Disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Filsafat Ilmu
Disusun Oleh:
Rianti (23031140043)
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Dengan semua rahmatnya,
penulis akhirnya bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Tak lupa, penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Marsigit, M.A, selaku Dosen mata kuliah Filsafat
Ilmu, yang sudah memberikan banyak bantuan untuk menyusun makalah ini. Penulis juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu penyusunan makalah ini.
Semoga hal ini dapat berguna bagi Saya sebagai mahasiswa dan juga rekan-rekan semua, terutama
untuk menambah khazanah keilmuan serta wawasan dalam bidang pendidikan. Terlepas dari itu
semua, dengan segala kemampuan dan usaha yang dilakukan Saya telah berupaya agar makalah
ini dapat mudah dipahami terutama oleh Saya sendiri dan para mahasiswa. Oleh karena itu jika
terdapat kekurangan dalam penyusunan dan materi dalam makalah ini itu semata-mata karena
kekurangan yang ada pada Saya, karena kita ketahui bahwa manusia tidak terlepas dari
kekurangan. Dan tentunya Saya pun berharap masukan dan saran yang bermanfaat dan berguna
untuk meningkatkan nilai keilmuan dan wawasan Saya.
Dengan segala harapan dan doa semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Atas segala perhatiannya Saya ucapkan terima
kasih.
Penulis
BAB I
FILSAFAT UMUM
Filsafat hanya dapat dipahami bila sifat-sifat tertentu melekat di dalamnya. Jika tidak, itu tidak
bisa dimengerti. Karakternya secara garis besar dapat digambarkan sebagai radikal, kritis, dan
reflektif. Kata "radikal" mengacu pada jenis rasa ingin tahu yang mengeksplorasi suatu objek
secara menyeluruh dan kembali ke penyebab utamanya (Kausal Pertama). Salah satu penafsiran
istilah “kritis” adalah suatu jenis teknik bertanya. Seseorang perlu bersikap kritis agar dapat sampai
pada pemahaman yang akurat terhadap suatu objek. “Jangan bertanya sesat di jalan.” Pernyataan
yang berwawasan luas ini sangat cocok untuk diterapkan pada istilah ini. Sebaliknya, kata reflektif
mengacu pada pola pikir yang serius, mawas diri, dan fokus. Keterkaitan filsafat dengan objek-
objeknya yang lain tidak berarti bahwa ketiga sifat tersebut mengecualikan sifat-sifat lain yang
lebih spesifik. Secara umum, ada tiga bidang filsafat: aksiologi, ontologi, dan epistemologi
A. Ontologi
Ontologi merupakan salah satu dari tiga filsafat ilmu yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi ontologi yang membahas sesuatu yang bersifat nyata, konkret. Mayoritas
masyarakat Yunani kuno, ketika mitologi masih sangat mempengaruhi masyarakat, belum
mampu membedakan antara penampakan dan kenyataan. Banyak hal yang mempelajari
peristiwa alam dalam bentuk mistik sebagai penyebab fenomena alam yang sulit dipahami masih
ada pada masa itu. Menurut pendapat para filosof, ontologi dapat didefinisikan dengan beberapa
cara, antara lain:
1) Suriasumantri( 2000) memaknakan ontologi metafisika ilmu mengenai apa yang mau kita
tahu, seberapa jauh kita mau ketahui, ataupun, dengan tutur lain suatu analisis filosofi
mengenai“ terdapat”. Analisis ontologis hendak menanggapi pertanyaan, selanjutnya ialah:
a) Apakah obyek ilmu yang hendak ditelaah
b) Gimana bentuk yang penting dari obyek itu, serta
c) Gimana ikatan antara obyek mulanya dengan energi ambil orang( semacam
berasumsi, merasa, serta mengindera) yang menghasilkan wawasan.
2) Soetriono( 2007) berkata ontologi ialah azas dalam mempraktikkan batasan ataupun ruang
lingkup bentuk obyek penelaahan( obyek ontologis ataupun obyek resmi dari wawasan) dan
pengertian mengenai dasar realita (filsafat) dari obyek ontologi ataupun obyek resmi itu
serta alas ilmu yang bertanya apa yang dikaji oleh wawasan serta umumnya berhubungan
dengan alam realitas serta kehadiran.
3) The Lubang Gie( 2010) pula beranggapan ontologi merupakan bagian dari metafisika
bawah yang menguak arti dari sebuah keberadaan yang pembahasannya meliputi
persoalanpersoalan, seperti :
a) Apakah maksudnya terdapat, perihal terdapat?
b) Apakah golongan- golongan dari perihal yang terdapat?
c) Apakah watak bawah realitas serta perihal terdapat?
d) Apakah cara- cara yang berlainan dalam manaentitas dari kategori- kategori logis
yang berbeda( misalnya objek- objek fisis, penafsiran umum, abstraksi serta angka)
bisa dibilang ada?
Ontologi paling umum dipahami sebagai cabang filsafat yang mempelajari hakikat segala
sesuatu. Pemahaman ini diperluas dan dikaji secara terpisah dalam parameter bidang keilmuan
masing-masing. Selain itu, ontologi membahas segala sesuatu yang nyata, seperti rangkuman
perbedaan antara benda dan makhluk hidup. Segalanya tanaman, hewan, dan manusia. Ada tiga
aliran pemikiran ontologis, antara lain: Wahana (2016)
1) Idealisme, berkata kalau“ terdapat” yang sungguh- sunggu terletak didunia. Seluruh yang
nampak serta mewujud jelas dalam alam.
2) Materialisme, berkata kalau“ terdapat” yang sebetulnya keberadaannya sekedar bertabiat
material. Kenyataan yang sebetulnya merupakan alam kebendaan serta segala suatu yang
mengatasialam kebendaan itu wajib dikesampingkan
3) Dualisme, berkata kalau akar perseorangan terdiri dari 2 type elementer yang berlainan
serta tidak bisa direduksikan pada yang yang lain. Kedua type elementer dari akar itu
yakni material serta psikologis. Dengan begitu dualisme membenarkan kalau kenyataan
terdiri dari modul ataupun yang terdapat dengan cara fisis serta kenyataan terdiri dari
modul ataupun yang terdapat dengan cara fisis serta psikologis ataupun beradanya tidak
nampak dengan cara fisis.
