ABSTRAK
PENDAHULUAN
1
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1996).
Inggris. Namun demikian, karena penggunaannya yang luas, penggunaan istilah
"filsafat" mungkin dianggap dapat diterima. 2
Etimologi istilah "filsafat" dapat ditelusuri kembali ke asal bahasa Arabnya,
"falsafah", yang berasal dari kata Yunani "Philosophia". Istilah Yunani ini
merupakan gabungan dari dua suku kata, yaitu “philos” yang berarti cinta atau
kasih sayang, dan “Sophia” yang berarti pengetahuan atau kebijaksanaan. Istilah
"filsafat" mengacu pada kasih sayang atau pengabdian terhadap pengetahuan atau
pencarian kebenaran. Dengan kata lain, mereka yang terlibat dalam penyelidikan
filosofis akan memperoleh kebijaksanaan. Orang yang mempunyai hasrat
mendalam untuk memperoleh informasi sering disebut dengan filosof yang dalam
bahasa Arab disebut failasuf. Istilah "filsafat" pertama kali digunakan oleh
Pythagoras, seorang tokoh terkemuka di Yunani kuno pada periode 582 hingga
496 SM. Pada periode tersebut, konsep filsafat kurang jelas, namun kemudian
dijelaskan oleh kaum sofis dan Socrates (470-399 SM), sehingga menghasilkan
definisi filsafat yang diterima secara umum dan masih bertahan hingga saat ini.
Terdapat konsensus yang berlaku mengenai etimologi istilah yang sedang
dipertimbangkan, namun dengan sedikit perbedaan dalam penafsiran istilah
"philo". Menurut Hamka, istilah ini dipahami sebagai ketertarikan terhadap ilmu
pengetahuan. Hal ini berbeda dengan sebagian besar penafsiran yang sering
memahaminya sebagai kasih sayang atau pencarian ilmu. Menurut definisi di atas,
ada banyak pengulangan istilah "filsafat", dan beberapa menyatakan asal
etimologisnya dalam penggabungan istilah "philein", "philare", dan "shopia", atau
alternatif lain "philos" dan "sophos". ." Namun esensi yang mendasarinya tetap
konsisten, yaitu adanya kasih sayang atau penghargaan yang mendalam terhadap
kejujuran.3
2. Pengertian secara terminologi
Istilah yang digunakan untuk mendefinisikan beberapa aspek filsafat, seperti:
2
H. Burhanuddin Salam, Sejarah Filsafat Ilmu Dan Teknologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).
3
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010).
5. Langeveld, Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir
dan yang menentukan yaitu masalah-masalah yang mengenai makna
keadaan Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
Dari berbagai uraian filsafat di atas, dapat dikatakan bahwa filsafat adalah
ilmu yang melihat segala sesuatu secara mendalam dengan menggunakan akal
untuk sampai pada intinya. Filsafat tidak mempertanyakan tanda atau fenomena.
Sebaliknya, ia mencoba menyentuh inti suatu peristiwa. Esensi adalah sebuah
konsep yang mengatakan sesuatu adalah apa adanya. Filsafat adalah upaya untuk
mempelajari segala sesuatu. Jadi, filsafat adalah lapisan terakhir dari segalanya. 4
2) Universal
4
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014).
Ciri-ciri pemikiran filsafat harus bersifat menyeluruh atau umum. Artinya,
Anda tidak bisa hanya memikirkan sesuatu dari satu sudut pandang. Sebaliknya,
Anda perlu memikirkan berbagai hal dari berbagai sudut pandang. Misalnya,
ketika kita membuat pilihan, kita memikirkan semua kemungkinan hasil yang baik
dan yang buruk.
3) Berpikir Rasional,
Filsafat, seperti yang diketahui semua orang, berarti berpikir. Namun tidak
semua cara berpikir dan hal-hal yang muncul dari pemikiran dapat disebut
filosofis. Pemikiran filosofis pertama-tama harus didasarkan pada logika, bukan
pada perasaan emosional, mimpi, atau sekadar mengada-ada. Ciri-ciri berpikir
logis menunjukkan bahwa baik tindakan berpikir maupun akibat berpikir filosofis
harus diterima oleh akal sehat. Tidak cukup hanya mengikuti akal sehat. Filsafat
disebut juga “berpikir kritis” atau “ilmu kritis” karena ciri pemikiran filosofis
yang masuk akal ini.
