Anda di halaman 1dari 18

KETERAMPILAN BERPIKIR MATEMATIS

(Tugas Mata Kuliah Kemampuan Berpikir Matematika)

Disusun Oleh :
1. Anita (1813021033)
2. Abdul Aziz (1813021015)
3. Farhah Isna Fadhilah (1813021023)
4. Mita Dwi Sari (1813021028)
5. Resti Vidyasari (1813021017)
6. Romy Hakiki (1813021046)

Dosen Pengampu :
1. Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd.
2. Mella Triana, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul “Keterampilan Berpikir Matematis” ini tepat waktu
dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Kemampuan Berpikir Matematika.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi para pembaca.

Di dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesulitan. Dan tidak lupa
penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd.
dan Ibu Mella Triana, S.Pd., M.Pd. selaku dosen mata kuliah Kemampuan
Berpikir Matematika dan berbagai pihak atas saran dan kritiknya sehingga
penulisan dan penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandarlampung, 4 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3


2.1 Berpikir Matematis ............................................................................... 3
2.2 Definisi Keterampilan Berpikir Matematis ........................................... 7

BAB III PENUTUP............................................................................................ 13


3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 13
3.2 Saran .................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar siswa dapat mencapai tujuan
tertentu. Agar siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah di tentukan,
maka diperlukan wahana yang dapat digambarkan sebagai kendaraan. Soejadi
mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika adalah kegiatan pendidikan
yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di Sekolah menurut
Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004 adalah melatih cara berpikir dan
bernalar dalam menarik kesimpulan. Berdasarkan tujuan pembelajaran
matematika, peserta didik bukan saja dituntut sekedar menghitung, tetapi peserta
didik juga dituntut agar lebih mampu berpikir dan bernalar, agar mampu
menghadapi berbagai masalah baik masalah itu mengenai matematika itu sendiri
maupun masalah dalam ilmu lain yang sangat tinggi, sehingga apabila telah
memahami konsep matematika secara mendasar dapat diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan matematika siswa meliputi siswa dengan
kemampuan matematika tinggi, siswa dengan kemampuan matematika sedang,
dan siswa dengan kemampuan matematika rendah. Pada hakikatnya, kemampuan
matematika siswa ini ditentukan berdasarkan kemampuan berpikir matematisnya.

Menurut Abu dan Widodo, berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan
hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Sedangkan menurut Santrock,
berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasikan informasi
dan memori. Berpikir matematis merupakan kemampuan seseorang untuk mampu
menghubungkan suatu persoalan sehingga menghasilkan suatu ide atau cara untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Keterampilan berpikir matematis merupakan

1
kemampuan peserta didik untuk mampu berpikir logis dan sistematis serta mampu
menghubungkan fakta dan bukti sehingga memungkinkan sampai pada suatu
kesimpulan yang tepat. Keterampilan berpikir matematis memudahkan
terbentuknya keterampilan belajar matematika dan memungkinkan tercapainya
tujuan pembelajaran matematika, juga mampu memberikan dampak positif bagi
kehidupan nyata.

Berdasarkan penjelasan dari uraian di atas, maka pada makalah ini akan
membahas secara rinci mengenai berpikir matematis dan keterampilan berpikir
matematis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu berpikir matematis?
2. Apa definisi dari keterampilan berpikir matematis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari berpikir matematis.
2. Untuk mengetahui definisi dari keterampilan berpikir matematis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Berpikir Matematis

Kemajuan ilmu teknologi informasi dan komunikasi, melaui media-sosial, dapat


merubah pola pikir seseorang dari yang tidak terstruktur menjadi terstruktur.
Orang yang menguasai teknologi informasi mampu mengembangkan dirinya
melaui berpikir. Mengembangkan kemajuan berfikir untuk siswa menjadi fokus
utama oleh guru matematika. Sabandar (dalam Samura, 2019) menjelaskan,
belajar matematika berkaitan dengan aktivitas dan proses belajar serta berpikir
karena karakteristik matematika merupakan suatu ilmu dan human activity.
Matematika dapat membangun pola pikir siswa dari materi yang diajarkan oleh
guru dikelas. Pola pikir yang dapat dibangun meliputi kemampuan berpikir,
mengorganisasikan pembuktian yang logis, dapat mendefinisikan istilah-istilah
matematika dengan cermat/jelas, dan atau akurat. (Samura, 2019)

Berpikir menurut Izzati (dalam Devitta, P. M. : 2020) merupakan suatu kegiatan


mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau
situasi yang harus dipecahkan. Berpikir sebagai suatu kemampuan mental
seseorang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif.

Sumarmo (dalam Purwaningrum, 2016) secara umum mengartikan berpikir


matematis sebagai pelaksanaan kegiatan atau proses matematika (doing math)
atau tugas matematika (mathematical task). Ditinjau dari kedalaman atau kegiatan
matematik, kegiatan berpikir dalam matematika dibagi menjadi dua, yaitu berpikir
matematis tingkat rendah (low order mathematical thinking) dan berpikir
matematis tingkat tinggi (high order mathematical thinking). Berpikir matematis

3
merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang pada saat dihadapkan
pada suatu masalah yang harus dipecahkan. Berpikir matematis merupakan aspek
yang sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika dan sangat berpengaruh
dalam pemecahan masalah matematika siswa dan berdampak pada hasil belajar
matematika siswa. Onal, Inan, dan Bozkurt (dalam Kuswardi, Usodo, Sutopo,
Crisnawati, dan Nurhasanah 2020 : 62) menyatakan bahwa berpikir matematis
merupakan suatu bentuk pemikiran yang diwujudkan tidak hanya pada kasus
dengan angka dan konsep matematika abstrak tetapi juga dalam kehidupan sehari-
hari.

Menurut Suherman (dalam Kuswardi, Usodo, Sutopo, Crisnawati, dan


Nurhasanah 2020 : 62) kegiatan berpikir matematis meliputi memahami suatu
konsep matematika, memecahkan permasalahan matematika, mengkonstruksi
suatu teori atau permasalahan dengan menerapkan matematika. Konsep
matematika sendiri tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis dan sistematis yang
dimulai dari konsep yang paling sederhana menuju konsep yang kompleks. Pada
tingkat dasar dan menengah matematika dipandang sebagai kombinasi
representasi visual (geometri dan grafik) dan perhi-tungan dan representasi
simbolik. Pada tingkat perguruan tinggi pandangan terhadap matematika bergeser
menuju kerangka formal dan bukti matematika. Oleh karena itu, dalam
mempelajari matematika di perguruan tinggi diperlukan kemampuan berpikir
tingkat lanjut (Advance Mathematical Thingking).

Berpikir matematis sendiri merupakan salah satu tujuan penting dalam


pembelajaran di sekolah. PISA (2016) menyebutkan bahwa kemampuan dalam
berpikir matematis dan menggunakan kemampuan berpikir matematis dalam
menyelesaikan masalah merupakan tujuan penting dalam pembelajaran sekolah.
hal ini dikarenakan kemampuan berpikir matematis dapat mendukung kehidupan
dalam lingkungan ilmu alam, teknologi, ilmu ekonomi, dan bahwa membangun
kehudupan ekonomi. PISA menyebutkan hal ini sebagai “mathematical literacy”.

4
Dalam berpikir matematis, seseorang perlu memiliki: 1) pengetahuan yang
mendalam tentang matematika, 2) kemampuan mengeneralisasi, 3) pengetahuan
tentang strategi yang di gunakan (Stacey dalam Sari, 2021). Hal ini juga senada
dengan pendapat Mason (dalam Sari, 2021) yang menyebutkan 3 faktor yang
mempengaruhi efektifitas berpikir matematis seseorang, yaitu 1) kemampuan
dalam menyelesaikan masalah, 2) pengendalian emosi dan psikolohi dalam proses
menyelesaikan masalah, 3) pemahaman konsep matematika beserta
pengaplikasiannya. Berpikir matematis sendiri merupakan kegiatan individu yang
berdasarkan pada pengelaman pribadi dan dapat pula berfokus pada
pengasosialisasi ide pokok yang dimiliki (Stacey dalam Sari, 2021).
Pengasosiasian ide-ide tersebut tentunya akan berkaitan dengan pengajuan
pertanyann terkait dengan apa yang diketahui, apa yang diinginkan, dan
bagaimana menyelesaikannya.

