Anda di halaman 1dari 14

FILSAFAT ILMU: IDE, GAGASAN, PENALARAN DAN LOGIKA

SEBAGAI DASAR PENGETAHUAN

Adelini Siagian, Hanifah Restu Putri, Rahmad Hidayat, Yumna Mutiah


Akuntansi Syari’ah
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

ABSTRAK

Filsafat ilmu membahas bagaimana ilmu mempengaruhi ilmu-ilmu lain yang


berpikir dan berkomunikasi dengannya. Bahasa, logika, aritmatika, statistik, dan
analisis data. Ketika spesialisasi dan independensi sains menciptakan lebih banyak
masalah yang tidak dapat diatasi, filsafat ikut campur. Sains tumbuh sesuai
kemampuannya, sementara filsafat mengkritik dan menawarkan penjelasan atau
solusi radikal. Para filsuf ilmu mempelajari proses dan interaksi. Dengan
demikian, filsafat ilmu bertujuan untuk mendamaikan filsafat dan ilmu
pengetahuan sedemikian rupa sehingga tidak ada yang menganggap satu sama lain
sebagai pemahaman yang tidak memadai tentang alam. Realitas adalah “apa yang
alami” namun penampakan adalah “nyata secara artifisial” Hubungan dengan
subjek/manusia. Epistemologi adalah teori pengetahuan. Pertimbangkan teori
pengetahuan sekarang. Epistemologi ilmu pendidikan mengkaji pengolahan
pengetahuan. Keunggulan ilmu pendidikan, etika, dan kegunaan praktisnya
dipelajari melalui aksiologi. Ekonomi Islam mendasarkan ilmu pengetahuan pada
Tuhan, manusia (kosmik), dan alam. Hal inilah yang membedakan ekonomi Islam
dengan ekonomi lainnya. Teori ekonomi Islam berbasis literatur menguraikan
enam aspek yang menjadi ciri semangatnya: tauḣîd, maṣlaḣah, keadilan, moralitas,
kebebasan dan tanggung jawab, dan wasaṭiyah (keseimbangan). Mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam untuk kepentingan bersama dalam membangun
masyarakat, memberikan rasa percaya diri, keadilan, kebersamaan, keadaan sosial
yang menguntungkan, kekeluargaan, dan peluang komersial terbesar.

PENDAHULUAN

Persoalan yang dihadapi umat manusia sekarang adalah munculnya suatu


pandangan yang menempatkan aspek material yang bebas dari dimensi nilai pada
posisi yang dominan. Pandangan hidup yang berpijak pada ideologi materialisme
inilah yang kemudian mendorong perilaku manusia menjadi pelaku ekonomi yang
hedonistik, sekularistik dan materialistik.Sistem ekonomi yang ada baik kapitalis
maupun sosialis ternyata berdampak pada cara pandang manusia yang kemudian
membawa malapetaka dan bencana dalam kehidupan sosial masyarakat seperti
eksploitasi dan perusakan lingkungan hidup, disparitas pendapatan dan kekayaan
antar golongan dalam masyarakat dan antar negara di dunia, lunturnya sikap
kebersamaan dan persaudaraan, timbulnya penyakit-penyakit sosial, timbulnya
revolusi sosial yang anarkhis dan sebagainya.

Islam merupakan agama yang universal dan komperhensif. Universal


bermakna bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh umat manusia di muka bumi
dan dapat diterapkan dalam setiap ruang dan waktu sampai akhir zaman.
Komprehensif berarti bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna
(kâffah). Kesempurnaan ajaran Islam dikarenakan Islam mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah ritual semata, tetapi juga aspek
mu’amalah yang meliputi sosial, politik, budaya, hukum, ekonomi, dan
sebagainya. Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam mengajarkan tiga pokok,
yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak yang ketiganya saling berhuibungan. Syariah
Islam terbagi menjadi dua yaitu ibadah dan mu’amalah. Ibadah diperlukan untuk
menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan khaliq-Nya (ḣabl
min Allah). Mu’amalah dalam pengertian umum dipahami sebagai aturan
mengenai hubungan manusia dengan manusia yang lain (ḣabl min an-nâs).

