Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah


Seminar Topik Pilihan

DosenPembimbing :
Nuram Mubina, M.Psi, Psikolog

Disusun Oleh :

Nita Ginnaty Fau


16416273201074
PS16 A

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG
2019 – 2020
PENGARUH PERSEPSI DAN KEPUASAN WARNA KULIT TERHADAP
HARGA DIRI PADA MAHASISWI UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN
KARAWANG

Nita Ginnaty Fau

Fakultas Psikologi Universitas Buana Perjuangan


Ps16.nitafau@mhs.ubpkarawang.ac.id

ABSTRAK

Berangkat dari steorotip wanita di era ini yang menganggap bahwa kulit putih berarti
cantik dan menjadi dambaan kebanyakan wanita sehingga banyak wanita yang
membeli produk kecantikan dengan klaim dapat memutihkan kulit, hal itu
memungkinkan mereka mendapatkan kepuasan tersendiri. Banyak yang memiliki
persepsi bahwa warna kulit yang putih dapat meningkatkan rasa percaya diri, akibatnya
bagi wanita yang terlahir dengan warna kulit gelap akan memiliki kepercayaan diri
yang rendah sehingga dapat mempengaruhi harga dirinya. Hal ini berkaitan dengan
persepsi diri, yaitu proses pemaknaan dan pengetahuan diri sendiri. Jika seseorang
mempersepsikan warna kulitnya negatif maka dia akan dengan mudah
mempersepsikan negatif pula terhadap orang lain yang memiliki warna kulit yang
sama. Kepuasan hidup secara dapat diartikan sebagai penilaian terhadap kehidupan
secara umum dan bagian-bagian spesifik kehidupan individu salah satunya adalah
kepuasan diri sendiri. Pemahaman tentang diri sendiri dapat mempengaruhi penilaian
kita terhadap orang lain juga. Seseorang yang merasa puas dengan dirinya sendiri
termasuk dengan warna kulitnya akan memiliki indikator kesejahteraan secarfa psikos.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh persepsi dan kepuasan
warna kulit terhadap harga diri mahasiswi. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian non-eksperimental. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah nonprobability sampling dangen teknik pengambilan sampel
kuota. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswi Universitas Buana Perjuang
Karawang angkatan 2016, 2017, 2018, 2019. Jumlah sampel penelitian adalah 150
responden. Variabel independen yaitu persepsi dan kepuasan warna kulit, sedangkan
variabel dependen adalah harga diri. Data dikumpulkan dengan menggunakan
kuisioner. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji normalitas, uji linieritas
dan uji hipotesis.

