fiktif); b) Sistematis, ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan
hubungan artinya kajian-kajian ilmu matematika saling berkaitan antara satu sama lain; c)
Koheren, konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam matematika saling bertautan dan
tidak bertentangan; d) Rasional, ilmu matematika sesuai dengan kaidah berpikir yang benar
dan logis; e) Komprehensif; objek dalam matematika dapat dilihat secara multidimensional
(dari barbagai sudaut pandang); f) Radikal, dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksioma;
g) Universal, ilmu matematika kebenarannya berlaku secara umum dan di mana saja.

B. Epistemologi Ilmu
Epistemologi matematika merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan
pengetahuan matematika. Cabang ini khusus menelaah segi-segi dasar pengetahuan
matematika seperti sumber, hakikat, batas-batas, dan kebenaran pengetahuan beserta ciri-ciri
matematika yang meliputi abstraksi, ruang, waktu besaran, simbolik, bentuk, dan pola.
Epistemologi matematika yaitu ilmu filsafat untuk mempelajari keaslian atau validitas dari
sifat-sifat matematika. Misalnya, untuk mengetahui benar atau tidaknya suatu teorema, maka
diperlukan adanya pembuktian. Sehingga pembuktian teorema dalam matematika ini
merupakan contoh dari epistemologi matematika.
Di dalam teori pengetahuannya, Immanuel Kant berusaha meletakkan dasar
epistemologis bagi matematika untuk menjamin bahwa matematika memang benar dapat
dipandang sebagai ilmu. Kant menyatakan bahwa metode yang benar untuk memperoleh
kebenaran matematika adalah memperlakukan matematika sebagai pengetahuan apriori.
Epistemologi dalam matematika yaitu ketika kita mengajarkan materi lingkaran dimana
dalam rumus keliling dan luas lingkaran terdapat nilai, biarkan siswa sendiri yang
menemukan berapa nilai yaitu dengan cara siswa diajak melakukan percobaan terhadap
beberapa benda yang berbentuk lingkaran, dari hasil percobaan tersebut siswa akan
menenmukan sendiri berapa nilai tersebut. Epistemologi pendidikan matematika yaitu ilmu
filsafat untuk mempelajari keaslian atau validitas dari sifat-sifat pendidikan matematika,
keaslian atau kebenaran hal-hal yang termuat dalam proses belajar mengajar matematika.
Contohnya seperti pengetahuan dasar matematika yang telah dipahami siswa sebelumnya.
Apakah pengetahuan itu bersifat benar atau tidak, seperti itulah contoh dari epistemologi
matematika.
C. Aksiologi Ilmu
Akisologi bersifat subjektif, sesuai dengan kebutuhan manusia itu sendiri. Sehingga
kadar kebermanfaat suatu pengetahuan berbeda-beda dari satu manusia dengan manusia
lainnya. Aksiologi dalam matematika sendiri juga bersifat subjektif. Di mana nilai
kebermanfaatan dari matematika berbeda-beda pada setiap orangnya. Nilai kebermanfaatan
ini dipengaruhi dengan pengalaman-pengalaman masing-masing individu yang dirasakan.
Begitu dengan aksiologi pada pendidikan matematika. Di mana pada proses pembelajaran
matematika guru atau pun siswa dapat berbeda nilai dari kebermanfaatan materi yang
diajarkan. Siswa dapat menilai suatu materi itu bagi dirinya atau tidak, dikarenakan dekat
dengan kehidupan siswa itu sendiri masing-masing. Sehingga bentuk aksiologi pada
pendidikan matematika itu berbeda setiap siswa.
BAB III
MEMBANGUN FILSAFAT

Filsafat berbeda dengan ilmu yang lain, ilmu lain bergerak dari tidak tahu menuju
tahu, sedangkan ilmu filsafat bergerak dari tidak tahu menuju tahu selanjutnya ke hakikat.
Berpikir yang seperti ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan bisa
dipertanggung jawabkan. Sehingga diperlukan beberapa hal, yaitu: a. Sistematis, pemikiran
yang sistematis bertujuan untuk menyusun pola pengetahuan yang rasional; b. Konsepsional,
sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang terkonsepsi (jelas); c. Koheren (runtut) dan
Rasional, pemikiran filsafat harus memuat kebenaran yang logis, yang mempunyai kaidah-
kaidah berpikir (logika); d. Sinoptik, pemikiran filsafat harus melihat hal-hal secara
menyeluruh; e. Mengarah kepada pandangan dunia, pemikiran filsafat sebagai upaya untuk
memahami semua realitas kehidupan (Muliadi, 2013). Pada bagian ini akan dibahas filsafat
merupakan metafisika, kritik terhadap pemikiran, dan pergulatan dalam memperebutkan
dunia dan kehidupan.

A. Metafisika
Hidup manusia itu metafisik, yakni ada sifat dibalik sifat, sifat mendahului sifat, sifat
mengikuti sifat, dan sifat mempunyai sifat. Ini berarti sebelum adanya suatu hal ada hal lain
yang lebih mendahului dan keberadaannya itu tidak terbatas, begitu pula untuk hal-hal yang
akan datang. Maka dari itu, manusia hidup karena tidak sempurna. Namun, tidak sempurna
yang dimaksud bukan dalam hal fisik.
Anggapan awal bahwa hidup manusia itu adalah metafisik yaitu bermula dari segala
macam kegiatan dan sifat manusia yang terbagi menjadi dua bagian. Yang apabila hilang
salah satunya maka tidak ada kehidupan lagi. Hal yang paling mendasari dari dua bagian itu
adalah kuasa Tuhan dan hukum alam. Lahirnya manusia adalah kuasa Tuhan, hanya manusia
terpilih yang lahir dan kelahirannya sesuai dengan takdir Tuhan yang bersifat tetap. Namun,
manusia bisa memilih untuk menjalani kehidupannya. Apakah ia memilih pada jalan
kebenaran atau malah sebaliknya yaitu pada jalan kemunafikan. Hal ini disebut ikhtiar dan
sifatnya dapat berubah sesuai hukum alam.
Suatu yang tetap dalam matematika akan bersifat A = A (identitas), atau disebut juga
tautologi yang berarti hal tersebut benar (tetap) untuk setiap kemungkinan. Sedangkan,
sesuatu yang berubah akan bersifat A ≠ A (kontradiksi), sehingga akan terjadi novelty atau
kebaruan. Dua hal yang bertolak-belakang ini juga terjadi pada Rene Descartes dan David
Hume. Perselisihan terjadi antara mereka di mana Rene Descartes memiliki paham
rasionalism, ia percaya bahwa cara untuk mencapai pengetahuan adalah dengan logika dan
intelektual. Sedangkan David Hume memiliki paham empirisme, yang mana ia
mengandalkan bukti empiris dan menganggap kebenaran hanya diperoleh melalui
pengalaman. Hingga Immanuel Kant berada diantara keduanya, ia menyatakan bahwa
pengetahuan bersumber dari akal dan pengalaman.
Perselisihan tidak berhenti pada saat Immanuel Kant hadir. Auguste Comte muncul
dan menolak semua perselisihan tersebut, ia menyatakan perselisihan tersebut tidak ada yang
benar. Auguste Comte mengembangkan teori yang dikenal sebagai positivisme, ia
meletakkan agama pada urutan paling bawah, kemudian metafisik, dan metode positif. Ia
menekankan bahwa pengetahuan yang tepat hanya dapat diperoleh melalui pengamatan yang
akurat dan verifikasi empiris. Dari perselisihan – perselisihan tersebut manusia menjelma
dari Archaic (manusia batu), Tribal (pedalaman), Tradisional, Feudal, Modern, Post Modern,
hingga Power Now.

B. The Critique Of Pure Reason


Alasan manusia berada dalam satu bidang pengetahuan bermula dari pertanyaan-
pertanyaan tidak terjawab yang berasal dari dirinya (sifat) sendiri, karena pertanyaan-
pertanyaan tersebut melampaui kemampuan pikiran. Hal ini dimulai dengan pengalaman,
kebenaran serta adanya prinsip-prinsip tertentu yang akan membawa pemikiran manusia naik
pada kondisi yang lebih tinggi dan lebih terpencil. Namun, pertanyaan-pertanyaan baru juga
akan terus muncul. Dengan demikian, timbullah kebingungan dan kontradiksi, karena
prinsip-prinsip yang digunakan akan melampaui/melewati batas-batas pengalaman. Konteks
yang tak ada habisnya ini disebut Metafisika.
Terdapat suatu khasus, pada awalnya pemerintahan berada di bawah kaum dogmatis.
Namun, ketika legislatif terus menunjukkan jejak pemerintahan barbar kuno, kerajaannya
perlahan-lahan terpecah, dan menyebabkan pemerintahan anarki. Sedangkan kelompok
skeptis, seperti suku nomaden, yang membenci tempat tinggal permanen dan cara hidup
menetap, dari waktu ke waktu menyerang mereka yang telah mengorganisir diri menjadi
komunitas sipil. Akan tetapi, karena jumlah mereka sedikit mereka tidak dapat menghentikan
usaha orang-orang yang mendirikan bangunan-bangunan baru. Kemudian, muncul harapan
bahwa perselisihan tersebut terselesaikan dan dapat ditegakkan oleh fisiologi pemahaman
manusia (pemahaman Locke). Namun, terjadi suatu keadaan yang menimbulkan kecurigaan.
Sehingga jatuh kembali ke dalam konstitusi dogmatisme yang kuno dan busuk.
Melalui hal di atas dapat disimpulkan bahwa kekacauan ketika berada dalam
kebingungan dan ketidakjelasan merupakan sumber atau awal dari munculnya ilmu
pengetahuan. Pada kenyataannya menjadi acuh tak acuh terhadap suatu hal akan sia-sia.,
karena pada akhirnya mau tidak mau mereka tetap akan terjerumus ke dalam deklarasi dan
proposisi metafisik. Menghancurkan ilusi-ilusi yang bermula dari kesalahpahaman
merupakan tugas filsafat, dan tiap permasalahan metafisik pasti menemukan solusinya,
karena akal murni adalah kesatuan yang sempurna.
Keluhan mengenai kemerosotan ilmu pengetahuan sering terdengar.
Ketidakpedulian, keraguan, dan berakhir kritik keras akan menimbulkan rasa tidak aman,
Zaman kita adalah zaman kritik, yang mana segala sesuatunya harus ditaklukkan. Agama dan
peraturan perundang-undangan dianggap sebagai dasar pengecualian dari pemeriksaan
pengadilan. Namun, jika mereka termasuk dalam kelompok tersebut, mereka dikecualikan.
Sehingga dalam berkritik sangat diperlukan dua syarat berikut, yaitu kepastian dan kejelasan.
Mengenai kepastian, opini tidak dapat diterima, karena dalam pemikiran ini kondisi harus
dibangun atas dasar apriori dan untuk memberikan standar (konsekuensi) dari semua
kepastian apodeictic (filosofis). Tetapi, jangan sampai menimbulkan keraguan, karena tujuan
awalnya adalah untuk menghilangkan keraguan dalam benak pembaca. Pandangan yang
diambil mempunyai dua sisi, pertama berkaitan dengan objek pemahaman murni,
dimaksudkan untuk menunjukkan dan membuat validitas obyektif dari konsepsi apriori,
karena hal ini merupakan bagian penting dari kritik. Sedangkan yang kedua menganggap
pemahaman murni tersebut kemungkinan dan kekuatan kognisinya berasal dari sudut
pandang subjektif.
Mengenai kejelasan, pembaca mempunyai hak untuk menuntut kejelasan yang
bersifat logis, yaitu berdasarkan konsepsi, maupun kejelasan intuitif atau estetis melalui
intuisi, yaitu dengan contoh atau mode ilustrasi lainnya secara konkrit. Penjelasan, pemberian
contoh, serta bantuan lain memang membantu kita dalam memahami suatu permasalahan,
namun hal-hal tersebut mengalihkan perhatian, menghilangkan kekuatan mental pembaca,
dan menghalanginya dalam membentuk konsepsi yang jelas tentang keseluruhan. Pembaca
tentu saja harus memiliki dorongan yang kuat untuk bekerja sama dengan penulis, jika ia
telah membentuk niat untuk mendirikan bangunan ilmu metafisika yang lengkap dan kokoh,
sesuai dengan rencana yang ada di hadapannya. Metafisika, sebagaimana digambarkan di
sini, adalah ilmu yang mengakui adanya penyelesaian dengan sedikit kerja keras. Sebab, ilmu
ini tidak lain hanyalah sebagai pengelola segala sesuatu yang diberikan kepada kita melalui
akal murni yang disusun secara sistematis.
Sebagian kalangan modern berpikir untuk memperluas wilayahnya dengan
memperkenalkan pembahasan psikologi tentang kemampuan mental, seperti imajinasi,
kecerdasan, metafisik, pembahasan tentang asal usul pengetahuan dan berbagai macam
kepastian, sesuai dengan perbedaan objeknya. (idealisme, skeptisisme, dan sebagainya),
ataupun diskusi antropologis mengenai prasangka, penyebab dan solusinya. Upaya ini
dilakukan karena ketidaktahuan mereka terhadap sifat khusus ilmu logika. Kita bisa saja
menjelekkan ilmu-ilmu ketika kita melupakan batas-batasnya. Sekarang logika terbungkus
dalam batas-batas yang memungkinkan adanya definisi yang sangat jelas; ia adalah ilmu
yang objeknya pemaparan dan pembuktian hukum-hukum formal dari semua pemikiran, baik
itu apriori atau empiris, apa pun asal usul atau objeknya, dan bagaimanapun kesulitan yang
dihadapinya. Keberhasilan awal logika harus dikaitkan secara eksklusif dengan sempitnya
bidangnya, di mana abstraksi harus dilakukan terhadap semua objek kognisi dengan
perbedaan karakteristik, dan di mana pemahaman hanya berurusan dengan diri sendiri.
Ilmu dapat disebut rasional bila mengandung unsur kognisi apriori, dan kognisi ini
bisa mempunyai hubungan ganda dengan objeknya. Pertama harus menentukan konsepsi
objeknya atau kedua harus menetapkan realitasnya. Yang pertama bersifat teoritis, sedangkan
yang kedua bersifat kognisi praktis dan rasional. Dalam keduanya, unsur murni atau apriori
harus ditangani terlebih dahulu, dan harus dibedakan secara hati-hati dari unsur yang
diperoleh dari sumber lain. Matematika dan fisika adalah dua ilmu teoretis yang harus
menentukan objeknya secara apriori. Pada masa-masa awal, matematika telah memasuki
jalur ilmu pengetahuan. Namun, tidak dapat diasumsikan bahwa ilmu pengetahuan dapat
dengan mudah memasuki atau membangun dirinya sendiri. Tidak seperti matematika yang
memiliki konsep-konsep, metafisika adalah ilmu yang murni spekulatif, di mana metafisika
menempati posisi yang sepenuhnya terisolasi dan sepenuhnya independen dari ajaran
pengalaman. Metafisika adalah ilmu pengetahuan tertua, dan akan tetap bertahan bahkan jika
semua ilmu pengetahuan lainnya hilang.