4) Berpikir Radikal
Merupakan bagian dari pemikiran filosofis yang ingin memahami realitas
atau gagasan, menemukan landasannya, dan membawanya ke puncak. Dengan
cara berpikir seperti ini, Anda bisa mendapatkan hasil yang mendasar dan
mendalam. Anda juga bisa membangun pemikiran filosofis dan ilmiah dengan
cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Orang yang mempunyai cara berpikir
seperti ini tidak perlu langsung mengambil kesimpulan sebelum mengetahui apa
inti kebenarannya. Artinya, mereka tidak mudah terjebak dalam pemikiran yang
salah atau jahat.
5) Kreatif-inovatif.
Artinya, pemikiran filosofis bukanlah pemikiran yang berulang atau tetap
sama dalam batasan dogma atau keyakinan berbeda yang tidak berubah. Bahkan
ia selalu berusaha mempertajam pikirannya agar tidak terjebak pada inspirasi dan
mampu mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan
dirinya sehingga mampu melahirkan ide-ide dan penemuan-penemuan baru yang
lebih cemerlang, terbuka, dan. kompetitif di dunia. menjawab kebutuhan zaman
dan kemajuan yang penuh dengan guncangan dan perubahan, baik dalam tataran
gagasan maupun moralitas.
7) Berpikir Abstrak
Berpikir pada tataran gagasan, konsep, atau teori disebut berpikir abstrak.
Artinya, pemikiran filosofis selalu berusaha meninggikan taraf berpikir di atas
sekedar pernyataan faktual tentang fakta fisik yang terbatas pada jangkauan indra
manusia yang terbatas dan meletakkannya atas dasar pemahaman yang utuh,
terpadu (terpusat), dan saling melengkapi. tingkat abstrak melalui bentuk.
Baginya, fakta fisik selalu terbatas pada apa adanya, karena sifatnya dibatasi oleh
apa yang terlihat, didengar, atau dirasakan. Padahal, cara berpikir seperti ini perlu
lebih ditingkatkan lagi pada tataran berpikir abstrak berupa konsep atau gagasan,
menggunakan konsep, kata, ungkapan, dan imajinasi mental agar masyarakat
dapat memberi makna, memahami, mencatat, memisahkan. , dan jelaskan
pengalaman indera yang berbeda dalam pemikiran yang disusun secara logis.
8) Berpikir Spekulatif
Cara berpikir seperti ini merupakan pengembangan dari berpikir abstrak,
yang selalu berusaha membawa fakta sampai pada tingkat pemahaman dan
penalaran. Melalui hal ini, masyarakat tidak berhenti pada sekedar menunjukkan
pengetahuan sebagaimana adanya (dalam dirinya sendiri), namun beralih pada
membangun pemikiran dan pemahaman tentang mengapa dan bagaimana sesuatu
itu berbeda-beda dalam bentuk metode. Pemikiran filosofis yang didasarkan pada
spekulasi memungkinkan terjadinya transendensi, yang menunjukkan pandangan
luas terhadap dunia yang berbeda. Tegasnya, ciri-ciri pemikiran filosofis
spekulatif berarti bahwa masyarakat tidak menerima kenyataan (kebenaran) begitu
saja secara informatif, sempit, dan dangkal. Sebaliknya, mereka menggunakan
pola pikir kritis dan banyak imajinasi untuk memahaminya dan
mengembangkannya dalam berbagai cara berpikir yang berbeda-beda.
Bagian berpikir logis ini mencoba menemukan inti pemikiran pada cita-cita
dan tujuan umat manusia sebagai cara untuk membimbing, menumbuhkan, dan
mengarahkan pemikiran itu sendiri. Artinya pemikiran dan seluruh turunannya,
baik berupa ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, maupun teknologi, harus
mampu menunjukkan tanggung jawab terhadap pekerjaan manusia yang nyata.
Logika adalah bagian dari teori yang berbicara tentang aturan, prinsip,
hukum, dan cara mendapatkan informasi dengan benar dan logis. Ini adalah cara
belajar dengan menggunakan kata-kata, pikiran, dan bahasa secara terencana.
Ada berbagai cara berpikir, seperti berpikir logis, induktif, dan abduktif.
Dengan pemikiran deduktif, fakta-fakta tertentu digunakan untuk menarik
kesimpulan rasional. Perlu diingat bahwa berpikir deduktif adalah menarik
kesimpulan rasional dari apa yang diketahui. Hasilnya tidak selalu sesuai dengan
apa yang kita tahu benar. Induktif adalah proses menarik kesimpulan tentang hal-
hal yang belum pernah kita lihat atau alami berdasarkan hal-hal yang pernah kita
lihat atau alami di masa lalu.
5
A. Susanto, Filsafat Ilmu : Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis
(Jakarta: Bumi Aksara, 2016).
