Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER

FILSAFAT ILMU

Dosen pengampu :
Drs. H. Ahmad Syamsir, M.Si

Disusun Oleh :
Agri hardika meilana (1178010008)
Semester/Kelas : 1/A

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017/2018
1. PENGERTIAN FILSAFAT
Kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata philosophia
(Latin), philoshopy (Inggris), philosophic (Jerman, Belanda, Perancis), falsafah (Arab).
Semua istilah tersebut bersumber dari bahasa Yunani philosophia. Istilah tersebut dari
philein yang berarti “mencintai”, sedangkan philos yang berarti “teman, kawan, sahabat”.
Selanjutnya istilah Sophos yang berarti “bijaksana”, sedangkan Sophia yang berarti
“kebijaksanaan”.
Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu
kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan istilah lain: Filsafat adalah ilmu yang
mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada (ilmu pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran yang asli. (Plato (427 SM – 347 SM)).
Filsafat adalah suatu ikhtisar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya
suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan
penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepadakesimpulan-kesimpulan
yang universal. (Prof. Dr. Fuad Hasan, guru besar psikologi UI).
Dalam pandangan Sidi Gazalba, Filsafat adalah berpikir secara mendalam,
sistematik, radikal, dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti atau hakikat
mengenai segala sesuatu yang ada. Pendapat Sidi Gazalba ini memperlihatkan adanya
tiga ciri pokok dalam filsafat, yaitu:
a. Adanya unsur berpikir yang dalam hal ini menggunakan akal.
b. Adanya unsur tujuan yang igin dicapai melalui berpikir tersebut.
c. Adanya unsur ciri yang terdapat dalam pikiran tersebut, yaitu mendalam.

Filsafat juga didefinisikan oleh H. Hamersama sebagai pengetahuan metodis,


sistematis, dan koheren (bertalian) tentang seluruh kenyataan. Sedangkan Harun Nasution
mengatakan bahwa filsafat adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dngan bebas (tidak
terikat pada tradisi, dogma, dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai
ke dasar-dasar persoalan.

Adapun beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof


adalah:
a. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang
seluruh realitas.
b. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
c. Upaya untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya,
hakikatnya, keabsahannya, dan nilainya.
d. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaianpernyataan-pernyataan yang
diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
e. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa yang anda katakana
dan untuk mengatakan apa yang anda lihat.

Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib
dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan
yakni berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus seperti analitis, pemahaman, deskriptif,
evaluatif, interpretatif, dan spekulatif. Sejalan dengan pengertian ini, Musa Asy’ari
menulis, filsafat adalah berpikir bebas, radikal, dan berada pada dataran terbuka.

Menurut M. Amin Abdullah, filsafat bias diartkan sebagai aliran atau hasil
pemikiran, yang berujud system pemikiran yang konsisten dan dalam taraf tertentu
sebagai system tertutup, dan sebagai metode berpikir, yang dapat dicirikan: a). mencari
ide dasar yang bersifat fundamental(fundamental ideas), b). membentuk cara berpikir
kritis (critical thought), dan c). menjunjung tinggi kebebasan serta keterbukaan
intelektual (intellectual freedom).

Konsep John Dewey, sebagai tokoh pragmatisme, berpendapat bahwa filsafat


haruslah dipandang sebagai suatu pengungkapan mengenai perjuangan manusia secara
terus-menerus dalam upaya melakukan penyesuaian berbagai tradisi yang membentuk
budi manusia terhadap kecenderungan-kecenderungan ilmiah dan cita-cita politik yang
baru dan tidak sejalan dengan wewenang yang diakui. Tegasnya filsafat sebagai suatu
alat untuk membuat penyesuaian-penyesuaian di antara yang lama dan yang baru dalam
suatu kebudayaan.

Menurut N. Driyakarta, filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya


tentang sebab-sebab ada dan beruat perenungan tentang kenyataan (reality) yang
sedalam-dalamnya, sampai ke ‘mengapa’ yang penghabisan.
Sangat sulit untuk memberikan definisi filsafat secara terminologis. Filsafat dapat
didefinisikan sebagai segala usaha mencintai kebijaksanaan, mencari kebenaran dan
kebijakan dengan segala dampaknya. Filsafat juga disebut sebagai mater scientiarum
(Induk segala macam ilmu pengetahuan). Filsafat diartikan juga sebagai pengetahuan
yang menjawab pertanyaan tentang hakikat yang tertinggi (ultimate question) yang secara
kebetulan tak terjawab oleh sains.

Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan
bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa
Yunani, yaitu philein atau philos dan sofein atau sophi. Ada pula yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah yang artinya al-hikmah. Tetapi,
kata tersebut awalnya berasal dari bahasa Yunani. Philos artinya cinta, sedangkan Sophia
artinya kebijaksanaan.

Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawaban itu tidak pernah abadi.
Oleh karena itu, Filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah sampai pada akhir sebuah
masalah.

2. PENGERTIAN ILMU
Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu,’ilman, dengan wazan fa’ila,
yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Pengertian ilmu yang terdapat
dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
seacara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Mulyadhi Kartanegara
mengatakan bahwa ilmu adalah any organization knowledge.
Mohammad Hatta mendefinisikan ilmu adalah pengeahuan yang teratur tentang
pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukkannya tampak dari luar, maupn menurut bangunannya dari dalam.
Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
Ashley Montagu, guru besa Antropolog di Rutgers University menyimpulkan
bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu system yang berasal dari
pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang
sedang di kaji.
Afanasyef seorang pemikir Marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu adalah
pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan
konsep-konsep, kategori, dan hokum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji
dengan pengalaman praktis.
Dari keterangan para ahli tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa ilmu
adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu
sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif
(bersusun timbun).
The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas
penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara
rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan
pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin di mengerti
manusia.

3. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU


Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat.
Filsafat ilmu adalah perumusan world-view yang konsisten dengan teori-teori
ilmiah yang penting.
Filsafat ilmu adalah suatu eksposisi dari presupposition dan pre-disposition dari
para ilmuannya.
Filsafat ilmu adalah suatu disiplin ilmu yang di dalamnya terdapat konsep-konsep
dan teori-teori tentang ilmu yang dianalisis dan diklasifikasikan.
Filsafat ilmu merupakan suatu patokan tingkat kedua. Filsafat ilmu menuntut
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: karakteristik-karakteristik apa
yang membedakan penyelidikkan ilmiah dari tipe penyelidikkan lain? Kondisi yang
bagaimana yang patut dituruti oleh para ilmuwan dalam penyelidikkan alam? Kondisi
yang bagaimana yang harus dicapai bagi suatu penjelasan ilmiah agar menjadi benar?
Status kognitif yang bagaiman dari prinsip-prinsip dan hukum-hukum ilmiah itu?
Filsafat ilmu dalam arti luas, yaitu menampung permasalahan yang menyangkut
berbagai hubungan ke luar dari kegiatan ilmu, seperti:
a. Implikasi ontologik-metafisik dari citra dunia yang bersifat ilmiah;
b. Tata usia yang menjadi pegangan penyelenggaraan ilmu;
c. Konsekuensi pragmatic-etik penyelenggara ilmu, dan sebagainya.
Filsafat ilmu dalam arti sempit, yaitu menampung permasalahan yang
bersangkutan dengan hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang
menyangkut sifat pengetahuan ilmuah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai
pengetahuan ilmiah.
Filsafat ilmu adalah suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh
ilmu tertentu, terhadap lambing-lambang yang digunakan, dan terhadap struktur
penalaran tentang system lambing yang digunakan.
Filsafat ilmu adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar
konsep, sangka wacana, dan postulat mengenai ilmu serta upaya untuk membuka tabir
dasar-dasar keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan.
Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang
beraneka macam yang di tunjukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu
tertentu. (Hartono Kasmadi,dkk.,1990: 17-18).

Menurut Robert Ackerman, filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan
kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat
ilmu Menurut jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktik ilmiah secara
aktuali.

Lewis White Beck, filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode


pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu
keseluruhan. Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah penelaahan
tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan
dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Filsafat ilmu berusaha menjelaskan masalah-masalah seperti apa
dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan.

The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dari kehidupan manusia.

A. Ontologi

Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari

metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat.

Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan

tertentu, ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha

mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua

bentuknya

Metafisika membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, mempersoalkan

hakekat. Hakekat ini tidak dapat dijangkau oleh panca indera karena tak terbentuk,

berupa, berwaktu dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh

pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan tentang apa hakekat ilmu itu.

Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat

empiris.11 Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji

oleh panca indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang

sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat

dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri

tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris.


Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam:

1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau

bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.

2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang

terhadap obyek material.

Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat

beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar

dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala

pandang kegiatan. Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang

memberikan arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.

B. Epistemologi

Terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar pengetahuan manusia, yang

menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern.

Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat

yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran

manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin

melakukan studi apa pun, bagaimanapun bentuknya.16

Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan sumbersumber

dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba

mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang

dianugerahkan kepada manusia. Maka dengan demikian ia dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri

manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran


dan kinsep-konsep (nations) yang muncul sejak dini ? dan apa sumber yang

memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan ini ?

Sebelum menjawab semua pertanyaan-petanyaan di atas, maka kita harus tahu

bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua. Pertama,

konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau pembenaran), yaitu

pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Konsepsi dapat dicontohkan dengan

penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya atau suara. Tashdiq dapat

dicontohkan dengan penilaian bahwa panas adalah energi yang datang dari matahari

dan bahwa matahari lebih bercahaya daripada bulan Jadi antar konsepsi dan tashdiq sangat erat
kaitannya, karena konsepsi

merupakan penangkapan suatu objek tanpa menilai objek itu, sedangkan tashdiq,

.
adalah memberikan pembenaran terhadap objek Metode ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur

tertentu yang diikuti untuk

mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan yang tertentu pula. Epistemologi dari

metode keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila mengarahkan perhatian kita

kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah proses berfikir yang diatur

dalam suatu urutan tertentu

Kerangka dasar prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam enam

langkah sebagai berikut:

a. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah

b. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan

c. Penyusunan atau klarifikasi data

d. Perumusan hipotesis

e. Deduksi dari hipotesis


f. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi)21

Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut masingmasing

terdapat unsur-unsur empiris dan rasional.

Menurut AM. Saefuddin bahwa untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu

(teori) maka hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas dua pendekatan:

Pendekatan deduktif dan Pendekatan induktif. Kedua pendekatan ini tidak dapat

dipisahkan dengan menggunakan salah satunya saja, sebab deduksi tanpa diperkuat

induksi dapat dimisalkan sport otak tanpa mutu kebenaran, sebaliknya induksi tanpa

deduksi menghasilkan buah pikiran yang mandul.22 3.. Aksiologi

Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani, axios, yang berarti nilai, dan logos,
yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi. Menurut Jujun S.
Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu
pengetahuan yang diperoleh.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.

Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu. Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu sekurang-kurangnya
memiliki tiga garapan yaitu; 1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi,
3) Ilmu sebagai alat pengontrol.

Ilmu sebagai alat eksplanasi, ia dapat menjelaskan tentang berbagai peristiwa, baik hubungan
antar peristiwa, sebab-sebabnya dan gejala-gejala/tanda-tandanya, ataupun sebab akibatnya. Ilmu
sebagai alat memprediksi, ia dapat memperkirakan atau melakukan suatu cara pendekatan-
pendekatan untuk mengetahui tentang akan terjadinya suatu peristiwa/kejadian/keadaan. Ilmu
sebagai alat pengontrol, ia dapat menghindari atau mengurangi akibat-akibat atau akan
datangnya suatu peristiwa/kejadian yang berbahaya atau tidak menyenangkan.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu membentuk pola pikir atau
sikap keilmuwan seperti suatu pepatah yang lama dikenal, bahwa padi makin berisi makin
merunduk yang biasanya diartikan semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau
semakin menyadari akan eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu
merasa kurang. Sikap inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti
mempelajari sesuatu. Yang pada akhirnya akan memunculkan ide-ide atau pemikiran yang
cemerlang terhadap pengembangan ilmu yang telahKarena dalam penjelasan sebelumnya bahwa
aksiologi sains dapat membentuk pola pikir dan sikap keilmuwan untuk kemaslahatan. Sehingga
untuk menerapkan dalam kehidupan ada beberapa pendekatan yang harus dilakukan yang antara
lain:

1. Mengetahui dan memahami sumber yang hak dari ilmu itu sendiri beserta sifat-sifatnya.

2. Mengetahui dan memahami konsep diri dan eksistensi keberadaan kita sebagai makhluk
ciptaan-Nya.

3. Mengetahui dan memahami awal/bermulanya suatu kehidupan dan berakhirnya tiap-tiap


makhluk memiliki masanya/waktunya sendiri. Dan tiap suatu perbuatan memiliki
konsekuensinya masing-masing.

Dari tiga pendekatan tersebut hal yang penting dalam penerapannya adalah pertanggungjawaban,
yang secara jelas sekali dari makna aksiologi sains adalah apa manfaat ilmu yang juga
mengandung jawaban yang sangat jelas yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya
berbanding lurus yakni semakin banyak kemaslahatan tercipta, semakin manfaat ilmu tersebut.

Daftar Pustaka
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. 2009. FILSAFAT ILMU (Kontemplasi Filosofis tentang Seluk
Beluk, Sumber, dan Tujuan Ilmu Pengetahuan). Bandung: Pustaka Setia

Drs. H. A. Fuad Ihsan. 2015. FILSAFAT ILMU. Jakarta: PT RINEKA CIPTA

Dr. Ramlani Lina Sinaulan., MH., MM. 2017. BERPIKIR FILSAFAT MENUJU FILSAFAT
ILMU. Jakarta: Daulat Press

Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.. 2016. FILSAFAT ILMU. Jakarta: Rajawali Pers
Mohammad Muslih. 2008. FILSAFAT ILMU (kajian atas asumsi dasar, paradigm dan kerangka
teori ilmu pengetahuan). Yogyakarta: Belukar
Drs. Cecep Sumarna, M.Ag. 2006. FILSAFAT ILMU DARI HAKIKAT MENUJU NILAI.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Anda mungkin juga menyukai