Berpikir matematis atau mathematical thinking perlu untuk diajarkan. Hal ini
merujuk pada pendapat Shigeo Katagiri (dalam Nurmudi 2019) yang menyatakan
bahwa “The most important ability that arithmetic and mathematics courses need
to cultivate in order to instill in students to think and make judgment
independently is mathematical thinking”. Dengan kata lain berpikir matematis
merupakan kemampuan utama dalam perhitungan dan pelajaran matematika, yang
perlu diolah untuk menanamkan pada siswa dalam berpikir dan menentukan
keputusan secara mandiri. Selanjutnya Shigeo Katagiri (dalam Nurmudi 2019)
juga mengungkapkan bahwa “Mathematical thinking allows for: (1) an
understanding of the necessity of using knowledge and skills, (2) learning how to
learn by oneself, and the attainment of the abilities required for independent
learning”. Dengan kata lain, berpikir matematis memberikan pemahaman akan
pentingnya pengetahuan atau pemahaman konsep matematika dan kemampuan
dalam memecahkan permasalahan matematika, serta belajar bagaimana belajar
sendiri dan mencapai kemampuan yang dibutuhkan dalam belajar mandiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, berpikir matematis adalah kemampuan untuk


berpikir secara rasional, mengkaji fenomena yang ada dan menyusunnya secara

5
prosedural matematika dan membangun kerangka berpikir sebagai kepercayaan
diri menyelesaikan setiap masalah (Kusumah dalam Kesumawati, 2016). Sejalan
yang dikemukakan Kusumah menurut Mason, Burton, dan Stacey dalam
Kesumawati (2016), berpikir matematis adalah proses dinamis yang memperluas
cakupan dan kedalaman pemahaman matematika (entry, attack, review). Berpikir
matematis dapat mengendalikan emosi seseorang dalam mempelajari matematika
dan menyelesaikan masalah karena berpikir matematis adalah cara berpikir terbaik
untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan ini.

Dengan berpikir matematis seseorang akan membangun kepercayaan tanpa


kecemasan untuk menyelesaikan masalah, dengan munculnya pertanyaan-
pertanyaan tentang masalah yang sedang dikaaji. Hal ini terbangunlah karakter
yang diharapkan, yakni aplikasi nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku. “Nilai-nilai karakter dasar yang harus diajarkan kepada peserta didik
sejak dini adalah sifat dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur,
tanggung jawab, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya
integritas” (Aunillah dalam Kesumawati, 2016).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Matematis sebagai berikut:

a. Kondisi Fisik

Kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk
melayani kehidupan. Ketika kondisi fisik terganggu, sementara iya dihadapkan
dengan kondisi yang menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan
suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pemikirannya. Ia
tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak
memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yang ada.

b. Motivasi

Motivasi adalah hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi merupakan upaya
yang menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga
seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan prilaku tertentu yang

6
telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan
minat adalah cara yang sangat baik untuk memberikan motivasi pada diri demi
mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari keterampilan atau kapasitas
atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan,
menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik,
mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat
memperoleh tujuan dan kepuasan, memperlihatkan tekat diri, sikap kontruktif,
memperlihatkan hasrat dan keinginan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil
prilaku.

c. Kecemasan

Keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap


kemungkinan bahaya. Kecemasan timbul secara otomatis jika individu
menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal
dan eksternal) reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif,
motivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama
perubahan tidak nyaman, serta berfokus pada kelangsungan hidup, b)
destruktif, menimbulkan tingkah laku yang menyangkut kecemasan berat atau
panik serta dapat membatasi seseorang dalam berpikir

d. Perkembangan Intelektual

Intelektual atau kecerdasan merupakan keterampilan mental seseorang untuk


merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang
lain yang dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap
orang berbeda-beda sesuai perkembangannya.

2.2 Definisi Keterampilan Berpikir Matematis

Menurut Rofiah (dalam Kanti, Warih A.I. : 2020), kemampuan berpikir


merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan menyampaikan
kembali informasi yang diketahui. Tetapi merupakan kemampuan
menghubungkan, memanipulasi, dan mentransformasi pengetahuan serta

7
pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam
upaya menentukan keputusan dan memecahkan masalah pada situasi baru.

Menurut Ali dalam Pardosi (2017), Kemampuan berpikir matematik,


mengemukakan beberapa aktivitas bermatematika (doing mathematics) yang
mendukung yaitu : mencari dan mengeksplorasi pola untuk memahami struktur
matematik serta hubungan yang melandasinya; menggunakan bahan yang tersedia
secara tepat dan efektif pada saat memformulasikan dan menyelesaikan masalah;
menjadikan ide-ide matematik secara bermakna; berfikir serta beralasan dengan
cara yang fleksibel; mengembangkan konjektur, generalisasi, jastifikasi, serta
mengkomunikasikan ideide matematik. Hal ini juga didukung menurut konsepsi
Weyl tentang cara berpikir matematis, yaitu pengaturan variabel, berhubungan
dengan simbol dan menemukan fungsi yang berkaitan satu sama lain. (Guillermo
Restrepo dan José L. Villaveces dalam Pardosi, 2017). Kemampuan berpikir
matematis merupakan serangkaian kemampuan yang meliputi kemampuan
pemahaman matematis, kemampuan komunikasi matematis, kemampuan koneksi
matematis, dan kemampuan penalaran matematis (menurut Kaye Stecey dalam
Rusdin 2019).