Induksi adalah cara berpikir yang dibangun dengan membuat generalisasi
dari kasus-kasus tertentu atau individual. Hal baik pertama tentang temuan luas ini
adalah menghemat uang. Dan kedua, temuan luas ini memungkinkan penggunaan
pemikiran induktif dan logis pada langkah selanjutnya. Jadi, adalah mungkin
untuk mempelajari sesuatu dengan cara yang terencana.
1) Ontologi sering kali dikacaukan satu sama lain. Ontologi adalah bagian
dari filsafat yang melihat bagaimana segala sesuatu bekerja. Ontologi
merupakan bagian utama filsafat yang membicarakan tentang apa yang
nyata atau apa yang nyata. Ontologi merupakan studi tentang gagasan
“keberadaan” karena berbicara tentang apa yang ingin diketahui orang dan
sejauh mana keinginannya.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, beliau mengatakan bahwa permasalahan
pokok yang dipelajari dalam filsafat pada mulanya adalah logika, etika,
metafisika, dan politik. Seiring waktu, filsafat berkembang menjadi
6
Mundiri, Logika (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010).
7
Muhammad Arif, Filsafat Ekonomi Islam (Medan: Merdeka Kreasi Group, 2021).
banyak cabang berbeda yang berfokus pada bidang studi berbeda. Cabang-
cabang ini disebut filsafat ilmu. Kata “ilmu” dalam bahasa Arab adalah
“Alima”, dari situlah kata “ilmu” berasal. Sains disebut “pengetahuan”
dalam bahasa Indonesia, dari situlah kata “sains” berasal. Jadi, sains
adalah apa yang ilmu. 8
2) Epistemologi adalah bidang filsafat yang mencoba mencari tahu apa itu
pengetahuan, cara kerjanya, dan bagaimana membuktikan bahwa
seseorang mengetahui sesuatu. Azyumardi Azra mengatakan epistemologi
adalah ilmu yang berbicara tentang kebenaran, pemahaman, organisasi,
metode, dan logika ilmu.
Jadi, epistemologi adalah ilmu yang mengkaji bagaimana kita mengetahui
apa yang kita ketahui. Hal ini dipelajari secara mendalam. Sementara
ontologi mencoba memikirkan secara mendalam tentang apa yang ada,
epistemologi yang berbeda mencoba membahas tentang bagaimana dan
mengapa sains berhasil. Landasan epistemologis merupakan bagian yang
sangat penting dalam membangun pengetahuan karena memberikan
landasan yang kuat bagi pengetahuan yang baik. 9
Logika material adalah nama lain dari epistemologi, yaitu ilmu yang
mempelajari pengetahuan. Epistemologi adalah studi tentang bagaimana
kita mengetahui sesuatu. Ini melihat bagaimana kita mengetahui apa yang
kita ketahui. Selain itu, epistemologi merupakan cabang filsafat yang
menyatakan bahwa pengalaman lebih penting daripada akal dalam
mengetahui sesuatu. Sebab, pada umumnya, apa yang kita pelajari melalui
indra terus-menerus diteruskan dan ditunjukkan oleh akal. Pengetahuan ini
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana orang
memperoleh dan menyimpan pengetahuan serta jenis pengetahuan apa saja
yang ada. Epistemologi didasarkan pada gagasan bahwa seluruh
pengetahuan manusia berasal dari melihat dan mempelajari sesuatu hingga
dapat diketahui. Jadi jelas teori ini berbicara tentang sumber, proses,
kondisi, batasan kemampuan, dan hakikat pengetahuan yang memberikan
kepercayaan dan janji kebenarannya.10
3) Aksiologi mencoba memahami inti informasi dan manfaatnya bagi kita.
Orang-orang tahu bahwa salah satu manfaat sains adalah membuat hidup
lebih mudah dan lebih baik. Oleh karena itu, para aksiolog memegang
peranan yang sangat penting dalam proses pengembangan ilmu
pengetahuan. Apabila suatu cabang ilmu pengetahuan tidak mempunyai
nilai aksiologis maka akan semakin merugikan kehidupan manusia,
8
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: IPB Press, 2016).
9
Agus Arwani, “EPISTEMOLOGI HUKUM EKONOMI ISLAM (MUAMALAH),” RELIGIA 15, no. 1
(2012).
10
Nur Afni Puji Rahayu, “Tinjauan Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi Peningkatan
Ketereampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Kooperatif Tipe Round Table,” Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia 11, no. 1 (2021).
bahkan tidak menutup kemungkinan ilmu tersebut dapat mengancam
kehidupan sosial dan keseimbangan alam. 11
Aksiologi dapat membantu kita memprediksi hal-hal buruk yang mungkin
terjadi di masa depan sehingga ilmu pengetahuan dapat terus bergerak ke
arah kemanusiaan. Pertama, aksiologi menjaga proses ilmiah tetap berjalan
dan memberikan arahan sehingga dapat menemukan kebenaran akhir.