C. Pergulatan dalam Memperebutkan Dunia dan Kehidupan


Pergulatan atau perebutan menjadi fenomena yang paling sering muncul bahkan
menjadi bagian hidup manusia dalam bersosial maupun berpolitik. Pergulatan memiliki
dampak positif dan dampak negatif, dampak positif dari pergulatan adalah dapat
memfasilitasi tercapainya rekonsiliasi (menyelesaikan perbedaan) atas berbagai kepentingan.
Pergulatan akan berakhir dengan kemenangan disalah satu pihak dan kekalahan dipihak
lainnya. Namun, ada juga pergulatan yang dapat diselesaikan dengan baik hingga berdampak
baik bagi kemajuan dan perubahan masyarakat, akan tetapi ada beberapa pergulatan justru
berdampak negatif hingga mengakibatkan timbulnya kerusakan, menciptakan
ketidakstabilan, ketidakharmonisan, dan ketidakamanan bahkan sampai mengakibatkan
jatuhnya korban jiwa.
Pergulatan terjadi di berbagai elemen masyarakat, hal ini dikarenakan berbagai latar
belakang kebudayaan dan status sosial ekonomi. Pergulatan sering kali muncul dalam
kehidupan di sekitar kita. Pergulatan yang muncul dilatarbelakangi oleh berbagai
kepentingan antara kelompok tertentu dan membuat ketidakstabilan di dalam tatanan
kehidupan masyarakat. Pergulatan bisa muncul pada skala yang berbeda, baik pergulatan
antar individu maupun pergulatan antar kelompok, setiap skala memiliki latar belakang
masing-masing. Dalam tulisan ini, saya akan membahas pergulatan manusia baik dalam hal
pergulatan antar kelompok hingga pergulatan dengan diri sendiri (individu) dalam berjejaring
sosial.
Globalisasi membawa perubahan dalam kehidupan manusia, tak terkecuali dalam hal
cara mereka berinteraksi dan berkomunikasi. Eksistensi manusia ditandai dengan adanya
interaksi terhadap sesamanya. Berkembangnya medium interaksi sosial melalui jejaring
sosial merupakan sebuah fenomena baru dalam interaksi manusia modern. Jejaring sosial
tersebut mampu membuat manusia seakan “telanjang” tentang dirinya. Hal-hal yang
terkadang bersifat tabu untuk dibicarakan, kini bagai sebuah trend untuk dikomunikasikan
dan dibagi kepada manusia lain. Tidak ada alasan khusus mengapa seseorang sekarang lebih
suka mengungkapkan kesehariannya melalui jejaring sosial. Namun, adanya jejaring sosial
dapat memberi informasi kepada semua orang tentang bagaimana jatidiri seseorang tertentu
tanpa harus mengenal dan bertegur sapa dengannya. Akan tetapi keberadaanya menimbulkan
problem dilematif dalam tatanan kehidupan sosial. Orang tak lagi sungkan untuk menghujat
hingga berdialog tentang dirinya yang bersifat privacy untuk dipertontonkan. Kosa kata yang
muncul dalam jejaring sosial menggambarkan ekspresi pengalaman hidup manusia yang di
dalamnya membawa muatan pengetahuan, pandangan hidup, keyakinan maupun pemikiran
mereka. Oleh karena itu, pada akhirnya semua akan dikembalikan lagi kepada manusia
sebagai pengguna situs jejaring sosial, karena manusialah yang menjadi subjek sekaligus
objek dari keberadaan jejaring sosial.
Permasalahan yang sering terjadi dalam berjejaring sosial adalah pergulatan dalam
memperebutkan kemegahan dunia, di mana manusia berlomba-lomba menunjukkan
kemegahan yang dimilikinya. Seolah media sosial berfungsi sebagai “ajang pamer”
kemegahan, padahal kemegahan tersebut sama halnya dengan kehidupan di mana bersifat
sementara. Namun, tidak menutup kemungkinan melalui “ajang pamer” ini akan
memunculkan dampak positif, seperti kalangan muda yang berinisiatif untuk memajukan
kehidupannya dengan memikirkan dan menyusun rencana serta strategi dalam membangun
kehidupan yang lebih layak bahkan menuju kesuksesan hingga mencapai titik kemegahan
seperti apa yang mereka harapkan. Pemikiran dan dampak seperti inilah yang harusnya
tercipta dan menyebar luas agar terdapat perubahan yang baik tidak hanya untuk tiap individu
akan tetapi dapat menyebarkan perubahan tersebut bagi kelompok tertentu bahkan hingga
penjuru dunia.
Hanya saja, dampak positif selalu beriringan dengan dampak negatif bahkan
terkadang skala dampak negatif lebih besar dari dampak positifnya. Dampak negatif yang
muncul dari pergulatan dalam memperebutkan kemegahan dunia adalah manusia akan
kehilangan akalnya dalam menjalankan suatu tindakkan. Sehingga mereka sering sekali lupa
bahwa yang mereka lakukan tersebut dapat merugikan, tidak hanya bagi khalayak umum
bahkan dapat merugikan pribadinya sendiri. Seakan tidak peduli imbas seperti apa yang akan
muncul dikemudian hari, mereka menghalalkan segala cara demi tercapainya kemegahan
dunia tersebut. Apabila kemegahan dunia yang diinginkannya tidak tercapai akan muncul
keresahan dalam dirinya dan akan berlanjut kepada tahap stress hingga berakhir dengan
mengakhiri nyawanya.
Sekarang ini, mengakhiri nyawa atau bunuh diri kerap terjadi, hingga menimbulkan
spekulasi bahwa bunuh diri bagaikan jalan pintas dalam menghadapi suatu permasalahan.
Sejatinya, setiap orang pasti akan mati, hanya waktu dan tempat yang membedakan. Akan
tetapi, tindakan bunuh diri hanya merusak tubuh dan identitas sosial. Serta akan menciptakan
luka bagi keluarga ataupun lingkungan hidup. Bunuh diri adalah pergulatan manusiawi yang
lahir dari keadaan budaya ataupun sosial tertentu. Segala pergulatan tentang bunuh diri
menjadi percuma, ketika kita memahami siapa diri kita yang sebenarnya.
Ketika keadaan hidup amat menyakitkan dan seolah tak ada jalan keluar yang bisa
dipilih, mungkin saja kita akan dihadapkan pada satu pertanyaan: apakah kita akan tetap
melanjutkan kehidupan atau memilih untuk mengakhirinya? Filsuf Jerman, Immanuel Kant,
juga mencoba mempertimbangkan hal ini. Ia merumuskan satu prinsip yang dikenal sebagai
prinsip imperatif kategoris (kategorische Imperativ). Bunyinya: bertindaklah sesuai dengan
motivasi tindakan yang bisa diterapkan sebagai hukum universal. Hal ini mengandung arti,
lakukanlah tindakan yang motivasinya bisa disetujui oleh semua orang. Dalam hal ini,
tindakan bunuh diri tidak dapat dibenarkan. Sehingga, kita perlu melihat ke dalam diri guna
menemukan kebenaran yang menjadi dasar bagi kebebasan dan kenyamanan yang
sesungguhnya. Ini juga berarti untuk menjalani hidup saat demi saat secara jernih. Ketika ada
pemahaman diri dan menyadari siapa diri kita sebenarnya dari saat ke saat, maka kita
melampaui hidup dan mati.
BAB IV
MENERAPKAN FILSAFAT