Ontologi ketika memandang dasar suatu realitas ataupun dasar yang terdapat lewat 2 berbagai
ujung penglihatan ialah: pertama, kuantitatif ialah dengan mempersoalkan apakah realitas itu
berupa tunggal ataupun jamak. Kedua, kualitatif ialah dengan mempersoalkan apakah realitas itu
memiliki mutu khusus. Sederhananya ontologi dapat diformulasikan selaku ilmu yang menekuni
kenyataan ataupun realitas aktual dengan cara kritis. Pandangan ontologi dari ilmu wawasan
khusus seharusnya dijabarkan antara lain dengan cara:
1) Logis; memakai metode objektif
2) Analitis; silih berhubungan dengan cara tertib dalam sesuatu totalitas
3) Koheren; unsur- unsurnya tidak bisa memiliki penjelasan yang berlawanan
4) Logis; wajib beralasan pada kaidah berasumsi yang betul ( masuk akal)
5) Menyeluruh; memandang subjek tidak cuma dari satu bagian atau ujung penglihatan,
melainkan dengan cara multidimensional ataupun dengan cara totalitas( holistik)
6) Radikal; dijabarkan hingga pangkal persoalannya, ataupun esensinya
7) Umum; bagasi kebenarannya hingga tingkatan biasa yang legal di mana saja. (Rokhmah,
D. (2021)
Ontologi, sebuah konsep Yunani, adalah salah satu agen metafisik. Para penulis ontologis
Yunani Thales, Plato, dan Aristoteles semuanya membahas keberadaan sesuatu yang konkret
dalam tulisan mereka. Misalnya, Thales mempertimbangkan fakta bahwa air ada di mana-mana
dan menyimpulkan bahwa air adalah "zat terdalam" dan fondasi segala sesuatu. Ia mengarahkan
kalau air merupakan pangkal dari seluruh kehidupan, namun yang sangat berarti untuk kita
merupakan keyakinannya kalau" amat bisa jadi keseluruh kehidupan berawal dari satu materi."
Pemikiran ontologi kepada berasumsi kritis dalam ilmu difokuskan pada pengembangan keahlian
buat menganalisa artikel dengan cara kritis untuk meningkatkan suatu aksi. Perihal ini dibuktikan
dengan agama kalau berasumsi kritis merupakan keahlian penting dalam membuat evaluasi.
Ontologi ilmu wawasan juga mempunyai ciri-ciri tertentu, seperti berikut ini: Pertama,
penelitian merupakan awal mula ilmu pengetahuan. Kedua, tidak ada rencana pengajaran;
sebaliknya, ada rencana wawasan empiris. Ketiga, wawasan bersifat adil, jeli, metodis, sistematis,
dan logis. Keempat, menunjukkan rasa hormat terhadap berbagai prosedur penelitian, skeptisisme
radikal, kontinuitas dan reproduktifitas, penjelasan dan pembuktian, serta konfirmasi. Kelima,
melaksanakan pembuktian wujud sebab- akibat( causality) serta terapan ilmu jadi teknologi.
Ketujuh, membenarkan wawasan serta rancangan yang relatif dan logika- logika objektif.
Kedelapan, mempunyai bermacam anggapan serta teori- teori objektif. Kesembilan, mempunyai
rancangan mengenai hukum- hukum alam yang sudah dibuktikan.( Adib, Meter, 2011).
B. Epistemologi
Epistemologi adalah ulasan mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau filsafat tentang
pengetahuan. Istilah epistimologi sendiri berasal dari Bahasa Yunani, yakni episteme berarti
pengetahuan dan logos berarti ilmu, ulasan atau teori. Epistemologi, atau filsafat pengetahuan,
adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba memecahkan suatu dasar dari pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, serta pertanggungjawaban atas pernyataan tentang pengetahuan yang
dimiliki. Apa yang diketahui oleh seseorang, berarti penting adalah tergantung atas pengalaman
pribadi sendiri, ia mengetahui atas apa yang ia lihat , yang didengar, apa yang telah dibaca, dan
apa yang telah diberitahukan orang lain kepadanya telah dapat disimpulkan. pengetahuan
Persoalan epistemologis secara tradisional mencakup berbagai hal seperti berikut.
1) Persoalan tentang kemungkinan pengetahuan.
2) Persoalan tentang asal mula pengetahuan.
3) Persoalan tentang validitas pengetahuan.
4) Persoalan tentang batas-batas pengetahuan.
5) Persoalan tentang jenis-jenis pengetahuan.
6) Persoalan tentang kebenaran.
Aristoteles mengawali metafisisnya dengan pernyataan “Setiap manusia dalam kodratnya ingin
tahu”. Ia begitu yakin tentang hal itu sehingga dorongan untuk tahu ini bukan hanya disadari tetapi
benar-benar diwujudkan dalam karyanya sendiri.
Tetapi sebelumnya Socrates telah menitikarirnya pada suatu dasar yang agak berbeda, yaitu
keyakinan bahwa tak seorang pun manusia mempunyai pengetahuan. Menurut Plato, filsafat mulai
dengan rasa kagum, tidak ada seorang pun yang dapat berfilsafat kalau tidak bisa kagum. Rasa
kagum disini tidak boleh disamakan dengan rasa keingin tahuan dalam pengertian umum. Filsafat
merupakan pembukaan mata terhadap apa yang telah dialami, filsafat terutama merupakan refleksi
dan refleksi selalu bersifat kritis.Descartes memulai tahap dimana kekaguman filosofis sendirilah
yang dijadikan objek penyelidikannya. Epistemologi adalah sangat diperlukan, sebuah kepastian
dimungkinkan oleh suatu keraguan. Terhadap keraguan ini epistemologi merupakan suatu obatnya.
Apabila epistemologi berhasil mengusir keraguan ini kita mungkin akan menemukan kepastian
yang lebih pantas dianggap sebagai pengetahuan. Dalam bidang pengetahuan terdapat tiga
persoalan pokok yaitu:
1) Apakah sumber-sumber pengetahuan itu? Dari manakah pengetahuan yang benar itu
datang dan bagaimana kita mengetahui? Ini adalah persoalan tentang ”asal” pengetahuan.
2) Apakah watak pengetahuan itu? Apakah ada dunia yang benar-benar diluar fikiran kita?
Ini adalah persoalan tentang: apa yang kelihatan segi reality.
3) Apakah pengetahuan kita itu benar? Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dan
yang salah? Ini tentang mengkaji kebenaran.
Meskipun demikian, epistemologi menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai landasan
pertimbangan-pertimbangan tersebut serta pernyataan-pernyataan dan pertimbangan-
pertimbangan lainnya. Penilaian harus memiliki nilai kebenaran yang ditentukan oleh bukti.
Banyak keyakinan yang dianggap remeh pada akhirnya terbukti tidak benar. Pada suatu waktu
yakin bahwa bumi itu datar, bahwa setan-setan penyebab penyakit dapat dihalau keluar dengan
suara yang keras dan bahwa dalam mimpi, jiwa kita benar-benar pergi ketempat dan zaman yang
jauh. Ini yang pada suatu saat keprcayaan yang akan dipegang teguh.
Cara kerja epistemology sejatinya sering memulai spekulasi dengan berasumsi bahwa mereka
mengetahui banyak hal. Ketika asumsi tersebut direnungkan oleh mereka, mereka akan
menemukan pengetahuan itu dengan benar dan akurat. Seseorang baru bisa dikatakan
berpengetahuan jika telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemology. Artinya,
pertanyaan epistemology itu bisa menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Epistemology
bertujuan untuk menganalisis proses mendapatkan ilmu. Oleh sebab itu, Langkah awal yaitu
dengan mengetahui di mana proses tersebut dimulai dan kapan harus berakhir. Tujuan dari
epistemolig adalah sebagai berikut.
1) Menganalisis sesuatu hal untuk memperoleh ilmu
2) Menggambarkan ciri-ciri tertentu dunia secara akurat
3) Mengkategorikan isi pemikiran manusia
4) Menentukan jenis mental apa yang ada pada manusia.