Agar hal ini terwujud, para ilmuwan harus bertindak jujur dan tidak
berdasarkan kepentingan pribadi. Kedua, memilih apa yang akan dipelajari
dapat dilakukan dengan cara yang beretika, tidak mengubah sifat dan
kehormatan manusia, tidak menghalangi permasalahan hidup, dan tidak
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kaku, arogansi kekuasaan, atau politik.
minat. Ketiga, tujuan pengembangan ilmu pengetahuan adalah untuk
meningkatkan taraf hidup dengan memperhatikan hakikat manusia dan
kemanusiaan, serta keseimbangan dan perlindungan alam melalui
pemanfaatan pengetahuan dan temuan umum. 12
2. Objek Filsafat Ilmu
Seperti bidang ilmu pengetahuan lainnya, filsafat ilmu mempunyai dua jenis
objek: objek yang terbuat dari materi dan objek yang terbuat dari kata-kata.
11
Juhari, “Aksiologi Ilmu Pengetahuan (Telaah Tentang Manfaat Ilmu Pengetahuan Dalam Konteks
Ilmu Dakwah),” Al-Idarah: Juenal Manajemen dan Administrasi Islam 3, no. 1 (2019).
12
Mohammad Adib, FILAFAT ILMU ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI, DAN LOGIKA ILMU
PENGETAHUAN (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).
Lebih dalam lagi, benda padat adalah segala sesuatu yang ada, baik
yang ada dalam pikiran, dalam kenyataan, maupun dalam kemungkinan
adanya. Semuanya dapat dipecah menjadi dua bagian:
a. Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki
tentang hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak
(theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi
metafisik) dan alam (kosmologi).
2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal filsafat ilmu adalah cara subjek memandang benda
fisik. Tujuan formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu. Artinya filsafat ilmu
lebih memperhatikan permasalahan-permasalahan mendasar ilmu
pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah, dan apa manfaat ilmu pengetahuan bagi
manusia. Permasalahan ini dibicarakan dalam landasan metafisika,
epistemologis, dan aksiologis ilmu pengetahuan, yang menjelaskan cara
kerja ilmu pengetahuan.
Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang yang ditujukan pada
bahan kajian atau pembentukan ilmu pengetahuan, atau sudut dari mana
objek material itu ditekankan. Filsafat ilmu adalah ilmu yang mempelajari
fakta dan kebenaran, serta pembuktian dan penalaran.
Dalam kajian filsafat ilmu, fakta dan kebenaran menjadi objek
formal yang penting, sedangkan pembuktian dan logika menjadi objek
formal yang berguna. Sedangkan objek formal adalah benda fisik yang
dilihat dan didekati dari sudut pandang dan sudut pandang tertentu, atau
dengan kata lain daya pikir manusia untuk mendapatkan informasi yang
benar. 13
3. Perbedaan Objek Material dan Objek Formal Filsafat Ilmu
"Objek material" filsafat adalah segala sesuatu yang dipelajari, dilihat, atau
diperhatikan oleh bidang studi. Ia memiliki hal-hal yang nyata dan tidak
berwujud. Di sisi lain, tujuan formal filsafat ilmu bukan sekedar apa yang dapat
dirasakan, melainkan hakikat segala sesuatu, nyata dan imajiner.
Segala sesuatu yang ada merupakan pokok bahasan teori ilmu pengetahuan.
Tujuan resmi filsafat ilmu adalah sesuatu yang spesifik dan berdasarkan bukti.
Objek material mempelajari kerja akal secara langsung, mengkaji hasil objek
ilmiah formal, dan mengujinya di dunia nyata. Di sisi lain, tujuan filsafat ilmu
adalah mempelajari segala sesuatu agar dapat dipahami dengan sebaik-baiknya,
atau memahami hakikat segala sesuatu secara utuh, yaitu suatu kesatuan. Dari
sudut pandang tertentu, objek formal inilah yang membedakan antara teori dan
pengetahuan. Filsafat berusaha mencari tahu sebanyak mungkin tentang sesuatu.
13
Alboin Parluhutan, “Objek Formal & Material Filsafat Ilmu Serta Implikasinya Dalam
Pendidikan,” Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan 7, no. 3 (2020).