Kata Kunci : Warna Kulit, Persepsi, Kepuasan, Harga Diri


BAB I

1.1 Latar Belakang


Warna kulit merupakan salah satu identitas bagi manusia, termasuk kita dapat
juga mengingat seseorang dari warna kulitnya. Pada dasarnya manusia akan lebih
percaya diri apabila menerima seutuhnya keadaan dirinya baik fisik maupun psikis.
Rosenberg (dalam Rahmatia & Yuniar, 2012) menyebutkan salah satu aspek
penghargaan diri adalah penerimaan diri dimana fisik merupakan salah satu
dimensinya. Warna kulit termasuk dalam keadaan fisik individu, jika individu
menerima apa yang menjadi warna kulitnya maka dia akan memiliki penghargaan diri
yang bagus, namun tidak semua individu dapat melakukan hal itu karena dalam
kenyataannya warna kulit dapat mempengaruhi beberapa hal misalnya, kecantikan,
strata sosial, pekerjaan, identitas sosial dan masih banyak lagi. Orang dari berbagai
benua dengan bermacam-macam etnis mengartikan bahwa kulit putih identik dengan
kecantikan, keberuntungan, derajat dan pendidikan yang lebih tinggi. (Tran etal.,
2017). Sebaliknya dengan warna kulit gelap lebih sulit dalam mencari pekerjaan
dibandingkan dengan seseorang dengan kulit putih (Derous, Pepermans and Ryan,
2017).
Penelitian terkait warna kulit pernah dilakukan terhadap bebera negara dengan
hasil yang beragam diantaranya yaitu, di India wanita cantik disebut-sebut yang
memiliki warna kulit putih hal ini buktikan dengan penjualan produk pemutih kulit di
negara tersebut berada di atas $200m. India adalah salah satu negara dengan penjualan
produk pemutih kulit terbesar di dunia dengan presentase 60-65%, dengan usia
konsumen wanitanya berumur antara 16-35 tahun. Selain itu warna kulit masih menjadi
salah satu penentu status sosial hal ini disebabkan karena India termasuk negara pasca-
kolonial yang mana pada saat masa penjajahan dulu orang kulit putih dianggap yang
paling tinggi stratanya dan juga kaya dan hal itu mempengaruhi pola pikir masyarakat
India hingga saat ini (Baiq, 2017). Kemudian ada penelitian di Meksiko yang
menyimpulkan bahwa identitas sosial dan steorotip warna kulit mempengaruhi aspirasi
dan kinerja anak muda, efek dari hal itu sendiri dapat mulai diperhatikan pada remaja
usia 13 dan 15 tahun di negara tersebut (Campos, 2018). Di Afrika ada penelitian
tentang warna kulit dan hubungannya dengan kepuasan tubuh dan harga diri yang
mengeksplorasi persimpangan antara citra tubuh dan pengalaman sosiokultural
perempuan diaspora Afrika. Hasil penelitian menunjukkan efek yang signifikan untuk
etnis dan status pekerjaan pada ketidakpuasan tubuh, kepuasan warna kulit, dan harga
diri. Analisis lanjutan mengungkapkan bahwa wanita Afro-Karibia adalah yang paling
puas dengan bentuk tubuh mereka, wanita biracial paling puas dengan warna kulit
mereka, dan wanita yang mengidentifikasi diri sebagai profesional memiliki harga diri
tertinggi. Beberapa studi pemutihan kulit dan harga diri juga dilakukan untuk melihat
apakah orang Jamaika yang memutihkan kulit mereka mengalami kebencian terhadap
diri mereka. Studi-studi ini melaporkan bahwa para peserta dalam kelompok yang
memutihkan kulit memiliki skor harga diri rata-rata yang sama dengan kelompok
peserta yang sebanding yang tidak memutihkan kulit mereka. Studi-studi ini
menyangkal tesis kebencian diri dan menyarankan bahwa kita perlu melihat cara orang-
orang yang berbicara tentang alasan-alasan pada budaya yang memengaruhi mereka
untuk mengubah kulit hitam mereka (Mucherah, 2013).
Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa yang memiliki warna kulit
berbeda-beda. Jika di India banyak yang beranggapan bahwa warna kulit putih
melambangkan strata sosial yang tinggi, maka di Indonesia tidak beda jauh. Secara
umum kulit putih saat ini menjadi patokan ideal orang Indonesia dan mengeser
idealisme warna kulit Indonesia yang berwarna sawo matang (Yulianto, 2007). Hal ini
diperkuat karena ada anggapan bahwa warna kulit putih identik dengan citra perkotaan
dan warna kulit gelap identik dengan citra pedesaan. Akibatnya banyak sekali wanita
yang ingin merubah warna kulitnya menjadi lebih putih. Mayoritas wanita
menginginkan kulit putih disebabkan karena tuntutan karir, tekanan sosial, menarik
lawan jenis, dan citra tubuh (Cuny and Opaswongkarn, 2017). Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang dapat menerima keadaan dirinya maka
harga dirinya bisa dikatakan bagus di sisi lain juga jika individu berfikir positif dengan
apa yang dimiliki dirinya maka dia memiliki tingkat kepuasan hidup yang bagus.
Karena kepuasan hidup tergantung dari seberapa baik individu menilai secara obyektif
kehidupannya dengan menilai domain yang lebih positif, kepuasan hidup juga
merupakan jumlah total dari persepsi individu terhadap berbagai aspek hidupnya dalam
keluarga, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya dan merupakan ukuran
gabungan yang terdiri dari fisik, mental, dan kesejahteraan sosial (Ria, 2015). Jika
dilihat dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa warna kulit bisa saja
mempengaruhi pandangan individu terhadap dirinya sendiri sehingga bisa saja dia
memiliki harga diri yang rendah atau persepsi yang negatif terhadap dirinya.
Salah satu upaya untuk menghindari persepsi negatif terhadap warna kulit diri
sendiri adalah dengan mengembangkan harga diri. Menurut Rogers penerimaan diri
merupakan ciri mental yang sehat, namun hal ini tergantung bagaimana individu dalam
menerima dan menyikapi dirinya sendiri (Ahmad, 2010). Harga diri rendah dapat
dikurangi dengan mengembangkan aspek-aspek positif yang dimilikiseperti
menghargai diri sendiri, belajar mandiri sehingga individu tidak rentan terhadap suatu
penolakan. Selain itu intervensi yang direkomendasikan adalah melakukan meditasi.
(Gillen, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara persepsi dan kepuasan warna kulit terhadap harga
diri pada mahasiswi di Universitas Buana Perjuangan Karawanng.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan hubungan antara persepsi dan kepuasan warna kulit terhadap
harga diri pada mahasiswi Universitas Buana Perjuangan Karawang
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi persepsi warna kulit mahasiswi di Universitas Buana
Perjuangan Karawang
2. Mengidentifikasi kepuasan warna kulit mahasiswi di Universitas Buana
Perjuangan Karawang
3. Mencari tau pengaruh persepsi dan kepuasan warna kulit dengan harga diri pada
mahasiswi di Universitas Buana Perjuangan Karawang
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan mengenai pengaruh persepsi warna kulit
mahasiswi di Universitas Buana Perjuangan Karawang.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Responden
Responden dapat meningkatkan penerimaan diri dan mengurangi pandangan
negatif terhadap diri sendiri.
2. Bagi Fakultas Psikologi
Bagi fakultas dapat sebagai acuan tentang aturan penggunaan kosmetik di
dalam area fakultas psikologi agar mengurangi dampak tekanan idealitas karena
penampilan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data penunjang
penelitian selanjutnya dan memberikan pengetahuan, wawasan dan
pengalaman di bidang psikologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Hidup


