Disusun Oleh:
Yona Ayu Dewani
22309251136
S2C
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganNya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehinggan penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan tugas akhir dari mata kuliah Filsafat Ilmu dengan judul “KONSTRUKSI DAN
IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU: Matematika dan Pendidikan Matematika”. Penulis tentu
menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya tugas akhir ini nantinya dapat menjadi bacaan yang
lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada Prof.Marsigit selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu. Demikian,
semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamualaikum, wr.wb.
A. Ontologi
Ilmu pengetahuan mempunyai tiga komponen sebagai tiang penyangga tubuh
pengetahuan, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi berasal dari bahasa
Yunani yang berasal dari kata “Ontos” dan “Logos”. Ontos berarti “yang ada”
sedangkan Logos berarti “ilmu”. Secara sederhana, ontologi merupakan ilmu yang
membahas tentang yang ada. Secara istilah, ontologi adalah cabang dari ilmu filsafat
yang membahas tentang keberadaan sesuatu yang bersifat konkret maupun abstrak.
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani
(Dewi, 2021).
Menurut (Bakker, 1992), ontologi dapat diartikan sebagai kajian atau ilmu yang
mempelajari tentang "yang ada yang umum" sesuai dengan makna kata "ontos" sebagai
bentuk generatif dari "on". Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika. Ontologi
adalah cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat apa yang terjadi.
Ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam filsafat, dimana membahas tentang
realitas atau kenyataan. Pada dasarnya ontologi berbicara asas-asas rasional dari yang
ada atau disebut suatu kajian mengenai teori tentang "ada", karena membahas apa yang
ingin diketahui dan seberapa jauh keingintahuan tersebut.
Thales, Plato, dan Aristoteles adalah tiga tokoh Yunani yang memiliki
pandangan ontologis. Thales, misalnya, melalui perenungannya terhadap air yang ada
di mana-mana, sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang
merupakan asal mula segala sesuatu. Plato mengemukakan bahwa realitas yang paling
mendasar adalah ide, dan akal budi yang merupakan bagian tingkatan jiwa tertinggi
dapat digunakan untuk melihat ide dan menertibkan "tingkatan jiwa" bagian lain.
Aristoteles, murid terbaik Plato, mengembangkan pandangan ontologis dengan
memperkenalkan konsep substansi dan aksiden. Substansi adalah entitas yang memiliki
keberadaan mandiri, sedangkan aksiden adalah entitas yang bergantung pada substansi.
Aristoteles juga membedakan antara substansi primer dan substansi sekunder, di mana
substansi primer adalah entitas yang tidak bergantung pada entitas lain, sedangkan
substansi sekunder adalah entitas yang bergantung pada substansi primer
Ontologis dasarnya berbicara tentang hakikat “yang ada” dari ilmu
pengetahuan, hakikat objek pengetahuan, dan hakikat hubungan antara subjek-objek
ilmu. Bagaimana ilmu pengetahuan ditinjau secara ontologi maka pembahasannya
adalah ontologi melakukan pemeriksaan, analisis terhadap ilmu pengetahuan
berdasarkan apakah ilmu pengetahuan itu benar-benar ada atau tidak ada. Singkatnya,
ontologi mengenai pertanyaan ‘apa’(Bakker, 1992).
B. Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan Logos
(pengetahuan) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal usul, sifat, ciri-ciri dan
jenis pengetahuan. Hal ini berkaitan dengan studi tentang sifat pengetahuan,
pembenaran, dan rasionalitas keyakinan. Epistemologi mengkaji bagaimana
pengetahuan diperoleh, apa yang membuat pengetahuan dapat diandalkan, dan apa
yang membedakan keyakinan yang dibenarkan dari opini.
