FILSAFAT ILMU
Dosen pengampu :
Drs. H. Ahmad Syamsir, M.Si
Disusun Oleh :
Agri hardika meilana (1178010008)
Semester/Kelas : 1/A
Secara sederhana filsafat dapat diartikan sebagai berpikir menurut tata tertib
dengan bebas dan dengan sedalam-dalamnya, sehingga sampai ke dasar suatu persoalan
yakni berpikir yang mempunyai ciri-ciri khusus seperti analitis, pemahaman, deskriptif,
evaluatif, interpretatif, dan spekulatif. Sejalan dengan pengertian ini, Musa Asy’ari
menulis, filsafat adalah berpikir bebas, radikal, dan berada pada dataran terbuka.
Menurut M. Amin Abdullah, filsafat bias diartkan sebagai aliran atau hasil
pemikiran, yang berujud system pemikiran yang konsisten dan dalam taraf tertentu
sebagai system tertutup, dan sebagai metode berpikir, yang dapat dicirikan: a). mencari
ide dasar yang bersifat fundamental(fundamental ideas), b). membentuk cara berpikir
kritis (critical thought), dan c). menjunjung tinggi kebebasan serta keterbukaan
intelektual (intellectual freedom).
Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan
bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, sedangkan dalam bahasa
Yunani, yaitu philein atau philos dan sofein atau sophi. Ada pula yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah yang artinya al-hikmah. Tetapi,
kata tersebut awalnya berasal dari bahasa Yunani. Philos artinya cinta, sedangkan Sophia
artinya kebijaksanaan.
Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawaban itu tidak pernah abadi.
Oleh karena itu, Filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah sampai pada akhir sebuah
masalah.
2. PENGERTIAN ILMU
Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu,’ilman, dengan wazan fa’ila,
yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Pengertian ilmu yang terdapat
dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
seacara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Mulyadhi Kartanegara
mengatakan bahwa ilmu adalah any organization knowledge.
Mohammad Hatta mendefinisikan ilmu adalah pengeahuan yang teratur tentang
pekerjaan hokum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukkannya tampak dari luar, maupn menurut bangunannya dari dalam.
Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
Ashley Montagu, guru besa Antropolog di Rutgers University menyimpulkan
bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu system yang berasal dari
pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang
sedang di kaji.
Afanasyef seorang pemikir Marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu adalah
pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan
konsep-konsep, kategori, dan hokum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji
dengan pengalaman praktis.
Dari keterangan para ahli tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa ilmu
adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu
sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif
(bersusun timbun).
The Liang Gie (1987) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas
penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara
rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan
pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin di mengerti
manusia.
Menurut Robert Ackerman, filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan
kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap
kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat
ilmu Menurut jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktik ilmiah secara
aktuali.
The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dari kehidupan manusia.
A. Ontologi
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
Obyek telaah ontologi adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan
tertentu, ontologi membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha
mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua
bentuknya
hakekat. Hakekat ini tidak dapat dijangkau oleh panca indera karena tak terbentuk,
berupa, berwaktu dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh
pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan tentang apa hakekat ilmu itu.
Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat
empiris.11 Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji
oleh panca indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang
sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat
dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri
1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau
2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang
Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat
beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar
dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala
pandang kegiatan. Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang
B. Epistemologi
Pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat
yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran
Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan sumbersumber
bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar, menjadi dua. Pertama,
konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua tashdiq (assent atau pembenaran), yaitu
penangkapan kita terhadap pengertian panas, cahaya atau suara. Tashdiq dapat
dicontohkan dengan penilaian bahwa panas adalah energi yang datang dari matahari
dan bahwa matahari lebih bercahaya daripada bulan Jadi antar konsepsi dan tashdiq sangat erat
kaitannya, karena konsepsi
merupakan penangkapan suatu objek tanpa menilai objek itu, sedangkan tashdiq,
.
adalah memberikan pembenaran terhadap objek Metode ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur
mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan yang tertentu pula. Epistemologi dari
metode keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila mengarahkan perhatian kita
kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah proses berfikir yang diatur
d. Perumusan hipotesis
(teori) maka hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas dua pendekatan:
Pendekatan deduktif dan Pendekatan induktif. Kedua pendekatan ini tidak dapat
dipisahkan dengan menggunakan salah satunya saja, sebab deduksi tanpa diperkuat
induksi dapat dimisalkan sport otak tanpa mutu kebenaran, sebaliknya induksi tanpa
Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani, axios, yang berarti nilai, dan logos,
yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi. Menurut Jujun S.
Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu
pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur
kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan
ilmu. Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu sekurang-kurangnya
memiliki tiga garapan yaitu; 1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi,
3) Ilmu sebagai alat pengontrol.
Ilmu sebagai alat eksplanasi, ia dapat menjelaskan tentang berbagai peristiwa, baik hubungan
antar peristiwa, sebab-sebabnya dan gejala-gejala/tanda-tandanya, ataupun sebab akibatnya. Ilmu
sebagai alat memprediksi, ia dapat memperkirakan atau melakukan suatu cara pendekatan-
pendekatan untuk mengetahui tentang akan terjadinya suatu peristiwa/kejadian/keadaan. Ilmu
sebagai alat pengontrol, ia dapat menghindari atau mengurangi akibat-akibat atau akan
datangnya suatu peristiwa/kejadian yang berbahaya atau tidak menyenangkan.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu membentuk pola pikir atau
sikap keilmuwan seperti suatu pepatah yang lama dikenal, bahwa padi makin berisi makin
merunduk yang biasanya diartikan semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau
semakin menyadari akan eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu
merasa kurang. Sikap inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti
mempelajari sesuatu. Yang pada akhirnya akan memunculkan ide-ide atau pemikiran yang
cemerlang terhadap pengembangan ilmu yang telahKarena dalam penjelasan sebelumnya bahwa
aksiologi sains dapat membentuk pola pikir dan sikap keilmuwan untuk kemaslahatan. Sehingga
untuk menerapkan dalam kehidupan ada beberapa pendekatan yang harus dilakukan yang antara
lain:
1. Mengetahui dan memahami sumber yang hak dari ilmu itu sendiri beserta sifat-sifatnya.
2. Mengetahui dan memahami konsep diri dan eksistensi keberadaan kita sebagai makhluk
ciptaan-Nya.
Dari tiga pendekatan tersebut hal yang penting dalam penerapannya adalah pertanggungjawaban,
yang secara jelas sekali dari makna aksiologi sains adalah apa manfaat ilmu yang juga
mengandung jawaban yang sangat jelas yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya
berbanding lurus yakni semakin banyak kemaslahatan tercipta, semakin manfaat ilmu tersebut.
Daftar Pustaka
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. 2009. FILSAFAT ILMU (Kontemplasi Filosofis tentang Seluk
Beluk, Sumber, dan Tujuan Ilmu Pengetahuan). Bandung: Pustaka Setia
Dr. Ramlani Lina Sinaulan., MH., MM. 2017. BERPIKIR FILSAFAT MENUJU FILSAFAT
ILMU. Jakarta: Daulat Press
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.. 2016. FILSAFAT ILMU. Jakarta: Rajawali Pers
Mohammad Muslih. 2008. FILSAFAT ILMU (kajian atas asumsi dasar, paradigm dan kerangka
teori ilmu pengetahuan). Yogyakarta: Belukar
Drs. Cecep Sumarna, M.Ag. 2006. FILSAFAT ILMU DARI HAKIKAT MENUJU NILAI.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy