Anda di halaman 1dari 79

PERAN FILSAFAT ILMU BAGI PENGEMBANGAN PSIKOLOGI

(SUATU TINJAUAN MENURUT ALIRAN PSIKOLOGI MODERN)

Anna Febrianty Setianingtyas*

Abstrak: Tulisan ini menekankan pada topik Peranan Filsafat Ilmu Dalam Perkembangan
Psikologi. Pengulasan topik didasarkan pada penganalisaan pemahaman terhadap landasan
filosofik yang digunakan dalam perkembangan Psikologi. Awal pembahasan dalam tulisan ini
dimulai dengan sejarah psikologi sebagai bagian dari ilmu filsafat. Dalam
perkembangannya, psikologi kemudian memisahkan diri dari filsafat. Sekalipun demikian,
perkembangan psikologi dari dulu hingga kini tetap tidak terlepas dari pengaruh filsafat.

Perkembangan psikologi sejak berinduk pada filsafat hingga perkembangannya kini


memunculkan banyak aliran. Pembuka pintu bagi kemunculan banyak aliran dalam dunia
Psikologi dimulai dengan jasa Wilhelm Wundt yang terkenal dengan strukturalismenya.
Aliran-aliran psikologi modern yang kemudian muncul adalah behaviorisme dengan
tokohnya John Watson, Gestalt dengan tokohnya Max Wertheimer, humanisme dengan
tokohnya Maslow, kognitif dengan tokohnya George Miller, dan psikoanalitik dengan
tokohnya Freud. Aktualitas filsafat ilmu dalam perkembangan psikologi sejak awal hingga
kini diletakkan penulis pada landasan filosofik, dalam kaitannya pada perkembangan
psikologi secara umum, khususnya masing-masing aliran psikologi, serta beberapa bentuk
terapan psikologi. Benang merah yang tampil adalah perkembangan psikologi dari awal
hingga kini tetap diwarnai filsafat ilmu, terutama dalam penelusuran bidang-bidang kajian
psikologi yang lebih baru.

Kata kunci : filsafat ilmu, aliran-aliran psikologi, terapan psikologi.

* .........................................................................

PENDAHULUAN

Filsafat ilmu saat ini mendapat perhatian yang sangat besar dari para ilmuwan.
Perkembangannya yang demikian pesat membuat individu semakin kritis terhadap metode-
metode dari ilmu tersebut. Bukan hanya bidang ilmu psikologi saja yang dalam sejarah
perkembangannya banyak dipengaruhi pola-pola pemikiran dari filsafat akan tetapi juga dari
bidang ilmu lainnya yang saling terkait.

Keterlibatan umat manusia dengan dunia

filsafat sudah ada sejak manusia mulai bertanya dan

mengagumi apa arti makna sesuatu beserta asal

mulanya yang ultimate. Setelah itu dengan segala cara

dan upayanya manusia ingin memperoleh jawaban

yang dirasakan paling sesuai dengan jiwanya

walaupun jawaban itu pada akhirnya sering berada

dalam kawasan spekulatif dan non empirik (Wibisono,

2001).

Berpangkal dari pertanyaan tentang suatu

fenomena yang muncul dalam kehidupan sehari-hari

dimulailah filsafat itu. Pengalaman hidup menjadi

sumber inspirasi dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Sumber-sumber pertanyaan tersebut memang terkesan

sederhana memang apabila diamati dengan benar dan

cermat maka semua ilmu pengetahuan berasalah sari

pertanyaan yang berkenaan dengan fenomena yang

muncul dari pengalaman kehidupan.

88 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......


Thales (624 546 SM) orang Yunani pertama

yang menggunakan akal secara serius dalam

mempersoalkan sesuatu masalah yang digelari Bapak

Filsafat (tafsir, 1993). Pertanyaan yang diajukan

beliau sebanarnya terkesan sederhana yaitu apakah

sebenarnya bahan alam semestra itu? Beliau sendiri

menjawab air. Setelah itu rangsangan pertanyaanpertanyaan

banru muncul. Semakin lama persoalan

yang dipikirkan oleh manusia semakin luas dan

semakin rumit juga pemecahannya. Pertanyaanpertanyaan

yang muncul semakin kompleks seiring

berkembangnya jaman. Setiap era memiliki para ahli

pemikir yang memiliki konstribusi besar terhadap

pemecahan masalah yang muncul di zamannya.

Sama halnya dengan perkembangan cabang

ilmu psikologi. Akar dari psikologi modern dapat

ditelusuri keabad kelima dan keempat sebelum

masehi. Para ahli filsafat Yunani seperti Socrates,

Plato, dan Aristoteles mengajukan suatu pertanyaan

dasar tentang kehidupan mental (Atkinson, et al.

1983). Pertanyaan dasar tersebut sampai sekarang

masih menjadi kajian yang sepertinya tidak akan

pernah berakhir. Pertanyaan-pertanyaan yang


berkaitan dengan tubuh (body) dan pikiran (mind) atau

psyche muncul lebih dari dua ribu tahun yang lalu

hingga kini. Peristiwa penting dalam sejarah psikologi

melibatkan banyak ahli filsafat terkenal Dario abad

tujuh belas dan delapan belas seperti Locke, Hobbes,

Kant, dan Hume (Sarwono, 1983). Pada dasarnya

filsafat dapat dibagi menjadi tiga garis besar yaitu

teori pengetahuan (epostemologi), teori hakikat

(ontology), dan teori nilai (aksiologi), (tafsir, 1993).

Menurut Wibisono (2001) ketiga bidang

filsafat tersebut secara terperinci dapat dibagi lagi

berdasarkan pembahasannya yaitu :

1. Bidang ontology mempermasalahkan

a. Apakah hakikat yang ada (being, sein)

b. Apakah yang ada itu sesuatu yang tetap,

abadi atau terus menerus berubah

c. Apakah yang ada itu sesuatu yang abstrakuniversal

atau yang konkrit individual.

2. Bidang epistemoligo mempermasalahkan :

a. Apakah sarananya dan bagaimana caranya

untuk mempergunakan sarana itu guna

mencapai pengetahuan, kebenaran atau

kenyataan (akal, akal budi, atau


kombinasinya).

b. Apakah tolak ukur bagi sesuatu yang

dinyatakan sebagai yang benar dan yang

nyata yang terus menerus dicari oleh ilmu

pengatahuan.

3. Bidang aksiologi mempermasalahkan :

a. Nilai dan norma

b. Apa makna dan tujuan hidup ini dan nilainilai

mana yang secara imperatif harus

dipenuhi.

Dengan perbedaan tersebut filsafat mencoba

menunjukkan bagaimana upaya manusia yang tidak

pernah menyerah untuk menentukan kebenaran atau

kenyataan secara kritis, mendasar dan integral karena

itu dalam filsafat proses yang dilalui merupakan suatu

refleksi, kontemplasi, abstraksi, dialog, evaluasi

menuju suatu sintesa permasalahan.

Penegasan tersebut dapat dipahami karena ilmu

pengetahuan dalam penerapannya mengenakan

ukuran. Ukuran pertama adalah dimensi fenomenal

yaitu ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai

masyarakat sebagai proses dan sebagai produk.

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 89


ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Kaidah yang melandasinya adalah universalisme,

komunalisme, dis-interestedness dan skepsisme yang

terarah dan teratur. Ukuran kedua adalah dimensi

strukturalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus

terstruktur atas komponen-komponen, objek sasaran

yang hendak diteliti yang sedang diteliti atau

dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas darar

motif dan tata cara tertentu, sedang hasil temuannya

diletakkan dalam satu kesatuan system.

PENGENALAN SECARA UMUM FILSAFAT

DAN FILSAFAT ILMU

Filsafat

Filsafat sebagai bagian dari kebudayaan

manusia yang amat menakjubkan, lahir di Yunani dan

dikembangkan sejak awal abad ke-6 SM (Rapar,

1996). Filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang

paling luas cakupannya, oleh karena itu titik tolak

untuk memahami dan mengerti filsafat adalah

meninjau dari segi etimologi. Filsafat secara

etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu

Philosophia, Philos artinya suka, cinta atau


kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia

berarti kebijaksanaan. Dengan demikian secara

sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau

kecenderungan pada kebijaksanaan (Muntansyir &

Munir, 2002).

Menurut sejarah, Pythagoras (572-497 SM)

adalah orang yang pertama kali memakai kata

philosophia. Ketika beliau ditanya apakah ia sebagai

seorang yang bijaksana, maka pythagoras dengan

rendah hati menyebut dirinya sebagai philosophos,

yakni pencinta kebijaksanaan (lover of wisdom).

Banyak sumber yang menegaskan bahwa sophia

mengandung arti yang lebih luas dari kebijaksanaan,

diantaranya adalah: (a) kerajinan, (b) kebenaran

pertama, (c) pengetahuan yang luas, (d) kebajikan

intektual, (e) pertimbangan yang sehat, (f) kecerdikan

dalam memutuskan hal-hal praktis (Mudhofir, 2001).

Sebagai bahan pertimbangan, alangkah baiknya

kalau kita juga sedikit mengetahui mengenai

pengertian filsafat dari beberapa filsuf yaitu (Rapar,

1996):

1. Plato

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang


berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa filsafat

adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan

asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu

yang ada.

2. Aristoteles

Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang

senantiasa berupaya mencari prinsip-prinsip dan

penyebab-penyebab dari realitas yang ada. Ia pun

mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu

pengetahuan yang berupaya mempelajari peri

ada selaku peri ada (being as being) atau peri

ada sebagaimana adanya (being as such).

3. Rene Descartes

Merupakan filsuf Perancis yang terkenal

dengan argumennya cogito ergo sum (saya

berpikir maka saya ada), mengatakan bahwa

filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan

yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai

Tuhan, alam dan manusia.

4. William James

Filsuf Amerika yang terkenal sebagai

tokoh pragmatisme dan pluralisme mengatakan


bahwa filsafat adalah suatu upaya yang luar biasa

hebat untuk berpikir yang jelas dan terang.

90 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

5. R.F Beerling

Filsafat adalah mengajukan pertanyaan

tentang kenyataan seluruhnya atau tentang

hakikat, asas, prinsip dari kenyataan. Beerling

juga mengatakan bahwa filsafat adalah suatu

usaha untuk mencapai radix atau akar kenyataan

dunia wujud, juga akar pengetahuan tentang diri

sendiri.

Pemahaman tentang filsafat dapat kita lihat

dari berbagai sisi diantaranya adalah (Mudhofir,

2001):

a. Filsafat Sebagai Suatu Sikap

Filsafat adalah suatu sikap terhadap

kehidupan dan alam semesta. Apabila

seseorang dalam keadaan krisi atau

menghadapi problem yang sulit, maka

problem-problem tersebut harus ditinjau

secara luas, tenang dan mendalam.


Tanggapan semacam itu menumbuhkan

sikap ketenangan, keseimbangan pribadi,

mengendalikan diri dan tidak emosional.

Sikap dewasa secara filsafat adalah sikap

menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran

dan selalu bersedia meninjau sesuatu

problem dari semua sudut pandang.

b. Filsafat Sebagai Suatu Metode

Filsafat sebagai metode artinya

berfikir secara reflektif (mendalam),

penyelidikan yang menggunakan alasan,

berfikir secara hati-hati dan teliti. Filsafat

berusaha memikirkan seluruh pengalaman

manusia secara mendalam dan jelas. Metode

berfikir semacam ini bersifat inclusive

(mencakup secara luas) dan synoptic (secara

garis besar), oleh karena itu berbeda dengan

metode pemikiran yang dilakukan oleh ilmuilmu

khusus.

c. Fisafat Sebagai Kelompok Persoalan

Banyak persoalan abadi (perennial

problem) yang dihadapi manusia dan para

filsuf berusaha memikirkan dan


menjawabnya. Beberapa pertanyaan yang

diajukan pada masa lampau telah dijawab

secara memuaskan. Misalanya pertanyaan

mengenai ide-ide bawaan (innate idea) telah

dijawab oleh John Lock pada abad ke-17.

Namun masih banyak pertanyaan lain yang

dijawab sementara. Disamping itu juga

masih banyak problem-problem yang

jawabannya masih diperdebatkan ataupun

diseminarkan sampai hari ini, dan bahkan

masih ada yang belum terpecahkan.

d. Filsafat Sebagai Sekelompok Teori atau

Sistem Pemikiran

Sejarah filsafat ditandai dengan

pemunculan teori-teori atau sistem-sistem

pemikiran yang terlekat pada nama-nama

filsuf besar seperti Socrates, Plato,

Aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza,

Hegel, Karl Marx, Auguste Compte, dan

lain-lain. Teori atau sistem filsafati itu

dimunculkan oleh masing-masing filsuf

untuk menjawab masalah-masalah.

Besarnya subyektifitas seorang filsuf dalam


menjawab masalah-masalah itu menjadikan

kita sulit untuk menentukan teori atau sistem

pemikiran yang baku dalam filsafat.

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 91

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

e. Fisafat sebagai Analisa Logis tentang

Bahasa dan Penjelasan Makna Istilah

Kebanyakan filsuf memakai metode

analisis untuk menjelaskan arti suatu istilah

dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf

mengatakan bahwa analisis tentang arti

bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan

tugas analisis konsep sebagai satu-satunya

fungsi filsafat. Para filsuf analitika

berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah

menyingkirkan kekaburan-kekaburan

dengan cara menjelaskan arti istilah atau

ungkapan yang dipakai dalam ilmu

pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan

sehari-hari. Mereka berpendirian bahwa

bahasa merupakan laboratorium para filsuf,

yaitu tempat menyemai dan


mengembangkan ide-ide.

f. Fisafat Merupakan Usaha Untuk

Memperoleh Pandangan yang Menyeluruh

Filsafat mencoba menggabungkan

kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu

dan pengalaman manusia menjadi suatu

pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf

berhasrat meninjau kehidupan tidak dengan

sudut pandang yang khusus sebagaimana

dilakukan oleh ilmuan. Para filsuf memakai

pandangan secara menyeluruh terhadap

kehidupan sebagai suatu totalitas. Menurut

para ahli filsafat spekulatif dengan salah satu

tokohnya adalah C.D. Broad menyatakan

bahwa tujuan filsafat adalah mengambil alih

hasil-hasil pengalaman manusia dalam

bidang keagamaan, etika dan ilmu

pengetahuan, kemudian hasil-hasil tersebut

direnungkan secara menyeluruh. Diharapkan

dengan cara ini dapat diperoleh beberapa

kesimpulan umum tentang sifat-sifat dasar

alam semesta, kedudukan manusia

didalamnya serta pandangan-pandangan


kedepan.

Menurut Muntansyir & Munir (2002)

menyatakan bahwa ada beberapa definisi

filsafat yang telah diklasifikasikan

berdasarkan watak dan fungsinya yaitu:

1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan

kepercayaan terhadap kehidupan dan

alam yang biasanya diterima secara

tidak kritis (arti formal).

2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau

pemikiran terhadap kepercayaan dan

sikap yang sangat kita junjung tinggi

(arti formal).

3. filsafat adalah usaha untuk

mendapatkan gambaran keseluruhan.

Artinya filsafat berusaha untuk

mengkombinasikan hasil bermacammacam

sains dan pengalaman

kemanusiaan sehingga menjadi

pandangan yang konsisten tentang alam

(arti spekulatif).

4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa

serta penjelasan tentang arti kata dan


konsep. Corak filsafat yang demikian

ini dinamakan juga logo sentrisme.

5. Filsafat adalah sekumpulan problema

yang langsung, yang mendapat

perhatian dari manusia dan yang

dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli

filsafat.

92 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu sebenarnya baru dikenal pada

awal abad ke-20 dimana Francis Bacon sebagai

peletak dasar filsafat ilmu dalam khasanah bidang

filsafat secara umum. Ada berbagai definisi mengenai

filsafat ilmu yang telah dihimpun oleh The Liang Gie

(dalam Muntansyir & Munir, 2002) yang dianggap

cukup represantatif yaitu:

1. Robert Ackermann menyatakan bahwa filsafat

ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang

pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang

dibandingkan dengan pendapat-pendapat

terdahulu yang telah dibuktikan.


2. Lewis White Beck menyatakan bahwa filsafat

ilmu itu mempertanyakan dan menilai metodemetode

pemikiran ilmiah, serta mencoba

menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah

sebagai suatu keseluruhan.

3. Cornelius Benjamin menyatkan bahwa filsafat

ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati

yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar

ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya, dan

praanggapan-praanggapannya, serta letaknya

dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan

intelektual.

4. May Brodbeck menyatakan bahwa filsafat ilmu

itu sebagai analisis yang netral secara etis dan

filsafati, pelukisan, dan penjelasan mengenai

landasan-landasan ilmu.

Menurut Suriasumantri (1995) menyatakan

bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari

epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara

spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah).

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa filsafat ilmu

merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab

beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu itu


diantaranya yaitu:

Obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud

yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana

hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap

manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera)

yang membuahkan pengetahuan? (Pertanyaan ini

yang disebut sebagai landasan ontologis).

Bagaimana proses yang memungkinkan

ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?

Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus

diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang

benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendir? Apa

kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu

kita mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?

(Pertanyaan ini disebut sebagai landasan

epistemologi).

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu

dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara

penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?

Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah

berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan

antara teknik prosedural yang merupakan

operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma


moral/profesional? (Pertanyaan ini disebut sebagai

landasan aksiologis).

Menurut Poespoprodjo (1997) filsafat ilmu

adalah filsafat. Filsafat adalah refleksi yang mengakar

terhadap prinsip-prinsip. Maka filsafat ilmu adalah

refleksi yang mengakar terhadap prinsip-prinsip ilmu.

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa filsafat ilmu

bukan bahan hafalan. Filsafat ilmu adalah usaha terus

menerus untuk memperoleh pandangan yang

mendalam dan mendasar tentang ilmu.

Filsafat ilmu ialah penyelidikan tentang ciriciri

pengetahuan ilmiah dengan cara-cara tertentu

untuk memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu

sesungguhnya merupakan suatu penyelidikan

lanjutan, karena apabila para penyelenggara pelbagai

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 93

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

ilmu melakukan penyelidikan terhadap objek-objek

serta masalah-masalah yang berjenis khusus dari

masing-masing ilmu itu mandiri, maka orang pun

dapat melakukan (Beerling., et al, 1985).

FILSAFAT ILMU DAN SUMBANGSIH-NYA


DALAM PENGEMBANGAN ILMU

PENGETAHUAN

Filsafat Ilmu Dalam Perkembangannya

Dari tahun 1960-1995 filsafat ilmu berkembang

sangat pesat. Sementara beberapa ahli menunjuk

peristiwa tersebut sebagai indikator matinya

positivisme logik. Perkembangan tersebut sebenarnya

lebih menumbuhkan upaya telaah dari pengukuran

kuantitatif ke meta-science. Pada era mutakhir sampai

tahun-tahun sekarang, filsafat ilmu berkembang dalam

konteks postmodernisme dimana konstruk, struktur

dan paradigma menjadi berkembang dan

berkelakjutan. Perkembangannya selalu terjadi

rekonstruksi berkelanjutan, dekonstruksi, berkembang

pemikiran poststruktural dan postparadigmatik, dan

logika standar berkembang menjadi nonstandard logic

(Muhadjir, 2001).

Muhadjir (2001) memberikan penjabaran

mengenai filsafat dan perkembangannya dalam

beberapa area ilmu pengetahuan yaitu:

1. Filsafat ilmu-ilmu sosial berkembang dalam tiga

ragam yaitu: metaideologi, metaphisik, dan

metodologi disiplin ilmu mensucikan batin


manusia. Arti meta telah mengalami

perkembangan dari yang transeden (spekulatif)

keteori (positivistik) dan sekarang berkembang

ke ethik (metaphisik). Sedangkan arti normatif

yang moral (spekulatif) telah berkembang kearti

obligatif (positivistik), dan berkembang lebih

lanjut ke ethik obyektif universal (realisme),

kemudian berkembang lebih lanjut ke ethik

asimetris karena multiple membership

(postmodernisme).

2. Filsafat science tumbuh dari confirmatory

theories (positivisme) ke confirmatory theories

dan theories of explanation (postpositivisme) dan

lebih lanjut ke theories of explanation

(postmodernisme). Yang pertama berupaya

mendeskripsikan relasi normatif antara hipotesis

dengan evidensi, sedangkan yang kedua berupaya

menjelaskan bagaimana phenomena kecil atau

besar secara sederhana.

3. Filsafat teknologi telah bergeser dari means endsmeans

end menjadi means secara berkelanjutan.

Temuan personal computer menumbuhkan

pertanyaan apa lagi pekerjaan perpustakaan


yang dapat dikerjakan. Teknologi bukan lagi

dilihat sebagai ends melainkan dilihat sebagai

kepanjangan ide manusia.

4. Filsafat seni atau filsafat esthetik mutakhir

mendudukkan produk seni atau keindahan

sebagai salah satu tripartit kebudayaan. Dua

lainnya adalah produk domein kognitif dan

produk alasan praktis. Produk domein kognitif

murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar dan

logis. Bila etik dimasukkan maka perlu ditambah

koheren dengan moral. Produk alasan praktis

tampil memenuhi kriteria: operasional, efisien

dan produktif. Bila etik dimasukkan maka perlu

ditambah: human, tidak mengeksploitasi orang

lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak

merusak lingkungan. Produk seni tampil

memenuhi kriteria: kreatif, indah dan harmonis.

Bila etik dimasukkan, perlu ditambah dengan

mensucikan batin manusia.

94 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa


perhatian yang besar terhadap peran dan fungsi filsafat

ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu pengetahuan dan

teknologi (Iptek) mengalami kemajuan yang sangat

pesat. Kekhawatiran mulai timbul dikalangan para

ilmuan dan filsuf, termasuk juga kalangan agamawan,

dimana mereka beranggapan bahwa kemajuan Iptek

dapat mengancam eksistensi umat manusia bahkan

alam beserta isinya (Mustansyir & Munir, 2002).

Menurut Koento Wibisono Siswomihardjo

(2001) menyatakan bahwa sekarang terasa adanya

kekaburan mengenai batas-batas antara cabang ilmu

yang satu dengan yang lain, sehingga interdependensi

dan interrelasi ilmu menjadi terasa pula. Oleh karena

itu menurut beliau dibutuhkan suatu Overview untuk

meletakkan jaringan interaksi untuk saling menyapa

menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif.

Tanggung jawab dan integritas seorang ilmuan kini

sedang diuji.

Semenjak Immanuel Kant (1724-1804 dalam

Siswomihardjo, 2001) menyatakan bahwa filsafat

merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan

batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia

secara tepat, maka semenjak itu pula refleksi filsafat


mengenai pengetahuan manusia menjadi menarik

perhatian. Lahirlah diabad ke-18 cabang filsafat yang

disebut sebagai filsafat pengetahuan dimana logika,

filsafat bahasa, matematika, metodologi, merupakan

komponen-komponen pendukungnya. Melalui cabang

filsafat ini diterangkan sumber dan sarana serta caracara

untuk menggunakan sarana itu guna mencapai

pengetahuan ilmiah.

Dengan mendasarkan diri atas sumber-sumber

atau sarana-sarana tertentu seperti panca indera, akal,

akal budi, dan intuisi maka berkembanglah berbagai

macam school of thought yaitu empirisme (John

Lock), rasionalisme (Descartes), kritisme (Immanuel

Kant), positifisme (Auguste Comte), fenomenologi

(Husserl), konstruktivisme (Feyerabend) dan lain

sebagainya yang muncul sebagai pembaharuan.

Lahirnya filsafat ilmu karena pengetahuan ilmiah atau

ilmu merupakan a higher level of knowledge sebagai

penerusan pengembangan filsafat pengetahuan

(Siswomhardjo, 2001).

Tahap, Ciri - ciri dan Perkembangan Ilmu

Pengetahuan

Perkembangan ilmu pengetahuan tidaklah


berlangsung secara mendadak, melainkan terjadi

secara bertahap dan evolutif. Berbagai krisis yang

ditimbulkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi pada umumnya didorong oleh

pemecahan masalah kemanusiaan yang sektoral. Oleh

karena itu untuk memahami sejarah perkembangan

ilmu, harus dilakukan berbagai klasifikasi secara

periodik. Setiap periode menampilkan ciri khas

tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan

seperti yang akan dijelaskan dibawah ini (Mustansyir,

2001Mustansyir & Munir, 2002:):

1. Zaman Pra Yunani Kuno (Abad 15-7 SM)

Pada masa ini manusia menggunakan batu

sebagai peralatan, karena ditemukan alat-alat

yang bentuknya mirip satu sama lain (misalnya

kapak sebagai alat pemotong dan pembelah).

Benda-benda tersebut merupakan bukti bahwa

manusia sebagai makhluk berbudaya yang

mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan

alam. Benda-benda yang dipergunakan manusia

itu mengalami perbaikan dan terus mengalami

kemajuan, karena manusia melakukan dan

mengalami proses trial and error, uji coba yang


memakan waktu yang lama. Melalui proses trial

and error ini pula manusia mulai melakukan

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 95

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

seleksi terhadap alat-alat yang dipergunakan,

sehingga manusia menemukan bahan (materi)

yang dianggap baik atau kuat untuk membuat

peralatan-peralatan tertentu.

Evolusi ilmu pengetahuan dapat dirunut

melalui sejarah perkembangan pemikiran yang

terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, Cina, Timur

Tengah (peradaban Islam) dan Eropa. Disini ada

keterkaitan dan saling pengaruh antara

perkembangan pemikiran disatu wilayah dengan

wilayah yang lainnya. Warisan pengetahuan

berdasarkan know how yang dilandasi

pengalaman empirik merupakan salah satu ciri

pada zaman ini. Pada masa ini pula, kemampuan

berhitung ditempuh dengan cara one-to one

correspondency atau mapping process.

Secara ringkas pada zaman pra Yunani

Kuno ditandai oleh lima kemampuan sebagai


berikut: pertama, know how dalam kehidupan

sehari-hari yang didasarkan pada pengalaman;

kedua, pengetahuan yang berdasarkan

pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan

sikap receptive mind, keterangan masih

dihubungkan dengan kekuatan magis; ketiga,

kemampuan menemukan abjad dan system

bilangan alam sudah menampakkan

perkembangan pemikiran manusia ketingkat

abstraksi; keempat, kemampuan menulis,

berhitung, menyusun kalender yang didasarkan

atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang

dilakukan; kelima, kemampuan meramalkan

suatu peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa

sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya

gerhana bulan dan matahari.

2. Zaman Yunani Kuno (Abad 7-2 SM)

Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai

zaman keemasan Filsafat, karena pada masa ini

orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan

ide-ide atau pendapatnya. Ciri yang menonjol

dari filsafat Yunani Kuno diawal kelahirannya

adalah ditunjukkannya perhatian terutama pada


pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai

ikhtiar guna menemukan sesuatu asal mula

(arche) yang merupakan unsure awal terjadinya

segala gejala (Mustansyir & Munir, 2002).

Filsuf dan beberapa pemikirannya yang

telah memberikan sumbangsih dalam

pengembangan ilmu pengetahuan antara lain

adalah:

a. Thales (640-550 SM)

Menyimpulkan bahwa air merupakan

arche (asal mula) dari segala sesuatu, hal ini

didukung oleh kenyataan bahwa air meresapi

seluruh benda-benda dijagad raya ini

(Mustansyir & Munir, 2002). Menurut

Mustansyir ada tiga alas an munculnya

persoalan tentang alam semesta ini yaitu:

pertama, persoalan mengenai alam semesta

yang terus menerus dipandang sebagai

persoalan abadi (parennial problems) yang

disebut juga sebagai pertanyaan yang

signifikan (a significant question); kedua,

pertanyaan yang diajukan Thales

menimbulkan suatu konsep baru, yaitu suatu


hal tidak begitu saja ada, melainkan terjadi

dari sesuatu. Hal inilah yang menimbulkan

suatu konsep tentang perkembangan, suatu

evolusi, genesis; ketiga, pertanyaan

demikian hanya dapat timbul dalam

pemikiran kalangan tertentu (masyarakat

96 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

intelektual yang berpikir lebih maju), bukan

masyarakat awam (Mustansyir, 2001:).

b. Anaximander (611-545 SM)

Anaximander meyakini bahwa asal

mula dari segala sesuatu adalah aperion

yaitu sesuatu yang tidak terbatas (Mustansyir

& Munir, 2002).

c. Anaximenes (588-524 SM)

Anaximenes mengatakan bahwa asal

mula segala sesuatu itu adalah udara,

keyakinan ini didukung oleh kenyataan

bahwa udara merupakan unsur vital

kehidupan (Mustansyir & Munir, 2002).

d. Pythagoras (580-500 SM)


Pythagoras menyatakan bahwa asas

segala sesuatu dapat diterangkan atas dasar

bilangan-bilangan (Mustansyir & Munir,

2002). Pythogaras lebih dikenal dengan

penemuannya tentang ilmu ukur dan

aritmatik antara lain (Mustansyir, 2001::

- Hukum atau dalil Pythagoras yaitu: a2 +

b2 = c2, yang berlaku bagi setiap segitiga

siku-siku dengan sisi a dan sisi b serta

hypotenusa c, sedangkan jumlah sudut

dari suatu segitiga siku-siku = 1800.

- Teori tentang bilangan yaitu: pembagian

antara bilangan genap dengan bilangan

ganjil, primer numbers (bilangan yang

hanya dapat dibagi dengan angka satu

dan bilangan itu sendiri) dan composite

number, serta hubungan antara kuadrat

natural numbers dengan jumlah ganjil.

- Pembentukan benda berdasarkan segitiga,

segiempat, segilima, dan sebagainya.

- Hubungan antara nada dengan panjang

dawai.

e. Herakleitos (540-475 SM) dan Parmenides


(540-475 SM)

Pertanyaan kedua filfuf ini tidak lagi

tentang apakah asal-usul dan kejadian alam

semesta, tetapi apakah realitas itu berubah, tidak

sesuatu yang tetap. Ungkapan dari Herakleitos

yang terkenal adalah panta rhei khai uden menei

(semuanya mengalir dan tidak ada sesuatu pun

yang tinggal mantap. Sedangkan Parmenides

berpandangan sebaliknya, ia menegaskan bahwa

realitas itu tetap, tidak berubah. Kedua tokoh ini

dalam sejarah filsafat menjadi cikal bakal debat

metafisika tentang Pluralisme dan Monisme,

dalam bidang epistemology antara empirisme

dan rasionalisme. Herakleitos mewakili

Pluralisme dan Empirisme, sedangkan

Parmenides mewakili Monisme dan

Rasionalisme.

f. Demokritos (460-370 SM)

Ia dikenal sebagai bapak Atom pertama,

karena dialah yang memperkenalakan konsep

atom. Ia menegaskan bahwa relitas terdiri dari

banyak unsur yang disebutnya dengan atom

(atomos, dari a = tidak, dan tomos = terbagi).


Atom-atom itu sama sekali tidak mempunyai

kualitas dan jumlahnya tidak terhingga.

Pandangannya merupakan cikal bakal

perkembangan ilmu fisika, kimia dan biologi

(Mustansyir & Munir, 2002). Pemikiran

Demokritos tentang teori atom ini

mengandung sifat-sifat sebagai: konsep

materialitis-monistik, konsep dinamika

perkembangan (developmental dynamics),

konsep yang bersifat murni alamiah (pure

natural), bersifat kebetulan (by change) (untuk

lebih jelasnya dapat dilihat dalam Mustansyir,

2001).

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 97

ISSN 0215-9511

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

g. Socrates (470-399 SM)

Metode Sokrates dikenal sebagai

Maieutike Tekhne (ilmu/seni kebidanan)

yaitu suatu metode dialektika (bercakapcakap)

untuk melahirkan kebenaran. Disebut

demikian karena dialog atau wawancara

mempunyai peranan hakiki dalam filsafat


Sokrates. Sokrates sendiri tidak

menyampaikan pengetahuan, tetapi dengan

pertanyaan-pertanyaan ia membidani

pengetahuan yang terdapat dalam jiwa orang

lain (Mustansyir, 2001; Mustansyir & Munir,

2002).

h. Plato (428-348 SM)

Plato dikenal sebagai filsuf Dualisme,

artinya ia mengakui adanya dua kenyataan

yang terpisah dan berdiri sendiri yaitu dunia

ide dan dunia bayangan (inderawi). Dunia

ide adalah dunia yang tetap dan abadi,

didalamnya tidak ada perubahan. Sedangkan

dunia bayangan (inderawi) adalah dunia

yang berubah, yang mencakup benda-benda

jasmani yang disajikan kepada indera.

Bertitik tolak dari pandangannya ini, Plato

mengajarkan adanya dua bentuk pengenalan.

Di satu pihak ada pengenalan idea-idea yang

merupakan pengenalan dalam arti yang

sebenarnya. Pengenalan ini mempunyai

sifat-sifat yang sama seperti obyek-obyek

yang menjadi arah pengenalan yang sifatnya


teguh, jelas dan tidak berubah. Dipihak lain

ada pengenalan tentang benda-benda

jasmani. Pengenalan ini mempunyai sifatsifat

tidak tetap, selalu berubah (Mustansyir

& Munir, 2002).

i. Aristoteles (384-322 SM)

Ia mengatakan bahwa tugas utama

ilmu pengetahuan adalah mencari penyebabpenyebab

obyek yang diselidiki. Aristoteles

berpendapat bahwa tiap-tiap kejadian

mempunyai empat sebab yang semuanya

harus disebut apabila manusia hendak

memahami proses kejadian segala sesuatu

yaitu penyebab material (material cause),

penyebab formal (formal cause), penyebab

efisien (efisien cause), dan penyebab final

(final cause)(Lihat dalam Mustansyir &

Munir, 2002: hal.). Sedangkan ajaran

Aristoteles dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga bidang yaitu: metafisika, logika dan

biologi (lihat Mustansyir, 2001).

3. Zaman Pertengahan (Abad 2-14 M)

Zaman Pertengahan (middle age) ditandai


dengan tampilnya para theolog dilapangan ilmu

pengetahuan, sehingga aktivitas ilmiah terkait

dengan aktivitas keagamaan atau dengan kata

lain, kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung

kebenaran agama. Filsafat zaman pertengahan

biasanya dipandang terlampau seragam, dan lebih

dari itu dipandang seakan-akan tidak penting bagi

sejarah pemikiran sebenarnya. Filsuf Barat yang

cukup terkenal pada zaman ini adalah Agustinus

(354-430) yang pemikirannya cukup dipengaruhi

oleh filsafat Plato dan Thomas Aquinas (1125-

1274) yang pemikirannya cukup dipengaruhi oleh

Aristoteles (mengenai kedua filsuf tersebut lihat

dalam Mustansyir & Munir, 2002: hal. 67-69).

Pada zaman ini pula Eropa berada dalam

masa kegelapan (dark age), sedangkan peradaban

dunia Islam berada pada zaman keemasan

(golden age). Menurut Ali Kettani (1984: 85

98 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

dalam Mustansyir, 2001) ada lima ciri yang

menandai kemajuan peradaban Islam pada masa

itu yaitu: (1) universalisme, (2) toleransi, (3)


pasar yang bertaraf internasional, (4)

penghargaan terhadap ilmu dan ilmuan, (5) tujuan

dan sarana ilmu yang bersifat islami.

Beberapa pemikir Islam yang cukup

memberikan sumbangsih terhadap

pengembangan ilmu pengetahuan diantaranya

adalah: Al-Khawarizmi (825 M) sebagai

penyusun aljabar (arithmetics), Omar Khayam

(1043-1132) sebagai seorang penyair, ahli

perbintangan dan ahli matematika. Dalam ilmu

kedokteran muncul Al-Razi (850-923), Ibnu Sina

(980-1037), Rhazas, Abul Qasim, Ibnu Rushd

(1126-1198) dan Al Idris (1100-1166) yang

membuat 70 peta kerajaan Sicilia (untuk lebih

jelasnya dapat dibaca pada Mustansyir, 2001: hal.

74-76).

4. Zaman Renaissance ( Abad 14-17 M)

Zaman Renaissance ditandai sebagai era

kebangkitan kembali pemikiran yang bebas dari

dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman

peralihan ketika kebudayaan abad Tengah mulai

berubah menjadi suatu kebudayaan modern.

Manusia pada zaman Renaissance adalah


manusia yang merindukan pemikiran bebas.

Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil

usaha sendiri, tidak didasarkan atas campur

tangan ilahi (Mustansyir, 2001: hal. 76).

Renaissance adalah zaman yang sangat menaruh

perhatian dalam bidang seni lukis, patung,

arsitektur, musik, sastra, filsafat, ilmu

pengetahuan dan teknologi. Pada zaman ini

berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola

pemikiran abad pertengahan yang dogmatis,

sehingga melahirkan suatu perubahan yang

revolusioner dalam pemikiran manusia dan

membentuk suatu pola pemikiran baru dalam

filsafat (Mustansyir & Munir, 2002).

Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat

pada zaman ini adalah bidang astronomi, tokohtokohnya

antara lain adalah (Mustansyir, 2001):

a. Roger Bacon (1214-1219)

Ia berpendapat bahwa pengalaman

(empirik) menjadi landasan utama bagi awal

dan ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan.

b. Copernicus (1473-1543)

Ia mengajukan pendapat bahwa bumi


dan planet semuanya mengelilingi matahari,

sehingga matahari menjadi pusat

(heliosentrisme).

c. Tycho Brahe (1546-1601)

Ia tertarik pada sistem astronomi baru

yang diperkenalkan oleh Copernicus. Ia

membuat alat-alat berukuran besar untuk

mengamati benda-benda angkasa secara

lebih teliti. Penemuan ini membuktikan

bahwa benda-benda angkasa tidak

menempel pada crystalline spheres,

melainkan datang dari tempat yang

sebelumnya tidak dapat dilihat untuk

kemudian menghilang lagi.

d. Johannes Keppler (1571-1630)

Kepler menemukan tiga buah hukum

yang melengkapi penyelidikan Brahe yaitu:

(1) bahwa gerak benda angkasa itu ternyata

bukan bergerak mengikuti lintasan circle

seperti yang dikemukakan oleh Brahe,

namun gerak itu mengikuti lintasan elips.

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 99


ISSN 0215-9511

Orbit semua planet berbentuk elips; (2)

dalam waktu yang sama, garis penghubung

antara planet dan matahari selalu melintasi

bidang yang luasnya sama; (3) dalam

perhitungan matematik terbukti bahwa bila

jarak rata-rata dua planet A dan B dengan

matahari adalah X dan Y, sedangkan waktu

untuk melintasi orbit masing-masing adalah

P dan Q, maka P2 : Q2 = X3 : Y3.

e. Galileo Galilei (1546-1642)

Ia menyimpulkan bahwa planet-planet

tidaklah memancarkan cahaya sendiri,

melainkan hanya memantulkan cahaya dari

matahari. Ia juga menemukan bahwa

permukaan bulan sama sekali tidak datar,

melainkan penuh dengan gunung-gunung.

Beberapa pokok penemuan Galileo di luar

bidang astronom yang ditulis dalam

karyanya yang berjudul De Motu dapat

dilihat ringkasannya dalam Mustansyir,

(2001).

5. Zaman Modern (Abad 17-19 M)


Zaman modern ditandai dengan berbagai

penemuan dalam bidang ilmiah. Perkembangan

ilmu pengetahuan menurut Slamet Iman Santoso

(1977 dalam Mustansyir, 2001) sebenarnya

mempunyai tiga sumber yaitu:

a. Hubungan antara kerajaan Islam di

Semenanjung Iberia dangan negara-negara

Perancis. Para Pendeta di Perancis banyak

yang belajar di Spanyol, kemudian mereka

inilah yang menyebarkan Ilmu Pengetahuan

yang diperolehnya itu dilembaga-lembaga

pendidikan di Perancis.

b. Perang Salib (1100-1300) yang terulang

sebanyak enam kali tidak hanya menjadi

ajang peperangan fisik, namun juga

menjadikan para tentara atau serdadu Eropa

yang berasal dari berbagai negara itu

menyadari kemajuan negara-negara Islam,

sehingga mereka menyebarkan pengalaman

mereka di negaranya masing-masing.

c. Pada tahun 1453 Istambul jatuh ketangan

bangsa Turki, sehingga para pendeta atau

sarjana mengungsi ke Itali atau negaranegara


lain. Mereka ini yang menjadi pionirpionir

bagi perkembangan ilmu di Eropa.

Beberapa aliran filsafat yang cukup

mewarnai wacana filsafat pada zaman ini, secara

garis besar dapat dipaparkan untuk memenuhi

khasanah pengetahuan kita, diantaranya adalah

(Mustansyir, 2002):

a. Rasionalisme

Aliran ini berpendapat bahwa sumber

pengetahuan yang memadai dan dapat

dipercaya adalah akal (rasio). Hanya

pengetahuan yang diperoleh melalui akallah

yang memenuhi syarat yang dituntut oleh

sifat umum dan harus mutlak, yaitu syarat

yang dituntut oleh semua pengetahuan

ilmiah. Sedangkan pengalaman hanya dapat

dipakai untuk mengukuhkan kebenaran

pengetahuan yang telah diperoleh melalui

akal. Tokoh-tokoh aliran filsafat

rasionalisme adalah Descartes, Spinoza dan

Leibniz.

