OLEH
Riki Yohan Nur Permadi
23031140019
Filsafat ilmu merupakan ‘induk’ dari ilmu pengetahuan yang mendasari logika,
bahasa, dan matematika (suaedi, 2016). Jika ditelisik lebih jauh, filsafat merupakan
sumber dari segala ilmu pengetahuan. Artinya, filsafat dapat dikatakan sebagai
dasar. Seorang yang berfilsafat digambarkan oleh Suriasumantri (1996) seperti
orang yang berpijak di bumi sedang tengadah memandang bintang-bintang di
langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Dalam
filsafat terdapat tiga pokok bahasan yakni ontologi, epistemology dan aksiologi.
a. Ontologi
b. Epistemologi
Secara bahasa, epistemologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya
“Episteme” artinya “pengetahuan” dan “Logos” artinya “ilmu”. Secara istilah,
epistemologi adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang sumber pengetahuan,
metode, struktur, dan benar tidaknya suatu pengetahuan tersebut (Arwani,2017).
Ketika ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada, berbeda
epistemologi berupaya membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Ibarat
pondasi, landasan epistemologi mempunyai arti yang sangat penting bagi
pengetahuan, karena menjadi tempat berpijak dimana suatu pengetahuan yang baik
ialah yang memiliki landasan yang kuat.
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “axion” yang berarti “nilai” dan
“logos” yang berarti “ilmu”. Sederhananya aksiologi adalah ilmu tentang nilai.
Aksiologis dasarnya berbicara tentang hubungan ilmu dengan nilai, apakah ilmu
bebas nilai dan apakah ilmu terikat nilai. Karena berhubungan dengan nilai maka
aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, berhubungan dengan benar atau
salah, berhubungan dengan layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas.
Salah satu cabang ilmu yang sampai saat ini masih dipelajari dibangku sekolah
formal maupun nonformal adalah matematika. Matematika merupakan ilmu yang
bersifat deduktif. Dalam tinjauan filsafat, matematika dianggap sebagai pondasi
dari berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Berikut matematika jika ditinjau dari sisi
filsafat.
a. Epistemologi matematika
Epistemologi matematika adalah teori pengetahuan yang sasaran
penelaahannya ialah pengetahuan matematika. Epistomologi sebagai salah satu
bagian dari filsafat merupakan pemikiran reflektif terhadap berbagai segi dari
pengetahuan seperti kemungkinan, asal-mula, sifat alami, batas-batas, asumsi
dan landasan, validitas dan reliabilitas sampaikebenaran pengetahuan. Dengan
demikian landasan matematika merupakan pokok soal utama dari epistemologi
matematika.
Dalam tinjauan epistemology, beberapa filsuf berpandangan bahwa
matematika adalah pengetahuan yang bersifat apriori dan bukan aposteriori.
Apriori merupakan pengetahuan myang diperoleh tanpa mengalami
pengalaman, sedangkan aposteriori merupakan pengetahuan yang diperoleh
dari pengalaman. Matematika dipandang sebagai pengetahuan apriori karena
dibentuk atas dasar deduksi-deduksi logis dan konsep konsep dasar dimana
deduksi ini tidak memerlukan pengalaman didalamnya, murni atas dasar
rasionalitas.
Matematika dikenal karena pendekatannya yang deduktif, di mana teorema
dan hasilnya diperoleh melalui deduksi logis dari aksioma dan definisi yang
sudah ada. Pertanyaan muncul apakah deduksi matematika ini mencerminkan
suatu bentuk penemuan atau penciptaan, dan bagaimana hal ini terkait dengan
kebenaran objektif. Namun untuk memvalidasi kebenaran atau objektivitas
matematika kita tidak bisa menggunakan pengalaman (kondisi fisik). Sebab
untuk membuktikan kebenarannya, pengalaman (kondisi fisik) tidak akan
pernah cukup untuk membuktikannya. Maka dari itu matematika akan
tervalidasi kebenarannya jika dan hanya jika tidak ada pertentangan
didalamnya (kontradiksi).