 Kemampuan pemahaman matematis menurut John Van de Walle (dalam


Rusdin 2019) didefinisikan sebagai ukuran kualitas dan kuantitas hubungan
antar ide dengan ide yang telah ada. Kemampuan Pemahaman merupakan
kemampuan menghubungkan ide yang telah ada dengan untuk
mengkonstruksi ide baru. Menurut John Van de Walle (dalam Rusdin 2019)
kemampuan pemahaman dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu kemampuan
relasional dan kemampuan instrumental. Polya (dalam Rusdin 2019)
mengkategorikan kemampuan pemahaman menjadi empat bagian, yaitu
mekanikal, induktif, rasional, dan intuitif.
 Kemampuan komunikasi matematis merupakan suatu kemampuan siswa
dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya berupa gagasan/ide
matematis baik secara lisan ataupun tulisan, serta kemampuan menerima dan
memahami gagasan/ide orang lain secara cermat, kritis dan evaluatif untuk
mempertajam pemahaman. Indikator kemampuan komunikasi matematis

8
menurut NCTM (2000) dapat dilihat dari: (1) Kemampuan mengekspresikan
ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya, serta
menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami,
menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide Matematika baik secara lisan
maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan
istilah-istilah, notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya untuk
menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model
situasi.
 Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep-
konsep yang dalam pelajaran matematika berupa kemampuan
mengaitkan antar konsep dalam matematika maupun mengaitkan
konsep matematika dengan konsep dalam bidang lainnya.
 Penalaran adalah proses berpikir yang dilakukan dengan satu cara untuk
menarik kesimpulan. Penalaran matematis adalah kemampuan menganalisis,
menggeneralisasi, mensintesis atau mengintegrasikan, memberikan alasan
yang tepat, dan menyelesaikan masalah non routine.

Menurut Mason dkk. (dalam Delima dkk, 2019), ada empat proses dasar dalam
konstruksi keterampilan berpikir matematis. Keempat proses tersebut adalah:
1. Spesialisasi (Specializing), yaitu keterampilan siswa dalam menyelesaikan
berbagai latihan dengan melihat contoh;
2. Generalisasi (Generalizing), adalah keterampilan siswa dalam
mengidentifikasi pola dan hubungan;
3. Menduga-duga (Conjecturing), dapat diartikan sebagai kemampuan siswa
dalam memprediksi korelasi dan hasil; dan
4. Meyakinkan (Convincing), adalah kemampuan siswa dalam menemukan
dan mengkomunikasikan alasan mengapa sesuatu dianggap benar

Keterampilan berpikir matematis sangat erat kaitannya dengan literasi matematika


yang dikemukakan oleh PISA. Stacey (dalam Delima dkk, 2019), menyatakan
bahwa kerangka yang digunakan oleh PISA untuk mengukur literasi matematika
mencakup beberapa elemen dari keterampilan berpikir matematis seperti elemen

9
penalaran, pemodelan, dan membuat hubungan antar ide. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa keterampilan berpikir matematis merupakan salah satu
keterampilan yang mendukung penguasaan disiplin ilmu lain di luar matematika
seperti sains, teknologi, ekonomi, bahkan kemajuan di bidang ekonomi. (Delima
dkk, 2019)

Kemampuan berpikir matematis terdiri dari kemampuan berpikir tingkat rendah


dan tingkat tinggi. Newman (dalam Gradini, Ega : 2019) setelah mengamati kelas
dan mewawancarai guru mengembangkan perbedaan antara pemikiran tingkat
rendah dan tinggi. Dia menyimpulkan bahwa pemikiran tingkat rendah hanya
menuntut aplikasi rutin atau mekanis dari informasi yang diperoleh sebelumnya,
seperti daftar informasi yang sebelumnya dihafal dan memasukkan angka ke
dalam formula yang dipelajari sebelumnya. Sebaliknya, ia mencatat bahwa
pemikiran tingkat tinggi, "menantang siswa untuk menafsirkan, menganalisis, atau
memanipulasi informasi".