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

100 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013


ISSN 0215-9511

b. Empirisme

Para penganut aliran empirisme dalam

berfilsafat bertolak belakang dengan para

penganut aliran rasionalisme. Menurut

penganut empirisme metode ilmu pengetahuan

itu bukanlah bersifat a priori, tetapi a

poteriori. Yang dimaksud dengan metode a

posteriori ialah metode yang berdasarkan atas

hal-hal yang datang atau terjadinya atau

adanya kemudian. Bagi penganut empirisme

sumber pengetahuan yang memadai itu adalah

pengalaman, yang dimaksud pengalaman

disini adalah pengalaman lahir yang

menyangkut dunia dan pengalaman batin yang

menyangkut pribadi manusia. Sedangkan akal

manusia hanya berfungsi dan bertugas untuk

mengatur dan mengelolah bahan-bahan atau

data yang diperoleh dari pengalaman. Pelopor

aliran filsafat Empirisme ini adalah Francis

Bacon, kemudian tokoh-tokoh yang lainnya

adalah Thomas Hobbes, John Locke dan David

Hume.
c. Kritisme

Kritisme adalah sebuah teori

pengetahuan yang berusaha untuk

mempersatukan kedua macam unsur dalam

filsafat rasionalisme dan empirisme dalam

suatu hubungan yang seimbang, yang satu

dengan yang lainnya tidak terpisahkan.

Pengetahuan rasional (analitis a priori)

adalah pengetahuan yang bersifat universal,

tapi tidak memberikan informasi baru.

Sebaliknya pengetahuan empiris (sintetis a

posteriori) dapat memberikan informasi

baru, tetapi kebenarannya tidak universal.

Tokoh yang cukup berjasa dalam aliran ini

adalah Immanuel Kant.

d. Idealisme

Idealisme berpendiran bahwa

pengetahuan adalah proses-proses mental

ataupun proses-proses psikologis yang

sifatnya subyektif. Pengetahuan merupakan

gambaran subyektif tentang kenyataan.

Pengetahuan tidak menggambarkan

kebenaran yang sesungguhnya atau


pengetahuan tidak memberikan gambaran

yang tepat tentang hakikat sesuatu yang

berada diluar pikiran (Mudhofir, 2001).

Tokohnya adalah Fichte, Scelling dan Hegel.

e. Positivisme

Positivisme menyatakan bahwa

kepercayaan-kepercayaan yang dogmatis

harus digantikan dengan pengetahuan

faktawi. Apapun yang berada diluar dunia

pengalaman tidak perlu diperhatikan.

Manusia harus menaruh perhatian pada

dunia ini. Sikap negatif positivisme terhadap

kenyataan yang diluar pengalaman telah

mempengaruhi berbagai bentuk pemikiran

modern, diantaranya: pragmatisme,

instrumentalisme, naturalisme ilmiah dan

behaviorisme (Mudhofir, 2001).

f. Marxisme

Filsafat Marx adalah perpaduan

antara metode dialektika Hegel dan filsafat

Materialisme Feuerbach. Menurut aliran ini

filsafat abstrak harus ditinggalkan, karena

teori, interpretasi, spekulasi dan sebagainya


tidak menghasilkan perubahan dalam

masyarakat. Tokoh pelopornya adalah Karl

Marx yang menghubungkan antara filsafat

dan ekonomi.

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 101

ISSN 0215-9511

6. Zaman Kontemporer (Abad 20 dan

seterusnya)

Tema yang menguasai refleksi filosofis

dalam abad 20 ini adalah pemikiran tentang

bahasa. Pada masa ini tugas filsafat bukanlah

membuat pernyataan-pernyataan tentang sesuatu

yang khusus sebagaimana yang diperbuat para

filsuf sebelumnya, melainkan memecahkan

persoalan yang timbul akibat ketidakpahaman

terhadap bahasa logika (Mustansyir & Munir,

2002).

Perkembangan filsafat abad 20 juga

ditandai olehmunculnya berbagai aliran filsafat,

dan kebanyakan dari aliran itu merupakan

kelanjutan dari aliran-aliran filsafat yang telah

berkembang pada abad modern seperti: neothomisme,


neo-kantianisme, neo-hegelianisme,

neo-marxisme, neo-positivisme dan sebagainya.

Namun demikian ada juga aliran filsafat yang

baru dengan ciri dan corak yang lain sama sekali

seperti: fenomenologi, eksistensialisme,

pragmatisme, strukturalisme dan

postmodernisme (Mustansyir & Munir, 2002).

Tokoh-tokohnya diantaranya adalah

Russell dan Wittgenstein dengan metode analisa

bahasa dengan memilih sikap atau keyakinan

ontologis sebagai alternatif terbaik dalam

aktivitas berfilsafat, Edmund Husserl (1859-

1938) selaku pendiri aliran fenomenologi yaitu

ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang

tampak (Phainomenon), Jean Paul Sartre (1905-

1980) sebagai salah seorang tokoh

eksistensialisme yang membedakan rasio

dialektis dengan rasio analitis, Michel Foucault

(1926-1984) sebagai salah satu tokoh yang cukup

berpengaruh pada aliran filsafat strukturalisme

yang menyatakan bahwa kesudahan manusia

sudah dekat dengan maksud bahwa akan hilang

konsep manusia sebagai suatu kategori


istimewa dlam pemikiran kita, kemudian tokoh

pragmatisme adalah William James (1842-1910)

yang menganggap alirannya sebagai kelanjutan

dari empirisme Inggris akan tetapi bukan upaya

untuk menyusun kenyataan berdasar atas faktafakta

lepas sebagai hasil pengamatan, kemudian

yang terakhir adalah aliran postmodernisme

sebagai trend dari suatu pemikiran yang sangat

popular pada penghujung abad 20, tokohnya

adalah Francois Lyotard (1924) yang menurutnya

modernitas ditandai oleh kisah-kisah besar yang

mempunyai fungsi mengarahkan serta menjiwai

masyarakat modern, mirip dengan mitos-mitos

yang mendasari masyarakat primitif dulu (lihat

Mustansyir & Munir, 2002).

BIDANG GARAPAN FILSAFAT ILMU

Bidang garapan filsafat ilmu terutama

diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi

tiang penyanggah bagi eksistensi ilmu, yaitu: ontologi,

epistemologi dan aksiologi. Ketiga bidang garapan

filsafat ilmu tersebut untuk lebih jelasnya akan

dipaparkan dibawah ini:

1. Ontologi
Menurut Koento Wibosono

Siswomihardjo (2001:) menyatakan bahwa

ontogi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa

hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren

dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak lepas dari

persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana

(yang) ada itu (being sein, het zijn). Paham

monisme yang terpecah menjadi idealisme atau

spiritualisme, paham dualisme, pluralisme

dengan berbagai nuansanya, merupakan paham

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

102 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

ontologik yang pada akhirnya menentukan

pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing

mengenai apa dan bagaimana (yang) ada

sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita

cari.

Menurut Christian Wolf bahwa Ontologi

merupakan bagian dari metafisika atau tepatnya

adalah metafisika umum yang membicarakan

tentang hal yang ada (being). Metafisika adalah

cabang filsafat yang membahas persoalan tentang


keberadaan (being) atau eksistensi (existence).

Klasifikasi metafisika yang diberikan oleh Wolf

adalah sebagai berikut (Mustansyir & Munir,

2002):

a. Metafisika Umum (Ontologi), yang

membicarakan tentang hal ada (being).

b. Metafisika Khusus:

- Psikologi: membicarakan tentang

hakikat manusia.

- Kosmologi: membicarakan tentang

hakikat atau asal usul alam semesta.

- Theologi: membicarakan tentang

hakikat keberadaan Tuhan.

Pertanyaan Immanuel Kant yang

dilontarkan sekitar abad ke-18 dalam karyanya

besarnya Kritik Atas Rasio (apakah metafisika

mungkin?), sampai saat ini masih

menggelisahkan orang. Kant berpendapat bahwa

kalau definisi tradisonal metafisika yakni sebagai

ilmu yang menyelediki tentang yang ada sebagai

yang ada tetap dipertahankan, maka metafisika

jelas tidak mungkin. Menurut Kant, hal ini

disebabkan proporsi-proporsi metafisika tidak


sintetis a priori dan secara metodologis sulit

dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut Kant

mengatakan bahwa bagaimana pun juga

metafisika tetap mungkin kalau kedudukannya

diubah, misalnya menjadi metafisika ilmu,

metafisika moral, metafisika agama, dan lain

sebagainya (Siswanto, 1998:).

Metafisika itu sendiri sebenarnya berusaha

memfokuskan diri pada prinsip dasar yang

terletak pada berbagai pertanyaan atau yang

diasumsikan melalui berbagai pendekatan

intektual. Setiap prinsip dinamakan pertama,

sebab prinsip-prinsip itu tidak dapat dirumuskan

kedalam istilah lain atau melalui hal lain yang

mendahuluinya. Sebagai contoh: istilah Prinsip

Pertama yang dipergunakan Aristoteles

merupakan penjelasan mengenai alam semesta

yakni penggerak yang tidak digerakkan,

dikatakan menjadi sebab dari segala gerak tanpa

dirinya digerakkan oleh hal ada yang lain

(Mustansyir & Munir, 2002). Kebanyakan orang

menyangsikan sifat keilmiahan metafisika ini,

karena sedemikian abstraknya obyek yang


dipelajari.

2. Epistemologi

Menurut Koento Wibosono

Siswomihardjo (2001) menyatakan bahwa

Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan

tatacara menggunakan sarana tersebut untuk

mencapai pengetahuan (ilmiah). Akal, akal budi,

pengalaman, atau kombinasi antara pengalaman

dan akal, intuisi merupakan sarana yang

dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal

adanya model-model epistemologik seperti:

rasionalisme, empirisme, kritisme atau

rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi

dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula

bagaimana kelebihan kelebihan dan kelemahan

sesuatu model epistemologik beserta tolok

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 103

ISSN 0215-9511

ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seperti

teori koherensi, korespondensi, pragmatis, dan

teori intersubyektif.

Menurut Suriasumantri (1995) bahwa


masalah dalam kajian filsafati tersebut adalah

epistemologi, dan landasan epistemologi ilmu

disebut sebagai metode ilmiah. Lebih lanjut

beliau mengatakan bahwa persoalan utama yang

dihadapi oleh tiap epistemologi pengetahuan

pada dasarnya adalah bagaimana mendapatkan

pengetahuan yang benar dengan

memperhitungkan aspek ontologi dan aksiologi

masing-masing. Demikian juga dengan masalah

yang dihadapi epistemologi keilmuan yakni

bagaimana menyusun pengetahuan yang benar

untuk menjawab pemasalahan mengenai dunia

empiris yang akan digunakan sebagai alat untuk

meramalkan dan mengontrol gejala alam.