Setelah mengetahui dan memahami hal-hal dalam membangun filsafat. Selanjutnya


filsafat berperan sebagai pandangan hidup dalam setiap tindakan dan tingkah laku di
kehidupan sehari-hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi dalam hidupnya. Hal ini akan tercermin di dalam sikap hidup dan cara hidup. Sikap
dan cara hidup tersebut akan muncul apabila manusia mampu memikirkan dirinya sendiri
secara total (Muliadi, 2013). Sehingga pada bagian ini akan dibahas mengenai menerapkan
fisafat. Pembahasan pada bagian ini lebih ke bagian pradigma pendidikan matematika.
Dimana akan dibahas sejarah dan perkembangan matematika, ideologi pendidikan terutama
pendidikan matematika, hingga mengetahui pradigma, model, strategi, pendekatan dalam
pendidikan dan pembelajaran matematika.
A. Sejarah dan Perkembangan Matematika
Sebelum zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia, contoh-
contoh tertulis dari pengembangan matematika hanya berada di beberapa tempat. Tulisan
matematika terkuno yang telah ditemukan adalah Plimpton (matematika Babilonia sekitar
1900 SM), Lembaran Matematika Rhind (Matematika Mesir sekitar 2000-1800 SM) dan
Lembaran Matematika Moskwa (matematika Mesir sekitar 1890 SM). Semua tulisan itu
membahas teorema yang umum dikenal sebagai teorema Pythagoras, yang tampaknya
menjadi pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas setelah aritmatika dasar
dan geometri.
Sumbangan matematikawan Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui
pengenalan penalaran deduktif dan kekakuan matematika di dalam pembuktian matematika)
dan perluasan pokok bahasan matematika. Kata”matematika” itu sendiri diturunkan dari kata
Yunani kuno, μάθημα(mathema), yang berarti “mata pelajaran”.Matematika Cina membuat
sumbangan dini, termasuk notasi posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan
penggunaan operasinya, digunakan hingga kini, mungkin dikembangakan melalui milenium
pertama Masehi di dalam matematika India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika
Islam. Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan memperluas pengetahuan
matematika ke peradaban ini. Banyak naskah berbahasa Yunani dan Arab tentang matematika
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan
matematika lebih jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa. Dari zaman kuno melalui Zaman
Pertengahan, ledakan kreativitas matematika seringkali diikuti oleh abad-abad kemandekan.
Bermula pada abad Renaisans Italia pada abad ke-16, pengembangan matematika baru,
berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, dibuat pada pertumbuhan eksponensial yang
berlanjut hingga kini.
Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga
ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika
Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang
relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran
matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang
jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan
pemikiran modern. Penemuan alat cetak mencetak pada jaman modern, yaitu sekitar abad ke
16, telah memungkinkan para matematikawan satu dengan yang lainnya melakukan
komunikasi secara lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan karya-karya hebat. Hingga
sampailah pada jamannya Hilbert yang berusaha untuk menciptakan matematika sebagai
suatu sistem yang tunggal, lengkap dan konsisten. Namun usaha Hilbert kemudian dapat
dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh muridnya sendiri yang bernama Godel yang
menyatakan bahwa tidaklah mungkin diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan
konsisten.
Perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia tidak lepas dari perjalan
sejarah kurikulum di atas, dimulai dengan matematika tradisional (sebelum tahun 1975),
pembelajaran matematika modern (Kurikulum 1975), pembelajaran matematika masa kini
(Kurikulum 1984), pembelajaran matematika pada Kurikulum 1994, pembelajaran
matematika pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004), pembelajaran
matematika pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Kurikulum 2006), Kurikulum
21013, hingga saat ini Kurikulum Merdeka. Melihat pentingnya matematika dalam
kehidupan maka pembelajaran matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan
dengan kebutuhan zaman. Adapun perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia
menurut Alhaddad (2015: 14-16) adalah sebagai berikut:

1. Matematika Tradisional
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri
menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran
wajib. Saat itu pembelajaran matematika lebih ditekankan pada ilmu hitung dan cara
berhitung. Pembelajaran matematika tradisional di Indonesia juga mempunyai ciri yang
serupa dengan pembelajaran tradisional pada umumnya, seperti materinya materi lama, lebih
mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung,
menekankan kepada bagaimana sesuatu itu dihitung daripada kepada mengapa sesuatu itu
dihitung demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak daripada kegunaannya, bahasa/
istilah/ symbol yang dipergunakan.

2. Matematika Modern
Pembelajaran matematika modern resminya dimulai setelah adanya kurikulum 1975.
Model pembelajaran matematika modern ini muncul karena adanya kemajuan teknologi, di
Amerika Serikat perasaan adanya kekurangan orang-orang yang mampu menangani senjata,
rudal dan roket sangat sedikit, mendorong munculnya pembaharuan pembelajaran
matematika. Selain itu penemuan-penemuan teori belajar mengajar oleh J. Piaget, W
Brownell, J.P Guilford, J.S Bruner, Z.P Dienes, D.Ausubel, R.M Gagne dan lain-lain semakin
memperkuat arus perubahan model pembelajaran matematika.

3. Pembelajaran Matematika Masa Kini


Pembelajaran matematika masa kini adalah pembelajaran era 1980-an. Hal ini
merupakan gerakan revolusi matematika kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi
matematika pertama atau matematika modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara
maju yang akan disusul oleh negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang,
Korea, dan Taiwan. Pembelajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya
kemajuan teknologi muthakir seperti kalkulator dan komputer. Perkembangan matematika di
luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika dalam negeri. Di dalam negeri, tahun
1984 pemerintah melaunching kurikulum baru, yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam
menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan
pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program
kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum
sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar
siswa aktif) menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa perkembangan matematika di dasari oleh filsafat, karena filsafat
adalah akar dari segala pengetahuan manusia baik pengetahuan ilmiah maupun pengetahuan
non ilmiah.
B. Ideologi Pendidikan
Ideologi adalah sebuah sistem atau sekelompok keyakinan dan nilai-nilai yang
dipegang oleh kelompok-kelompok sosial, yang berguna mengikat kelompok-kelompok
tersebut dan digunakan oleh mereka untuk kepentingan mereka sendiri. Ideologi dianggap
mengandung keyakinan dan doktrin tentang manusia dan tempatnya di dunia, struktur sosial
dan politik di mana ia ingin hidup, dan pandangan tentang cara terbaik untuk mencapai akhir
dan tujuannya. Meighan (1986) menggambarkan ideologi sebagai set yang terdiri dari
keyakinan yang beroperasi pada berbagai tingkatan dan dalam berbagai konteks dengan
beberapa lapisan makna. Model ideologi pendidikan yang diusulkan mencerminkan tingkat
kompleksitas. Di pusatnya terletak keyakinan epistemologis dan etis yang fundamental.
Kedua hal ini adalah set kedua tentang keyakinan tujuan pendidikan matematika dan cara
untuk mencapainya. Dengan demikian model yang diusulkan memiliki dua tingkatan: (1)
tingkat dasar yang terdiri dari unsur-unsur yang lebih dalam ideologi, dan (2) tingkat
sekunder, terdiri dari unsur- unsur yang dihasilkan yang berkaitan dengan pendidikan.
Tingkat dasar mencakup posisi epistemologis dan etis secara keseluruhan, terdiri dari
epistemologi, filsafat matematika dan satu set nilai-nilai moral dan lainnya. Namun, ini
adalah unsur yang sangat abstrak, dan ideologi harus menghubungkannya ke pengalaman
menjadi orang dan hidup dalam masyarakat. Untuk apakah ideologi perorangan atau
kelompok dianggap, realitas menjadi seseorang dan berhubungan dengan orang lain, dan
hidup dalam masyarakat pasti membentuk bagian utama kesadaran, keyakinan dan
pandangan terhadap dunia. Jadi terdapat dua elemen yang selanjutnya dimasukkan kedalam
model ideologi. Ini adalah suatu teori anak yang merupakan bagian khusus dari teori dari
seseorang dalam kaitannya dengan pendidikan, dan suatu teori masyarakat. Hal ini
berhubungan dengan elemen-elemen ideologi lainnya. Epistemologi memerlukan teori
tentang bagaimana pengetahuan individu berkembang. Artinya, mereka memerlukan
pengetahuan teori subjektif serta teori-teori pengetahuan objektif. Jadi epistemologi
berhubungan dengan teori-teori orang dan anak. Nilai moral mengilhami dan membentuk
teori anak, orang dan teori-teori masyarakat. Teori-teori tersebut merupakan komponen
penting dari ideologi pada umumnya, dan ideologi pendidikan pada khususnya.
Ideologi Pendidikan Matematika
Ideologi pendidikan matematika dan kerangka intelektual serta etika, secara keseluruhan
telah diidentifikasi dan dikaitkan dengan kelompok-kelompok sosial dan tujuan matematika.
Tujuan tersebut tidak dapat dipisahkan dari bagaimana cara merealisasikannya. Sehingga
akan menimbulkan pertanyaan unsur-unsur mana dalam ideologi pendidikan matematika
yang diperlukan untuk menentukan cara mencapai tujuan, maka diusulkanlah model
struktural ideologi pendidikan matematika. Paul Ernest (1991) menyatakan ideologi
pendidikan dapat dibagi menjadi 5 kategori, diantaranya: aliran Industrial Trainer,
Technological Pragmatist, Old Humanist, Progressive Educator dan Public Educator.
Paradigma dari ideologi pendidikan ini dapat dilihat melalui tabel berikut:
Tabel 1. Ideologi Pendidikan Menurut Paul Ernest
1. Industrial Trainer
Secara konseptual, aliran ini berupa alur pengajaran atau pemahaman yang menekankan
pada matematika dan keterkaitan antara pendidikan dengan dunia usaha dan industri. Dalam
konteks pembelajaran matematika atau pendidikan dasar, alur instruktur industri yang
dimaksud adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk siswa. Tujuan matematika
yang jelas pada posisinya akan meperhatikan akuisisi berhitung fungsional, tetapi tujuan
yang lebih jauh lagi sebagai kontrol sosial dan reproduksi dari hirarki sosial.

2. Technological Pragmatist
Aliran ini adalah kelompok kontemporer yang diturunkan dari pendidik industri yang
misinya mempromosikan versi modern dari sebuah ideologi dengan tujuan utilitarian, prinsip
utilitas atau kemanfaatan. Secara konseptual, aliran ini dapat digambarkan sebagai sikap atau
perilaku ideologis, mazhab, atau politik yang tidak mau mengubah sistem secara radikal.
Sikap ini biasanya dipegang oleh mereka yang memegang status atau kekuasaan khusus di
dalam struktur, atau setidaknya mereka yang merasa sangat diuntungkan dari sistem yang
ada. Secara keseluruhan, posisi pragmatis teknologis bersandar pada dasar epistemologis dan
moral yang tidak memadai untuk pengajaran matematika. Perspektif pragmatis teknologis
mengakui bahwa fungsi sosial matematika dan peran komputer berpotensi penting untuk
pendidikan matematika dan masyarakat. Tetapi unsur-unsur ini membutuhkan pengakuan,
pragmatisme teknologis gagal untuk memasukkan mereka dalam perspektif yang cukup luas
atau cukup beralasan.

3. Old Humanist
Aliran ini berpendapat bahwa sains murni hanya baik untuk dirinya sendiri. Namun
kenyataannya, matematikawan kuno memandang matematika sebagai komoditas yang
berharga dan elemen sentral dari budaya. Matematika yang membuktikan logika, terdapat
nilai dalam struktur, abstraksi, dan penyederhanaan. Berdasarkan nilai tersebut, maka tujuan
pembelajaran matematika adalah untuk mengajarkan matematika itu sendiri. Ideologi
kelompok ini dibagi oleh relatif absolut. Kelompok humanis kuno adalah kelompok yang
menekankan perbaikan diri dengan membangun kemanusiaan. Menurut ideologi ini, dalam
pembelajaran matematika harus dilakukan pembelajaran yang dapat membangun karakter
siswa sehingga tidak hanya ahli dalam bidang matematika, tetapi agar siswa dapat terus
memiliki kepribadian yang baik dalam kehidupannya di masa depan. Apabila matematika
ditampilkan kepada pelajar sebagai sesuatu yang objektif, tambahan, dingin, keras, dan
terpencil akan menimbulkan efek negatif pada sikap dan tanggapan afektif terhadap
matematika. Sehingga, aliran ini berpendapat bahwa matematika memiliki nilai
kebenarannya sendiri. Hal ini sesuai dengan analogi bahasa dalam matematika yaitu
matematika adalah "Ratu Pengetahuan". Matematika menekankan ketelitian, bukti logis,
struktur, abstraksi, kesederhanaan, dan keanggunan.

4. Progressive Educator
Pendidikan progresif didasarkan pada progresivisme, dan pendidikan harus didasarkan
pada sifat manusia sebagai makhluk sosial dan paling baik dipelajari dalam situasi kehidupan
nyata dengan orang lain. Progressive Educator sebenarnya merupakan perpanjangan dari
gagasan tentang pragmatisme pedagogis. Ideologi ini memandang siswa sebagai makhluk
sosial yang aktif. Tujuan matematika dari pendidik progresif adalah untuk menyumbang
perkembangan meyeluruh dari pertumbuhan manusia, untuk mengembangkan kreativitas
anak dan realisasi diri dalam pengalaman belajar matematika. Hal ini mencakup dua hal.
Pertama, perkembangan anak sebagai penyelidik diri sendiri dan orang yang tahu
matematika. Kedua, mengembangkan kepercayaan diri anak, sikap positif dan mengagumi
diri sendiri dengan penghargaan terhadap matematika, dan melindungi anak dari pengalaman
negatif yang mungkin merusak sikap. Dalam teori ini, belajar bekerja paling baik ketika
berhubungan dengan situasi kehidupan nyata siswa. Pembelajaran pada aliran ini berpusat
pada siswa (student centered), dalam arti bahwa subjek dari kegiatan pembelajaran. Siswa
tidak hanya menerima semua ilmu dari gurunya, tetapi mencari atau membangun sendiri
ilmunya.