Menurut Resnick (dalam Gradini, Ega : 2019), karakteristik ketrampilan berpikir


tingkat tinggi antara lain; (1) non-algoritmik, (2) cenderung kompleks, (3)
cenderung menghasilkan solusi majemuk, dan (4) melibatkan aplikasi/ penerapan
beragam kriteria, ketidakpastian, dan regulasi diri. Istilah higher order thinking
skills dapat digunakan untuk mendeskripsikan aktvitas kognitif yang melampaui
tingkat pemahaman dan penerapan berpikir tingkat rendah dalam taksonomi
Bloom.

Bartlett (dalam Gradini, Ega : 2019), membedakan berpikir tingkat rendah dan
tingkat tinggi, memberikan definisi lebih lanjut dengan menggunakan istilah
“mengisi celah (gap filling)”. Bartlett meyakini bahwa berpikir melibatkan salah
satu dari tiga proses gap filling, yaitu: (1) interpolasi (pengisian informasi yang
hilang dari urutan logis), (2) ekstrapolasi (memperluas argumen atau pernyataan
tidak lengkap), dan (3)penafsiran ulang (penataan ulang informasi untuk
menghasilkan yang baru interpretasi). Sementara itu, Resnick (dalam Gradini, Ega
: 2019) percaya bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat di identifikasi, ia

10
juga menunjukkan bagaimana keterampilan berpikir rendah dan tingkat tinggi
dapat terjalin dalam proses pengajaran. Dalam penelitiannya, Resnick (dalam
Gradini, Ega : 2019) mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai
“menguraikan materi yang diberikan, membuat kesimpulan di luar apa yang
disajikan secara eksplisit, membangun representasi yang memadai, menganalisis
dan membangun hubungan". Misalnya, agar anak-anak memahami apa yang
mereka baca, mereka perlu membuat kesimpulan dan menggunakan informasi
melampaui apa yang tertulis dalam teks. Dengan demikian, mengajarkan
membaca yang sederhana sekalipun melibatkan keterampilan berpikir tingkat
rendah dan tinggi.

Sejalan dengan Bartlett dan Resnick, Newman (dalam Gradini, Ega : 2019) juga
membedakan antara pemikiran tingkat rendah dan tinggi. Newman menyimpulkan
bahwa berpikir tingkat rendah hanya menuntut aplikasi rutin atau mekanis dari
informasi yang diperoleh sebelumnya, seperti daftar menggunakan informasi
informasi yang sebelumnya dihafal dan memasukkan angka ke dalam formula
yang dipelajari sebelumnya. Sebaliknya, berpikir tingkat tinggi, menurut Newman
(dalam Gradini, Ega : 2019), "menantang siswa untuk menafsirkan, menganalisis,
atau memanipulasi informasi".

Suatu kelas yang potensial dalam mengembangkan keterampilan berpikir


matematis dapat dikatakan sebagai thinking classroom. Sabandar (dalam Sapa’at,
2020) mendefinisikan thinking classroom sebagai sebuah kelas yang berpikir atau
suatu kelas yang difasilitasi sedemikian rupa dengan kegiatan belajar yang
mengutamakan proses berpikir. Menurutnya pula, aspek yang terkait dengan
konsep thinking classroom berhubungan dengan belief bahwa dalam belajar,
seseorang harus mengalami proses berpikir yang baik, serta proses berpikir yang
baik dapat dipelajari oleh seluruh siswa, dan adanya keyakinan bahwa
pembelajaran harus melibatkan pemahaman mendalam serta menggunakan
pengetahuan yang baru secara aktif dan fleksibel.

11
Secara lebih spesifik, Sabandar (dalam Sapa’at, 2020) menjelaskan beberapa
kemampuan yang harus dikuasai guru agar dapat menciptakan thinking classroom,
di antaranya:
a. menterjemahkan dokumen kurikulum ke dalam praktik pembelajaran di kelas
dengan tepat;
b. menciptakan bahan ajar yang memungkinkan tersedianya cukup banyak celah
bagi siswa untuk berpikir, sehingga siswa tidak sekadar menerima informasi
yang sudah jadi dan menghafal saja;
c. memahami dan menguasai berbagai model, metode, pendekatan dan strategi
pembelajaran yang dapat memicu berlangsungnya proses berpikir di dalam
kelas;
d. menyusun seperangkat alat ukur dan alat evaluasi yang dapat mengukur
kemampuan berpikir setiap siswa;
e. membuat learning tasks yang dapat memicu perilaku kritis dan kreatif siswa;
memiliki kemampuan bertanya yang baik untuk dapat membangkitkan rasa
ingin tahu siswa dan membantu siswa untuk mau terlibat dalam suatu situasi
berpikir yang baik;

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berpikir matematis adalah suatu proses dinamis yang mungkin untuk


meningkatkan tingkat kekomplekasan dari suatu ide yang dapat kita hadapi dan
memperluas pemahaman kita. Kegiatan berpikir matematis meliputi memahami
suatu konsep matematika, memecahkan permasalahan matematika,
mengkonstruksi suatu teori atau permasalahan dengan menerapkan matematika.

Keterampilan berpikir matematis merupakan serangkaian kemampuan yang


meliputi kemampuan pemahaman matematis, kemampuan komunikasi matematis,
kemampuan koneksi matematis dan kemampuan penalaran matematis.
Kemampuan berpikir matematis terdiri dari kemampuan berpikir tingkat rendah
dan tinggi. Terdapat empat proses dasar konstruksi keterampilan berpikir
matematis yaitu spesialisasi, generalisasi, menduga-duga dan meyakinkan.
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan berpikir matematis adalah
kondisi fisik, motivasi, kecemasan dan perkembangan intelektual.

3.2 Saran

Makalah tentang Keterampilan Berpikir Matematis ini hendaknya dapat


menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, serta dapat dijadikan bekal
yang harus dipahami oleh guru dan calon guru pada khususnya dan oleh
masyarakat pada umumnya agar apa yang dipelajari dapat digunakan dalam
kegiatan belajar dan pembelajaran.

13
DAFTAR PUSTAKA

Delima, N., Rahmah, M. A., & Akbar, A. (2018, November). The analysis of
students’ mathematical thinking based on their mathematics self-concept.
Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1108, No. 1, p. 012104).
IOP Publishing.

Gradini, E. (2019). Menilik konsep kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher


Order Thinking Skills) dalam pembelajaran matematika. Jurnal
Numeracy, 6(2), 189-203.

Kesumawati, N., 2016. Kreativitas Berpikir Matematis Dalam Pembelajaran


Berkarakter. Delta-Pi: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika,
3(1).

Kuswardi, Y., Usodo, B., Sutopo, S., Chrisnawati, H. E., & Nurhasanah, F.
Advanced Mathematic Thinking Ability Based on The Level of Student's
Self-Trust in Learning Mathematic Discrete. Journal of Mathematics and
Mathematics Education (JMME), 10(2), 61-74.

Mohiddin, Devitta P. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Quantum Teaching


dan Kemampuan Berpikir Matematis Terhadap Hasil Belajar
Siswa. Jurnal Technopreneur (JTech), 4(2), 90-93.

Mutmainah, siti dan Ummi Rosyidah. 2017. Analisis Kemampuan Berpikir


Matematis Tingkat Tinggi Ditinjau dari Kecerdasan Emosional. Jurnal
teori dan aplikasi matematika, 1(1)

Nurmudi. 2019. Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Matematis Siswa. Jurnal Derevat, 6(2)

Pardosi, Y.M., 2017. PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DAN


KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS TERHADAP HASIL BELAJAR

14
SISWA PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI
KELARUTAN (Doctoral dissertation, UNIMED).

Purwaningrum, Jayanti Putri. 2016. MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN


BERPIKIR KREATIF MATEMATIS MELALUI DISCOVERY
LEARNING BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH. Jurnal Refleksi
Edukatika. 145-157.

Rusdin. 2019. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Melalui


Model Pembelajaran Matematika Nalaria Realistik pada Madrasah
Ibtidaiyah di Kota Sorong. Al-Riwayah: Jurnal kependidikan, 11(2)

Samura, A. O. (2019). Kemampuan Berpikir Kritis Dan Kreatif Matematis


Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. MES: Journal of Mathematics
Education and Science, 5(1), 20-28.

Sapa’at, Asep. 2020. PENGEMBANGAN KETERAMPILAN BERPIKIR


MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA. Jurnal
Pendidikan Dompet Dhuafa. 15-19

Sari, Wennita, Ahmad Nasriadi, dan Mik Salmina. 2021. ANALISIS


KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA
MENYELESAIKAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) PADA
TAHUN AJARAN 2020 DI SMAN 1 TELUK DALAM KABUPATEN
SIMEULUE. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 2(1).

Warih A.I., Kanti. 2020. Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa


pada Materi Bangun Datar Melalui Model Pembelajaran Proyek
Terintegrasi STEM. Media Pendidikan Matematika, 8(1), 51-62.

15

Anda mungkin juga menyukai