C. Aksiologi
Aksiologi adalah subbidang filsafat yang mengkaji apa yang dimaksud dengan nilai dan
bagaimana nilai itu diciptakan. Segala bentuk nilai, termasuk nilai estetika, etika, dan epistemik,
dinilai oleh para aksiolog pada umumnya. Dalam arti sempit, para aksiolog prihatin dengan apa
yang secara intrinsik berharga atau bernilai (apa yang diinginkan demi kepentingannya sendiri).
Adapun definisi aksiologi menurut para ahli, antara lain:
1) Kattsoff (2004), Pengertian aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat
nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
2) Wibisono (dalam Surajiyo, 2009), Makna aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika serta moral sebagai dasar normative penelitian dan juga penggalian, dan
juga penerapan ilmu.
3) Jujun S. suriasumantri, Arti aksiologi adalah teori nilai yang berhubungan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
Aspek aksiologis dari filsafat mengkaji tentang hal-hal yang berkaitan dengan nilai dan moral
dalam kehidupan manusia. Aksiologis memunculkan dua cabang filsafat yang membahas tentang
aspek kualitas hidup manusia, yakni etika dan stetika.
Etika sosial atau filsafat moral adalah cabang filsafat yang “melibatkan sistematisasi,
mempertahankan, dan merekomendasikan konsep perilaku benar dan salah”. Bidang etika,
bersama dengan estetika, menyangkut masalah nilai, dan karenanya terdiri dari cabang filsafat
yang disebut aksiologi. Etika berusaha menyelesaikan pertanyaan tentang moralitas manusia
dengan mendefinisikan konsep-konsep seperti baik dan jahat, benar dan salah, kebajikan dan
keburukan, keadilan dan kejahatan. Sebagai bidang kajian intelektual, filsafat moral berkaitan
dengan bidang psikologi moral, etika deskriptif, dan teori nilai. Tiga bidang studi utama dalam
etika yang diakui saat ini adalah:
1) Meta-etika, tentang makna teoritis dan acuan proposisi moral, dan bagaimana nilai
kebenarannya (jika ada) dapat ditentukan
2) Etika normatif, tentang cara praktis untuk menentukan suatu tindakan moral
3) Etika terapan, tentang apa yang wajib dilakukan seseorang dalam situasi tertentu atau
wilayah tindakan tertentu
Nilai estetika adalah cabang filsafat yang berhubungan dengan sifat keindahan dan rasa, serta
filsafat seni (wilayah filsafatnya sendiri yang keluar dari estetika). Ini menguji nilai-nilai subjektif
dan sensori-emosional, atau kadang-kadang disebut penilaian sentimen dan rasa. Estetika meliputi
sumber alami dan buatan yang berasal dari pengalaman dan penilaian estetika.
Mempertimbangkan apa yang terjadi dalam pikiran kita ketika kita terlibat dengan objek atau
lingkungan estetika seperti dalam melihat seni visual, mendengarkan musik, membaca puisi,
mengalami permainan, menjelajahi alam, dan sebagainya. Bramel berpendapat bahwa aksiologi
bisa dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu;
1) Moral conduct, yaitu tindakan moral, bidang yang satu ini melahirkan disiplin khusus, yang
kita kenal dengan istilah etika.
2) Esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini menimbulkan atau melahirkan
suatu keindahan.
3) Osio-political life, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan atau memunculkan
filsafst sosio-politik.
Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa, aksiologi merupakan bidang filsafat yang
mengkaji masalah nilai terutama dalam etika dan estetika. Filsafat ini memberitahu kita tentang
yang baik dan yang jahat. Aksiologi adalah ilmu tentang nilai. Penjelasan ini membahas nilai dari
sudut pandang filosofis. Aksiologi, terutama, menentukan baik dan buruk bagi individu dan
bangsa. Itu menetapkan standar baik dan buruk. Semua kehidupan sosial kita sebagian besar
bertumpu pada cabang filsafat ini. Aksiologi lebih dari sekedar menyatakan apa yang berharga
atau tidak berharga, mereka yang belajar di bidang ini mencoba mengemukakan alasan mengapa
sesuatu memiliki nilai atau tidak.
BAB II
FILSAFAT ILMU
Salah satu cabang filsafat yang dikenal dengan filsafat ilmu memberikan jawaban atas
berbagai pertanyaan tentang hakikat ilmu. Ilmu pengetahuan alam dan ilmu sosial termasuk dalam
kategori filsafat ilmu, dan terdapat cabang-cabang filsafat yang membahas tentang landasan, tata
cara, anggapan, dan akibat ilmu pengetahuan. Perhatian utama studi-studi ini sering kali adalah
apa yang dimaksud dengan sains, apakah teori-teori ilmiah dapat diandalkan, dan apa tujuan akhir
sains.
Filsafat ilmu memberikan kekuatan bagi perkembangan serta kemajuan suatu ilmu dan
sekaligus nilai moral yang terkandung dalam setiap ilmu baik itu dalam tataran ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Setiap jenis ilmu pengetahuan pastinya memiliki ciri-ciri yang
spesifik untuk menjawab apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi)
suatu ilmu pengetahuan itu disusun. Ketiga aspek dalam berpikir filsafat antara ontologi,
epistemologi, dan aksiologi saling berhubungan satu sama lain. Jika berbicara tentang
epistemologi ilmu, maka harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu juga. Dengan
demikian, ontologi ilmu berkaitan dengan epistemologi ilmu, dan epistemologi ilmu terkait dengan
aksiologi ilmu begitu seterusnya. Hal ini dikarenakan dalam membahas dimensi kajian filsafat
ilmu didasarkan pada model berpikir sistematik sehingga harus selalu dikaitkan. Oleh karenanya,
tidak mungkin ketiganya antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi terlepas satu sama lain.
A. Ontologi Ilmu
Dari perspektif linguistik, istilah "Ontos" dan "Logos" adalah akar kata Yunani dari ontologi.
Yang ada adalah Ontos; "pengetahuan" adalah Logos. Ontologi, sederhananya, adalah ilmu tentang
apa yang ada. Ontologi dan metafisika sering dikaitkan. Subbidang filsafat yang disebut ontologi
mempelajari hakikat keberadaan. Ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam filsafat,
dimana membahas tentang realitas atau kenyataan. Karena mengkaji apa yang ingin diketahui
seseorang dan sejauh mana keingintahuannya, ontologi pada hakikatnya adalah studi tentang teori
“keberadaan” atau prinsip-prinsip rasional tentang apa yang ada.
Dalam pandangan Islam, ontologi berkaitan dengan dua jenis objek pengetahuan yaitu
pertama, objek pengetahuan yang material, yaitu yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan.
Sains, ilmu eksakta, ilmu sosial, politik, budaya, psikologi, dan lain sebagainya adalah beberapa
contohnya. Kedua, objek ilmu yang bersifat non-materi. Berlawanan dengan objek materi, pada
non-materi ini tidak bisa didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil akhir dari objek non-materi ini
lebih sebagai kepuasan spiritual. Contohnya objek yang berbicara tentang ruh, sifat dan wujud
Tuhan.
