Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU:

MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

Diajukan:
Sebagai Tugas Akhir pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Oleh:
Ahliah Ghurfah
23031140016

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur terpanjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat Rahmat dan

ridhoNya maka penulis mampu menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Makalah

Konstruksi dan Implementasi: Matematika dan Pendidikan Matematika” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari kepenulisan makalah ini untuk memenuhi tugas akhir pada mata kuliah

filsafat ilmu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan terkait filsafat

dan ideologi Pendidikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Marsigit, M.A.,

selaku dosen pengampu mata kuliah filsafat ilmu yang telah memberikan tugas ini sehingga

dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis. Penulis menyadari bahwa makalah

ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat membutuhkan saran dan

masukkan dari pembaca agar makalah ini dapat disempurnakan.

Yogyakarta, 9 November 2023

Penulis
BAB I

FILSAFAT UMUM

Filsafat merupakan ilmu yang penting bagi kehidupan manusia. Filsafat membahas

seluruh aspek yang terjadi dalam kehidupan manusia. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani

yaitu philosophia. Philosophia terdiri atas dua kata, yaitu philo (cinta, ingin) dan sophia

(kebijakan, pandai). Sehingga filsafat dapat diartikan suatu keinginan mencapai pandai,

cinta akan kebijakan (Djamaluddin, 2014). Prinsip filsafat yaitu menempatkan suatu

kebenaran berdasarkan kemampuan nalar manusia. Seluruh kehidupan manusia dikaji oleh

filsafat. Tiga masalah utama di filsafat, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

A. Ontologi

Ontologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu ontos berarti ada dan logos berarti

penyelidikan tentang (Rukiyati & Purwastuti, 2015). Jadi, ontologi diartikan sebagai

penyelidikan tentang yang ada. Ontologi merupakan salah satu kajian dalam filsafat yang

membahas masalah makna, hakikat, dan struktur yang ada. Aristoteles dalam Djamaluddin

(2014) menyatakan tugas ontology yaitu mengusut ada sebagai adanya tanda-tanda yang

ada padanya berdasarkan hakikat yang dimilikinya. Salah satu hasil pengusutan dari Martin

Heidegger dan Paul Tillich yaitu ada tidak mengarah sesuatu, melainkan suatu sifat yang

dimiliki oleh semua yang ada, dan oleh sebab itu mereka ada.

Ontologi menganalisis masalah-masalah yang berkaitan dengan “ada” dan “tiada”.

Saragih et al. (2021) menyatakan ontology an investigation concerning the character of

everything that is insofar as it is. Suatu Langkah dalam memastikan apa “struktur” tertentu

itu merupakan ontologi. Ontologi merupakan bagian dari metafisika. Ontologi mencoba

untuk mengetahui hakikat yang terdalam dari yang ada. Contoh pandangan ontologi yaitu

materialisme. Materialisme merupakan filsafat ontologi yang menyatakan bahwa yang ada
yang paling dalam bersifat material. Ontologi merupakan salah satu landasan dalam filsafat

Pendidikan.

B. Epistemologi

Kata epistemologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu episteme berarti pengetahuan

dan logos berarti teori. Sehingga epistemologi diartikan sebagai suatu kajian atau teori

filsafat mengenai (esensi) pengetahuan. Koestenbaum dalam (Djamaluddin, 2014)

menyatakan epistemologi berusaha menganalisis masalah-masalah seperti keterkaitan

antara pengetahuan dan kepercayaan diri, status pengetahuan yang melampaui panca

Indera, status ontologi dari teori-teori ilmiah, hubungan antar konsep, serta kajian atas

Tindakan mengenai atas itu.

Cabang filsafat yang membahas tentang hakekat pengetahuan manusia merupakan

epistemologi. Masalah-masalah yang berkaitan dengan hakekat terjadinya perilaku

mengetahui, sumber pengetahuan, tingkatan pengetahuan, metode guna mendapatkan

pengetahuan, kesahihan pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan itu dikaji oleh

epistemologi. Epistemologi mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope

pengetahuan, berbagai pengandaian dan dasarnya, serta bentuk pertanggungjawaban atas

pertanyaan terkait pengetahuan yang dimiliki.

C. Aksiologi

Aksiologi merupakan kajian filsafat yang mengkaji tentang nilai, nilai sesuatu yang

berharga, yang dinamakan oleh setiap insan. Aksiologi meliputi aspek nilai normative dan

pemaknaan terhadap kebenaran (Saragih et al., 2021). Intinya aksiologi membahas tentang

nilai. Aksiologi dibagi menjadi etika (filsafat tentang baik buruk perilaku manusia) dan

filsafat keindahan. Adapun maksud dari nilai tersebut, yaitu:


1. Nilai jasmani merupakan nilai yang tersusun dari hidup, nilai nikmat, dan nilai

guna.

2. Nilai Rohani merupakan nilai yang tersusun dari nilai intelek, nilai estetika,

nilai etika, dan nilai religi.


BAB II

FILSAFAT ILMU

Filsafat ilmu pengetahuan adalah filsafat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

Filsafat ini berusaha membahas ilmu pengetahuan secara rasional, menyeluruh, dan

mendasar. Filsafat ilmu dimaknai sebagai suatu disiplin, konsep, dan teori terkait ilmu yang

sudah dianalisis dan diklasifikasikan. Cara kerja filsafat ilmu menurut Saragih et al. (2021)

yaitu sebagai berikut:

a. Melakukan kajian dan analisis terkait konsep, asumsi, dan metode ilmiah

b. Melakukan kajian terkait hubungan tiap-tiap ilmu

c. Melakukan kajian terkait kesamaan antar ilmu

d. Melakukan kajian terkait perbadaan antar ilmu

e. Melakukan kajian analisis konseptual serta Bahasa yang digunakan

f. Melakukan peneyelidikan terkait dampak pengetahuan ilmiah terhadap pola

piker manusia, hakekat manusia, nilai nilai yang dipercaya manusia, tempat

tinggal manusia, sumber poengetahuan, dan hakikatnya

Filsafat ilmu membagi lebih lanjut dalam tiga bahasan, yaitu ontologi ilmu,

epistemologi ilmu, dan aksiologi ilmu.

A. Ontologi Ilmu

Landasan ontologis dapat disebut juga landasan metafisik adalah filsafat yang

merujuk akan keberadaan atau substansi tertentu. Secara ilmiah, Pendidikan bertujuan

untuk mensistematisasikan konsep-konsep dan praktik Pendidikan yang sudah dianalisis

secara metodologis menjadi suatu bentuk pengetahuan tersendiri yang biasa disebut ilmu

Pendidikan (Rukiyati & Purwastuti, 2015). Pendidikan pada hakikatnya berlandaskan suatu

pandangan filsafat tentang manusia yang menjadi subjek dan objek Pendidikan, pandangan
mengenai alam semesta yang berisi tentang tempat manusia hidup, dan pandangan Tuhan

yang menciptakan seluruh yang ada di alam ini.

Metafisika (ontologi) merupakan filsafat yang membahas hakekat realitas paling

dasar dari segala sesuatu yang bersifat fisik ataupun non fisik. Munculnya ilmu-ilmu

empiris mengakibatkan kemunduran metafisika. Hal ini disebabkan temuannya lebih

dipercaya dan dapat diukur. Metafisika lebih tampak tidak dapat diverifikasi dan tidak

bersifat aplikatif. Akinpelu menjabarkan bahwa metafisika berkaitan dengan hakikat alam

dan dunia sebagai tempat tinggal manusia.

Metafisika berkaitan dengan Pendidikan dapat dilihat dari keterkaitan pada

perumusan teori dan praktik Pendidikan dalam berbagai hal. Kurikulum berisikan subjek,

pengalaman, dan keterampilan merupakan gambaran konsep tentang kenyataan yang

dipercaya oleh masyarakat sehingga mendukung keberadaan sekolah (Gutek, 1974).

B. Epistemologi Ilmu

Hollingdale menyatakan epistemologi sebagai salah satu bagian dari filsafat

pengetahuan yang berkaitan dengan cara dan alat untuk mengetahui (Kristiawan, 2016).

Epistemologi membahas tentang teori mengetahui dan pengetahuan. Epistemologi

memiliki keterkaitan dengan metode pengajaran dan pembelajaran. Penyusunan kurikulum

membutuhkan kajian dari epistemologi. Pemikiran dari epistemologi seperti menentukan

pengetahuan yang harus diberikan pada siswa, menentukan cara mendapatkan

pengetahuan, dan menentukan cara menyampaikan pengetahuan merupakan

sumbangannya terhadap Pendidikan. Kristiawan (2016) menjabarkan metode dalam

epistemologi sebagai berikut.

1) Metode induktif

2) Metode deduktif
3) Metode positivisme

4) Metode kontemplatif

5) Metode dialektis.

Adapun syarat epistemologi suatu pengetahuan dikatakan sebagai ilmu sebagai

berikut.

1. Ilmu menuntut terdapat objek yang diteliti, baik yang berkaitan dengan alam

maupun manusia.

2. Ilmu menuntut terdapat metode tertentu yang berisikan pendekatan dan Teknik

tertentu.

3. Ilmu menuntut terdapat pokok permasalahan yang akan dikaji lebih dalam.

Kajian epistemologis mengenai pandangan guru merupakan suatu hal yang sangat

jelas dan penting yaitu jenis-jenis pengetahuan yang berbeda.

C. Aksiologi Ilmu

Filsafat ilmu menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Kristiawan (2016) dibagi dua

tahap, yaitu ilmu otonom terbebas dari segenap nilai yang memiliki sifat dogmatik (bebas

nilai) sehingga ilmu dapat dikembangkan dan ilmu bertujuan memanipulasi faktor-faktor

yang berkaitan dengan gejala untuk mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi.

Aksiologi merupakan filsafat yang membahas tentang nilai. Jenilan (2018) menjabarkan

aksiologi merupakan salah satu filsafat yang membahas tentang hakekat nilai. Barmel

membagi aksiologi dalam tiga bagian, yaitu:

1. Tindakan moral yang melahirkan disiplin khusus (etika)

2. Ekspresi keindahan yang melahirkan keindahan

3. Kehidupan sosial politik yang melahirkan filsafat sosial politik.


Etika merujuk pada kajian mengenai nilai moral serta perilaku manusia, sedangkan

estetika membahas tentang nilai keindahan dan seni. Aksiologi merujuk pada perilaku

moral dan kehidupan. Tujuan Pendidikan menjadi cerminan dari landasan aksiologis

Pendidikan. Tujuan Pendidikan dilatar belakangi oleh nilai-nilai yang dipercaya dan

diwujudkan dalam Tindakan nyata.


BAB III

MEMBANGUN FILSAFAT

Filsafat lahir dari berbagai pandangan. Begitu juga hidup manusia. Perkembangan

pemikiran terkait hidup manusia dibahas secara mendalam dalam filsafat. Selain itu kritik

akan akal budi juga mejadi pembahasan yang penting untuk dibahas dan dikaji lebih lanjut.

A. Review Video Kuliah Filsafat Prof Marsigit

Hidup manusia pada dasarnya bersifat metafisik, yaitu selalu ada kehidupan

sebelum kehidupan. Manusia itu tidak sempurna, bisa dikatakan manusia sempurna dalam

ketidaksempurnaan. Awal dari segala kegiatan manusia itu ada dua, yaitu fatal dan vital.

a. Fatal

Fatal berarti terpilih. Terpilih dapat dikatakan juga sebagai takdir.

Contoh: Ketika seorang anak mengambil baju warna putih, maka itu disebut

sebagai takdir. Hal ini disebabkan baju warna putih terpilih untuk dikenakan

oleh anak tersebut.

Adapun sifat yang ada di dalamnya, yaitu tetap, idealism. Selanjutnya

menghasilkan spiritualisme, serta kuasa Tuhan/prima. Prima adalah sebab dari

segala sebab.

b. Vital

Vital berarti memilih. Memilih juga disebut sebagai ikhtiar. Adapun sifat yang

ada di dalamnya, yaitu berubah, realism, dan materialisme.

Berdasarkan hal tersebut maka di situlah muncul sifat metafisiknya. Metafisik adalah

Sifat dibalik sifat, sifat mendahului sifat, sifat mengikuti sifat, sifat mempunyai sifat. Fatal

bersifat tetap dan tidak akan pernah bisa berubah, kecuali kuasa Tuhan yang dapat

mengaturnya. Fatal itu berupa definisi/ketetapan awal dan jalannya dengan koherentism,
analitik, absolutism yang akan menghasilkan konsisten. Sedangkan, vital berupa

korrespondentianism, sintetik, serta pengalaman yang menghasilkan persepsi serta contoh.

Karena pengalaman maka muncul empirisism.

Seseorang yang cerdas berfilsafat adalah seseorang yang mampu memahami tentang

ruang dan waktu. Terdapat dua jenis aliran dalam hal ini, yaitu aliran a priori (paham walau

belum melihat) ada dalam ranah fatal dan merupakan pemikiran dewasa lalu menghasilkan

rasionalism serta sceptism oleh R. Decrates. Sedangkan, aliran A Posteriori ada dalam ranah

vital dan merupakan pemikiran anak-anak yang merupakan pengalaman lalu menghasilkan

empiricm oleh David Hume. Kemudian seorang permenides berbendapat bahwa segala

sesuatu itu tetap, sedangkan seorang heraclitos berpendapat bahwa segala sesuatu itu

berubah.

Hukum di dunia itu ada dua, yaitu hidup di dunia itu bersifat kontradiksi, sedangkan

pikiran itu bersifat identitas dan tautologis. Pada dasarnya semua matematika yang ditulis

itu salah, yang benar hanya yang ada dalam pemikiran. Dalam ranah fatal yang mempercayai

tuhan itu esa/satu melahirkan aliran monolisme, sedangkan dalam ranah vital ada aliran

pluralisme.

Berdasarkan berbagai pikiran tersebut, muncul seorang tokoh Imanuel Kant (1671)

yang melahirkan aliran dualism yang mempercayai kedua ranah fatal dan vital. Menurut

Imanuel Kant ilmu akan dilahirkan dari perkawinan langit dan bumi (a priori dan sintetik)

lalu menghasilkan zaman modern. Selanjutnya muncul seorang tokoh yang bernama

Auguste Compte (1857) yang menentang dan mematahkan aliran-aliran filsafat

sebelumnya, karena menurut Auguste Compte semua yang kamu kerjakan dan kamu

pikirkan itu tidak ada gunanya bagi dunia serta agama itu tidak bisa membangun dunia

karena tidak logis yang didukung oleh aliran positivisme.


Teknologi itu menghasilkan kesejahteraan sekaligus menghasilkan kemunafikan,

karena banyak orang yang terpengaruh teknologi lalai akan kewajibannya terhadap

tuhannya. Masyarakat sekarang sudah menjelma menjadi kontemporer: archaic > tribal >

tradisional > feudal > modern > pos modern > power now yang menghasilkan aliran-aliran

capitalisme, matearisme, pragmatisme, dan liberalisme.

B. Review CPR I Kant

Berikut yang diperoleh pembaca dalam buku “The Critique of Pure Reason” oleh

Immanuel Kant, yaitu:

Pikiran manusia merupakan suatu hal yang rumit. Pikiran juga bersifat metafisik.

Metafisik adalah sesuatu yang tidak bisa dipegang atau tidak bisa dilihat. Buku tersebut

menjelaskan bahwa saat ini semua metode telah dilakukan namun hanya menjadi sia-sia

karena dengan hal tersebut malah semakin menciptakan kekacauan di dunia sains. Tetapi

hal tersebut juga hal yang menjadi sumber baru sains. Sebenarnya banyak pertanyaan yang

muncul dalam proses ini tetapi banyak orang yang mengabaikan hal tersebut. Muncul

banyak ketidakpedulian dalam dunia sains sehingga kekacauan tidak dapat dielakkan.

Seharusnya fenomena ini menjadi perhatian dan refleksi kita semua.

Buku tersebut menyampaikan bahwa Kant menolak keraguan pada sains seperti

pendapat skeptisisme yang disampaikan oleh David Hume bahwa sains bisa dibenarkan

jika mempunyai a priori dan diperoleh dengan pikiran murni (pure reason). Kant

menyatakan bahwa selain berdasarkan pengalaman di masa lalu, nalar juga dapat

membantu untuk mengetahui beberapa hal. Kant menentang keras pengetahuan a priori.

Dimana hanya karena satu hal terjadi dengan cara yang sama berulang kali, bukan berarti

hal tersebut juga akan terjadi dengan cara yang sama berulang kali. Selain itu, Kant
menyatakan bahwa tidak ada satu pun masalah metafisik yang tidak menemukan solusi.

Kritik terhadap pikiran membutuhkan kepastian dan kejelasan.

Menurut Kant terdapat dua kriteria pembeda pengetahuan murni dan empiris,

sebagai berikut:

1. A priori merupakan proposisi yang terdiri atas gagasan dan harus konsepsi. Gagasan

tersebut bukan berasal dari pengalaman dan kesan sensual.

2. Empiris tidak pernah menunjukkan sifat ketat dan absolut tetapi dianggap universalitas

dan komparatif. Sedangkan sifat ketat dan absolut serta tidak berasal dari pengalaman

yang valid itu merupakan a priori.

Bagi Kant, jika a priori tidak berasal dari pengalaman maka akan menjadi sebuah

pengetahuan. Dan Kant menyebutnya sebagai transenden untuk subjek yang sudah ada

tersebut.

Kant menjelaskan perbedaan antara analytical judgement dan synthetical

judgment. Analytical judgement adalah hubungan antara predikat dan subjek diperoleh dari

predikatnya telah terkandung dalam subjek dan predikat hanya analisis dari subjek. Sifatnya

a priori. Sedangkan, synthetical judgment maksudnya adalah predikat tidak terkandung

dalam subjek. Tetapi predikat menambahkan sesuatu terhadap subjek. Kant menyebutkan 3

hal penting pada bagian ini, yaitu:

1. Semua penilaian matematika tak terkecuali merupakan sintetis.

2. Ilmu pengetahuan alam (fisika) berisikan penilaian a priori sebagai prinsip.

3. Metafisika.
BAB IV

MENERAPKAN FILSAFAT

Filsafat dan matematika mempunyai kaitan yang sangat era tantara keduanya,

matematika merupakan ibu dari semua bidang ilmu dan filsafat merupakan dasar untuk

mempelajari ilmu (Fairus et al., 2023). Filsafat dan matematika memiliki kesamaan yaitu

sama-sama mencari kebenaran. Filsafat Pendidikan matematika berasal dari filsafat

matematika. Filsafat matematika berisikan tentang asal matematika dan cara terbentuknya

ilmu matematika. Sedangkan, filsafat Pendidikan matematika berkaitan dengan masalah

kegiatan belajar dan pembelajaran.

A. Sejarah/Perkembangan Matematika

Matematika merupakan Bahasa yang bertujuan untuk menjadi lambang hitungan

dari pernyataan yang hendak kita sampaikan. Lambang atau simbol yang ada dalam

matematika itu bersifat artifisial yang akan mempunyai arti setelah makna diberikan

sehingga membantu dalam proses perhitungan dan pengukuran. Tanpa hal tersebut

matematika hanyalah angka dan rumus-rumus yang tak berarti (Wahana, 2016). Filsafat

matematika merupakan cabang yang membahas tentang pandangan-pandangan filsafat,

dasar-dasar dan dampak dari matematika. Adapun tujuan dari filsafat matematika yaitu

menyampaikan sifat dan metodologi matematika serta memahami kedudukan matematika

dalam kehidupan manusia.

Sebuah objek yang sedang diteliti dapat dilambangkan dengan apa saja sesuai

dengan kesepakatan. Wahana (2016) memberikan contoh kecepatan jalan kaki seseorang

untuk waktu tertentu dapat dilambangkan sebagai k. Untuk hal ini k merupakan “kecepatan

jalan kaki dalam waktu tertentu” dan tidak terdapat pengertian lainnya. Waktu yang

dibutuhkan untuk berjalan kaki dilambangkan w. sedangkan untuk jarak yang ditempuh
dalam waktu tertentu dilambangkan j. maka diperoleh rumus “jarak yang ditempuh sama

dengan waktu yang digunakan dikali kecepatan” atau dapat dilambangkan j = k × w. sifat

dari pernyataan matematika yaitu jelas, spesifik, dan informatik.

Meningkatkan daya prediktif dan control dari ilmu merupakan sifat kuantitatif

matematika. Sarana berpikir yang digunakan matematika yaitu sarana berpikir deduktif.

Secara deduktif matematika mampu menemukan pengetahuan yang baru berdasarkan

premis-premis tertentu. Immanuel Kant berpendapat bahwa matematika yaitu pengetahuan

yang memiliki sifat sintetik apriori. Eksistensi matematika berkaitan dengan pancaindera

serta pendapat dari aliran yang disebut logistic yang berpendapat bahwa matematika

merupakan cara berpikir logis dimana salah benarnya dapat ditentukan.

Thomas Khun menjabarkan paradigma sebagai perubahan pemikiran ke arah yang

lebih baik. Teknik mengajar Socrates melibatkan orang lain dalam percakapan. Begitu pula

Plato percaya bahwa siswa harus dididik sesuai dengan masa merekan dan tidak harus

sama. Sedangkan, Aristoteles menyatakan bahwa nak-anak harus dididik dalam mode

perilaku yang sesuai dengan moral.

B. Ideologi Pendidikan (Paul Ernest)

Ideologi merupakan suatu tatanan atas rasa yakin yang dipedomani masyarakat

untuk menyusun hidupnya sendiri (Syafii, 2018). Hubungan sosial yang terjadi di

masyarakat diikat oleh ideologi. Ideologi sendiri tersusun dari nilai-nilai agama, moral,

etika, ide dan pemikiran, kebiasaan, serta kebudayaan. Ideologi merupakan suatu hal yang

memiliki keterikatan antara ruang dan waktu terhadap budaya dan sejarah individu atau

masyarakat (Marsigit, 2014). O & William (2001) menjabarkan terkait ideologi Pendidikan

merupakan struktur yang mengatur segala bentuk tindakan dalam proses Pendidikan yang

bertujuan pada mengatur suatu tindakan sosial. Ideologi Pendidikan diharapkan dapat
merubah perilaku individu ataupun masyarakat secara terstruktur. Indonesia sendiri

menganut ideologi pancasila.

Ideologi Pendidikan terbagi menjadi dua sifat seperti yang disampaikan oleh

Wisarja & Sudarsana (2017), yaitu:

1. Ideologi Pendidikan yang bersifat konservatif, yang memuat fundamentalis,

intelektualisme, dan konservatif. Condong menjadi humanisme tidak langsung

atau menganggap perujudan diri sebagai nilai tertinggi dan dapat diperoleh

dengan cara diidentifikasi dan menjunjung tinggi hukum alam atau ketuhanan.

2. Ideologi Pendidikan yang bersifat liberal, yang memuat liberal, liberalsionis,

dan anarkis. Condong menjadi humanisme langsung dimana berpandangan

bahwa kenyataan berasal dari pengetahuan dan pengalaman manusia secara

personal ataupun kolektif.

Berikut dijabarkan matematika dalam kajian secara filosofis.

a. Fungsi komposisi meupakan dari dua atau lebih fungsi sehingga membentuk suatu

fungsi baru. Fungsi berkaitan dengan domain dan kodomain. Secara filosofis

berkaitan dengan hermenetika hidup atau rantai kehidupan karena antara fungsi

yang satu dengan yang lainnya saling memiliki hubungan atau terikat.

b. Pertidaksamaan berarti tidak sama atau tidak setara. Dalam filsafat disebut sebagai

kontradiksi.

c. Rumus matematika secara filsafat diartikan sebagai wadah atau bentuk. Maka

rumus suku bunga merupakan wadah atau pelaksanaan suku bung aitu.

d. Integral berarti partisi atau pembagian sekecil mungkin untuk memperoleh hasil

yang baik. Filsafat mengartikan setiap kehidupan adalah sekumpulan bagian-bagian

kecil sehingga tersusun secara sistematis.


Ernest (1991) mengkategorikan filsafat Pendidikan dalam lima kategori, yaitu

industrial trainer, technological pragmatist, old humanist, progressive educator, dan public

educator. Berikut penjabarannya:

Social Industrial Technologic Old Progressiv Public

Group Trainer al Humanist e Educator

Pragmatist Educator

Political Radical Meritocratic, Conservativ Liberal Democratic

Ideology right, ‘New conservative e/ liberal socialist

Right’

View of Set of Truths, Unquestione Body of Process Social

Mathemati and Rules d body of structured view: constructivi

cs useful pure personalize sm

knowledge knowledges d maths

Moral Authoritaria Utilitarian, ‘blind’ Person- Social

Values n ‘Victorian’ pragmatism, justice, centred, justice,

values, expediency, objectivity, caring, liberty,

choice, ‘wealth rule-centred empathy, equality,

effort, self- creation’, structure, human fraternity,

help, work, technological hierarchy, values, social

moral development paternalistic nurturing, awareness,

weakness, ‘classical’ maternalist engagement

us-good, view ic, and

them-bad ‘romantic’ citizenship

view
Theory of Rigid Meritocratic Elitist, class Soft Inequitable

Society hierarchy hierarchy stratified hierarchy hierarchy

market-place welfare needing

state reform

Theory of Elementary Child ‘empty Dilute Child- Social

the Child school vessel’ and elementary centred, conditions

tradition: ‘blunt tool’ school view progressive view: ‘clay

child ‘fallen future worker character view, child: moulded by

angel’ and or manager building ‘growing environmen

‘empty culture flower’ and t’ and

vessel’ tames ‘innocent ‘sleeping

savage’ giant’

Theory of Fixed and Inherited Inherites Varies, but Cultural

Ability inherited ability cast of mind needs product: not

realized by cherishing fixed

effort

Mathemati ‘back-to- Useful maths Transmit Creativity, Critical

cal aims basics’ to appropriate body of self- awareness

numeracy level and mathematic realization and

and social certification al therough democratic

training in (industry- knowledge mathemati citizenship

obedience centred) (maths- cs (child- via

centred) centred) mathematic

s
Theory of Hard work, Skill Understandi Activity, Questioning

Learning effort, acquisition, ng and play, , decision

practice, rote practical application exploration making,

experience negotiation

Theory of Authoritaria Skill Explain, Facilitate Discussion,

Teaching n instructor motivate personal conflict

Mathemati transmission, motivate pass on exploration questioning

cs drill, no through structure prevent of content

‘frills’ work- failure and

relevance pedagogy

Theory of Chalk and Hands-on and Visual aids Rich Socially

Resources talk only microcomput to motivate environme relevant

anti- ers nt to authentic

calculator explore

Theory of External Avoid External Teacher led Various

Assessment testing of cheting examination internal modes, use

in Maths simple basics external tests s based on assessment of social

and hierarchy avoid issues and

certification failure content

skill profiling

Theory of Differentiate Vary Vary Humanize Accomodati

Social d schooling curriculum curriculum neutral on of social

Diversity by class by future by ability maths for and cultural

crypto-racist, occupations only (math all: use diversity a

neutral) necessity
monocultural local

ist culture

1. Aliran industrial trainer

Merupakan proses ajar yang menitik beratkan pada pelatihan industri.

Orientasinya yaitu menekankan pada matematika dan berkaitan dengan

Pendidikan serta dunia usaha maupun indutri.

2. Aliran Technological pragmatist

Merupakan kelompok kontemporer hasil turunan dari pendidik industri. Misi

yaitu mempromosikan ideologi baru. Aliran ini menggambarkan sikap ideologi,

mazhab, atau politik yang tidak ingin merubah Sistem radikal.

3. Aliran old humanist (alto-humanist atau humani lama)

Pandangannya sains murni hanya untuk diri sendiri. Sedangkan matematikawan

kuno memiliki pandangan bahwa matematika sebagai elemen pusat dari budaya

yang berharga. Ideologi kelompok ini dibagi oleh relative absolut.

4. Aliran progressive educator (Pendidikan progresif)

Berpandangan bahwa Pendidikan harus didasarkan atas sifat manusia sebagai

makhluk sosial. Aliran ini terusan dari pragmatisme pedagogis. Ideologi yang

memandang siswa merupakan makhluk sosial yang aktif. Aliran ini menitik

beratkan pembelajaran berpusat pada siswa.

5. Aliran public educator

Merupakan orang-orang yang berideologi demokratis. Berpandangan bahwa

Pendidikan tidak memandang jenis kelamin, ras, status sosial, dan lain-lain.

Pendidikan milik semua orang.


C. Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/Praksis

Teori Pendidikan memiliki tujuan sebagai penghasil pemikiran terkait kebijakan

dan prinsip-prinsip Pendidikan yang berdasarkan filsafat Pendidikan. Proses Pendidikan

menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara

guru dengan siswa guna mencapai tujuan Pendidikan dengan landasan teori Pendidikan

(Sari et al., 2021).

Fairus et al. (2023) menyatakan bahwa berkembangnya model pembelajaran sejalan

dengan teknologi yang semakin berkembang. Maka erat keterkaitan antara keduanya.

Model pembelajaran berarti sama artinya dengan model Pendidikan. Hal ini karena

pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan Pendidikan. Model pembelajaran merupakan

salah satu hal yang dijadikan dasar dalam Langkah-langkah kegiatan di kelas. Langkah-

langkah dalam pembelajaran atau yang biasa disebut sintaks. Resseffendi menjabarkan

teori belajar merupakan penjabaran terkait apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi

pada mental siswa. Belajar sendiri merupakan kegiatan mental seserang yang

mengakibatkan pada perubahan tingkah laku ke arah yang positif. Pembelajaran

matematika sebagai upaya memfasilitasi siswa untuk turut belajar yang berkaitan dengan

matematika. Matematika dianggap sebagai sesuatu yang sukar dan membingungkan.

Sehingga hal ini yang menyebabkan banyak siswa malas mempelajari matematika. Banyak

hal yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan minat belajar matematika siswa. Mulai

dari model pembelajaran, pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, ataupun strategi

pembelajaran. Berikut diantaranya.

1. Teori behaviorisme

Teori behaviorisme merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman bahwa belajar itu merupakan interaksi antara stimulant dan


tanggapan (Rangkuti & Hasibuan, 2022). Teori ini memandang belajar terjadi

dalam akal pikiran manusia. Adapun prinsip-prinsip dari teori behaviorisme

menurut Rahman (2018) antara lain:

a. Objek psikologis yaitu tingkah laku

b. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek

c. Mementingkan pembentukan kebiasaan

d. Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri

e. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus

dihindari

f. Konsekuensi-konsekuensi

g. Kesegaran konsekuensi

h. Pembentukan

i. Pemunahan

j. Pemeliharaan

k. Peran antesenden

2. Teori kognitif Piaget

Piaget menekankan bahwa anak-anak membangun dunia kognitif dengan

sendirinya. Kekuatan berpikir dan kekuatan mental dari seorang anak yang

berbeda usia, maka perkembangan intelektual secara kualitatif juga berbeda.

Perkembangan kognitif itu berkaitan dengan proses genetik. Piaget dalam

Sintawati & Mardati (2021) menjabarkan proses berpikir anak bertahap mulai

dari konkret ke abstrak melalui empat periode perkembangan kognitif berikut:

a. Periode sensori motor (0-2 tahun)

Anak pada periode ini memperoleh pengalaman dari Gerakan anggota tubuh

dan koordinasi semua alat indranya. Gerakan merupakan rekasi langsung


dari rangsangan. Reaksi yang dilakukan anak muncul karena anak

menggunakan alat inderanya seperti meraba dan melihat suatu objek.

b. Periode pra-operasional konkret (2-7 tahun)

Periode ini merupakan tahap persiapan anak untuk memasuki periode

berpikir logis yang merupakan aktivitas mental, bukan lagi aktivitas sensori

motor. Periode ini merupakan peiode pemberian symbol atau nama. Pada

periode ini, anak fokus pada kontak langsung dengan lingkungannya.

Kemudian anak mulaimemanipulasi symbol dari benda-benda disekitarnya.

Pada periode ini, anak mampu menggunakan symbol tetapi masih sulit

melihat hubungan-hubungan dan mengambil kesimpulan.

c. Periode operasional konkret (7-12 tahun)

Periode dimana anak melakukan aktivitas mental seperti

mengklasifikasikan sekelompok objek, menata letak benda berdasarkan

urutan tertentu, dan membilang benda. Pada tahap ini, anak telah memahami

konsep kekelan, dan mampu berpikir reversible. Operasi konkret

menunjukkan adanya keterkaitan antara pengalaman/pengetahuan konkret.

Kemampuan anak dalam berpikir logis masih dilakukan dengan berorientasi

pada objek atau peristiwa yang langsung dialami anak. Pada tahap ini, anak

belum memperhitungkan semua kemungkinan yang terjadi.

d. Periode operasi formal (> 12 tahun)

Periode operasi ini disebut juga periode operasi hipotetik-deduktif yang

merupakan tahap tertinggi dari perkembangan kognitif anak. Pada tahap ini,

anak sudah mampu memberikan alasan dengan menggunakan symbol atau

gagasan dalam berpikir. Anak sudah mampu berpikir logis tanpa


menggunakan benda konkret. Anak sudah mampu bernalar atanpa harus

menggunakan objek atau peristiwa yang langsung dihadapi.

3. Teori kognitivisme

Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan proses penemuan dan

transformasi informasi-informasi yang didapat. Kurt Lewin berpendapat bahwa

siswa mampu melakukan kegiatan belajar maka siswa tersebut harus melibatkan

diri secara aktif (Rahman, 2018). Teori ini memandang proses belajar sebagai

proses penemuan dan transformasi informasi-informasi yang didapat dan

seseorang yang menerima informasi kan menyusun, menyimpan, dan

menghubungkan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan

sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa proses lebih penting dibandingkan

hasil, seperti berikut:

a. Belajar tidak sekadar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan

proses berfikir

b. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi

yang terus menerus dengan lingkungan

4. Teori humanisme

Teori ini mengutamakan kebebasan siswa dalam menyelesaikan permasalahan

atau menemukan suatu konsep belajar dengan caranya masing-masing

(Rahman, 2018). Siswa menjadi pusat pembelajaran dan guru sebagai fasilitator.

Siswa menemukan pengalamannya sendiri. Teori humanisme lebih menekan

pada ide belajar dalam bentuk yang paling ideal, artinya mengutamakan isi yang

dipelajari dari pada proses belajar.

5. Teori konstruktivisme
Teori ini memiliki perspektif bahwa belajar merupakan kontruksi informasi

yang masuk ke otak (Rahman, 2018). Belajar yang bersifat konstruktif ini sering

digunakan untuk menggambarkan jenis belajar yang terjadi selama pemecahan

masalah yang kreatif di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut konstruktivisme,

belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti, wacana, dialog,

pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses mengasimilasi

dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang dipelajari dengan

pengertian yang sudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang.

Berikut adalah pandangan aliran konstruktivisme:

a. Belajar merupakan proses membentuk makna dari apa yang dilihat,

didengar, dirasakan, dan dialami

b. Konstruksi arti merupakan proses yang terus menerus. Setiap kali

berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, peserta didik akan

selalu mengadakan rekonstruksi.

c. Belajar merupakan proses membentuk atau mengembangkan pemikiran

yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang

d. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisik dan

lingkungannya

e. Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang telah diketahui siswa, yaitu

konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan

yang dipelajari
Berikut beberapa macam sintaks PBM Matematika yang diturunkan dari

paradigmanya.

PARADIGMA/TEORI/
LINK/
NO. MODEL/STRATEGI/ SINTAKS
REFERENSI
METODE/PENDEKATAN

1. Realistic Mathematics Menurut Hobri (2009): Arief Aulia Rahman

Education (RME) 1. Memahami masalah (2018) dengan judul

kontekstual “Strategi Belajar

2. Menjelaskan masalah Mengajar

kontekstual Matematika”

3. Menyelesaikan

masalah kontekstual

4. Mendiskusikan

jawaban

5. Menyimpulkan

2. Saintifik Menurut Rahman (2018): Arief Aulia Rahman

1. Mengamati (2018) dengan judul

2. Menanya “Strategi Belajar

3. Mengumpulkan data Mengajar

atau eksperimen Matematika”

4. Mengolah informasi

5. Mengkomunikasikan Ahmad Nizar

Menurut Rangkuti & Rangkuti & Ali

Hasibuan (2022): Imran Hasibuan


1. Mengamati atau (2022) dengan judul

observasi “Strategi

2. Menanya Pembelajaran

3. Mencoba Matematika”

4. Menalar

5. Mengkomunikasikan

3. Open ended Menurut Becker & Epstein Irianto Aras (2018)

dalam (Aras, 2018): dengan judul

1. Perkenalkan masalah “Pendekatan Open-

terbuka Ended dalam

2. Memahami masalah Pembelajaran

3. Pemecahan masalah Matematika”

oleh siswa, bekerja

secara individual atau

dalam kelompok kecil

(menempatkan

pekerjaan mereka pada

lembar kerja)

4. Membandingkan dan

mendiskusikan

5. Menyimpulkan oleh

guru

6. Meminta siswa untuk

merangkum apa yang


mereka pelajari dari

Pelajaran ini

4. Pemecahan Masalah Menurut Polya (1985): Polya (1985)dengan

1. Memahami masalah judul “How to Solve

2. Menyusun rencana it: New Aspect of

penyelesaian Mathematical

3. Melaksanakan rencana Method”

penyelesaian

4. Melihat kembali

5. Discovery Learning Menurut Erman et al., YJ Erman, MS Lena,

(2019): S Ahmad & Y Helsa

1. Stimulasi (pemberian (2019) dalam judul

rangsangan) “Discovery Learning

2. Rumusan masalah Models and Math

3. Pengumpulan data Mathematics

4. Pengolahan data Concepts

5. Verifikasi Understanding”

6. Generalisasi

6. Problem based learning Menurut Sears (2002) Mukti Sintawati &

dalam Sintawati & Asih Mardati (2021)

Mardati (2021): dengan judul

1. Mempersiapkan siswa, “Strategi

mengidentifikasi Pembelajaran

pengetahuan siswa, Matematika di

dan mendorong siswa Sekolah Dasar”


untuk menemukan

masalah

2. Mengeksplorasi untuk

memecahkan masalah

dan mengumpulkan

informasi

3. Menyajikan hasil kerja

siswa

4. Refleksi

Menurut Tan (2003) dalam

Sintawati & Mardati

(2021)

1. Menemukan masalah

2. Menganalisis dan

mempelajari masalah

3. Melaporkan hasil

analisis

4. Mempresentasikan

hasil pekerjaan

5. Mengevaluasi

pembelajaran,

merefleksikan

pengetahuan

7. Contextual Teaching and Menurut Widayati dalam Silfia Erina (2022)

Learning Erina (2022): dengan judul


1. Membangun “Meningkatkan

pengetahuan siswa Hasil Belajar

2. Menemukan Matematika Siswa

pengetahuan dengan

3. Bertanya Menggunakan

4. Masyarakat belajar Pendekatan CTL

5. Pemodelan pada Siswa Kelas III

6. Refleksi dan penilaian Sekolah Dasar”

8. Pendekatan kontekstual Menurut Arief Aulia Arief Aulia Rahman

Rahman (2018): (2018) dengan judul

1. Mengembangkan “Strategi Belajar

pemikiran bahwa anak Mengajar

akan belajar lebih Matematika”

bermakna dengan cara

bekerja sendiri, dan

mengkonstruksi sendiri

pengetahuan dan

keterampiannya.

2. Melaksanakan sejauh

mungkin kegiatan

inkuiri untuk semua

topik.

3. Mengembangkan sifat

ingin tahu siswa dengan

bertanya
4. Menciptakan

masyarakat belajar.

Dalam pembelajaran

kontekstual biasanya

pembelajaran dilakukan

dengan diskusi

kelompok.

5. Menghadirkan model

atau narasumber yang

ahli sebagai contoh

pembelajaran. Dengan

adanya model dapat

menarik perhatian

siswa dalam

mendengarkan

pembelajaran.

6. Melakukan refleksi di

akhir pertemuan.

Gunanya agar siswa

dapat mengingat

kembali tentang

pembelajaran yang

telah dilakukan

sebelumnya.
7. Melakukan penilaian

yang sebenarnya

dengan berbagai cara.


BAB V

PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF

Konsep “pembelajaran” tidak sama persis dengan konsep “belajar” meski keduanya

mempunyai kaitan yang cukup erat. Belajar sebagai aktivitas subjek siswa untuk memperoleh

informasi, pengetahuan, dan pengalaman. Sedangkan pembelajaran sebagai aktivitas interaksi

dan terstruktur antara pendidik dan siswa untuk memperoleh suatu perubahan. Perubahan ini

diharapakan pada perubahan positif (Hakim & Marzuki, 2019).

Istilah pembelajaran sebenarnya digunakan untuk menegaskan bahwa interaksi belajar,

terutama di kelas, antara pendidik dan siswa itu bersifat dinamis. Pembelajaran sangat

menekankan proses interaksi dan pemanfaatan sumber-sumber bekajar secara optimal.

Pendekatan konstruktivisme merupakan proses belajar yang menerangkan bagaimana

pengetahuan disusun dalam pikiran siswa. Pengetahuan dikembangkan secara aktif oleh siswa

sendiri dan tidak diterima secara pasif dari sekitarnya. Ini berarti pembelajaran merupakan hasil

dari usaha siswa sendiri dan bukan dipindahkan dari guru kepada siswa.

John dewey menyatakan bahwa pendidik yang baik harus melakukan pembelajaran

sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berkelanjutan. Juga menekan

pentingnya keterlibatan secara aktif siswa dalam proses belajar mengajar. Suparno dalam

Hakim & Marzuki (2019) menjabarkan para ahli berpendapat bahwa konstruktivisme dalam

pembelajaran mempunyai peranan dalam menentukan apa yang dipelajari. Pembelajaran di sini

melakukan proses mental yang lebih tinggu, yaitu berpikir, berimajinasi, dan menemukan

pemecahan masalah. Melalui pendekatan konstruktivisme, guru perlu mengubah peranannya

dalam kelas. Intinya pembelajaran konstruktivisme, yang menjadi pusat perhatian adalah

siswa, guru hanya sebagai fasilitator.


Pembelajaran konstruktivisme dilakukan guru untuk memberi keleluasaan siswa untuk

memahami konsep yang dipelajari berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki

siswa sebelumnya. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual.

Menurut Widodo (2004) ada tiga prinsip dasar yang merupakan inti pandangan

konstruktivisme tentang pengetahuan:

a. Pengetahuan merupakan hasil konstruksi manusia dan bukan sepenuhnya

representasi suatu fenomena atau benda

b. Pengetahuan merupakan konstruksi sosial

c. Pengetahuan bersifat tentatif

Pembelajaran Bersama Prof Marsigit sangatlah menyenangkan. Pemikiran beliau yang

sangat luas membuat penulis kagum dan bisa menambah wawasan. Penyampaian materi

filsafat bisa lebih mudah diterima oleh penulis. Banyak sekali ilmu baru yang diserap oleh

penulis terutama yang berkaitan dengan filsafat.


DAFTAR PUSTAKA

Aras, I. (2018). Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika. Edukasia, 5(2), 56–
65. https://doi.org/10.35334/edu.v5i2.1005

Djamaluddin, A. (2014). Filsafat Pendidikan (Educational Phylosophy). Istiqra’, 1(2), 129–


135.

Erina, S. (2022). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa dengan Menggunakan


Pendekatan CTL pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan,
4(2), 2012–2022. https://doi.org/10.31004/edukatif.v4i2.2044

Erman, Y. J., Lena, M. S., Ahmad, S., & Helsa, Y. (2019). Discovery Learning Models and
Math Mathematics Concepts Understanding. International Conference on Education,
Science and Technology, 2, 209–213.

Ernest, P. (1991). The Philosophy of Mathematics Education. Routledge: The Taylor &
Francis.

Fairus, F., Dewi, I., & Simamora, E. (2023). Keterkaitan Filsafat Matematika dengan Model
Pembelajaran Berbasis IT. Jurnal Cendekia : Jurnal Pendidikan Matematika, 7(1), 538–
549. https://doi.org/10.31004/cendekia.v7i1.1921

Gutek, G. L. (1974). Philosophical Alternative in Education. USA: A Bell & Howell Company.

Hakim, L., & Marzuki, I. (2019). Pendidikan Karakter Rasa Ingin Tahu melalui Pembelajaran
Konstruktif dalam Kisah Musa Dan Khidir. Jurnal Kajian Islam Dan Pendidikan Tadarus
Tarbawy, 1(2), 138–151. https://doi.org/10.31000/jkip.v1i2.2046

Jenilan. (2018). Filsafat Pendidikan. El-Afkar, 7(1), 69–74.

Kristiawan, M. (2016). Filsafat Pendidikan; The Choice is Yours. Yogyakarta: Valia Pustaka.

Marsigit. (2014). Refleksi Pendidikan Kontemporer Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

O, ’Neil, & William. (2001). Ideologi-ideologi Pendidikan (Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka


Belajar.

Polya, G. (1985). How to Solve it: New Aspect of Mathematical Method. (2nd ed.). New Jersey:
Princeton University Press.
Rahman, A. A. (2018). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Syiah Kuala University Press:
Banda Aceh.

Rangkuti, A. N., & Hasibuan, A. I. (2022). Strategi Pembelajaran Matematika. Perdana


Publishing: Medan.

Rukiyati, & Purwastuti, L. A. (2015). Mengenal Filsafat Pendidikan. In Universitas Negeri


Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Saragih, H., Hutagalung, S., Mawati, A. T., Chamidah, D., Khalik, M. F., Sahri, S., Wula, P.,
Purba, B., Purba, S. R. F., & Kato, I. (2021). Filsafat Pendidikan. Kota Medan: Penerbit
Yayasan Kita Menulis.

Sari, N., Armanto, D., & Anim. (2021). Model Pembelajaran Matematika dalam Perspektif
Filsafat Pendidikan (Sebuah Kajian Aksiologi). Journal of Science and Social Research,
4(3), 291–298.

Sintawati, M., & Mardati, A. (2021). Strategi Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. In
Pembinaan Profesionalisme Guru SD. Penerbit K-Media: Yogyakarta.

Syafii, A. (2018). Ideologi Pendidikan dalam Kurikulum Pendidikan Tinggi Mengacu KKNI
dan SNPT Berparadigma Integrasi Interkoneksi. Pendidikan Agama Islam, 15(2), 146–
159.

Wahana, P. (2016). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Diamond.


https://repository.usd.ac.id/7333/1/3. Filsafat Ilmu Pengetahuan (B-3).pdf

Widodo, A. (2004). Constructivist Oriented Lessons: The Learning Environment and The
Teaching Sequence. Frankfurt: Peter Lang.

Wisarja, I. K., & Sudarsana, I. K. (2017). Refleksi Kritis Ideologi Pendidikan Konservatisme
dan Libralisme Menuju Paradigma Baru Pendidikan. Journal of Education Research and
Evaluation, 1(4), 283–291. https://doi.org/10.23887/jere.v1i4.11925

Anda mungkin juga menyukai