Islam bukan sekedar menawarkan pedoman-pedoman moral teoritis guna


membangun sistem ekonomi, tapi juga mengemukakan suatu metodologi yang
layak untuk menerapkan pedoman-pedoman dengan keabsahan cara dan juga
legitimasi tujuan dengan landasan atas pertimbangan etika yang jelas dan dapat
bemakna dalam keseluruhan kerangka tatanan sosial, dengan pendekatan terhadap
sistem ekonomi ini sangat relevan dan amat mendesak untuk di alamatkan pada
syari’ah dengan sistem ekonomi Islam. Filsafat ekonomi merupakan dasar dari
sebuah sistem ekonomi yang dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada
dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai , misalnya tujuan kegiatan
ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan
moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Secara Umum

Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan,


antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda. Pengertian filsafat
dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi. 1

1. Pengertian secara etimologi


Definisi yang tepat dari istilah "filsafat" masih ambigu dalam konteks
Indonesia. Menurut Harun Nasution, istilah yang tepat adalah “falasifah” yang
mengacu pada proses adaptasi kata Arab “Falasifah” ke dalam bahasa Indonesia.
Istilah "filsafat" digunakan untuk merujuk pada bidang studi ini dalam bahasa

1
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1996).
Inggris. Namun demikian, karena penggunaannya yang luas, penggunaan istilah
"filsafat" mungkin dianggap dapat diterima. 2
Etimologi istilah "filsafat" dapat ditelusuri kembali ke asal bahasa Arabnya,
"falsafah", yang berasal dari kata Yunani "Philosophia". Istilah Yunani ini
merupakan gabungan dari dua suku kata, yaitu “philos” yang berarti cinta atau
kasih sayang, dan “Sophia” yang berarti pengetahuan atau kebijaksanaan. Istilah
"filsafat" mengacu pada kasih sayang atau pengabdian terhadap pengetahuan atau
pencarian kebenaran. Dengan kata lain, mereka yang terlibat dalam penyelidikan
filosofis akan memperoleh kebijaksanaan. Orang yang mempunyai hasrat
mendalam untuk memperoleh informasi sering disebut dengan filosof yang dalam
bahasa Arab disebut failasuf. Istilah "filsafat" pertama kali digunakan oleh
Pythagoras, seorang tokoh terkemuka di Yunani kuno pada periode 582 hingga
496 SM. Pada periode tersebut, konsep filsafat kurang jelas, namun kemudian
dijelaskan oleh kaum sofis dan Socrates (470-399 SM), sehingga menghasilkan
definisi filsafat yang diterima secara umum dan masih bertahan hingga saat ini.
Terdapat konsensus yang berlaku mengenai etimologi istilah yang sedang
dipertimbangkan, namun dengan sedikit perbedaan dalam penafsiran istilah
"philo". Menurut Hamka, istilah ini dipahami sebagai ketertarikan terhadap ilmu
pengetahuan. Hal ini berbeda dengan sebagian besar penafsiran yang sering
memahaminya sebagai kasih sayang atau pencarian ilmu. Menurut definisi di atas,
ada banyak pengulangan istilah "filsafat", dan beberapa menyatakan asal
etimologisnya dalam penggabungan istilah "philein", "philare", dan "shopia", atau
alternatif lain "philos" dan "sophos". ." Namun esensi yang mendasarinya tetap
konsisten, yaitu adanya kasih sayang atau penghargaan yang mendalam terhadap
kejujuran.3
2. Pengertian secara terminologi
Istilah yang digunakan untuk mendefinisikan beberapa aspek filsafat, seperti:

1. Plato, Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan


kebenaran yang asli.
2. Aristoteles, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran
yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika.
3. Al Farabi, Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maupun
bagaimana hakikat yang sebenarnya.
4. Rene Descartes, Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana
Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.

2
H. Burhanuddin Salam, Sejarah Filsafat Ilmu Dan Teknologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2000).
3
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2010).
5. Langeveld, Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir
dan yang menentukan yaitu masalah-masalah yang mengenai makna
keadaan Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
Dari berbagai uraian filsafat di atas, dapat dikatakan bahwa filsafat adalah
ilmu yang melihat segala sesuatu secara mendalam dengan menggunakan akal
untuk sampai pada intinya. Filsafat tidak mempertanyakan tanda atau fenomena.
Sebaliknya, ia mencoba menyentuh inti suatu peristiwa. Esensi adalah sebuah
konsep yang mengatakan sesuatu adalah apa adanya. Filsafat adalah upaya untuk
mempelajari segala sesuatu. Jadi, filsafat adalah lapisan terakhir dari segalanya. 4

Para filsuf sepakat pada beberapa cara utama untuk menggambarkan


filsafat:

1. Spekulasi yang mencoba menampilkan gambaran utuh dan terorganisir


mengenai seluruh realitas.
2. Pandangan kritis terhadap asumsi dan klaim yang dibuat oleh berbagai
bidang pengetahuan.
3. Suatu cabang ilmu pengetahuan yang mencoba membantu orang melihat
apa yang mereka katakan dan mengatakan apa yang mereka lihat.
Jadi, filsafat adalah ilmu yang mencintai dan mencari hikmah, atau
pengetahuan tentang segala sesuatu melalui sebab-sebab utamanya, yang dapat
ditemukan melalui pemikiran. Dia mencari inti dari segalanya dan mencoba
menjelaskannya.

3. Ciri-ciri berfikir filsafat

Filsafat melakukan tugasnya dengan memusatkan perhatian pada beberapa


aspek pemikiran, seperti:

1) Berpikir Sistematis dan analitis.

Artinya pemikiran filosofis selalu merupakan pemikiran rasional, yang


tertata dan terorganisir berdasarkan kaidah pemikiran yang benar. Berpikir
filosofis tidak sekedar memunculkan ide, cara berpikir, dan pemikiran kreatif
secara asal-asalan. Padahal, pemikiran filsafat selalu berusaha mengelompokkan
atau mengklasifikasikan, menyintesis (menyusun) atau mengakumulasi, serta
menunjukkan makna pemikiran yang terdalam dengan menyusunnya dengan kata-
kata (pemahaman), kalimat (keputusan), dan pembuktian (kesimpulan) melalui
sistem yang baik dan benar.

2) Universal

4
Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014).
Ciri-ciri pemikiran filsafat harus bersifat menyeluruh atau umum. Artinya,
Anda tidak bisa hanya memikirkan sesuatu dari satu sudut pandang. Sebaliknya,
Anda perlu memikirkan berbagai hal dari berbagai sudut pandang. Misalnya,
ketika kita membuat pilihan, kita memikirkan semua kemungkinan hasil yang baik
dan yang buruk.

3) Berpikir Rasional,
Filsafat, seperti yang diketahui semua orang, berarti berpikir. Namun tidak
semua cara berpikir dan hal-hal yang muncul dari pemikiran dapat disebut
filosofis. Pemikiran filosofis pertama-tama harus didasarkan pada logika, bukan
pada perasaan emosional, mimpi, atau sekadar mengada-ada. Ciri-ciri berpikir
logis menunjukkan bahwa baik tindakan berpikir maupun akibat berpikir filosofis
harus diterima oleh akal sehat. Tidak cukup hanya mengikuti akal sehat. Filsafat
disebut juga “berpikir kritis” atau “ilmu kritis” karena ciri pemikiran filosofis
yang masuk akal ini.

4) Berpikir Radikal
Merupakan bagian dari pemikiran filosofis yang ingin memahami realitas
atau gagasan, menemukan landasannya, dan membawanya ke puncak. Dengan
cara berpikir seperti ini, Anda bisa mendapatkan hasil yang mendasar dan
mendalam. Anda juga bisa membangun pemikiran filosofis dan ilmiah dengan
cara yang dapat dipertanggungjawabkan. Orang yang mempunyai cara berpikir
seperti ini tidak perlu langsung mengambil kesimpulan sebelum mengetahui apa
inti kebenarannya. Artinya, mereka tidak mudah terjebak dalam pemikiran yang
salah atau jahat.

5) Kreatif-inovatif.
Artinya, pemikiran filosofis bukanlah pemikiran yang berulang atau tetap
sama dalam batasan dogma atau keyakinan berbeda yang tidak berubah. Bahkan
ia selalu berusaha mempertajam pikirannya agar tidak terjebak pada inspirasi dan
mampu mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan
dirinya sehingga mampu melahirkan ide-ide dan penemuan-penemuan baru yang
lebih cemerlang, terbuka, dan. kompetitif di dunia. menjawab kebutuhan zaman
dan kemajuan yang penuh dengan guncangan dan perubahan, baik dalam tataran
gagasan maupun moralitas.

6) Komprehensif dan holistik


Artinya berpikir secara logis selalu penuh dan mencakup segalanya. Ia
berpendapat bahwa keseluruhan lebih sederhana dan lebih penting daripada
bagian-bagiannya. Holistik artinya memikirkan dunia secara keseluruhan, bukan
sekedar ego moral kecil (kebenaran). Cara berpikir yang logis seperti itu perlu
diciptakan karena inti berpikirnya ada pada manusia dan kemanusiaan yang luas
dan kaya (beragam) dengan tuntutan atau klaim kebenarannya masing-masing
yang menggambarkan keberadaan yang seutuhnya.

7) Berpikir Abstrak

Berpikir pada tataran gagasan, konsep, atau teori disebut berpikir abstrak.
Artinya, pemikiran filosofis selalu berusaha meninggikan taraf berpikir di atas
sekedar pernyataan faktual tentang fakta fisik yang terbatas pada jangkauan indra
manusia yang terbatas dan meletakkannya atas dasar pemahaman yang utuh,
terpadu (terpusat), dan saling melengkapi. tingkat abstrak melalui bentuk.
Baginya, fakta fisik selalu terbatas pada apa adanya, karena sifatnya dibatasi oleh
apa yang terlihat, didengar, atau dirasakan. Padahal, cara berpikir seperti ini perlu
lebih ditingkatkan lagi pada tataran berpikir abstrak berupa konsep atau gagasan,
menggunakan konsep, kata, ungkapan, dan imajinasi mental agar masyarakat
dapat memberi makna, memahami, mencatat, memisahkan. , dan jelaskan
pengalaman indera yang berbeda dalam pemikiran yang disusun secara logis.