Ontologis dasarnya berbicara tentang hakikat “yang ada” ilmu pengetahuan, hakikat objek
pengetahuan, dan hakikat hubungan subjek-objek ilmu. Bagaimana ilmu pengetahuan ditinjau
secara ontologi maka pembahasannya adalah ontologi melakukan pemeriksaan, melakukan
analisis terhadap ilmu pengetahuan berdasarkan apakah ilmu pengetahuan itu benarbenar ada atau
tidak ada. Ontologi ilmu meliputi seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji melalui pancaindra
manusia. Ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti halnya bebatuan, binatang, tumbuhan,
hewan, dan manusia. Ilmu juga mempelajari berbagai gejala maupun peristiwa yang pada dasarnya
memiliki manfaat bagi kehidupan manusia.
Awalnya, argumen tentang ontologi dicetuskan oleh Plato dengan teorinya yang disebut teori
idea. Menurutnya, apa saja yang ada di alam semesta ini pasti memiliki idea. Yang dimaksud oleh
Plato tentang idea adalah pengertian atau konsep universal dari tiap sesuatu. Selanjutnya, argumen
ontologi juga disampaikan oleh St. Augustine. Augustine menjelaskan bahwa manusia mengetahui
dari pengalamannya bahwa dalam alam semesta ini ada kebenaran. Kendati demikian, terkadang
akal manusia merasa bahwa apa yang ia ketahui memang benar, terkadang juga manusia merasa
ragu bahwa apa yang diketahuinya itu adalah suatu kebenaran.
Ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret
secara kritis. Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan antara lain
secara:
1. Metodis; menggunakan cara ilmiah
2. Sistematis; saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan
3. Koheren; unsurunsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan
4. Rasional; harus berdasar pada kaidah berpikir yang benar (logis)
5. Komprehensif; melihat objek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional atau secara keseluruhan (holistik)
6. Radikal; diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya
7. Universal; muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
Pada dasarnya ilmu tidak termasuk untuk mereproduksikan suatu kejadian tertentu dan
mengabstraksikannya dalam bahasa keilmuan. Ilmu ini bertujuan untuk mengetahui mengapa hal
itu bisa terjadi dan membatasi halhal yang asasi. Dengan keilmuan, proses keilmuan bertujuan
untuk mendapatkan inti yang berupa pengetahuan mengenai objek tersebut. Untuk mendapatkan
suatu pengetahuan, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek empiris agar dapat
memberikan arah dan landasan bagi kegiatan dan penelaahan ilmu. Adapun karakteristik dari
ontologi ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
1. Pertama, ilmu berasal dari suatu penelitian.
2. Kedua, adanya konsep pengetahuan empiris dan tidak ada konsep wahyu.
3. Ketiga, pengetahuan bersifat rasional, objektif, sistematik, metodologis, observatif, dan
netral.
4. Keempat, menghargai asas verifikasi (pembuktian), eksplanatif (penjelasan), keterbukaan
dan dapat diulang kembali, skeptisisme yang radikal, dan berbagai metode eksperimen.
5. Kelima, melakukan pembuktian bentuk kausalitas (causality) dan terapan ilmu menjadi
teknologi.
6. Keenan, mengakui pengetahuan dan konsep yang relatif serta logika-logika ilmiah.
7. Ketujuh, memiliki berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah.
8. Kedelapan, memiliki konsep tentang hukum-hukum alam yang telah dibuktikan.
Ontologi merupakan spesifikasi dari sebuah konseptual, dengan kata lain ontologi merupakan
penjelasan dari suatu konsep dan keterhubungannya dari ilmu tersebut. Ontologi Matematika
merupakan segala aspek yang ada dalam ilmu matematika yang bersifat kongkrit. Contoh dari
ontologi matematika adalah segala sesuatu yang ada dalam matematika, seperti misalnya teorema-
teorema. Teorema di dalam matematika akan dibuktikan secara logis, terstruktur, dan sistematis.
Pembuktian teorema inilah yang merupakan salah satu contoh ontologi matematika. Sementara
Ontologi Pendidikan Matematika merupakan hal-hal atau aspek dalam proses pembelajaran
matematika yang bersifat ada atau kongkrit. Dalam pendidikan matematika proses pembelajaran
matematika memiliki beberapa hal yang bisa dijadikan contoh ontologi pendidikan matematika.
Contoh ontologi pendidikan matematika yaitu media pembelajaran matematika yang digunakan
untuk mengajarkan konsep matematika kepada peserta didik
B. Epistemologi Ilmu
Secara bahasa, epistemologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya Episteme artinya
“pengetahuan” dan Logos artinya “ilmu”. Secara istilah, epistemologi adalah suatu ilmu yang
mengkaji tentang sumber pengetahuan, metode, struktur, dan benar tidaknya suatu pengetahuan
tersebut Epistemologi diartikan sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, dasarnya, serta penegasan bahwa seseorang memiliki pengetahuan. Ketika
ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada, berbeda epistemologi berupaya
membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Landasan epistemologi memiliki arti yang
sangat penting bagi bangunan pengetahuan, karena menjadi tempat berpijak dimana suatu
pengetahuan yang baik ialah yang memiliki landasan yang kuat.
Epistemologi merupakan nama lain dari logika material yang membahas dari pengetahuan.
Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan yang mengkaji bagaimana mengetahui benda-
benda. Selain itu, epistemologi merupakan suatu doktrin filsafat yang lebih menekankan pada
peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Karena pada
dasarnya pengetahuan yang diperoleh menggunakan indra hasil tangkapannya secara aktif
diteruskan dan ditampilkan oleh akal. Pengetahuan ini yang berusaha menjawab dari pertanyaan-
pertanyaan seperti bagaimana cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan
jenisnya. Epistemologi menganggap bahwa setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari
pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya dapat diketahui manusia. Dengan demikian,
jelaslah bahwa epistemologi ini membahas tentang sumber, proses, syarat, batas fasilitas, dan
hakikat pengetahuan yang memberikan kepercayaan dan jaminan dari kebenarannya.
Epistemologi membahas bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Metode ilmiah merupakan
landasan yang digunakan dalam epistemologi ilmu. Metode ilmiah yaitu cara yang digunakan ilmu
dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam
mendapatkan pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
diperoleh lewat metode ilmiah. Metode ilmiah juga menjadi penentu layak atau tidaknya
pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, diharapkan pendekatan metode ilmiah tersebutlah yang
menjadikan suatu ilmu memiliki karakteristik tertentu seperti bersifat rasional dan telah teruji
kebenarannya.
Epistemologi dasarnya berbicara tentang dasar, sumber, karakteristik, kebenaran, dan cara
mendapatkan suatu pengetahuan. Aspek terpenting yang dibahas dalam epistemologi yaitu sumber
pengetahuan dan metode pengetahuan. Kedua hal itu dibicarakan dalam epistemologi dan ada juga
kuantitas pengetahuan juga dibahas di epistemologi. Jadi ketika ilmu pengetahuan disoroti melalui
epistemologi maka pembahasannya terarah pada bagaimana sumber yang dipakai oleh para
ilmuwan di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan metodenya seperti apa karena setiap
jenis ilmu itu mempunyai sumber dan metode pengetahuan yang tidak sama, boleh jadi sama tapi
tentu ada karakteristik atau nuansa yang membedakan ilmu tersebut.