b. Ontologi matematika
Ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. Hubungan antara
pandangan ontologis (atau metafisis) dengan matematik cukup banyak
menimbulkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh sebagian filsuf
matematik. Dalam ontologi matematik dipersoalkan cakupan dari pernyataan
matematik (cakupannya suatu dunia yang nyata atau bukan). Pandangan
realisme empirik menjawab bahwa cakupantermaksud merupakan suatu
realitas. Eksistensi dari entitas-entitas matematik juga menjadi bahan
pemikiran filsafat. Terhadap problem filsafat ini pandangan Platonisme
menjawab bahwa titik dan garis yang sesungguhnya terdapat dalam dunia
transenden yang kini hanya diingat oleh jiwa manusia di dunia ini, sedang
konsepsi Aristotelianisme mengemukakan bahwa entitas-entitas itu sungguh
ada dalam dunia empirik tetapi harus disuling dengan abstraksi. Suatu hal lagi
yang merupakan problim yang bertalian ialah apakah matematik ditemukan
oleh manusia atau diciptakan oleh budinya.
Ontologi filsafat matematika membahas hakikat dari segala sesuatu yang
ada dalam ilmu matematika yang bersifat konkret. Contoh dari ontologi
matematika adalah segala sesuatu yang ada dalam matematika, seperti teorema-
teorema. Teorema di dalam matematika akan dibuktikan secara logis,
terstruktur, dan sistematis, yang merupakan salah satu contoh ontologi
matematika Epistemologi matematika, di sisi lain, adalah ilmu filsafat untuk
mempelajari keaslian atau validitas dari sifat-sifat matematika, seperti
kebenaran sebuah teorema. Pembuktian teorema dalam matematika merupakan
contoh dari epistemologi matematika. Ontologi pendidikan matematika
membahas hal-hal atau aspek dalam proses pembelajaran matematika yang
bersifat ada atau konkret, seperti media pembelajaran matematika yang
digunakan untuk mengajarkan konsep matematika kepada peserta didik. Ruang
lingkup filsafat matematika meliputi epistemologi matematika, ontologi
matematika, metodologi matematika, dan struktur matematika Ontologi
matematika berusaha memahami keseluruhan dan kenyataan matematika, yaitu
segala matematika yang ada. Metafisika umum atau yang lebih dikenal dengan
istilah ontologi merupakan cabang filsafat yang paling mendasar dan memiliki
kaitan erat dengan pemahaman akan realitas. Setiap cabang filsafat, tidak
terkecuali filsafat matematika, menjadikan ontologi sebagai salah satu
landasan, bersama dengan epistemologi dan aksiologi. Dari sudut pandang
ontologi, matematika memiliki aspek-aspek konkret yang ada dalam ilmu
matematika, seperti teorema-teorema yang dibuktikan secara logis, terstruktur,
dan sistematis. Epistemologi matematika membahas validitas dari sifat-sifat
matematika, seperti kebenaran sebuah teorema. Ontologi matematika juga
berusaha memahami keseluruhan dan kenyataan matematika, yaitu segala
matematika yang ada. Semua ini merupakan bagian dari ruang lingkup filsafat
matematika yang mendalam.
c. Aksiologi matematika
Aksiologi matematika terdiri dari etika yang membahas aspek kebenaran,
tanggungjawab dan peran matematika dalam kehidupan, dan estetika yang
membahas mengenai keindahan matematika dan implikasinya pada kehidupan
yang bisa mempengaruhi aspek-aspek lain terutama seni dan budaya dalam
kehidupan. Aksiologi matematika sangat banyak memberikan kontribusi
perubahan bagi kehidupan umat manusia di jagat raya nan fana ini. Segala
sesuatu ilmu di dunia ini tidak bisa lepas dari pengaruh matematika.
Matematika yang merupakan induk ilmu pengetahuan mempunyai manfaat.
