Hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan begitu berkembang seiring dengan
waktu yang terus berjalan. Pada awal perkembangan ilmu di Yunani, “philosophia” meliputi
hamper seluruh pemikiran teoritis, dan pada saat itu ilmu pengetahuan identik dengan
filsafat. Pada saat berkembangnya ilmu pengetahuan alam di abad ke 17, filsafat dan ilmu
pengetahuan mulai terlihat perbedaan dan pembatasnya, Nuchelmans (1982). Filsafat dan
ilmu pengetahuan mulai bergerak menjadi suatu korelasi di antar sub ilmu yang terus
berkembang.
Filsafat dan ilmu pengetahuan mulai bergerak menjadi suatu korelasi di antar sub
ilmu yang terus berkembang, saling melengkapi dan mejelaskan. Ilmu pengetahuan
berkembang menjadi lebih spesifik dan detil, sementara filsafat tetap menjadi landasan dari
ilmu-ilmu tersebut. Menurut van Peursen (1985), ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai
suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang
sifat benar-tidaknya dapat ditentukan. Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997)
menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of
knowledge”, maka lahirlah filsafat sebagai penerusan pengembangan filsafat pengetahuan.
Sudut pandangan filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian
dari segala sesuatuyang ada itu secara luas, mendalam, dan mendasar. Sedangkan ilmu
bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Filsafat dilaksnakan dalam suasana pengetahuan
yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dna pengawasan, sedangkan ilmu haruslah
diadakan riset lewat pendekatan trial dan error. Nilai ilmu terletak pada kegunaan
pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya. Filsafat memuat pertanyaan
lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan
ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi
tahu. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai
mendasar (primary cause) sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu
mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).
Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan
suatu bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh
karena itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada
dengan dengan pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang
menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas
dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam
The Liang Gie, 1999), menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother
of the knowledge the sciences).
Interaksi antara filsafat dan ilmu mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak
dapat berkembang dengan baik jika dipisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik
tanpa kritik dari filsafat. Filsafat selalu menanyakan sesuatu dibalik persoalan yang dihadapi
dan dipelajari oleh ilmu (spekulatif) tersebut, menetapkan dan mengendalikan pada pikiran
rasional dan berusaha mencari kebenaran.
Politik
Sosiologi
Psikologi
Ekonomi
Pendidikan
Linguistic
Sejarah
Geografi
Hukum
Antropologi
Psikologis berasal dari yunani yaitu kata Psyche yang berarti jiwa dan Logos
yang berarti ilmuatau berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-
gejala kejiwaan.
Filsafat memerlukan data dari ilmu lain, dalam hal ini psikologi akan
menolong filsafat dengan hasil penelitiannya. Dengan mempertimbangkan hasil
psikologi, sebagai literatur. Filsafat itu mempertanyakan jawaban, sedangkan
psikologi menjawab pertanyaan (masalah). Rasionalitas merupakan hal yang penting
hubungan psikologi dan filsafat, untuk menjelaskan tentang data hidup bersama.
Kesamaan antara keduanya terletak pada penggalian data yang berdasarkan norma
dan realitas psikologi kompleks. Coexistence atau hidup bersama akan
membenarkan kasus tentang keadilan. Penambahan supranatural oleh manusia
dalam memandang kehidupan juga tidak dapat dipisahkan dari alam dan alasan yang
berdasarkan ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu menyediakan cara berpikir, yaitu berpikir kritis terhadap pola
ilmiahnya sendiri dalam psikologi dan mengembangkannya sesuai kebutuhan
masyarakat. Tujuannya supaya para psikolog tetap sadar bahwa ilmu pada dasarnya
tidak pernah bisa mencapai kepastian secara mutlak, melainkan hanya pada level
probabilitas. Dengan begitu, para psikolog terhindar dari sikap memuja ilmu
pengetahuan sebagai satu-satunya sumber kebenaran.
Sumber:
Alexander, Nico. dkk. Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Lain. Jakarta Barat.
Hume, David. dkk. 2002. Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Penerbit Teraju.