Epistemologi adalah salah satu topik yang paling banyak diperdebatkan dan
didiskusikan dalam filsafat, yaitu mencakup isu-isu seperti hakikat pengetahuan,
karakteristiknya, jenisnya, dan hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi juga berkaitan dengan validitas dan kebenaran klaim pengetahuan, dan
bagaimana klaim tersebut dapat dibenarkan. Dapat dikatakan bahwa epistemologi
adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat, asal usul, dan batasan pengetahuan,
serta bagaimana kita memperoleh dan membenarkannya.
Sebagai subsistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang pertama
kali dirumuskan oleh Plato mempunyai tujuan tertentu. Objek epistemologi ini menurut
Jujun S. Suria Suamantri adalah “segala proses yang terlibat dalam usaha kita
memperoleh ilmu pengetahuan”. Proses memperoleh pengetahuan ini merupakan
tujuan dari teori pengetahuan, dan sekaligus mempunyai pengaruh yang mengarah pada
tercapainya tujuan tersebut, karena tujuan merupakan langkah perantara yang harus
ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Tanpa tujuan tujuan tersebut tidak dapat
tercapai, sebaliknya tanpa tujuan tujuan tersebut menjadi tanpa tujuan sama sekali.
“Tujuan epistemologi bukan untuk menjawab pertanyaan apakah saya bisa tahu,
tapi untuk menemukan kondisi yang memungkinkan saya tahu,” kata Jacques Martain.
Situasi ini tidak bisa dihindari tapi pusat perhatian pada tujuan epistemologi adalah hal
yang lebih penting lagi, yaitu keinginan untuk memperoleh potensi pengetahuan.
Rumusan tujuan epistemologis mempunyai makna strategis dalam dinamika
pengetahuan.
Rumusan ini menumbuhkan kesadaran manusia bahwa seseorang tidak boleh
puas hanya dengan sekedar memperoleh ilmu tanpa disertai metode atau
kecenderungan untuk memperoleh ilmu, karena keadaan memperoleh ilmu
Pengetahuan melambangkan sikap pasif, sedangkan cara memperoleh ilmu
melambangkan sikap aktif.
C. Aksiologi
Aksiologi merupakan istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios artinya
pantas atau masuk akal. Sedangkan logo berarti pengetahuan. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Ilmu aksiologi (nilai) adalah ilmu yang mempelajari hakikat nilai,
sering kali ditinjau dari sudut pandang filosofis (Kattsoff: 1992). Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang manusia harus pertimbangkan terhadap apa yang dinilai.
Aksiologi memuat nilai-nilai, parameter-parameter yang disebut sebagai
kebenaran atau realita ketika kehidupan kita menjelajahi ranah-ranah, seperti ranah
sosial, ranah fisik material, dan ranah representasional, yang masing-masing bidang
mewakili aspeknya masing-masing. Lebih lanjut, aksiologi menunjukkan kaidah-
kaidah apa saja yang harus kita perhatikan ketika menerapkan ilmu pengetahuan dalam
praktik. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengertian aksiologi secara istilah
adalah merupakan studi yang berkaitan dengan teori tentang nilai atau studi segala
sesuatu yang dapat bernilai atau memberikan manfaat (Nasir, 2021). Nilai merupakan
suatu fenomena tapi tidak berada dalam suatu ruang dan waktu. Selain itu, nilai juga
merupakan esensi-esensi logis dan dapat dipahami melalui akal (Nasir, 2021).
Selain itu, aksiologi dalam wacana filsafat juga mengacu pada persoalan etika
(moralitas) dan estetika (keindahan).
1. Etika
Secara etimologis etika berasal dari bahasa Yunani, berasal dari kata ethikos
atau ethos yang berarti adat istiadat, kebiasaan dan praktek (Frans Magnis S, 2006).