Dalam perspektif aksiologi ilmu pengetahuan, matematika mempunyai banyak
manfaat. Manfaat ilmu pengetahuan menurut Nata (2018), antara lain:
1. Menjadi dasar bagi terbentunya dan berkembangnya teknologi baik berupa
konsep, gagasan, pemikiran dan idenya yang bersifat nonfisik
2. Menjadi penjelas atas fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak peristiwa atau kejadian yang masih membutuhkan penjelasan
secara ilmiah.
3. Menjadi penerang bagi kehidupan manusia. Eksistensi hari ini dan
keberlangsungan masa depan sangat dipengaruhi oleh tingkat penguasaan
terhadap ilmu pengetahuan
4. Berfungsi sebagai landasan/pondasi yang kokoh untuk menyangga
peradaban zaman ini, sekaligus menjadi alat untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia.
5. Berfungsi sebagai tool/alat untuk meningkatkan harkat dan martabat
manusia.
BAB III
MEMBANGUN FILSAFAT ILMU
Dari Realita Menuju Idealitas
a. Rangkuman Video
Kehidupan manusia itu metafisik. Maka sebelum yang ada, masih adalagi
dan begitu seterusnya sampai tak terhinggan ujungnya. Begitupun sebaliknya,
setelah yang ada maka masih ada lagi setelahnya dan seterusnya sampai tak
terhingga ujungnya. Maju tidak selesai, mundur tidak selesai. Alasan dibalik itu
semua adalah ketidak sempurnaan manusia. Ketidaksempurnaan inilah yang
membuat manusia bisa hidup. Jadi pada dasarnya kesempurnaan manusia itu
adalah ketidaksempurnaannya. Atau bisa dikatakan “manusia sempurna didalam
ketidaksempurnaan dan tidak sempurna dalam ketidaksempurnaan”.
Kehidupan manusia diawali dengan yang namanya fatal dan vital. Fatal
berarti terpilih atau yang biasa disebut takdir dan vital yang artinya dipilih atau
yang biasa diistilahkan sebagai ikhtiar. Takdir merupakan suatu ketetapan yang
diluar kendali manusia. Karena diluar kendali manusia, maka manusia tidak bisa
merubahnya. Dari fatal dan vital ini hadir metafisiknya, yaitu sifat dibalik sifat,
sifat mendahului sifat, sifat mengikuti sifat, sifat mempunyai sifat. Maka
sebenar-benar manusia itu adalah sifat mengikuti sifat.
Fatal bersifat tetap. Artinya bahwa fatal (takdir) itu kemudian diluar dari
kehendak manusia, itu adalah ketentuan sang pencipta. Maka dari itu manusia
tidak bisa merubah ketentuan tersebut. Maka dikatakan fatal bersifat tetap.
Karena fatal bersifat tetap maka lahirlah idealisme. Idealisme melahirkan
absolutism yang kemudian termanifestasi dalam spiritualisme hingga sampai
pada “kuasa tuhan” atau yang biasa di disebut sebagai causa prima. Dalam
hukum kausalitas, causa prima merupakan suatu sebab yang tidak tersebabkan.
Causa prima ini erat kaitannya dengan tuhan. Jalan untuk menuju kesana adalah
logika. Paham ini biasa disebut logisisme. Paham logisisme menekankan pada
pengkajian yang didasari oleh logika yang kemudian sejalan dengan paham
coherentism. Paham paham ini menggunakan pendekatan analitik dalam
penggunaannya. Sehingga kedua aliran filsafat ini bersifat konsisten, formal, dan
normatif. Karena didasari oleh logika analitik maka paham paham ini bersifat
apriori (memahami sebelum melihat). Kedua paham ini yang kemudian
mendasari lahirnya paham rasionalisme dan skeptisisme (Rene des Cartes).