5. Public Educator
Aliran public educator yaitu orang-orang dengan ideologi demokrasi. Di era sekarang ini,
pendidikan bisa menjadi milik semua orang. Dengan kata lain, pendidikan tidak memandang
jenis kelamin, ras, jenis kelamin, status sosial, dan lain-lain. Tujuan dari posisi ini adalah
pemenuhan potensi individu dalam konteks masyarakat. Jadi tujuannya adalah
pemberdayaan dan pembebasan individu melalui pendidikan untuk memainkan peran aktif
dalam menentukan nasib sendiri, dan untuk memulai dan berpartisipasi dalam pertumbuhan
dan perubahan sosial. Secara keseluruhan, ideologi ini berorientasi sosial, dengan
epistemologi berdasarkan konstruksi sosial, dan berdasarkan etika keadilan sosial. Maka dari
itu, pendidikan harus bertujuan untuk memberikan pengalaman untuk menemukan atau
memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan sosial. Masyarakat pada dasarnya
adalah yang terbaik, tetapi masyarakat demokratis adalah yang terbaik, di mana setiap
pekerjaan memiliki peluang dan demokrasi tidak memiliki hierarki sosial. Ideologi ini juga
menekankan bahwa pendidikan tercapai bila anak terlibat aktif dan terintegrasi dalam semua
kegiatan sosial di lingkungannya. Orang tua tidak mengisolasi anaknya di sekolah. Tujuan
lain dari pendidik masyarakat ini adalah agar masyarakat juga berperan sebagai pembimbing
dan guru bagi anak-anak. Teori pembelajaran didiskusikan dan siswa diberikan kebebasan
sesuai dengan kemampuannya. Teori pengajarannya adalah diskusi dan inkuiri. Namun,
aliran ini juga memiliki kelemahan terutama berkaitan dengan masalah pelaksanaan, tetapi
juga karena sejumlah kontradiksi dalam ideologi. Misalnya pendekatan pendidik masyarakat
ini dapat menyebabkan ketidakcocokan dan krisis bagi peserta didik. Penerimaan isu-isu
sosial, budaya dan politik ke dalam kurikulum matematika akan membuka pengaruh atau
manipulasi terang-terangan dari kurikulum matematika oleh kelompok komersial dan politik.
Dari perspektif ideologi, tujuan pendidik masyarakat untuk pendidikan matematika bersifat
demokratis, memberdayakan dan tidak memihak. Namun, evaluasi ini tidak sama dengan
posisi ideologi lain, yang mungkin merasa bahwa seperangkat nilai-nilai itu perlu
dipromosikan.

C. Paradigma/Teori/Metode/Pendekatan/Model/Strategi
Pada proses pembelajaran terdapat hal-hal yang menunjang pembelajaran tersebut.
Dalam pembelajaran dibutuhkannya paradigma, teori, model, pendekatan, strategi dan
praktis untuk menyukseskan suatu pembelajaran di kelas. Untuk diketahui berikut beberapa
kajian terkait paradigma, teori, model, pendekatan, metode, strategis, dan praktis yang dapat
dilihat pada tabel berikut.
Paradigma /
No Sintak Penilaian
Teori / Metode
Pendekatan /
Model / Strategi
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menganalisis lingkungan kelas dan
pengetahuan peserta didik
3. Menentukan materi
4. Membagi/menguraikan materi menjadi
beberapa bagian, seperti topik, pokok - Authentic :
1. Teori bahasan, sub bab, dan lainnya Penilaian
Behaviorisme 5. Menyajikan materi pelajaran berdasarkan perilaku
6. Memberikan stimulus kepada peserta didik, yang tampak
berupa pertanyaan, tes dan pemberian
tugas/latihan
7. Mengamati dan mengkaji respon peserta
didik
8. Memberikan penguatan(positif atau negatif )
9. Memberikan stimulus baru
10. Mengevaluasi hasil belajar
11. Memberikan penguatan

Sintaks Pembelajaran dengan menggunakan peta


konsep: Penilaian tidak ada

1. Memilih satu topik bacaan yang spesifik namun


2. Meaningful 2. Tentukan konsep-konsep yang relevan mengandung
Learning 3. Membagi konsep-konsep tersebut menjadi beberapa aspek

konsep inklusif hingga konsep yang paling berikut :

tidak inklusif beserta contoh-contohnya


4. Susun konsep-konsep tersebut mulai dari
konsep yang paling sulit berada di puncak
hingga konsep yang tidak inklusif di bawah
5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata- 1. Active
kata penghubung sehingga menjadi sebuah 2. Constructvie
peta konsep 3. Authentic
4. Intentional
Sintaks yang dilakukan guru untuk menerapkan 5. Collaborative
meaningful learning
1. Advance Organizer, penyampaian awal
mengenai materi yang akan dipelajari
2. Progressive Differensial, menyampaikan
materi secara bertahap dan disertai dengan
contoh
3. Integrative Reconciliation, memberikan
penjelasan tentang persamaan dan perbedaan
antar konsep
4. Consolidation, pemantapan materi
1. Mengidentifikasi masalah
2. Mencari alternatif solusi atau pemecahan - Assesment
masalah - Authentic :
3. Mengevaluasi solusi Berdasarkan kualitas
3. Problem Solving 4. Memilih solusi atau pemecahan masalah solusi dan proses
5. Mengimplementasikan pilihan solusi yang digunakan
6. Monitoring perkembangan dan buat untuk mencapainya
penyesuaian

- Assesment
1. Menentukan pertanyaan mendasar
formatif
2. Mendesain perencanaan produk
- Proyek / produk
3. Menyusun jadwal
- Authentic :
4. Project Based 4. Memonitor keaktifan dan perkembangan Menekankan
Learning (PjBL) proyek peserta didik kemampuan
5. Menguji hasil karya peserta didik merancang,
6. Mengevaluasi pengalaman menerapkan,
menemukan, dan
menyampaikan
produk kepada orang
lain.
1. Memotivasi siswa (memfokuskan perhatian
siswa)
2. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran
3. Memulai pelajaran dengan mengajukan
masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai - Assesment:
5. Realistic dengan pengalaman dan tingkat Diagnostik, formatif,
Mathematics pengetahuannya, sehingga siswa segera dan sumatif mulai
Education (RME) terlibat dalam pelajaran secara bermakna dari tingkat rendah,
4. Permasalahan yang diberikan diarahkan sedang hingga tinggi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam pelajaran tersebut
5. Siswa mengembangkan atau menciptakan
model-model simbolik secara informal
terhadap persoalan/masalah yang diajukan
6. Pengajaran berlangsung secara interaktif,
siswa bertanggung jawab terhadap
jawabannya, memahami jawaban dari siswa
lain, menyatakan ketidaksetujuan, mencari
alternatif penyelesaian lain; dan melakukan
refleksi terhadap hasil pelajaran.
1. Mengamati, guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk melakukan pengamatan
- Assessment
sesuai dengan materi pembelajaran.
- Authentic:
2. Menanya, siswa diberikan kesempatan
Guru menilai siswa
untuk bertanya bahasan yang berkaitan
6. Saintifik selama proses
dengan materi
pembelajaran, baik
3. Mengeksplor, siswa mencari data yang
dari kerjasama,
diperlukan
keaktifan siswa, serta
4. Mengasosiasi, berdasarkan data yang telah
hasil kerja.
diperoleh siswa menjawab pertanyaan yang
telah dirumuskan
5. Mengomunikasikan, siswa menyampaikan
hasil kerjanya