Secara umum etika merupakan teori yang membahas tentang tingkah laku atau
tindakan manusia yang dipertimbangkan dalam aspek nilai baik dan buruk yang
dapat ditentukan oleh akal. Menurut pendapat para ahli, etika secara garis besar
dapat digolongkan menjadi tiga bidang kajian, yaitu: etika deskriptif, etika
normatif, dan etika metafisik (Zaprulkhan, 2016).
a) Etika deskriptif, yang menggambarkan dan menjelaskan kesadaran dan
pengalaman moral secara deskriptif diklasifikasikan dalam bidang ilmu
eksperimental dan berkaitan erat dengan sosiologi.
b) Etika normatif, yaitu memberikan petunjuk atau nasihat dalam mengambil
keputusan mengenai benar dan salah atau benar dan salah.
c) Metafisika, yaitu ilmu etika yang mempelajari makna istilah-istilah normatif
yang diungkapkan melalui pernyataan moral yang membenarkan atau mengutuk
suatu Tindakan
2. Estetika
Estetika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana keindahan dapat
dipahami, dan bagaimana keindahan itu dapat dipahami serta bisa dialami.
Keindahan yang terlatih tentunya harus dirasakan oleh banyak orang. Istilah
estetika berasal dari bahasa Yunani estetika yang berarti persepsi indrawi,
pemahaman intelektual atau observasi spiritual.
PARADIGMA/TEORI/
METODE/
No SINTAKS PENILAIAN REFERENSI
PENDEKATAN/MODE
L/STRATEGI
1. Behaviorisme 1. Menentukan tujuan-tujuan 1. Presentasi 1. Rahyubi,Heri. 2012. Teori-Teori
(Direct Learning) pembelajaran. 2. Latihan Terstruktur Belajar dan Aplikasi Pembelajaran
2. Menganalisis lingkungan kelas yang 3. Latihan Terbimbing Motorik. Bandung: Penerbit Nusa
ada saat ini termasuk mengidentifikasi 4. Latihan Mandiri Media.
pengetahuan awal (entry behavior) 2. Suciati dan Prasetya Irawan, 2001.
siswa. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta:
3. Menentukan materi pelajaran. PAU PPAI Universitas Terbuka.
4. Memecah materi pelajaran menjadi
bagian kecil-kecil, meliputi pokok
bahasan, sub pokok bahasan, topik,
dsb.
5. Menyajikan materi pelajaran.
6. Memberikan stimulus, dapat berupa :
pertanyaan baik lisan maupun tertulis,
tes/kuis, latihan, atau tugas-tugas.
7. Mengamati dan mengkaji respons yang
diberikan siswa.
8. Memberikan penguatan/reinforcement
(mungkin penguatan positif ataupun
penguatan negatif), ataupun hukuman.
9. Memberikan stimulus baru.
10. Mengamati dan mengkaji respons yang
diberikan siswa.
11. Memberikan penguatan lanjutan atau
hukuman.
12. Evaluasi hasil belajar.
2. Pembelajaran Bermakna 1. Menentukan tujuan pembelajaran yang 1. Penilaian Autentik Burhanuddin; Nur Wahyuni, Esa. 2010.
jelas dan terukur. 2. Penilaian Unjuk Teori Belajar dan Pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik Kerja Jogjakarta: Penerbit Ar-Ruzz Media
peserta didik, termasuk pengetahuan 3. Tes Uraian
awal dan minat mereka.
3. Memilih strategi dan model
pembelajaran yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran dan karakteristik
peserta didik.
4. Menggunakan pendekatan, metode,
dan media pembelajaran yang
bervariasi dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
5. Mengelola kelas dengan baik dan
memberikan kesempatan untuk
partisipasi aktif siswa dalam
pembelajaran.
6. Mengecek pemahaman siswa dan
memberikan umpan balik yang sesuai.
7. Memberikan kesempatan untuk
pelatihan lanjutan dan penerapan.
3. Problem Solving 1. Merumuskan masalah. 1. Penilaian Autentik Erika, E., Astalini, A., & Agus
2. Menelaah masalah. 2. Penilaian Unjuk Kurniawan, D. (2021). Literatur Review :
3. Mencari alternatif solusi. Kerja Penerapan Sintaks Model Pembelajaran
4. Mengevaluasi alternatif solusi. 3. Tes Uraian Problem Solving Pada Kurikulum
5. Melaksanakan solusi. 2013. Edumaspul: Jurnal
6. Menilai hasil yang dicapai. Pendidikan, 5(1), 147 - 153.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v5i1.
1101
4. Discovery Learning 1. Pemberian rangsangan (stimulation) 1. Penilaian Autentik Hammer, D. 1997. Discovery learning
2. Pernyataan/Identifikasi masalah 2. Penilaian Unjuk and discovery teaching. Cognition and
(problem statement) Kerja Instruction, 15(4): 485-529.
3. Pengumpulan data (data collection) 3. Tes Uraian
4. Pengolahan data (data processing)
5. Pembuktian (verification)
6. Menarik simpulan/generalisasi
(generalization)
5. Konstruktivisme 1. Identifikasi Tujuan Pembelajaran 1. Penilaian Autentik Adi Prayitno, B. (2013). Potensi Sintaks
2. Penetapan Konsep yang Harus Dikuasai 2. Penilaian Portofolio Model Pembelajaran Konstruktivis-
3. Identifikasi dan Klarifikasi Pemahaman 3. Penilaian Proyek Metakognitif Dalam Melatihkan Berpikir
Awal Siswa Dan Kemandirian. Journal of Chemical
4. Proses Pembelajaran Information and Modeling, 53(9), 1689–
5. Diskusi dan Penjelasan Konsep 1699.
6. Pengembangan dan Aplikasi
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Berbicara tentang konstruktivisme tidak terlepas dari peran Piaget. Piaget adalah
psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajarMenurut
Wadsworth, teori perkembangan intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang
biologi (Suparno, 2008). Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Seperti setiap
organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan dan
memperkembangkan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan
pengalaman, tantangan, gejala dan skema pengetahuan yang telah dipunyai seseorang ditantang
untuk menanggapinya. Dan dalam menanggapi pengalaman-pengalaman baru itu skema
pengalaman seseorang dapat terbentuk lebih rinci, dapat pula berubah total. Bagi Piaget,
pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisik maupun pengalaman
mental. Cara belajar berfilsafat juga tidak bisa secara instan. Kita bisa berfilsafat dengan
menggunakan pikiran kita yang disertai dengan pengetahuan-pengetahuan dan pengalaman-
pengalaman kita. Salah satu cara yang paling mudah untuk kita mendapatkan pengetahuan
sebagai modal kita dalam berfilsafat adalah membaca.
1. Konstruktivisme Kognitif
Dari sudut pandang konstruktivisme kognitif, pengetahuan merupakan hasil
internalisasi dan rekonstruksi dari realitas eksternal (Doolittle & Camp, 1999). Hasil
dari proses internalisasi ini adalah struktur-struktur dan proses-proses kognitif yang
secara akurat berkaitan dengan struktur-struktur dan proses-proses yang terdapat di
dunia nyata. Proses internalisasi dan rekonstruksi dari realitas eksternal adalah belajar,
yakni belajar adalah proses membangun model-model dan representasi-representasi
internal yang merupakan cerminan atau refleksi dari struktur-struktur eksternal yang
ada dalam dunia nyata.
2. Konstruktivisme Radikal
Konstruktivisme radikal tergolong konstruktivisme individu sebagaimana
konstruktivisme Piaget. Konstruktivisme radikal bukan suatu teori pengembangan
atau teori pembelajaran, tetapi suatu model pengetahuan yang dapat digunakan oleh
para ahli teori pengembangan pembelajaran untuk mengembangkan suatu model
pembelajaran. Pembelajaran beracuan konstruktivisme radikal memfokuskan pada
siswa secara individu mengkonstruksi pengetahuan berdasar pengalaman siswa
sendiri.
3. Konstruktivisme Sosial
Konstruktivisme sosial meyakini bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
interaksi sosial dan pemakaian bahasa, jadi merupakan pengalaman yang dihasilkan
dari kesepakatan melalui tukar pendapat dalam interaksi sosial, dan bukan
pengalaman yang hanya dihasilkan secara individu.