Selanjutnya, para ahli filsafat telah membagi metode ilmiah atau pola berpikir ilmiah yang
digunakan sebagai cara untuk mendapatkan suatu pengetahuan ilmiah, pola berpikir ilmiah
tersebut dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Pertama, pola berpikir deduktif. Berpikir deduktif memberikan sifat rasional dan konsisten
kepada pengetahuan ilmiah yang telah ada sebelumnya. Dengan metode ini, kita dapat
memulai aktivitas berpikir dari berbagai teori ilmu pengetahuan yang telah ada dan
kemudian dibuat hipotesis untuk dilakukan pengujian untuk pembuktian. Model deduktif
ini biasa disebut dengan logico-hypothetico-verivicative.
2. Kedua, pola berpikir induktif. Berpikir induktif memberikan pola dimana aktivitas berpikir
dimulai dari kemampuan seseorang dalam mengungkap kejadian yang ada di sekitarnya.
Kejadian tersebut kemudian dianalisis sehingga menghasilkan deskripsi dan konsep yang
objektif dan empiris.
Epistemologi matematika yaitu ilmu filsafat untuk mempelajari keaslian atau validitas dari
sifat-sifat matematika. Misalnya seperti kebenaran sebuah teorema. Untuk mengetahui benar atau
tidaknya sebuah teorema, maka diperlukan adanya pembuktian. Sehingga pembuktian teorema
dalam matematika ini merupakan contoh dari epistemologi matematika. Sedangkan Epistemologi
pendidikan matematika yaitu ilmu filsafat untuk mempelajari keaslian atau validitas dari sifat-sifat
pendidikan matematika, keaslian atau kebenaran hal-hal yang termuat dalam proses belajar
mengajar matematika. Contohnya seperti pengetahuan dasar matematika yang telah dipahami
siswa sebelumnya. Apakah pengetahuan itu bersifat benar atau tidak, seperti itulah contoh dari
epistemologi matematika.
C. Aksiologi Ilmu
Salah satu cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan
ilmunya disebut aksiologi. Aksiologi mencoba untuk mencapai hakikat dan manfaat yang ada
dalam suatu pengetahuan. Diketahui bahwa salah satu manfaat dari ilmu pengetahuan yaitu untuk
memberikan kemaslahatan dan kemudahan bagi kehidupan manusia. hal ini yang menjadikan
aksiologis memilih peran sangat penting dalam suatu proses pengembangan ilmu pengetahuan
karena ketika suatu cabang ilmu tidak memiliki nilai aksiologis akan lebih cenderung
mendatangkan kemudharatan bagi kehidupan manusia bahkan tidak menutup kemungkinan juga
ilmu yang bersangkutan dapat mengancam kehidupan sosial dan keseimbangan alam.
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axion yang berarti nilai dan logos yang berarti
ilmu. Sederhananya aksiologi adalah ilmu tentang nilai. Aksiologis dasarnya berbicara tentang
hubungan ilmu dengan nilai, apakah ilmu bebas nilai dan apakah ilmu terikat nilai. Karena
berhubungan dengan nilai maka aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, berhubungan
dengan layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas. Ketika para ilmuwan dulu ingin
membentuk satu jenis ilmu pengetahuan maka sebenarnya dia harus atau telah melakukan uji
aksiologis.
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan manusia yang
menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik-material.
Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non
yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.
Berpijak pada landasan aksiologi, suatu pernyataan ilmiah dapat dianggap benar bila
pernyataan ilmiah tersebut mengandung unsur aksiologi di dalamnya yaitu adanya nilai manfaat
bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan memiliki ruh yang menginginkan adanya nilai
manfaat dari ilmu pengetahuan tersebut, sehingga pengamalan terhadap ilmu tersebut juga harus
berlandas pada tata nilai yang ada di masyarakat. Menghilangkan unsur aksiologis dari ilmu
pengetahuan berarti telah memperlemah posisi dari ilmu tersebut dari sudut pandang filsafat ilmu
pengetahuan.
Aksiologi juga dapat dikatakan analisis terhadap nilai-nilai. Maksud dari analisis yaitu
membatasi arti, ciri, tipe, kriteria, dan status dari nilai-nilai. Sedangkan nilai yang dimaksud di
sini yaitu menyangkut segala yang bernilai. Nilai berarti harkat yaitu kualitas suatu hal yang
menjadikan hal tersebut berguna. Nilai dapat bermakna bernilai guna sebagai suatu kebaikan.
Daya kerja dari aksiologi diantaranya yaitu:
1. Pertama, menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran
yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran dan tidak
berorientasi pada kepentingan langsung.
2. Kedua, dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis yang tidak
mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak mencampuri
masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat dogmatik, arogansi kekuasaan
dan kepentingan politik.
3. Ketiga, pengembangan pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian alam lewat
pemanfaatan ilmu dan temuantemuan universal.
Aksiologi matematika yaitu ilmu dalam filsafat yang mempelajari tentang matematika
dalam kehidupan. Mengkaji tentang manfaat dari aspek-aspek yang terkandung dalam matematika,
apa saja manfaat dan bagaimana efeknya dalam kehidupan. Contohnya adalah teorema pitagoras,
yang memiliki banyak manfaat dalam segala penerapanya. Manfaat itulah yang menjadi contoh
aksiologi matematika. Sedangkan Aksiologi Pendidikan matematika adalah ilmu dalam filsafat
yang mempelajari tentang kebermanfaatan Pendidikan matematika dalam sebuah proses belajar
mengajar. Contohnya adalah manfaat mempelajari tentang bangun ruang. Peserta didik mampu
menerapkan atau menggunakan hasil dari proses belajar matematika untuk membantu
kelangsungan hidupnya.
BAB III
MEMBANGUN FILSAFAT
Filsafat ilmu yang merupakan interaksi anatara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa
filsafat saat ini tidak dapat berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Dan juga sebaliknya,
ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa kritik dari filsafat. Pembahasan filsafat ilmu sangat
penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu
memberikan semangat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral
yang terkandung pada setiap ilmu. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena
itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama
menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru.
Dalam konteks filsafat ilmu, terdapat beberapa pendekatan yang berbeda. Salah satu
pendekatan yang dikenal adalah falsifikasi, yang dicetuskan oleh filsuf Karl Popper. Pendekatan
ini menekankan pentingnya mengujinya secara empiris untuk membedakan antara klaim yang bisa
diuji dan klaim yang tidak bisa diuji. Pendekatan lain adalah induksi, yang melihat pengetahuan
ilmiah sebagai hasil dari pengamatan dan generalisasi dari data yang ada. Filsafat ilmu memiliki
peran penting dalam memperkaya pemahaman kita tentang ilmu pengetahuan. Dengan
mempertanyakan dan menganalisis dasar-dasar ilmu pengetahuan, filsafat ilmu dapat membantu
menghasilkan pemikiran yang lebih kritis dan rasional. Melalui filsafat ilmu, kita dapat lebih
memahami sifat dan metode ilmu pengetahuan, serta konsekuensi etis dan sosialnya.