8) Berpikir Spekulatif
Cara berpikir seperti ini merupakan pengembangan dari berpikir abstrak,
yang selalu berusaha membawa fakta sampai pada tingkat pemahaman dan
penalaran. Melalui hal ini, masyarakat tidak berhenti pada sekedar menunjukkan
pengetahuan sebagaimana adanya (dalam dirinya sendiri), namun beralih pada
membangun pemikiran dan pemahaman tentang mengapa dan bagaimana sesuatu
itu berbeda-beda dalam bentuk metode. Pemikiran filosofis yang didasarkan pada
spekulasi memungkinkan terjadinya transendensi, yang menunjukkan pandangan
luas terhadap dunia yang berbeda. Tegasnya, ciri-ciri pemikiran filosofis
spekulatif berarti bahwa masyarakat tidak menerima kenyataan (kebenaran) begitu
saja secara informatif, sempit, dan dangkal. Sebaliknya, mereka menggunakan
pola pikir kritis dan banyak imajinasi untuk memahaminya dan
mengembangkannya dalam berbagai cara berpikir yang berbeda-beda.

9) Berpikir secara reflektif

Artinya filsafat selalu berpikir dengan penuh pemikiran dan pemahaman


guna menemukan makna kata “kebenaran” secara utuh dan mendalam. Sifat
berpikir filosofis yang bijaksana ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
berpikir filosofis tidak berusaha membela diri, melainkan selalu bersedia dikritik
dan dipikirkan lagi dan lagi secara lebih mendalam.

10) Berpikir humanistik

Bagian berpikir logis ini mencoba menemukan inti pemikiran pada cita-cita
dan tujuan umat manusia sebagai cara untuk membimbing, menumbuhkan, dan
mengarahkan pemikiran itu sendiri. Artinya pemikiran dan seluruh turunannya,
baik berupa ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan, maupun teknologi, harus
mampu menunjukkan tanggung jawab terhadap pekerjaan manusia yang nyata.

11) Berpikir kontekstual


Aspek berpikir ini menunjukkan bahwa pikiran lebih dari sekedar gagasan; itu
adalah hal nyata yang ada di dunia nyata. Artinya, setiap gagasan logis tumbuh
dan berubah sebagai respons terhadap dunia nyata. 5
4. Penalaran dan Logika Sebagai Dasar Pengetahuan

Penalaran adalah cara berpikir yang membantu Anda mengambil keputusan


berdasarkan apa yang Anda ketahui. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang
berpikir, merasakan, bertindak, dan berperilaku. Penalaran adalah cara berpikir
yang membantu Anda mengambil keputusan berdasarkan apa yang Anda ketahui.
Jadi, penalaran adalah proses menyatukan dua ide atau lebih untuk mengambil
keputusan dan mempelajari sesuatu yang baru.

Logika adalah bagian dari teori yang berbicara tentang aturan, prinsip,
hukum, dan cara mendapatkan informasi dengan benar dan logis. Ini adalah cara
belajar dengan menggunakan kata-kata, pikiran, dan bahasa secara terencana.

Penalaran memberi Anda informasi yang berkaitan dengan cara Anda


berpikir, bukan perasaan Anda. Namun kita harus ingat bahwa logika bukanlah
satu-satunya cara berpikir. Jadi, penalaran adalah cara berpikir yang mempunyai
ciri-ciri tertentu yang membantu menemukan kebenaran.

Ada berbagai cara berpikir, seperti berpikir logis, induktif, dan abduktif.
Dengan pemikiran deduktif, fakta-fakta tertentu digunakan untuk menarik
kesimpulan rasional. Perlu diingat bahwa berpikir deduktif adalah menarik
kesimpulan rasional dari apa yang diketahui. Hasilnya tidak selalu sesuai dengan
apa yang kita tahu benar. Induktif adalah proses menarik kesimpulan tentang hal-
hal yang belum pernah kita lihat atau alami berdasarkan hal-hal yang pernah kita
lihat atau alami di masa lalu.

Saat Anda menggunakan pemikiran abduktif, Anda menggunakan fakta


untuk mencari tahu tindakan atau situasi apa yang menyebabkan fakta tersebut
terjadi. Kami menggunakan cara ini untuk menjelaskan hal-hal yang kami lihat.
Penalaran adalah cara berpikir yang membantu Anda belajar. Agar informasi yang
diperoleh benar, harus diambil kesimpulan yang benar atau harus diikuti rencana
tertentu. Logika adalah cara mengambil keputusan. Logika induktif dan logika
deduktif adalah dua cara untuk mengambil keputusan.

5
A. Susanto, Filsafat Ilmu : Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis
(Jakarta: Bumi Aksara, 2016).
Induksi adalah cara berpikir yang dibangun dengan membuat generalisasi
dari kasus-kasus tertentu atau individual. Hal baik pertama tentang temuan luas ini
adalah menghemat uang. Dan kedua, temuan luas ini memungkinkan penggunaan
pemikiran induktif dan logis pada langkah selanjutnya. Jadi, adalah mungkin
untuk mempelajari sesuatu dengan cara yang terencana.

Deduksi adalah cara berpikir yang memungkinkan Anda menarik


kesimpulan dari pernyataan umum ke pernyataan khusus. Silogisme adalah cara
berpikir yang digunakan dalam penalaran deduktif. 6

B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU


1. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Filsafat mencakup segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh manusia.


Segala sesuatu yang bisa ada dan benar memang ada, baik itu sesuatu yang
bersifat fisik atau sesuatu yang spiritual dan bukan materi. Filsafat, yang
merupakan induk dari semua kajian lainnya, tetap penting. Setelah ilmu-ilmu lain
membuat filsafat menjadi lebih baik, ternyata filsafat tidak mati. Sebaliknya, ia
hidup dengan caranya sendiri, sebagai ilmu yang memecahkan masalah-masalah
yang tidak dapat dipecahkan oleh ilmu-ilmu lain. Namun yang jelas filsafat
bukanlah suatu cabang ilmu tertentu. Jadi filsafat bisa tentang apa saja.

Hal-hal yang sama dengan pemikiran filosofis, seperti permasalahan


kehidupan, alam semesta, dan alam, juga merupakan pemikiran filosofis
pendidikan. Filsafat terkadang disebut ilmu, namun tidak hanya mempelajari satu
hal. Sebaliknya, ia mencoba mencari cara untuk melakukan sesuatu yang lebih
baik daripada ilmu-ilmu lainnya. Filsafat memiliki banyak kesamaan dengan
pengetahuan sehari-hari, tetapi filsafat lebih dari itu karena dilakukan dengan cara
ilmiah dan bertanggung jawab atas jawaban yang diberikannya.

Filsafat ilmu sebagian besar membahas tentang bagian-bagian ilmu yang


paling penting keberadaannya: ontologi, epistemologi, dan aksiologi. 7

1) Ontologi sering kali dikacaukan satu sama lain. Ontologi adalah bagian
dari filsafat yang melihat bagaimana segala sesuatu bekerja. Ontologi
merupakan bagian utama filsafat yang membicarakan tentang apa yang
nyata atau apa yang nyata. Ontologi merupakan studi tentang gagasan
“keberadaan” karena berbicara tentang apa yang ingin diketahui orang dan
sejauh mana keinginannya.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, beliau mengatakan bahwa permasalahan
pokok yang dipelajari dalam filsafat pada mulanya adalah logika, etika,
metafisika, dan politik. Seiring waktu, filsafat berkembang menjadi

6
Mundiri, Logika (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010).
7
Muhammad Arif, Filsafat Ekonomi Islam (Medan: Merdeka Kreasi Group, 2021).
banyak cabang berbeda yang berfokus pada bidang studi berbeda. Cabang-
cabang ini disebut filsafat ilmu. Kata “ilmu” dalam bahasa Arab adalah
“Alima”, dari situlah kata “ilmu” berasal. Sains disebut “pengetahuan”
dalam bahasa Indonesia, dari situlah kata “sains” berasal. Jadi, sains
adalah apa yang ilmu. 8
2) Epistemologi adalah bidang filsafat yang mencoba mencari tahu apa itu
pengetahuan, cara kerjanya, dan bagaimana membuktikan bahwa
seseorang mengetahui sesuatu. Azyumardi Azra mengatakan epistemologi
adalah ilmu yang berbicara tentang kebenaran, pemahaman, organisasi,
metode, dan logika ilmu.
Jadi, epistemologi adalah ilmu yang mengkaji bagaimana kita mengetahui
apa yang kita ketahui. Hal ini dipelajari secara mendalam. Sementara
ontologi mencoba memikirkan secara mendalam tentang apa yang ada,
epistemologi yang berbeda mencoba membahas tentang bagaimana dan
mengapa sains berhasil. Landasan epistemologis merupakan bagian yang
sangat penting dalam membangun pengetahuan karena memberikan
landasan yang kuat bagi pengetahuan yang baik. 9
Logika material adalah nama lain dari epistemologi, yaitu ilmu yang
mempelajari pengetahuan. Epistemologi adalah studi tentang bagaimana
kita mengetahui sesuatu. Ini melihat bagaimana kita mengetahui apa yang
kita ketahui. Selain itu, epistemologi merupakan cabang filsafat yang
menyatakan bahwa pengalaman lebih penting daripada akal dalam
mengetahui sesuatu. Sebab, pada umumnya, apa yang kita pelajari melalui
indra terus-menerus diteruskan dan ditunjukkan oleh akal. Pengetahuan ini
mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana orang
memperoleh dan menyimpan pengetahuan serta jenis pengetahuan apa saja
yang ada. Epistemologi didasarkan pada gagasan bahwa seluruh
pengetahuan manusia berasal dari melihat dan mempelajari sesuatu hingga
dapat diketahui. Jadi jelas teori ini berbicara tentang sumber, proses,
kondisi, batasan kemampuan, dan hakikat pengetahuan yang memberikan
kepercayaan dan janji kebenarannya.10
3) Aksiologi mencoba memahami inti informasi dan manfaatnya bagi kita.
Orang-orang tahu bahwa salah satu manfaat sains adalah membuat hidup
lebih mudah dan lebih baik. Oleh karena itu, para aksiolog memegang
peranan yang sangat penting dalam proses pengembangan ilmu
pengetahuan. Apabila suatu cabang ilmu pengetahuan tidak mempunyai
nilai aksiologis maka akan semakin merugikan kehidupan manusia,
8
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: IPB Press, 2016).
9
Agus Arwani, “EPISTEMOLOGI HUKUM EKONOMI ISLAM (MUAMALAH),” RELIGIA 15, no. 1
(2012).
10
Nur Afni Puji Rahayu, “Tinjauan Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi Peningkatan
Ketereampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Kooperatif Tipe Round Table,” Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia 11, no. 1 (2021).
bahkan tidak menutup kemungkinan ilmu tersebut dapat mengancam
kehidupan sosial dan keseimbangan alam. 11
Aksiologi dapat membantu kita memprediksi hal-hal buruk yang mungkin
terjadi di masa depan sehingga ilmu pengetahuan dapat terus bergerak ke
arah kemanusiaan. Pertama, aksiologi menjaga proses ilmiah tetap berjalan
dan memberikan arahan sehingga dapat menemukan kebenaran akhir.
Agar hal ini terwujud, para ilmuwan harus bertindak jujur dan tidak
berdasarkan kepentingan pribadi. Kedua, memilih apa yang akan dipelajari
dapat dilakukan dengan cara yang beretika, tidak mengubah sifat dan
kehormatan manusia, tidak menghalangi permasalahan hidup, dan tidak
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kaku, arogansi kekuasaan, atau politik.
minat. Ketiga, tujuan pengembangan ilmu pengetahuan adalah untuk
meningkatkan taraf hidup dengan memperhatikan hakikat manusia dan
kemanusiaan, serta keseimbangan dan perlindungan alam melalui
pemanfaatan pengetahuan dan temuan umum. 12
2. Objek Filsafat Ilmu

Seperti bidang ilmu pengetahuan lainnya, filsafat ilmu mempunyai dua jenis
objek: objek yang terbuat dari materi dan objek yang terbuat dari kata-kata.

1. Objek Material Filsafat Ilmu


Benda materi adalah benda yang dapat digunakan untuk melihat
kembali pembelajaran atau untuk mempelajari hal baru. Hal-hal materi
juga merupakan hal-hal yang dilihat, diperhatikan, atau diperhatikan oleh
bidang ilmu pengetahuan. Benda-benda material mencakup benda-benda
yang dapat dilihat dan benda-benda yang hanya dapat dipikirkan. Para
sarjana menggunakan kata-kata yang berbeda untuk menggambarkan
filsafat, tetapi kata-kata tersebut tidak bertentangan satu sama lain.
Tujuan filsafat ilmu adalah membicarakan fakta dan kebenaran
semua bidang ilmu pengetahuan, serta metode pembuktian dan
argumentasi yang digunakan oleh semua bidang ilmu pengetahuan. Benda-
benda material mencakup benda-benda yang dapat dilihat dan benda-
benda yang hanya dapat dipikirkan. Selain itu, para ilmuwan mempelajari,
memikirkan, dan mengeksplorasi benda-benda yang terbuat dari materi.
Bisa berupa apa saja, baik benda maupun benda yang bukan benda. Tidak
masalah apakah itu hanya di dunia nyata, seperti manusia atau alam
semesta, atau hanya di dunia abstrak, seperti Tuhan atau sesuatu yang suci
lainnya.