Persoalan-persoalan penting yang dikaji

dalam epistemologi berkisar pada masalah: asal

usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal

dalam pengetahuan, hubungan antara

pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan

antara pengetahuan dengan kebenaran,

kemungkinan skeptisme universal, dan bentukbentuk

perubahan pengetahuan yang berasal dari

konseptualisasi baru mengenai dunia. Semua


persoalan-persoalan tersebut diatas terkait

dengan pesoalan-persolan penting filsafat lainnya

seperti: kodrat kebenaran, kodrat pengalaman dan

makna (Mustansyir & Munir, 2002).

3. Aksiologi

Istilah aksiologi berasal dari kata axios dan

logos. Axios berarti nilai atau sesuatu yang

berharga, sedangkan logos berarti akal. Axiology

berarti teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,

kriteria, dan status metafisik dari nilai. Dalam

pemikiran filsafat Yunani, studi tentang nilai ini

mengedepankan pemikiran Plato mengenai idea

tentang kebaikan, atau yang lebih dikenal dengan

summum Bonum (kebaikan tertinggi) (Mustansyir

& Munir, 2002:)

Menurut Koento Wibosono

Siswomihardjo (2001) mengatakan bahwa

aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang

bersifat normatif dalam pemberian makna

terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana

kita jumpai dalam kehidupan kita yang

menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan

sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material.


Lebih lanjut beliau katakan bahwa nilai-nilai juga

ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu

conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam

kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian

maupun didalam menerapkan ilmu.

Thomas Aquinas membangun pemikiran

tentang nilai dengan mengidentifikasi filsafat

Aristoteles tentang nilai tertinggi dengan

penyebab final (causa prima)dlam diri Tuhan

sebagai keberadaan kehidupan, keabadian dan

kebaikan tertinggi. Sedangkan Spinoza

memandang nilai yang didasarkan pada

metafisik, berbagai nilai diselidi secara terpisah

dari ilmu pengetahuan. Runes sendiri

menyatakan bahwa ada empat faktor yang

merupakan problem utama dari aksiologi yaitu

(Mustansyir & Munir, 2002):

a. Kodrat nilai berupa problem mengenai:

apakah nilai itu berasal dari keinginan,

kesenangan, kepentingan, preferensi,

keinginan rasio murni, pemahaman

mengenai kualitas tersier, pengalaman

sinoptik kesatuan kepribadian, berbagai


Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

104 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

pengalaman yang mendorong semangat

hidup, relasi benda-benda sebagai sarana

untuk mencapai tujuan atau konsekuensi

yang sungguh-sungguh dapat dijangkau.

b. Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan

pandangan antara nilai intrinsik, ukuran

untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilainilai

instrumental yang menjadi penyebab

(baik barang-barang ekonomis atau

peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilainilai

instrinsik.

c. Kriteria nilai artinya ukuran untuk menguji

nilai yang dipengaruhi sekaligus oleh teori

psikologi dan logika.

d. Status metafisik nilai mempersoalkan

tentang bagaimana hubungan antara nilai

terhadap fakta-fakta yang diselidiki melalui

ilmu-ilmu kealaman, kenyataan terhadap

keharusan, pengalaman manusia tentang

nilai pada realitas kebebasan manusia.


PENGEMBANGAN FILSAFAT ILMU DALAM

PENELITIAN PSIKOLOGI UNTUK MENCIPTAKAN

SARJANA-SARJANA PSIKOLOGI YANG

ANDAL DAN BERKUALITAS

Pengenalan Psikologi Sebagai Tinjauan Historis

Apa yang dimaksud dengan psikologi

merupakan pertanyaan yang cukup mendasar. Ditinjau

dari segi ilmu bahasa, perkataan psikologi merupakan

naturalisasi dari kata psychology. Psikologi berasal

dari kata psyche yang diartikan dengan jiwa, dan

perkataan logos yang diartikan ilmu atau ilmu

pengetahuan (science). Sehingga psikologi dapat

diartikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai jiwa

atau ilmu jiwa (Diahsari, 2001; Walgito, 2001:).

Pengertian ini tentunya membuat beberapa ahli

kurang sependapat bahwa pengertian psikologi itu

benar-benar sama dengan ilmu jiwa. Hal ini

dikemukakan oleh Gerungan (1966 dalam Walgito,

2001) sebagai berikut:

Arti kedua istilah tersebut menurut isinya

sebenarnya sama, sebab kata psychology itu

mengandung kata psyche, yang dalam bahasa Yunani

berarti Jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan


dengan kata ilmu, sehingga istilah ilmu jiwa itu

merupakan terjemahan belaka dari istilah psychology.

Walaupun demikian, kami pergunakan kedua istilah

dengan berganti-ganti dan dengan kesadaran adanya

perbedaan yang jelas dalam artinya sebagai berikut:

1. Ilmu jiwa itu merupakan istilah bahasa Indonesia

sehari-hari dan yang dikenal tiap-tiap orang,

sehingga kami pun menggunakannya dalam

artinya yang luas dan telah lazim dipahami orang.

Sedangkan kata psychology itu merupakan istilah

scientific, sehingga kami pergunakan untuk

menunjukkan kepeda pengetahuan ilmu jiwa

yang bercorak ilmiah tertentu.

2. Ilmu jiwa kami pergunakan dalam arti yang lebih

luas daripada istilah psychology. Ilmu jiwa

meliputi juga khayalan dan spekulasi mengenai

jiwa itu. Psychology meliputi ilmu pengetahuan

mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis

dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi

syarat-syarat seperti yang dimufakati sarjanasarjana

psychology pada jaman sekarang ini.

Istilah ilmu jiwa menunjukkan kepada ilmu jiwa

pada umumnya, sedangkan istilah psychology


menunjukkan ilmu jiwa yang ilmiah menurut

norma-norma ilmiah modern. Dengan demikian

kiranya agak jelas, bahwa apa saja yang kami

sebut ilmu jiwa itu belum tentu psychology, tetapi

psychology itu senantiasa juga ilmu jiwa.

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 105

ISSN 0215-9511

Psikologi sebagai suatu ilmu merupakan ilmu

yang relatif masih muda dibanding dengan ilmu-ilmu

yang lain. Psikologi sebenarnya baru berkembang

sekitar akhir abad ke-19 sebagai anak kandung dari

fisafat dan fisiologi eksperimental (Hall & Lindzey,

1993). Psikologi merupakan salah satu macam ilmu

dari berbagai macam ilmu yang ada. Sebagai suatu

ilmu, psikologi mempunyai: (1) obyek tertentu, (2)

metode penyelidikan tertentu, (3) sistematika yang

teratur sebagai hasil pendekatan terhadap obyeknya,

(4) sejarah tertentu (Walgito, 2001: hal. 4).

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas

tentang apa pengertian dari psikologi itu, maka Bimo

Walgito (2001) merangkum beberapa pendapat dari

beberapa ahli mengenai pengertian dari psikologi


tersebut, diantaranya adalah:

1. Menurut Wundt menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan psikologi adalah the science

of human consciousness. Dari pengertian tersebut

tersirat bahwa pengertian psikologi terbatas pada

manusia, dan membatasi pada hal-hal yang

disadari saja.

2. Sartain, dkk menyatakan bahwa psikologi

merupakan the science of human behavior. Akan

tetapi penelitian Sartain, dkk tidak membatasi

penelitiannya pada manusia saja, akan tetapi

penelitiannya juga diarahkan pada hewan untuk

mengetahui perilaku manusia.

3. Morgan, dkk menyatakan bahwa psikologi

merupakan the science of human and animal

behavior, namun pengetrapan ilmu itu adalah

pada manusia.

4. Branca memandang bahwa psikologi itu

merupakan ilmu perilaku (the scince of behavior).

Dari pengertian-pengertian tersebut diatas,

dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi

merupakan ilmu tentang perilaku atau aktivitasaktivitas,

dan perilaku atau aktivitas-aktivitas tersebut


merupakan manifestasi dari kehidupan kejiwaan dan

aktivitas dalam arti yang luas seperti: aktivitas

motorik, kognitif dan emosional.

Pertautan antara Psikologi dan Filsafat Ilmu

Fisafat sebagai suatu bidang pengetahuan telah

berusia lama. Berabad-abad sebelum Masehi,

Tiongkok dan India menunjukkan kemampuan

kebudayaannya yang besar, semua itu mencerminkan

keunggulan pemikiran kefilsafatan yang ada.

Kemudian lahirlah kebudayaan Yunani Kuno

menyusul kebesaran Asia, ia tampil dalam

kompetensinya sebagai akar-akar kebudayaan barat.

Ahli pikir seperti Plato, Aristoteles dan Pythagoras

adalah tokoh-tokoh filsafat yang bertahan lama

sebagai idola dalam perspektif filsafat barat klasik.

Beberapa asas pemikiran mereka pun sampai sekarang

masih senantiasa mengisi agenda perkualiahan para

mahasiswa-mahasiswa ilmu sosial utamanya

psikologi.

Pada kenyataannya, filsafat yang

diperbincangkan sering diwarnai oleh perdebatan

yang cukup alot utamanya kedua kelompok yaitu

filsafat kritis dan fisafat spekulatif (psikologi


metafisik). Filsafat spekulatif secara khusus

membahas tentang jiwa manusia. Dalam

perkembangannya, aliran ini lepas dari kandungan

filsafat dan mentransformasikan diri kedalam

psikologi. Namun keterpisahan ilmu psikologi dari

filsafat bukan berarti tidak ada korelasi antara

keduanya, seperti psikologi dengan filsafat psikologi

dalam artian filsafat ilmu (Sutrisno, 1994).

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

106 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

Dalam perbincangan psikologi metafisik

dijelaskan apa dan siapa manusia dalam konsentrasi

telaah akan jiwa. Dengan kata lain akan bisa

dimengerti apakah hakekat jiwa manusia itu. Banyak

teori filsafat menerangkan hal itu, seperti: Filsafat

Plato yang mengatakan bahwa jiwa tidak ada

hubungannya dengan badan, jiwa memiliki kehidupan

sendiri dalam alam diatas keindraan; Filsafat

Aristoteles yang membedakan banyak jiwa yaitu: jiwa

vegetatif, jiwa animal dan jiwa yang berfikir; Filsafat

Descartes yang melihat badan dan jiwa (hal fisis dan

hal psikis) sebagai dua substansi yang mempunya sifat


heterogen. Sifat utama dari badan adalah sifat ruang

dan sifat utama dari jiwa adalah fikir (Kohnstamm &

Palland, 1984).

Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Louis

O. Kattsoff (dalam Sutrisno, 1994) meliputi: (1) teori

yang memandang jiwa sebagai substansi yang terpisah

dengan substansi yang lain, (2) teori yang memandang

jiwa sebagai pemeran atau pelaku dalam proses

kegiatan-kegiatan, (3) teori yang memandang jiwa

sebagai proses itu sendiri secara organis, (4) teori yang

menyintesakan jiwa dengan tingkah laku.

Rene Descartes di abad ke-16 yang memandang

jiwa sebagai substansi tersendiri lain dari badan, yang

menurutnya hakekat jiwa adalah pemikiran, sementara

hakekat badan adalah keluasan. Sedangkan James B.

Pratt (dalam Sutrisno, 1994) menegaskan bahwa

hubungan antara jiwa dan badan itu amatlah rumit

dan berbeli-belit, karena cukup sukar untuk

menjelaskan apa dan siapa manusia dari segi

eksplanasi akan jiwa. Penjelasan James B. Pratt itulah

yang mempengaruhi psikologi dalam

perkembangannya sebagai ilmu, dimana tidak lagi

dirumuskan sebagai ilmu jiwa, akan tetapi lebih


sebagai penyelidikan mengenai tingkah laku.

Sesuai dengan perkembangan penelitian dari

waktu ke waktu, psikologi mengalami

penyempurnaan. Berbagai penelitan telah dilakukan

oleh para ahli untuk mengetahui sejauh mana peranan

psikologi dalam khasanah kajian keilmuan. Demikian

pula halnya dengan filsafat ilmu, yang mengarahkan

pandangannya pada startegi pengembangan ilmu yang

menyangkut etik dan heuristik, bahkan sampai pada

dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja

kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti

maknanya bagi kehidupan umat manusia. Kajiankajian

psikologi yang membahas tentang sikap dan

perilaku manusia, cukup dihiasi oleh pengaruhpengaruh

pandangan pemikir filsafat yang tidak lain

juga telah mempengaruhi telaah keilmuan dari filsafat

ilmu. Sebagai contoh obyek kajian dalam filsafat ilmu

yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi juga

banyak dibicarakan dalam kajian ilmu psikologi.

Seperti model-model epistemologi dalam filsafat ilmu

(rasionalisme, empirisme, kritisme, positifisme, dan

fenomenologi) juga banyak dibahas dalam aliranaliran

psikologi yang cukup berpengaruh dalam arah


pemikiran para ahli dalam bidang kajian keilmuannya.

PERSPEKTIF DAN METODE-METODE YANG

DIGUNAKAN DALAM KAJIAN PSIKOLOGI

Perspektif Psikologi

Akar dari psikologi modern dapat ditelusuri

pada abad ke-5 dan ke-4 SM. Para ahli filsafat Yunani

yang terkenal, seperti Socrates, Plato dan Aristoteles

mengajukan suatu pertanyaan dasar tentang

kehidupan mental. Contohnya: apakah orang

merasakan realita secara benar? Apakah kesadaran

itu? Apakah orang secara bawaan rasional atau

irrasional? Apakah orang mampu memilih secara

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 107

ISSN 0215-9511

bebas? Pertanyaan-pertanyaan tersebut berhadapan

dengan sifat proses pikiran (mind) dan mental yang

merupakan prakursor untuk perspektif kognitif.

Menjelang abad ke-20, psikologi lmiah mulai

dilahirkan. Gagasan mendasar dibalik kelahirannya

adalah bahwa pikiran dan perilaku, seperti planet atau

zat kimia atau organ manusia dapat menjadi subyek

analisis ilmiah. Artinya, dengan secara sistematis


memvariasikan situasi yang dipresentasikan pada

manusia, pikiran dan perilaku mereka dapat dianalisis

menjadi komponen-komponen yang lebih dasar.

Kelahiran psikologi melibatkan percampuran

pertanyaan filosofi dan metode fisiologi, tetapi

pendekatan tersebut cukup berbeda satu sama lainnya

dan muncul sebagai perspektif kognitif dan biologis

dari psikologi (Atkinson, et al., 1996).

Beberapa perspektif psikologi secara garis

besar akan dijelaskan dibawah ini (Atkinson, et al.,

1996: hal. 22-29):

a. Perspektif Biologis

Menurut perspektif ini bahwa pada

dasarnya semua peistiwa psikologis berkaitan

dengan otak dan sistem saraf. Pendekatan

biologis untuk mempelajari manusia dan spesis

lain berupaya mengkaitkan perilaku yang terlihat

terhadap peristiwa listrik dan kimiawi yang

terjadi didalam tubuh, terutama didalam otak dan

sistem saraf. Pendekatan ini mencoba

menentukan proses neurobiologi yang mendasari

perilaku dan proses mental. Perspektif biologis

juga menghasilkan perkembangan dalam


penelitian belajar dan memori. Perspektif

biologis juga mencapai keberhasilan dalam

mempelajari motivasi dan emosi, terutama pada

spesis lain, hal tersebut cukup memberikan

beberapa penjelasan mengenai kontribusi biologi

pada motif dan emosi manusia.

b. Perspektif Perilaku

Pendekatan perilaku memberikan

kontribusi pada ahli psikologi untuk mempelajari

individu dengan melihat pada perilakunya

ketimbang otak dan sistem sarafnya. Pandangan

bahwa perilaku harus menjadi satu-satunya

masalah utama dalam psikologi pertama kali

diajukan oleh seorang ahli psikologi Amerika,

John B. Watson pada awal tahun 1990-an.

Behaviorisme telah membantu membentuk

perjalanan psikologi selama separuh pertama

abad ini. Salah satu cabang dari behaviorisme

adalah psikologi Stimulus-Respons (S-R)

mempelajari stimuli yang relevan di lingkungan,

respons yang ditimbulkan oleh stimuli tersebut,

dan hadiah atau hukuman yang terjadi setelah

respons tersebut.
c. Perspektif Kognitif

Penelitian modern tentang kognisi

didasarkan pada asumsi bahwa: (1) hanya dengan

mempelajari proses mental kita dapat sepenuhnya

memahami apa yang dilakukan oleh suatu

organisme, (2) kita dapat mempelajari proses

mental secara obyektif dengan memfokuskan

pada perilaku spesifik, sama seperti yang

dilakukan oleh ahli perilaku, tetapi

mengintepretasikannya dalam kaitan proses

mental dasar. Analisis kognitif juga dapat

digunakan dalam penelitian obesitas dan agresi.

d. Perspektif Psikoanalitik

Konsep psikoanalitik tentang perilaku

manusia dikembangkan oleh Sigmund Freud di

Eropa. Freud mengkombinasikan antara kognisi

kesadaran, persepsi, dan memori dengan gagasan

tentang instink yang didasarkan secara biologis

untuk menghasilkan teori baru tentang perilaku

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

108 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

manusia. Asumsi dasar teori Freud adalah bahwa


sebagian besar perilaku manusia berasal dari

proses bawah sadar. Dengan proses bawah sadar

dimaksudkan bahwa keyakinan, rasa takut, dan

keinginan yang tidak disadari dalam diri

seseorang tetap mempengaruhi perilakunya.

f. Perspektif Fenomenologi

Perspektif fenomenologi memfokuskan

hampir sepenuhnya pada pengalaman subyektif.

Perspektif ini berhubungan dengan pandangan

pribadi seseorang individu terhadap sust peristiwa

fenomenologi individual. Ahli psikologi

fenomenologi lebih berkeinginan menjelaskan

kehidupan dalam diri dan pengalaman individual

ketimbang dengan mengembangkan teori atau

memperkirakan perilaku. Sebagian teori

fenomenologikal dinamakan humanistik karena

mereka menekankan kualitas yang membedakan

manusia dari hewan, sebagai contoh adalah

dorongan kearah aktualisasi diri.

Metode-Metode Dalam Psikologi

Beberapa metode yang sering digunakan dalam

Psikologi antara lain adalah (Sarwono, 1995, dalam

Diahsari, 2001:; Atkinson, et al., 1996:):


a. Metode Ekperimental

Biasanya dilakukan dilakukan

dilaboratorium dengan membuat perubahan

tertentu pada situasi seperti yang

diinginkan.disini seorang peneliti dapat

mengendalikan variabel tertentu (variabel bebas)

untuk melihat akibatnya terhadap variabel

tergantung (Diahsari, 2001). Atkinson (1996:)

sendiri membagi metode eksperimental ini

kedalam beberapa hal yaitu: kontrol variabel,

rancangan eksperimen, dan pengukuran.

b. Metode Observasi

Dilakukan dilapangan tanpa ada campur

tangan peneliti. Peneliti hanya memilih kapan

waktu yang tepat, apakah pagi, siang, sore atau

pada saat musim tertentu. Lokasi observasi juga

tinggal ditentukan, kemudian peneliti hanya

bertugas mengamati saja situasi yang terjadi

dilapangan (Diahsari, 2001). Atkinson (1996)

membagi observasi tersebut kedalam tiga bagian

yaitu: observasi langsung, metode survei dan

riwayat kasus)

c. Metode Korelasional
Metode korelasional digunakan untuk

menentukan apakah suatu variabel yang tidak

dapat kita kendalikan adalah berhubungan

(berkorelasi) dengan variabel lain yang

dimaksud. Atkinson (1996) melihat beberapa hal

dalam metode korelasional tersebut yaitu:

perbedaan yang terjadi secara alami, koofisien

korelasi dan hubungan sebab akibat.

MENCIPTAKAN SARJANA PSIKOLOGI YANG

ANDAL DAN BERKUALITAS MELALUI

SARANA BERPIKIR ILMIAH

Berpikir merupakan ciri utama bagi manusia

dan untuk membedakannya dengan makhluk lain.

Dasar berfikir dari manusia ini dapat mengubah

keadaan alam sejauh akal dapat memikirkannya.

Berfikir disebut juga sebagai proses bekerjanya akal,

manusia dapat berfikir karena manusia berakal. Oleh

karena itu akal merupakan intinya dari berfikir.

Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat

yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai

langkah yang harus ditempuh. Oleh karena itu

sebelum mempelajari sarana-sarana berfikir ilmiah,

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......


Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 109

ISSN 0215-9511

seyogyanya harus telah menguasai langkah-langkah

dalam kegiatan ilmiah. Bagi sarjana psikologi, untuk

menjadi seorang ilmuan yang handal dan berkualitas

harus menempuh jalan ini, karena dengan jalan ini

maka seorang ilmuan akan sampai pada hakikat sarana

yang sebenarnya bagi suatu ilmu.