C. FILSAFAT ILMU TERHADAP EKONOMI ISLAM
1. Filsafat Sebagai Pondasi Sistem Ekonomi Islam
Landasan logis dari proses ilmiah adalah teori sains. Proses ilmiah itu
sendiri dibangun di atas landasan ini. Dengan kata sederhana, filsafat adalah
pemikiran yang terbuka, mendalam, dan berdasarkan aturan yang bertujuan untuk
memahami dasar suatu situasi. Dari sudut pandang yang berbeda, filsafat ilmu
lebih memikirkan ilmu pengetahuan. Suatu sistem ekonomi dibangun berdasarkan
seperangkat gagasan yang disebut teori ekonomi. Berdasarkan teori ekonomi yang
telah ada, tujuan yang ingin dicapai dapat diketahui. Misalnya, tujuan tindakan
ekonomi seperti pembelanjaan, produksi, distribusi, pertumbuhan ekonomi,
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya dapat diketahui.
Teori ekonomi Islam dibangun atas gagasan segitiga yang meliputi Tuhan,
manusia (kosmos), dan alam (kosmos). Kunci ekonomi Islam adalah bagaimana
manusia memperlakukan Tuhan, bumi, dan sesamanya. Bagian teori ekonomi
Islam inilah yang membedakannya dengan kapitalisme dan sosialisme yang
merupakan sistem ekonomi lainnya. Sistem ekonomi kapitalis lebih
menitikberatkan pada manusia, sedangkan sistem sosialis memberikan hampir
seluruh tugas kepada masyarakat yang tinggal di sana.
Ekonomi Islam didasarkan pada tiga gagasan utama yang digunakan dalam
bisnis: tau'id, syari'ah, dan moralitas. Akhlak dan adat istiadat syariat bersumber
dari keyakinan terhadap satu tuhan. Landasan persatuan merupakan hal yang perlu
diperhatikan agar hukum dan moral dapat ditegakkan. Aturan syariah
mengarahkan tindakan bisnis agar tidak bertentangan dengan aturan syariah.
Sementara itu, moral membantu dunia usaha untuk berkembang agar selalu
bertindak dan berperilaku sesuai dengan moral dan etika Islam.
Salah satu hal utama yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi lainnya adalah teorinya yang tersusun atas cita-cita dan tujuan.
Dalam ilmu ekonomi Islam, cita-cita ekonomi didasarkan pada konsep-konsep
umum yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Sementara sistem ekonomi lain
hanya berbicara tentang aturan, penyebab, dan dampak dari kegiatan ekonomi,
Islam juga berbicara tentang nilai-nilai dan moral yang dimiliki setiap kegiatan.
Segala aktivitas bisnis dalam Islam selalu dilandasi oleh cita-cita tersebut.
KESIMPULAN
1. Filsafat berarti selalu berusaha berpikir dengan cara yang mengarah pada
kebaikan dan kebenaran. Berpikir dalam filsafat tidak berarti sekadar
memikirkan apa pun; itu berarti memikirkan secara mendalam tentang apa
yang Anda pikirkan.
2. Filsafat sains dapat membantu orang di luar sains memahami cara kerja
berbagai bidang.
3. Cara berpikir Islam tentang uang didasarkan pada tiga gagasan filosofis:
Tuhan, manusia, dan alam. Ekonomi Islam dibangun atas dasar tauhid,
syariah dan akhlak. Ketiga hal ini digunakan dalam tindakan ekonomi.
Penerapan agama Islam dan akhlak menunjukkan bahwa seseorang beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Landasan Islam merupakan hal yang wajib
dilakukan agar hukum dan moral dapat ditegakkan dan tidak menghalangi.
Aturan syariah mengarahkan tindakan bisnis agar tidak bertentangan dengan
aturan syariah. Sedangkan moral memimpin tindakan ekonomi sehingga
moralitas dan etika selalu diutamakan dalam mencapai tujuan. Integritas,
yang berasal dari moral yang berasal dari iman, itulah yang menjadikan
disiplin pasar baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muhammad. Filsafat Ekonomi Islam. Medan: Merdeka Kreasi Group, 2021.
Arwani, Agus. “EPISTEMOLOGI HUKUM EKONOMI ISLAM
(MUAMALAH).” RELIGIA 15, no. 1 (2012).
Juhari. “Aksiologi Ilmu Pengetahuan (Telaah Tentang Manfaat Ilmu Pengetahuan
Dalam Konteks Ilmu Dakwah).” Al-Idarah: Juenal Manajemen dan
14
Muhammad Takhim, Filsafat Ilmu Ekonomi Islam, Vol. IV No. 01, Mei 2018
Administrasi Islam 3, no. 1 (2019).