B. Ideologi Pendidikan
Dalam pendidikan dengan berbagai disiplin ilmu apapun hampir dipastikan ada aliran, faham
atau manhaj, atau ideologi yang berkembang di dalamnya. Dalam pendidikan matematika meski
dikenal sebagai ilmu pasti tidak terlepas pula dari aliran pendidikan. Artinya, pendidikan materi
yang berkembang sangat ditentukan dari aliran, konsep, dan teori yang melatarbelakanginya.
Dalam konteks kurikulum dan materi, pendidikan dilandasi pandangan filosofis tertentu.
Filsafat merupakan sumber dan awal bagi tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi di berbagai negara di dunia. Ernest (1991) memiliki pandangan bahwa belajar adalah
membangun pengetahuan melalui komunikasi, oleh karenanya pendidikan matematika harus
membantu perkembangan konstruksi pengetahuan melalui keterkaitan aktif dan interaksi siswa.
Dalam konteks ini, penulis menyimpulkan bahwa belajar tentang teori matematika merupakan
teori perubahan konseptual atau konstruktivisme. Bentuk pendidikan matematika memainkan
peran yang sangat penting dalam menghasilkan kembali hirarki sosial, atau bisa jadi menantang
hirarki sosial. Pendidikan matematika mampu mengubah hirarki sosial.
Dalam konteks ini, Ernest (1991) memiliki pandangan mengenai pembelajaran juga terkait
dengan pandangan mengenai ilmu yang dipelajari, dalam hal ini yaitu matematika. Perbedaan
dalam memandang matematika menyebabkan perbedaan dalam membelajarkannya kepada siswa.
Ernest (1991) menyatakan dalam peta pendidikan yang dibuatnya terdapat lima ideologi yang
menjadi karakter suatu bangsa. Lima ideologi pendidikan matematika yaitu industrial trainer,
technological pragmatism, old humanist, progressive educator, dan public educator.
1. Industrial Trainer
Industrial Trainer secara konseptual yaitu berupa aliran atau faham pendidikan yang
menekankan kepada pelatihan atau training industri. Arah dari pelatihan ini lebih menekankan link
and math antara pendidikan dengan dunia usaha dan dunia industri. Dalam konteks pembelajaran
matematika atau di dalam pendidikan dasar, aliran industrial trainer yang dimaksudkan yaitu suatu
kegiatan pelatihan yang dilakukan kepada siswa. Pelatihan tersebut misalnya metode latihan,
hafalan, dan praktek. Pelatihan ini merupakan bagian dari persiapan yang dilakukan guru untuk
kehidupan siswa dalam menghadapi dunia kerja. Ini bertujuan untuk membantu siswa dalam
menanamkan kemampuan-kemampuan dan nilai-nilai yang sesuai dengan dunia atau tantangan
kerja di masa depan. Di industrial trainer, pendidikan tinggi di masa depan siswa tidak begitu diatur
atau diperhatikan.
Ketika dikaitkan dengan kurikulum 2013 pembelajaran menurut aliran industrial trainer tidak
relevan. Alasannya, pada industrial trainer guru menerapkan metode ceramah dan siswa hanya
pasif selama pembelajaran atau dengan kata lain siswa merupakan wadah kosong yang harus diisi
oleh guru dengan berbagai ilmu matematika. Guru sangat berperan di tahap ini, karena guru
bertugas untuk mentransfer ilmu matematika yang dimilikinya kepada siswa. Pembelajaran seperti
inilah yang menyebabkan siswa tidak memahami konsep dari matematika itu karena, mereka lebih
cenderung menghafal. Maka ketika aliran diterapkan kurang begitu sesuai.
2. Technological Pragmatist
Technological Pragmatist merupakan kelompok modern yang turun dari industrial trainer yang
bertugas untuk mempromosikan ideologi versi modern dengan tujuan utilitarian yaitu asas
kebergunaan atau kemanfaatan. Dalam konsepnya, Technological Pragmatist ini dapat disebut
sebagai faham, aliran, atau sikap dan perilaku politik yang tidak menginginkan adanya perubahan
yang berarti mendasar dalam sebuah sistem. Sikap ini biasanya dianut oleh mereka yang tengah
menikmati posisi istimewa atau kekuasaan dalam sebuah struktur atau paling tidak merasa sangat
diuntungkan oleh sistem yang ada.
Kelompok pada aliran ini khawatir dengan perkembangan pendidikan pada tahap industrial
trainer makanya, mereka membuat kelompok baru yang menerapkan perkembangan teknologi.
Secara epistemologis, perspektif teknologi pragmatis dilihat sebagai sebuah pengetahuan yang
dapat diterapkan dalam aplikasi praktis dan punya nilai guna. Ketika dikaitkan dengan matematika,
aliran ini menganggap bahwa matematika merupakan science of truth atau ilmu yang dianggap
benar. Dengan kata lain, matematika dipandang sebagai sesuatu yang tetap dan mutlak. Pernyataan
ini sejalan dengan pernyataan Immanuel Kant yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika
itu lebih mementingkan logika, bukan sebuah pengalaman.
Ketika dikaitkan dengan pelaksanaan Kurikulum 2013, pembelajaran menurut aliran
Technological Pragmatist tidak sesuai. Alasannya, pembelajaran menurut Kurikulum 2013 itu lebih
mementingkan pengalaman siswa selama belajar matematika. Dalam konteks ini siswa memperoleh
pengetahuan tentang matematika melalui kegiatan atau pengalaman selama belajar matematika.
Sedangkan, pembelajaran pada aliran ini tidak mementingkan pengalaman melainkan lebih
mementingkan logika. Pembelajarannya dalam konteks ini lebih mengutamakan hasil yang
diperoleh daripada proses pelaksanaannya. Padahal, pada technological pragmatist ini, peserta didik
masih merupakan bejana kosong. Oleh karena itu, agar proses pembelajaran matematika menjadi
bermakna, siswa tersebut harus dituntut untuk mencari pengalaman sendiri dalam belajar
matematika, bukan mementingkan hasilnya saja.
3. Old Humanist
Aliran ini sering disebut “humanis lama” atau “humanis tua”. Kelompok ahli lama
menganggap ilmu pengetahuan murni menjadi berguna hanya pada kebenarannya sendiri. Akan
tetapi realitasnya, ahli matematika lama menganggap matematika sebagai barang berharga dan
juga sebuah unsur pusat kebudayaan. Dalam matematika pembuktian logika, struktur, abstraksi,
penyederhanaan memiliki nilai. Berdasarkan nilai ini, tujuan pendidikan matematika adalah
komunikasi dari metematika itu sendiri. Ideologi kelompok ini dipisahkan kemutlakan nisbian.
Matematika dipandang sebagai Structure of truth (struktur kebenaran). Nilai moral diajarkan
oleh orang tua kepada anaknya. Hal ini memandang orang tua memiliki peran dalam menentukan
moral anaknya. Kelompok humanis tua merupakan kelompok yang mementingkan
penyempurnaan diri sendiri dengan cara membangun karakter kemanusiaan. Jika dikaitkan dengan
pembelajaran matematika, menurut aliran ini pembelajaran yang dilakukan hendaknya dapat
membangun karakter siswa sehingga, siswa juga memiliki karakter yang baik di masa depan selain
mereka ahli di bidang matematika. Pembelajaran menurut aliran ini sudah mementingkan
pemahaman konsep matematika, tetapi pembelajaran yang dilakukan guru masih menggunakan
metode ceramah. Menurut aliran ini, matematika dianggap sebagai nilai kebenaran sendiri. Hal ini
sejalan dengan bahasa analog dari matematika yaitu matematika merupakan “ratu ilmu
pengetahuan”. Dalam matematika ketelitian, bukti logis, struktur, abstraksi, kesederhanaan,
keanggunan yang dihargai.
Pada kurikulum 2013 ketika pembelajarannya dikatikan perspektif humanis tua dapat
disimpulkan sudah sedikit mengarah kepada pelaksanaan pembelajaran menurut kurikulum 2013
karena, selain mementingkan ilmu matematika karakter siswa juga harus diperhatikan. Teori
pembelajarannyapun sudah memperhatikan pemahaman konsep siswa tentang matematika dan
penerapan ilmu matematika terhadap kehidupan sehari-hari siswa. Namun, di aliran humanis tua
ini, guru masih menerapkan metode ceramah. Menurut Kurikulum 2013, pembelajaran
matematika itu hendaknya dilakukan oleh siswa sendiri agar, pemahaman konsep tentang
matematika itu dapat dimengerti siswa dengan tepat.
4. Progressive Educator
Dalam hal ini pendidikan progresif berlandaskan pada progresivisme yang beranggapan bahwa
pendidikan harus didasarkan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang paling baik
belajar apabila berada dalam situasi kehidupan nyata dengan orang lain. Teori progresivisme
sebetulnya merupakan perluasan pikiran-pikiran pragmatisme pendidikan. Teori ini memandang
siswa sebagai makhluk sosial yang aktif. Pada teori ini, belajar yang paling baik itu apabila
dikaitkan dengan situasi kehidupan nyata siswa. Pembelajarannya juga harus terpusat pada siswa.
Dalam konteks pembelajaran matematika, maka tujuan pendidikan matematika menuntut
kreativitas siswa dan dalam pembelajaran melibatkan keatifan siswa. Teori pembelajarannya
adalah eksplorasi. Teori pengajarannya adalah konstruktivis atau membangun dan
mengembangkan pengetahuannya sendiri. Berdasarkan pada kebutuhan siswa, pola pendidikan ini
menggunakan alat atau fasilitas yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi
dirinya dan membangun pengetahuannya sendiri. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa siswa
diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena mereka belum cukup matang untuk
menentukan tujuan yang memadai.
Dalam konteks aliran ini, sumber pembelajarannya dapat menggunakan apa saja, seperti buku,
diktat, buku daras, modul, LKS ataupun dari lingkungan. Ini nantinya akan menuntut siswa untuk
mengembangkan kreativitas mereka dalam melaksanakan pembelajaran matematika. Oleh karena
itu, penilaian yang dapat dilakukan pada pembelajaran ini yaitu portofolio. Berdasarkan
Kurikulum 2013, penilaian ini dianggap lebih reliable dan valid daripada penilaian pada umumnya.
Pasalnya, portofolio dipandang sebagai proses penilaian yang tidak mengutamakan hasil saja,
melainkan prosesnya juga dilihat secara empiris.
5. Public Educator
Public educator merupakan kelompok atau kaum yang berideologi demokrasi. Pada aliran ini,
pendidikan dapat dimiliki oleh siapapun. Dengan kata lain, pendidikan itu tidak melihat gender,
ras, jenis kelamin, status sosial, dan lainnya. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan
ini layaknya pendidikan inklusif yang mengumakan Gender Equality, Disability and Social
Inclusion (GEDSI).
Menurut public educator pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk
menemukan atau memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya.
Pada hakikatnya masyarakat adalah terbaik, namun masyarakat yang demokratis merupakan
masyarakat terbaik dimana terdapat kesempatan untuk setiap pekerjaan dan dalam demokrasi tidak
mengenal adanya stratifikasi sosial. Menurut aliran ini, matematika merupakan suatu kegiatan
sosial yang didasarkan pada konsep-konsep matematika. Ini bertujuan agar siswa dapat memiliki
pengalaman dalam menemukan atau memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi maupun
sosial yang berkaitan dengan matematika.
Ketika ditinjau dengan pelaksanaan pembelajaran menurut Kurikulum 2013, pembelajaran
menurut aliran public educator ini sudah sesuai berdasarkan Kurikulum 2013 karena, sifat
pembelajaran yang dilakukan telah mengacu pada enam pengalaman belajar yaitu mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, mengkomunikasikan, dan mencipta. Peserta
didik dalam hal ini dituntut aktif mencari dan membangun pengetahuan, bukan menerima
pengetahuan. Sementara model-model pembelajaran yang dapat diterapkan dan dirumuskan dalam
kurikulum baru meliputi discovery/inquiry learning, project based learning di mana siswa
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah, serta collaborative learning.
Apabila proses pembelajaran ditopang oleh pengetahuan yang cukup dan teori-teori
pendidikan yang dapat diterapkan secara luas maka dapat terlaksana secara efektif, efisien, dan
optimal. Untuk meningkatkan pemahaman pendidikan, khususnya bagi para guru dan praktisi
pendidikan pada umumnya, diperlukan kajian teori-teori pendidikan yang mendesak. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi landasan teoritis yang beragam, tepat, dan berguna untuk praktik
pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa teori yang menjadi pedoman pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari penerapannya.
Hingga saat ini, berbagai teori pendidikan telah dianut dalam bidang pendidikan. Teori
konstruktivisme merupakan salah satu teori yang memandu proses pembelajaran. Menurut teori
konstruktivis, subjek secara aktif mengkonstruksi struktur kognitif melalui interaksi dengan
lingkungannya. Konstruktivisme menurut von Glaserfeld merupakan filsafat pengetahuan yang
menekankan pada bagaimana kita mengkonstruksi pengetahuan kita sendiri (Pannen et al., 2001).
Teori konstruktivisme berpendapat bahwa aktivitas siswa sendiri, yang didukung oleh struktur
kognitif, merupakan landasan bagi perolehan pengetahuan mereka.
B. Proses Kontruktivisme
Menurut Piaget (Dahar, 2011: 159) secara garis besar penekanan teori konstruktivisme terletak
pada proses untuk menemukan sebuah teori atau pengetahuan yang ditemukan dan dibangun atas
realita dilapangan. Singkatnya, proses mengonstruksi adalah yang utama. Proses mengkonstruksi
sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh Jean Piaget adalah sebagai berikut.
1. Skemata, merupakan sekumpulan konsep yang digunakan untuk berinteraksi dengan
lingkungan.
2. Asimilasi, merupakam proses dimana seseorang menginterpretasikan dan mengintegrasikan
persepsi.