11
Juhari, “Aksiologi Ilmu Pengetahuan (Telaah Tentang Manfaat Ilmu Pengetahuan Dalam Konteks
Ilmu Dakwah),” Al-Idarah: Juenal Manajemen dan Administrasi Islam 3, no. 1 (2019).
12
Mohammad Adib, FILAFAT ILMU ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI, DAN LOGIKA ILMU
PENGETAHUAN (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).
Lebih dalam lagi, benda padat adalah segala sesuatu yang ada, baik
yang ada dalam pikiran, dalam kenyataan, maupun dalam kemungkinan
adanya. Semuanya dapat dipecah menjadi dua bagian:
a. Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki
tentang hal yang ada pada umumnya.
b. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak
(theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi
metafisik) dan alam (kosmologi).
2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal filsafat ilmu adalah cara subjek memandang benda
fisik. Tujuan formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu. Artinya filsafat ilmu
lebih memperhatikan permasalahan-permasalahan mendasar ilmu
pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah, dan apa manfaat ilmu pengetahuan bagi
manusia. Permasalahan ini dibicarakan dalam landasan metafisika,
epistemologis, dan aksiologis ilmu pengetahuan, yang menjelaskan cara
kerja ilmu pengetahuan.
Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang yang ditujukan pada
bahan kajian atau pembentukan ilmu pengetahuan, atau sudut dari mana
objek material itu ditekankan. Filsafat ilmu adalah ilmu yang mempelajari
fakta dan kebenaran, serta pembuktian dan penalaran.
Dalam kajian filsafat ilmu, fakta dan kebenaran menjadi objek
formal yang penting, sedangkan pembuktian dan logika menjadi objek
formal yang berguna. Sedangkan objek formal adalah benda fisik yang
dilihat dan didekati dari sudut pandang dan sudut pandang tertentu, atau
dengan kata lain daya pikir manusia untuk mendapatkan informasi yang
benar. 13
3. Perbedaan Objek Material dan Objek Formal Filsafat Ilmu
"Objek material" filsafat adalah segala sesuatu yang dipelajari, dilihat, atau
diperhatikan oleh bidang studi. Ia memiliki hal-hal yang nyata dan tidak
berwujud. Di sisi lain, tujuan formal filsafat ilmu bukan sekedar apa yang dapat
dirasakan, melainkan hakikat segala sesuatu, nyata dan imajiner.
Segala sesuatu yang ada merupakan pokok bahasan teori ilmu pengetahuan.
Tujuan resmi filsafat ilmu adalah sesuatu yang spesifik dan berdasarkan bukti.
Objek material mempelajari kerja akal secara langsung, mengkaji hasil objek
ilmiah formal, dan mengujinya di dunia nyata. Di sisi lain, tujuan filsafat ilmu
adalah mempelajari segala sesuatu agar dapat dipahami dengan sebaik-baiknya,
atau memahami hakikat segala sesuatu secara utuh, yaitu suatu kesatuan. Dari
sudut pandang tertentu, objek formal inilah yang membedakan antara teori dan
pengetahuan. Filsafat berusaha mencari tahu sebanyak mungkin tentang sesuatu.

13
Alboin Parluhutan, “Objek Formal & Material Filsafat Ilmu Serta Implikasinya Dalam
Pendidikan,” Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan 7, no. 3 (2020).
C. FILSAFAT ILMU TERHADAP EKONOMI ISLAM
1. Filsafat Sebagai Pondasi Sistem Ekonomi Islam

Landasan logis dari proses ilmiah adalah teori sains. Proses ilmiah itu
sendiri dibangun di atas landasan ini. Dengan kata sederhana, filsafat adalah
pemikiran yang terbuka, mendalam, dan berdasarkan aturan yang bertujuan untuk
memahami dasar suatu situasi. Dari sudut pandang yang berbeda, filsafat ilmu
lebih memikirkan ilmu pengetahuan. Suatu sistem ekonomi dibangun berdasarkan
seperangkat gagasan yang disebut teori ekonomi. Berdasarkan teori ekonomi yang
telah ada, tujuan yang ingin dicapai dapat diketahui. Misalnya, tujuan tindakan
ekonomi seperti pembelanjaan, produksi, distribusi, pertumbuhan ekonomi,
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya dapat diketahui.

Teori ekonomi Islam dibangun atas gagasan segitiga yang meliputi Tuhan,
manusia (kosmos), dan alam (kosmos). Kunci ekonomi Islam adalah bagaimana
manusia memperlakukan Tuhan, bumi, dan sesamanya. Bagian teori ekonomi
Islam inilah yang membedakannya dengan kapitalisme dan sosialisme yang
merupakan sistem ekonomi lainnya. Sistem ekonomi kapitalis lebih
menitikberatkan pada manusia, sedangkan sistem sosialis memberikan hampir
seluruh tugas kepada masyarakat yang tinggal di sana.

Sistem ekonomi Islam menjadikan seluruh masyarakat kaya, memberikan


rasa adil, kebersamaan, dan kekeluargaan kepada masyarakat, serta memberikan
peluang seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Teori ekonomi Islam
didasarkan pada paradigma yang berkaitan dengan cita-cita rasional, moral, dan
artistik. Paradigma ini kemudian diterapkan pada bagaimana masyarakat bertindak
dalam dunia ekonomi. Dari teori ekonomi ini kita dapat memperoleh nilai-nilai
instrumental yang ibarat seperangkat aturan dalam sebuah permainan.

Ekonomi Islam didasarkan pada tiga gagasan utama yang digunakan dalam
bisnis: tau'id, syari'ah, dan moralitas. Akhlak dan adat istiadat syariat bersumber
dari keyakinan terhadap satu tuhan. Landasan persatuan merupakan hal yang perlu
diperhatikan agar hukum dan moral dapat ditegakkan. Aturan syariah
mengarahkan tindakan bisnis agar tidak bertentangan dengan aturan syariah.
Sementara itu, moral membantu dunia usaha untuk berkembang agar selalu
bertindak dan berperilaku sesuai dengan moral dan etika Islam.

2. Implikasi Aksiologis Sistem Ekonomi Islam

Salah satu hal utama yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan
sistem ekonomi lainnya adalah teorinya yang tersusun atas cita-cita dan tujuan.
Dalam ilmu ekonomi Islam, cita-cita ekonomi didasarkan pada konsep-konsep
umum yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Sementara sistem ekonomi lain
hanya berbicara tentang aturan, penyebab, dan dampak dari kegiatan ekonomi,
Islam juga berbicara tentang nilai-nilai dan moral yang dimiliki setiap kegiatan.
Segala aktivitas bisnis dalam Islam selalu dilandasi oleh cita-cita tersebut.

Ekonomi Islam didasarkan pada syariah, yang merupakan seperangkat


aturan tentang bagaimana sesuatu harus dilakukan. Sedangkan moral memimpin
tindakan ekonomi sehingga moralitas dan etika selalu diutamakan dalam
mencapai tujuan. Integritas, yang berasal dari moral yang berasal dari iman, itulah
yang menjadikan disiplin pasar baik. Dari sifat kenabian Nabi Muhammad SAW
yang shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah, kita dapat melihat bagaimana moral
dan etika muncul dalam aksiologis praktik teori ekonomi Islam. 14

KESIMPULAN

1. Filsafat berarti selalu berusaha berpikir dengan cara yang mengarah pada
kebaikan dan kebenaran. Berpikir dalam filsafat tidak berarti sekadar
memikirkan apa pun; itu berarti memikirkan secara mendalam tentang apa
yang Anda pikirkan.
2. Filsafat sains dapat membantu orang di luar sains memahami cara kerja
berbagai bidang.
3. Cara berpikir Islam tentang uang didasarkan pada tiga gagasan filosofis:
Tuhan, manusia, dan alam. Ekonomi Islam dibangun atas dasar tauhid,
syariah dan akhlak. Ketiga hal ini digunakan dalam tindakan ekonomi.
Penerapan agama Islam dan akhlak menunjukkan bahwa seseorang beriman
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Landasan Islam merupakan hal yang wajib
dilakukan agar hukum dan moral dapat ditegakkan dan tidak menghalangi.
Aturan syariah mengarahkan tindakan bisnis agar tidak bertentangan dengan
aturan syariah. Sedangkan moral memimpin tindakan ekonomi sehingga
moralitas dan etika selalu diutamakan dalam mencapai tujuan. Integritas,
yang berasal dari moral yang berasal dari iman, itulah yang menjadikan
disiplin pasar baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. FILAFAT ILMU ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI,


AKSIOLOGI, DAN LOGIKA ILMU PENGETAHUAN. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011.

Arif, Muhammad. Filsafat Ekonomi Islam. Medan: Merdeka Kreasi Group, 2021.
Arwani, Agus. “EPISTEMOLOGI HUKUM EKONOMI ISLAM
(MUAMALAH).” RELIGIA 15, no. 1 (2012).
Juhari. “Aksiologi Ilmu Pengetahuan (Telaah Tentang Manfaat Ilmu Pengetahuan
Dalam Konteks Ilmu Dakwah).” Al-Idarah: Juenal Manajemen dan

14
Muhammad Takhim, Filsafat Ilmu Ekonomi Islam, Vol. IV No. 01, Mei 2018
Administrasi Islam 3, no. 1 (2019).

Latif, Mukhtar. Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta:


Prenadamedia Group, 2014.
Mundiri. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
Parluhutan, Alboin. “Objek Formal & Material Filsafat Ilmu Serta Implikasinya
Dalam Pendidikan.” Jurnal Pionir LPPM Universitas Asahan 7, no. 3
(2020).

Rahayu, Nur Afni Puji. “Tinjauan Ontologi, Epistemologi, Dan Aksiologi


Peningkatan Ketereampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Kooperatif
Tipe Round Table.” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 11, no.
1 (2021).
Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Salam, H. Burhanuddin. Sejarah Filsafat Ilmu Dan Teknologi. Jakarta: Rineka
Cipta, 2000.
Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Press, 2016.
Surajiyo. Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, 2010.
Susanto, A. Filsafat Ilmu : Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis,
Epistemologis, Dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara, 2016.

Anda mungkin juga menyukai