Sarana berfikir ilmiah mutlak perlu dipelajari

dan dikuasai bagi sarjana-sarjana psikologi yang ingin

menjadi ilmuan, karena sarana berpikir ilmiah

merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan

untuk mengembangkan materi pengetahuannya

mengenai psikologi berdasarkan metode-metode

ilmiah. Sarana berpikir ilmiah menurut Bakry (2001)

pada dasarnya ada tiga yaitu: (1) bahasa ilmiah, (2)

logika dan matematika, (3) logika dan statistika.

Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat komunikasi

untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses

berpikir ilmiah. Logika dan matematika mempunyai

peranan penting dalam berpikir deduktif sehingga

mudah diikuti dan dilacak kembali kebenarannya.

Sedangkan logika dan statistika mempunyai peranan


penting dalam berpikir induktif untuk mencari

konsep-konsep yang berlaku umum.

Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang

mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara

teknis dan tata langkah untuk memperoleh

pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan

yang telah ada. Metode secara etimologis berasal dari

kata Yunani yaitu meta yang berarti sesudah dan hodos

yang berarti jalan. Jadi metode berarti langkahlangkah

yang diambil, menurut urutan tertentu, untuk

mencapai pengetahuan yang benar yaitu sesuatu

tatacara, teknik, atau jalan yang telah dirancang dan

dipakai dalam proses memperoleh pengetahuan jenis

apapun, baik pengetahuan humanistik dan historis,

ataupun pengetahuan filsafat dan ilmiah (Bakker,

1988, dalam Soeprapto, 2001).

Pemikiran ilmiah merupakan suatu jenis

pemikiran khusus yang mencakup sekumpulan asumsi

dan kepercayaan, asas dan sudut tinjauan, ajaran dan

arah serta ciri-ciri tersendiri. Menurut Conant bahwa

cara berpikir yang ilmiah menuntut kebiasaan

menghadapi kenyataan dengan tidak berprasangka

oleh konsepsi-konsepsi sebelumnya. Pengamatan


cermat dan ketergantungan pada eksperimeneksperimen

adalah asas-asas penuntun. Sudut-sudut

tinjauan dalam berpikir ilmiah ialah dari segi

kuantitatif saja atau tinjauan abstrak ataupun

pandangan mekanis atomistik terhadap suatu

kebulatan (Gie, 1984) yang dalam psikologi paham

ini dianut oleh psikologi gestalt.

Pemikirin ilmiah juga merupakan pemikiran

yang teratur, tertib dan metodis yang mempunyai dua

ciri utama yaitu arah dan kontrol. Hubunganhubungan

dalam pemikiran ilmiah tidaklah sematamata

asosiatif saja, melainkan terutama bersifat logis.

Sebagai akibat selanjutnya, pemikiran ilmiah

memberikan arah-arah tertentu kepada pandangan

hidup manusia seperti: semangat optimisme dan

orientasi kearah kemajuan atau masa depan dan

bukannya pada masa lampau. Pada akhirnya

pemikiran ilmiah itu terarah kepada suatu tujuan

utama yang dikenal sebagai pengendalian atas alam

(the control of nature) (Gie, 1989).

Berpangkal pada hasrat kognitif dan kebutuhan

intelektual, manusia melakukan rangkaian pemikiran

dan kegiatan rasional yang kemudian melahirkan


ilmu. Menurut Bernard Barber (dalam Gie, 1984)

menyatakan bahwa benih ilmu dalam masyarakat

manusia terletak di dalam usaha manusia yang tak

henti-hentinya dan asli pembawaannya untuk

memahami dan menguasai dunia tempat ia hidup

dengan menggunakan pemikiran dan aktivitas

rasional. Pemikiran rasional ialah pem,ikiran yang

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

110 Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013

ISSN 0215-9511

mematuhi kaidah-kaidah logika, baik logika

tradisional maupun logika modern.

Menurut Poespoprodjo (1997) menyatakan

bahwa ilmu dan terapannya yang disebut teknologi,

akan terus maju dan bukan mustahil kita akan

terbutakan oleh prestasi-prestasinya yang hebat, dan

tidak tahu kemana juntrungnya kita sebagai manusia

ini akan dibawa. Oleh karena itu filsafat ilmu

dipandang perlu mendapatkan tempat yang

meyakinkan dalam kurikulum universiter bukan untuk

melahirkan dagangan, akan tetapi karena ia

merupakan syarat mutlak praktek dan pengelolaan

ilmu yang semestinya, dan defacto merupakan satu


kondisi penting bagi realisasi masyarakat ilmuan.

KESIMPULAN

1. Filsafat merupakan induk dari segala ilmu

pengetahuan yang menghasilkan berbagai

disiplin ilmu yaitu diantaranya filsafat ilmu dan

psikologi. Oleh karena itu filsafat ilmu dan

psikologi tidak bisa begitu saja lepas dari

pengaruh-pengaruh pemikiran filsafati.

2. Dalam Pengembangan ilmu psikologi harus

berbangkal pada metode ilmiah dan pemikiran

ilmiah agar dapat menghasilkan psikolog-psikolog

yang profesional dan handal dalam bidangnya.

3. Para sarjana-sarjana utamanya sarjana psikologi

yang mendalami atau mengerti tentang filsafat ilmu

diharapkan dapat lebih kritis dalam merumuskan

dan memahami konteks suatu masalah, karena

itulah tujuan dari filsafat ilmu yang sebenarnya.

Hal itu diharapkan dapat menghasilkan dalil-dalil,

konsep-konsep, hipotesisi-heipotesis dan teori-teori

baru dalam pengembangan ilmu psikologi dimasa

yang akan datang.

4. Peranan filsafat ilmu memang begitu besar dalam

mewarnai perkembangan ilmu pengetahuan,


karena filsafat ilmu sebagai anak dari filsafat

telah memberikan arah, petunjuk dan bahkan

melahirkan suatu kegiatan-kegiatan yang bersifat

ilmiah.

5. Filsafat ilmu harus mendapatkan ruang dan

tempat dalam kurikulum universitas, karena

filsafat ilmu merupakan syarat mutlak praktek

dan pengolahan ilmu yang semestinya bagi

masyarakat ilmuan.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R.L., et al. 1996. Pengantar Psikologi, Jilid

Satu, Edisi Kesebelas, dialih bahasakan oleh Dr.

Widjaja Kusuma dengan judul asli Introduction

to Psichology, 11th.ed., Batam: Penerbit

Interaksara.

Bakry, N. Ms. 2001. Sarana Berpikir Ilmiah, dalam

dalam Filsafat Ilmu Sebagai Dasar

Pengembangan Ilmu Pengetahuan, yang disusun

oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat

UGM, Yogyakarta: Penerbit LIBERTY.

Beerling., et al. 1985. Pengantar Filsafat Ilmu

Pengetahuan, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia.

Diahsari, E.Y. 2001. Pengantar Psikologi


Lingkungan, diterbitkan untuk kalangan terbatas

oleh Lembaga Penerbitan Universitas Ahmad

Dahlan Yogyakarta.

Gie, L.T. 1984. Konsepsi Tentang Ilmu, diterbitkan

oleh Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi.

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Magistra No. 86 Th. XXV Desember 2013 111

ISSN 0215-9511

Hall, C.S & Lindsey, G. 1993. Teori-Teori

Psikodinamik (Klinis); Psikologi Kepribadian 1,

diterjemahkan oleh Yustinus yang disunting oleh

A. Supratiknya dengan judul asli Theory Of

Personality, Yogyakarta: Penerbit KANISIUS.

Joesoef, D. 1986. Pancasila, Kebudayaan dan Ilmu

Pengetahuan, dalam Makalah Kunci yang

Disampaikan Dalam Forum Seminar Nasional,

dengan judul Pancasila Sebagai Orientasi

Pengembangan Ilmu, Diselenggarakan Oleh

Fakultas Filsafat UGM Pada Tanggal 3-4

September 1986.

Kohnstamm & Palland, B.G. 1984. Sejarah Ilmu Jiwa,

yang disadur oleh F.S. Juntak, Penerbit CV.

Jemmars.
Mudhofir, A. 2001. Pengenalan Filsafat, dalam

Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan

Ilmu Pengetahuan, yang disusun oleh Tim Dosen

Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM,

Yogyakarta: Penerbit LIBERTY.

Mustansyir, R. 2001. Sejarah Perkembangan Ilmu,

dalam Filsafat Ilmu Sebagai Dasar

Pengembangan Ilmu Pengetahuan, yang disusun

oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat

UGM, Yogyakarta: Penerbit LIBERTY.

Mustansyir, R & Munir, M. 2002. Filsafat Ilmu,

Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Poespoprodjo, W. 1997. Aktualisasi Filsafat Ilmu

Ke Arah Kemasakan Praktek dan Pengelolaan

Ilmu, dalam Baharuddin Salam: Logika Materiil

(Filsafat Ilmu Pengetahuan), Jakarta: Penerbit

PT. RINEKA CIPTA.

Rapar, J.H. 1996. Pengantar Filsafat, Yogyakarta:

Penerbit KANISIUS.

Siswanto, J. 1998. Sistem-Sistem Metafisika Barat

dari Aristoteles Sampai Derrida, Yogyakarta:

Penerbit PUSTAKA PELAJAR.

Siswomihardjo, K.W. 2001. Ilmu Pengetahuan


Sebuah Sketsa Umum Mengenai Kelahiran dan

Perkembangannya Sebagai Pengantar Untuk

Memahami Filsafat Ilmu, dalam Filsafat Ilmu

Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pengetahuan, yang disusun oleh Tim Dosen

Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM,

Yogyakarta: Penerbit LIBERTY.

Soeprapto, S. 2001. Metode Ilmiah, dalam dalam

Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan

Ilmu Pengetahuan, yang disusun oleh Tim Dosen

Filsafat Ilmu, Fakultas Filsafat UGM,

Yogyakarta: Penerbit LIBERTY.

Suriasumantri, J.S. 1995. Filsafat Ilmu Sebuah

Pengantar Populer, Jakarta: Penerbit Pustaka

Sinar Harapan.

Sutrisno, S. 1994. Antara Filsafat dan Psikologi, dalam

Majalah Basis, Februari-1994-XLIII-No. 2

Van Melsen, A.G.M. 1985. Ilmu Pengetahuan dan

Tanggung Jawab Kita, dengan judul asli

Wetenschap en Verantwoordelijkheid (1968)

yang diterjemahkan oleh Dr. K. Bertens, Jakarta:

Penerbit PT. Gramedia.

Walgito, B. 2001. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar),


Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Peran Filsafat Ilmu Bagi Pengembangan Psikologi .......

Anda mungkin juga menyukai