3. Akomodasi, merupakan proses sesorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang
baru dengan skemata yang dimilikinya.
4. Keseimbangan, merupakan dimana terjadinya proses Ekuilibrasi (keseimbangan antara
asimilasi dan akomodasi) dan diskuilibrasi (tidak seimbangnya antara asimilasi dengan
akomodasi).
C. Tujuan Kontruktivisme
Perubahan menjadi suatu keharusan dalam proses belajar, terutama dalam hal konsep.
Perubahan tersebut berupa asimilasi untuk tahap pertama dan tahap kedua yang disebut akomodasi.
Dengan asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka miliki untuk berhadapan
dengan fenomena baru. Sementara dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang sudah
tidak cocok dengan fenomena baru yang muncul. Jadi, perubahan tetap menjadi tujuan utama
bahkan dalam ranah teori konstruktivisme sekali pun. Selanjutnya, menurut Thobroni (2017, hlm.
95) tujuan teori konstruktivisme adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan Kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaan.
2. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian pemahaman konsep secara lengkap.
3. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri, lebih
menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
F. Kelebihan Konstruktivisme
Menurut Riyanto (2010, hlm. 157) kelebihan konstruktivisme antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Memotivasi peserta didik bahwa belajar adalah tanggung jawab peserta didik itu sendiri
guna mendapatkan ilmu pengetahuan dan wawasan baru.
2. Mengembangkan potensi kemampuan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan
mencari jawabannya sendiri.
3. Membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi mengenai pengertian atau
pemahaman konsep secara menyeluruh dan lengkap.
4. Mengembangkan potensi kemampuan peserta didik untuk menjadi pemikir yang mandiri
dan kreatif.
H. Prinsip Konstruktivisme
Terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang dapat memandu penerapan konstruktivisme.
Menurut Suyono & Hariyanto (2014, hlm. 107) prinsip-prinsip konstruktivisme adalah sebagai
berikut.
1. Belajar merupakan pencarian makna. Oleh sebab itu pembelajaran harus dimulai dengan
isu-isu yang mengakomodasi siswa untuk secara aktif mengkonstruk makna.
2. Pemaknaan memerlukan pemahaman bahwa keseluruhan (wholes) itu sama pentingnya
seperti bagian-bagiannya. Sedangkan bagian – bagian harus dipahami dalam konteks
keseluruhan. Oleh karenanya, proses pembelajaran berfokus terutama pada konsep –
konsep primer dan bukan kepada fakta – fakta yang terpisah.
3. Supaya dapat mengajar dengan baik, guru harus memahami model – model mental yang
dipergunakan siswa terkait bagaimana cara pandang mereka tentang dunia serta asumsi –
asumsi yang disusun yang menunjang model mental tersebut.
4. Tujuan pembelajaran adalah bagaimana setiap individu mengkonstruksi makna, tidak
sekadar mengingat jawaban apa yang benar dan menolak makna milik orang lain. Karena
pendidikan pada fitrahnya memang antardisiplin, satu – satunya cara yang meyakinkan
untuk mengukur hasil pembelajaran adalah melakukan penilaian terhadap bagian – bagian
dari proses pembelajaran, menjamin bahwa setiap siswa akan memperoleh informasi
tentang kualitas pembelajarannya.
Dictio.id. (19 Oktober). Apa yang dimaksud dengan Teori Aktivitas atau Activity Theory. Diakses
pada 11 November 2023, dari https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-teori-
aktivitas-atau-activity-theory/121212/2
Endraswara, Suwardi. 2021. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Media Persindo.
https://books.google.co.id/books?id=eDu4EAAAQBAJ&lpg=PA1&dq=filsafat%20ilmu
&lr&hl=id&pg=PA1#v=onepage&q=filsafat%20ilmu&f=false
Ernest, Paul. (2004). The Philosophy of Mathematics Education : Studies in Mathematics Education. British
Library Cataloguing in Publication Data.
Fauzia, Nenden Latifah Ulfani & Jajang Bayu Kelana. (2020). Natural Science Problem Solving
in Elementary School Students Using the Project Based Learning (PjBL) Model. Jurnal
Ilmiah Sekolah Dasar, 4 (4): 596-603.
Hardanti, Bethari Widiya.(2020). Landasan Ontologis, Aksiologis, Epitesmologis Aliran Filsafat
Esensialisme dan Pandangannya Terhadap Pendidikan. Reforma: Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran, 9(2).
Hafidzhoh, Kholifah Al Marah, dkk. (2023). Belajar Bermakna (Meaningful Learning) Pada
Pembelajaran Tematik. Student Scientific Creativity Journal, 1(1).
Herlina, Tri dan Bella, Cithya.(2022). Pendekatan Ontologis, Epistimologis dan Aksiologis
Sebagai Filsafat Ilmu dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Duniailmu, 2(1)
Hifni, Moh. (2020). Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Keilmuan. Institur Agama Islam
Negeri Madura.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1999.
Kant, Immanuel. (2013). The Critique of Pure Reason. The Pennyslvania State University.
Khafifah, Nur Risma.(2021). Model Pembelajaran Konstruktivisme. OSF Preprints,
https://osf.io/dxhe2
Klipaa.com. Ontologi Epistemologi dan Aksiologi dari Filsafat Matematika. Diakses pada 14
November 2023, dari https://klipaa.com/story/1393-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi-
dari-filsafat-matematika
Lispika.(2022). Sejarah Perkembangan Matematika dan Dunia Pendidkan. Journal of Arts
Education, 2(2).
Lubis, Nur A. Fadhil. 2015. Pengantar Filsafat Umum. Medan: Perdana Publishing.
Maria Sanprayogi & Moh. Toriqul Chaer, Aksiologi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Keilmuan, AL
MURABBI, Vol. 4, No. 1, 2017.
Marsigit. (2019, 18 Oktober). Filsafat Bagian 1, By Marsigit, Thuersday 17 Okt 2019. Diakses
pada 11 November 2023, dari https://www.youtube.com/watch?v=8t3lalvQbiQ
Muliadi. 2013. Filsafat Umum. Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
Muflihin, Muh.Hizbul. Aplikasi dan Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran (Analisis
Strategis Inovasi Pembelajaran). STAIN Purwokerto.(
https://media.neliti.com/media/publications/143416-ID-aplikasi-dan-implikasi-teori-
behaviorism.pdf )
Pajriani, Tira Reseki, dkk. Epistemologi Filsafat. Primer: Jurnal Ilmiah Multidisiplin, 1(3).
Penenlitiantindakankelas.blogspot.com. (2012, 28 Juli). Komponen Penilaian Kooperatif) Diakses
pada 11 November 2023, dari
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2012/07/komponen-yang-dinilai-pada-
pembelajaran.html
Rahman, Luthfi.Model Pembelajaran Meaningful Learning.Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.
Riyanto, Yatim. (2014). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam
Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Prenada Media.
Riyanto, Yatim. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Penerbit SIC.
Salam, Burhanuddin. (2000). Sejarah filsafat ilmu dan teknologi. Bandung: Rineka Cipta.
Susanto. (2011). Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis. Jakarta: Bumi Aksara