b. CPR I. kant
Oleh karena itu diperlukan investigasi cermat dan tidak langsung bisa
dijawab. Apakah pengetahuan yang bebas dari pengalaman, dan bahkan dari
semua kesan indra?. Pengetahuan semacam ini biasa didebut apriori yang
bertentangan dari paham empiris yang bersumber dari pengalaman. Tapi
ungkapan apriori belum pasti memadai untuk menunjukkan arti keseluruhan
tentang permasalahan tersebut. Sebab sangat sulit untuk memisahkannya. Kita
tidak bisa mengatakan pengetahuan itu apriori sebab kita tidak memperoleh
pengetahuan itu dari pengalaman, tetapi dari pengetahuan umum yang dimiliki
yang berasal dari pengalaman. Ibarat seseorang yang masuk kerumahnya dan
mengatakan bahwa rumah ini akan rubuh. Hal ini termasuk apriori sebab dia
tidak perlu menunggu pengalaman rumahnya benar-benar rubuh. Namun tentu
saja dia telah melihat rumah tersebut berat dan akibatnya rumah tersebut rubuh
saat tiangnya patah yang tentu saja berasal dari pengalamannya. Dari sini kita
bisa belajar bahwa pengetahuan ada yang apriori murni dan ada yang tidak
murni. Apriori murni adalah pengetahuan yang tidak ada unsur empiris
didalamnya. Misalnya preposisi setiap perubahan memiliki sebab adalah apriori,
namun tidak murni. Karena perubahan adalah konsep yang hanya dapat
diperoleh dari pengalaman.
BAB IV
MENERAPKAN FILSAFAT
a. Sejarah perkembangan matematika
Prespektif epistimologi matematika dominan menyangkut tentang
pandangan bahwa matematika adalah suatu konsep yang absolut benar (mutlak).
Artinya matematika dipandang sebagai ilmu yang tidak diragukan lagi
kebenarannya. Namun dalam dialektika ilmiah, terdapat juga pandangan
fallibilist yang memandang kebenaran matematika tidak mutlak dan perlu
adanya evaluasi mendalam. Dari pandangan absolut-falibilis ini diperoleh
banyak perbedaan, diantaranya pada prespektif filosofis sebab faktor
epistimologi yang paling penting sebab mendasari pengajaran matematika.
Banyak sekali pertanyaan yang muncul ketika mencari filosofi dari
matematika. Pertanyaan-pertanyaan seperti apa dasar dari matematika,
bagaimana sifat kebenaran matematika, mengapa kebenaran matematika
diperlukan, dan masih banyak lagi sering muncul dalam dialektika ilmiah. Untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini diperlukan pendekatan epistimologi.
Pendekatan epistimologi paling dekat adalah dengan menganggap bahwa
setiap pengetahuan diwakili oleh satu set preposisi yang bersama-sama untuk
memvalidasi atau memberikan pembenaran pada suatu pernyataan. Pada konteks
matematika, untuk melakukan pembenaran diperlukan asumsi. Asumsi inilah
yang kemudian menjadi dasar. Karna hal inilah pandangan absolutis kemudian
hadir.
Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebagai pengetahuan apriori.
Pengetahuan itu pada dasarnya terbagi atas dua yaitu apriori dan aposteriori.
Pengetahuan matematika diklasifikasikan sebgai pengetahuan apriori karena
hanya preposisi yang menjelaskan atas dasar alasan saja. Sementara alasan yang
digunakan bersifat deduktif yang menggunakan defenisi yang berhubungan
dengan aksioma atau postulat sebagai dasar untuk menyimpulkan pengetahuan
matematika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dasar
matematika yaitu dasar untuk menyatakan preposisi matematika, yang terdiri
dari bukti deduktif.
Definisi belum eksplisit, seperti dalam definisi asli induktif tentang
penambahan karya Peano (Heijenoort dalam Ernest, 1991), yang diasumsikan di atas
sebagai sebuah aksioma, dan bukan sebagai definisi, maka definisi tidak akan
eliminable pada prinsipnya. Dalam hal ini masalah dasar definisi, yaitu pada asumsi
yang bersandar adalah sama dengan yang aksioma.