1. Orientasi awal, mendeskripsikan ruang


lingkup pembelajaran
2. Pembentukan dan penugasan tim, - Evaluasi Proses :
menetapkan keanggotaan tim dan Keaktifan siswa
7. Activity Theory pembagian tugas sesuai topik bahasan - Evaluasi Hasil :
3. Eksplorasi, setiap tim mencari data, Test Formatif &
berdiskusi,dan menyusun hasil diskusi Sumatif
4. Belajar menjadi tim ahli, seluruh anggota
pada setiap tim bergantian melaksanakan
peer teaching
5. Re-orientasi, menjelaskan langkah
pembelajaran selanjutya
6. Presentasi tim, diskusi dan tanya-jawab tim
penyaji dengan tim lainnya
7. Pengecekan pemahaman, memberikan
kesempatan pada tim lain untuk
memperjelas kembali materi yang telah
dipaparkan tim penyaji
8. Refleksi dan penyimpulan, merangkum
materi untuk mempertegas pemahaman
9. Evaluasi, memberikan pertanyaan singkat
untuk melihat pemahaman tiap siswa

Sintaks oleh Yager (Hamzah, 2001): Authentic


1. Persepsi, siswa diberi kesempatan untuk Assesment:
mengemukakan pengetahuan awal Mencakup seluruh
8 Konstruktivisme mengenai topik bahasan aspek, tidak hanya
2. Eksplorasi, pengumpulan, pengorganisasian, bertumpu pada
dan menginterpretasikan data penilaian produk,
3. Diskusi dan penjelasan konsep, siswa tapi juga dalam segi
menjelaskan solusi berdasarkan hasil proses.
observasinya kemudian guru memberikan
penguatan
4. Pengembangan dan aplikasi konsep, guru
menciptakan suasana pembelajaran yang
memungkinkan siswa mengaplikasikan
pemahaman konseptualnya

1. Stimulation (memberi stimulus/rangsangan)


2. Problem Statement (pernyataan atau Assesment :
identifikasi masalah) Mulai dari
9 Discovery 3. Data Collection (mengumpulkan data) diagnostik, formatif,
Learning 4. Data Processing (mengolah data) dan sumatif
5. Verification (memverifikasi / pembuktian)
6. Generalization (menarik kesimpulan)
- Assessment
1. Mengorientasi peserta didik pada masalah
- Authentic:
2. Mengorganisasi peserta didik
Guru menilai siswa
3. Membimbing peserta didik baik individu
selama proses
ataupun kelompok
10 Problem Based pembelajaran, baik
4. Mengembangkan & menyajikan hasil karya
Learning (PBL) dari kerjasama,
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses
keaktifan siswa,
pemecahan masalah
serta hasil kerja.
1. Memilih konsep, prinsip, aturan yang akan
disajikan.
2. Menyajikan aturan, prinsip yang berifat
umum, lengkap dengan definisi dan
buktinya.
3. Disajikan contoh-contoh khusus agar Authentic Assesment
11 Pendekatan peserta didik dapat menyusun hubungan
Deduktif antara keadaan khusus dengan aturan
prinsip umum.
4. Disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau
menolak kesimpulan bahwa keadaan khusus
itu merupakan gambaran dari keadaan
umum.
1. Memilih konsep, prinsip, aturan, yang akan
disajikan dengan pendekatan induktif
2. Menyajikan contoh-contoh khusus konsep,
prinsip atau aturan itu memungkinkan siswa
12 Pendekatan memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang Authentic Assesment
Induktif terkandung dalam contoh-contoh itu.
3. Disajikan bukti-bukti yang berupa contoh
tambahan untuk menunjang atau
menyangkal perkiraan itu.
4. Disusun pernyataan mengenai sifat umum
yang telah terbukti berdasarkan langkah-
langkah yang terdahulu.
1. Modelling (Pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan,
pengarahan-petunjuk, rambu-rambu,
contoh);
2. Questioning (eksplorasi, membimbing,
menuntun, mengarahkan, mengembangkan,
13 Contextual generalisasi); Authentic Assesment
Teaching and 3. Learning Community (seluruh siswa
Learning (CTL) partisipatif dalam belajar kelompok /
individual, mengerjakan);
4. Inquiry (identifikasi, investigasi,
menemukan);
5. Constructivism (membangun pemahaman
sendiri, mengkonstruksi konsep/aturan);
6. Reflection (review, rangkuman, tindak
lanjut);
7. Authentic Assessment (penilaian proses
belajar, penilaian objektif).
- Assessment
1. Membentuk kelompok yang heterogen - Authentic:
beranggotakan 3-5 peserta didik. Guru menilai siswa
2. Guru menyiapkan pelajaran, dan selama proses
menetapkan anggota tim kelompok belajar pembelajaran, baik
14 Team Game untuk mengerjakan lembar kegiatan. dari kerjasama,
Tournament 3. Peserta didik memainkan game turnamen keaktifan siswa,
(TGT) dalam kemampuan yang homogen. serta hasil kerja.
4. Memberi penghargaan pada kelompok yang
mencapai skor dengan kriteria tertentu.
5. Peserta didik mengerjakan kuis individual
untuk mengetahui tingkat keberhasilan
peserta didik.
1. Membentuk kelompok heterogen yang
beranggotakan 4 – 6 orang
2. Tiap orang dalam kelompok diberi sub topik
yang berbeda.
3. Setiap kelompok membaca dan
mendiskusikan sub topik masing-masing
dan menetapkan anggota ahli yang akan - Assessment
bergabung dalam kelompok ahli. - Authentic:
4. Anggota ahli dari masing-masing kelompok Guru menilai siswa
15 JIGSAW berkumpul dan mengintegrasikan semua selama proses
sub topik yang telah dibagikan sesuai pembelajaran, baik
dengan banyaknya kelompok. dari kerjasama,
5. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas keaktifan siswa,
topik yang diberikan dan saling membantu serta hasil kerja
untuk menguasai topik tersebut.
6. Setelah memahami materi, kelompok ahli
menyebar dan kembali ke kelompok
masing-masing, kemudian menjelaskan
materi kepada rekan kelompoknya.
7. Tiap kelompok memperesentasikan hasil
diskusi.
8. Guru memberikan tes individual pada akhir
pembelajaran tentang materi yang telah
didiskusikan.
9. Siswa mengerjakan tes individual atau
kelompok yang mencakup semua topik.
BAB V
PENDIDIKAN / PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF

Pembelajaran konstruktif ini merupakan pendekatan yang berorientasi kepada siswa.


Pembelajaran konstrutif ini diawali dengan mengetahui bagaimana kemampuan awal yang dimiliki
siswa. Selanjutnya akan dibangun dari kemampuan awal yang dimiliki siswa sehingga mencapai
tujuan yang akan digapai. Pada bagian ini akan dibahas pembelajaran konstruktif mulai dari
pengenalan pembelajaran konstrutif hingga contoh penerapan pembelajaran konstruktif.
A. Pembelajaran Konstruktif
Konstruktivisme adalah pendekatan pada pengajaran dan pembelajaran berdasarkan pada
premis bahwa kognisi pembelajaran adalah hasil dari “konstruksi mental” (Sugrah, 2019).
Konstruf bersifat membina, memperbaiki dan membangun (Masgumelar dan Mustafa, 2021).
Sehingga siswa pada pembelajaran konstrutivisme dituntut aktif dalam pembelajaran.
Pembelajaran konstrutivisme merupakan pembelajaran yang dimulai dari apa yang diketahui siswa
dan dikaitkan dengan pembelajaran yang baru. Guru memancing siswa untuk membangun
pertanyaan sehingga siswa termotivasi untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Pembelajaran
konstrutivisme melahirkan model-model pembelajaran pada penerapannya.

B. Ciri-Ciri Pembelajaran Konstruktif


Ciri pada pembelajaran konstrutivisme yang dikemukakan oleh Driver dan Oldhan (1994)
sebagai berikut:
1. Orientasi, yaitu peserta didik diberikan kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam
mempelajari suatu topik dengan memberikan kesempatan melakukan observasi
2. Elitasi, yaitu peserta didik mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi, menulis, membuat
poster dan lain-lain
3. Restrukaturisasi ide, yaitu klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru,
mengevaluasi ide baru.
4. Penggunaan ide baru dalam setiap situasi, yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk
perlu diaplikasikan pada bemacam-macam situasi
5. Review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan
menambahkan atau mengubah.
C. Langkah-Langkah Pembelajaran Konstruktif
Pembelajaran konstrutif memiliki langkah-langkah dalam penerapannya di kelas. Menurut
Sarnoto (2015) terdapat tujuh langkah pada penerapan pembelajaran konstruktivif di kelas yaitu
sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri,
menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi diakhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenranya dengan berbagai cara

D. Pembelajaran Konstruktif pada Pendidikan Matematika


Salah satu contoh pembelajaran matematika dengan penerapan pembelajaran konstruktif
yaitu di awal pembelajaran guru menayakan apa yang mereka ketahui terkait materi tertentu.
Sehingga pada tahapan ini guru mampu mengetahui pengetahuan awal siswa terkait materi yang
akan diajarkan. Guru selanjutnya memberikan stimulus berupa menyajikan suatu masalah yang
berkaitan dengan materi tersebut. Siswa dalam kelompok bekerjasama untuk mendiskusikan
permaslaahan yang diberikan. Siswa mengidentifikasi unsur-unsur yang ada pada permasalahan
yang disajikan. Sehingga pada tahapan ini siswa sedang mengkonstruksi pengetahuan awalnya
dengan penegtahuan yang baru. Setelah mengetahui unsur-unsur di dalamnya, siswa menggunakan
informasi yang diketahui pada sajian masalah yang diberikan untuk menyelesaikan permasalah.
Siswa menyajikan hasil diskusi kelompok terkait materi bahasan, dan guru membimbing untuk
membuat kesimpulan di dalam kelas. Sehingga melalui proses tersebut dapat membangun
pegetahuan siswa dari pengetahuan awal ke pengetahuan terkait materi bahasan yang merupakan
pengetahuan baru.
Pembelajaran konstruktif pada kelas Prof. Dr. Marsigit, M.A. Sistem perkuliahan yang
diterapkan adalah mendengarkan dan merekam apa yang disampaikan oleh Prof. Marsigit, dan
beliau melarang keras mencatat selama perkuliahan. Mata kuliah yang diampu oleh beliau adalah
filsafat ilmu, Prof. pernah mengatakan bahwa "filsafat merupakan pola pikir yang mencakup
segala macam hal". Hampir disetiap pertemuan beliau memulai dengan memberikan soal kuis
singkat mengenai filsafat, mahasiswa akan diberi waktu untuk menjawab setiap kata dan
kemudiaan diberikan kesempatan untuk bertanya baik mengenai kuis atau pertanyaan di luar kuis.
Sebagian besar hasil kuis yang dilakukan selama masa perkuliahan rata-rata mahasiswa mendapat
nilai 0 (nol). Dan hai ini merupakan salah satu program Prof. Marsigit yaitu nulisasi yang bertujuan
agar para mahasiswanya tidak jadi orang yang sombong dan terus belajar. Beliau juga menegaskan
bahwa sebenar-benar filsafat adalah pemikiran dan penjelasanmu, namun harus disesuaikan
dengan pemikiran para filsuf, seperti Aristoteles, Socrates, Descartes, David Humm, Immanuel
Kant, dan lainnya.
Beberapa hal di atas menunjukkan bahwa perkuliahan filsafat ilmu oleh Prof. Marsigit
menerapkan pembelajaran konstruktif, dikarenakan pembelajarannya beorientasi pada
pengetahuan dan rasa ingin tahu yang dimiliki mahasiswa. Setiap pertemuan perkuliahan materi
yang dismapaikan Prof. Dr.Marsigit, M.A. berdasarkan ajuan pertanyaan yang diberikan
mahasiswanya. Mahasiswa diberikan kebebasan tentang materi apa yang akan dibahas pada tiap
pertemuan perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Sejarah Matematika. https://mathirfanely.wordpress.com/sejarah-matematika/. Diakses


pada 10 November 2023

Ermida & Ardimen. (2023). Ontologi Ilmu Pengetahuan. Journal on Education, 6(1).
https://doi.org/10.31004/joe.v6i1.3396

Ernest, Paul. (1991). The Philosophy of Mathematics Education : Studies in Mathematics


Education. British Library Cataloguing in Publication Data.

Herianto & Marsigit. (2023). Filsafat, Ideologi, Paradigma, Teori, Model dan Inovasi
Pendidikan. DOI: https://doi.org/10.31219/osf.io/e4ahb

Muliadi. 2013. Filsafat Umum. Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.

Novi Khomsatun, Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi,
EDUCREATIVE: Jurnal Pendidikan Kreatif Anak, Vol. 4, No. 2, 2019, 229-231.

Rokhmah, D. (2021). Ilmu Dalam Tinjauan Filsafat: Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi.
CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman, 7(2).
https://media.neliti.com/media/publications/389275-none-a1ba1d1f.pdf

Simanjuntak, J., Simangunsong, A.I., Tiofanny., & Naibaho, T. (2021). Perkembangan


Matematika Dan Pendidikan Matematika Di Indonesia Berdasarkan Filosofi. SEPREN:
Journal of Mathematics Education and Applied, 2(2).
file:///C:/Users/USER/Downloads/512-Article%20Text-2234-1-10-20210526.pdf

Sukardjono. Hakikat dan Sejarah Matematika. diambil dari:


http://repository.ut.ac.id/4690/2/PEMA4101-M1.pdf

Suminar, T. (2019). Tinjauan Filsafati (Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Manajemen


Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik, 13(2).
https://doi.org/10.15294/edukasi.v13i2.961

Anda mungkin juga menyukai