Aksioma dalam buktinya tidak eliminable. Mereka harus dianggap baik
sebagai kebenaran aksiomatik jelas, atau hanya mempertahankan status dibenarkan,
asumsi sementara, diadopsi untuk memungkinkan perkembangan dari teori
matematika di bawah pertimbangan. Kami akan kembali ke titik ini.
Asumsi logis, yaitu aturan penarikan kesimpulan (bagian dari bukti teori
secara keseluruhan) dan sintaks yang logis, diasumsikan sebagai bagian dari logika
yang mendasari, dan merupakan bagian dari mekanisme yang diperlukan untuk
penerapan alasan. Jadi logika dianggap sebagai dasar unproblematic untuk
pembenaran ilmu pengetahuan.
Singkatnya, kebenaran matematika dasar '1+ 1 =2', tergantung pada
pembenaran pembuktian matematis. Hal ini pada gilirannya tergantung pada asumsi
sejumlah pernyataan matematika dasar (aksioma), serta pada logika yang mendasari.
Secara umum, pengetahuan matematika terdiri dari pernyataan yang dibenarkan oleh
bukti, yang tergantung pada aksioma matematika (dan logika yang mendasari).
Pandangan absolutis yang menganggap kebenaran matematika itu mutlak
mendapat tentangan dari kaum fallibilist. Argumen mendasar terhadap pandangan
absolutis pengetahuan matematika dapat dielakkan dengan pendekatan
hypothetico-deduktif. Namun, di luar masalah diasumsikan kebenaran aksioma,
pandangan absolutis mengalami kelemahan utama.
a.) Dualisme
Dualisme sederhana adalah penataan bercabang dari dunia antara
baik dan buruk, benar dan salah, kami dan lainnya. Pandangan dualistik
dicirikan oleh dikotomi sederhana dan ketergantungan yang kuat pada
keabsolutan dan otoritas sebagai sumber kebenaran, nilai, dan kontrol.
Sehingga dalam hal keyakinan epistemologis, Dualisme menyiratkan
pandangan absolutis terhadap pengetahuan yang dibagi menjadi dua yaitu
kebenaran dan kepalsuan, bergantung pada otoritas (penguasa) sebagai
arbiter/wasit. Pengetahuan tidak dinilai secara rasional, tetapi dinilai dengan
mengacu pada otoritas. Dalam hal keyakinan etika, Dualisme berarti bahwa
semua tindakan hanya dinilai atas benar atau salah. Semua masalah
diselesaikan dengan Ketaatan (penyelarasan diri dengan Authority):
kepatuhan dan kesesuaian terhadap hak dan apa yang Mereka inginkan.
Keinginan/kemauan kekuasaan (Will Power) dan pekerjaan akan
menghasilkan kongruensi aksi dan penghargaan. Keserbaragaman
(multiplicity) tidak diperhitungkan. Diri didefinisikan terutama oleh
keanggotaan dalam hak dan tradisional.
b.) Keserbaragaman/Multiplisitas
Sebuah pluralitas 'jawaban', sudut pandang atau evaluasi, dengan mengacu
pada topik atau masalah yang sama. Pluralitas ini dianggap sebagai
kumpulan yang mempunyai ciri-ciri tersendiri (discrete) tanpa struktur
internal maupun hubungan eksternal, dalam artian ‘orang memiliki hak
untuk memiliki pendapatnya sendiri', dengan implikasi bahwa tidak ada
penilaian dapat dibuat terhadap pendapat- pendapat tersebut. Pandangan
multiplistik mengakui adanya pluralitas jawaban, pendekatan atau
perspektif, baik yang bersifat epistemologis ataupun etis, tetapi tidak
memiliki dasar pilihan rasionalt antara alternatif-alternatif.
c.) Relativisme
Sudut pandang pluralitas, interpretasi, kerangka acuan, sistem nilai
dan kontingensi (ketidaktentuan) yang mana sifat-sifat struktural dari
konteks dan bentuk memungkinkan adanya berbagai macam analisis,
perbandingan dan evaluasi dalam Multiplisitas. Secara epistemologis,
Relativisme mengharuskan pengetahuan, jawaban dan pilihan dilihat
sebagai suatu yang bergantung pada fitur dari konteks, dan dievaluasi atau
dibenarkan dalam sistem atau prinsip-prinsip yang diatur. Dari sudut
pandang etika, tindakan dianggap diinginkan atau tidak diinginkan
berdasarkan kesesuaian dengan konteks dan sistem nilai-nilai dan prinsip-
prinsip. Sejumlah peneliti pendidikan menemukan bahwa skema Perry
adalah kerangka yang berguna untuk menggambarkan perkembangan
intelektual dan etika dan juga keyakinan pribadi. Termasuk juga aplikasinya
untuk tingkat pemikiran sistem teori siswa, mahasiswa dan siswa jurusan
matematika dan guru matematika 'terkait keyakinan-sistem.
Jadi teori Perry secara luas digunakan untuk menjelaskan filosofi
pribadi, khususnya dalam matematika.
Menurut Skinner
1. Reinforcement
(penguatan kembali)
2. Punishment
(hukuman)
Menurut Thorndike
1. Law of Effect
2. Law of Readiness
3. Law of Exercise
2. Social Congnitive Menurut Bandura
1. Memperhatikan Buku Ulfiani
(attention) : Rahman (2014)
memperhatikan Memahami Psikologi
suatu perilaku/objek. dalam Pendidikan
2. Menyimpan
(retention)
3. Memproduksi
gerakan motorik
(motor reproduction)
4. Penguatan dan
motivasi (vicarious-
reinforcement and
motivational)
Selain kuis juga ada video pembelajaran yang bisa diakses dimanapun. Kemudian
mahasiswa dituntut untuk mereview video tersebut sehingga mahasiswa akan memahami
video tersebut. Dalam perkuliahan disediakan banyak referensi berupa buku, jurnal, artikel
atau tulisan mengenai filsafat. Sehingga mahasiswa dapat mengakses berbagai sumber
tersebut dengan bebas. Menyambung dari kuis yang meruntuhkan kesombongan, dengan
berbagai referensi yang disediakan mahasiswa terpacu untuk senantiasa belajar dan belajar.
Daftar Pustaka
Agus Arwani, Epistemologi Hukum Ekonomi Islam (Muamalah), Religia, Vol. 15,
No. 1, 2017, 127.
Juhari, Aksiologi Ilmu Pengetahuan (Telah Tentang Manfaat Ilmu Pengetahuan dalam
Konteks Ilmu Dakwah), Al-Idarah: Juenal Manajemen dan Administrasi
Islam, Vol. 3, No. 1, 2019, 101.
Mahfud, Mengenal Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dalam Pendidikan Islam,
Cendekia: Jurnal Studi Keislaman, Vol. 4, No.1, 2018, 84.
Marsigit. 2009. Asumsi Dasar Karakteristik Matematika, Subyek Didik dan Belajar
Matematika Sebagai Dasar Pengembangan Kurikulum Matematika Berbasis
Kompetensi Di SMP. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Martin, W. 2009. Paul Ernest's Social Constructivist Philosophy of Mathematics
Education. Disertasi University of Illinois at Urbana Champaign
Nata, Abuddin. 2018. Islam dan Ilmu Pengetahuan.Jakarta: Prenada Media Group.
Novi Khomsatun, Pendidikan Islam Dalam Tinjauan, 229-231.
Nur Afni Puji Rahayu, Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Peningkatan
Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Kooperatif Tipe Round
Table, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 11, No. 1, 2021,
133.
Nurliana, Nurfadhilah, dan Bahri, A. (2021). Teori Belajar dan Pembelajaran.LPP
UNISMUH MAKASSAR:Makassar.
Rangkuti, A.N. & Hasibuan, A. A. (2022). Strategi Pembelajaran Matematika.
Padang Sidempuan: Perdana Publishing.