2.1.1. Definisi
Kepuasan hidup (life satisfaction) adalah hasil dari evaluasi kognitifindividu
(Wijayanti, 2015). Here &Priyanto (2014) menambahkan bahwa kepuasan hidup
adalah hasil evaluasi kognitif yang dilakukan oleh individu mengenai seberapa
memuaskan kehidupannya secara global. Penjelasan tersebutsesuai dengan pernyataan
Diener (Nisfiannor, Rostiana & Puspasari, 2004),bahwa kepuasan hidup diartikan
sebagai penilaian individu secara globalmengenai kehidupannya. Menurut Diener
(Amat & Mahmud, 2009), untuk mengukur kepuasan hidup, individu perlu
memberikan penilaian terhadap perasaan dan sikap individu terhadap kehidupannya,
apakah kepuasan hidupnyasudah tercapai atau belum. Dapat dikatakan, kepuasan hidup
bersifat subjektif dantergantung pada penilaian individu itu sendiri (Tolulope &
Donald, 2015).

2.1.2 Komponen Kepuasan Hidup


Diener dan Biswar (2008) mengemukakan bahwa kepuasan hidup
memiliki lima komponen, yaitu Keinginan untuk Mengubah Kehidupan,
Kepuasan Terhadap Kehidupan Saat Ini, Kepuasan Hidup di Masa
Lalu,Kepuasan Terhadap Kehidupan Di Masa Mendatang, dan Penilaian Orang
Lain Terhadap Kehidupan Seseorang.
Kelima komponen tersebut mewakili 5 item pernyataan dalam Satisfaction
with Life Scale oleh Diener et al. (2008: hal.234), yaitu:
1. In most ways my life is close to my ideal.
2. The conditions of my life are excellent.
3. I am satisfied with my life.
4. So far I have gotten the important things I want in life.
5. If I could live my life over, I would change almost nothing

2.1.3 Struktur Kepuasan Hidup


Kepuasan hidup merupakan aspek kognitif dari subjective well-
being(Diener, 2009). Kepuasan hidup dapat dilihat dari dua pendekatan yang
berbeda, pertama Diener mengenalkan teori bottom-up, dimana kepuasan
hidup dipengaruhi oleh penilaian individu terhadap domain-domain yang
menurutnya penting dalam kehidupannya. Kedua teori top-down, yang melihat
bahwa kepuasan hidup akan mempengaruhi domain kepuasan seseorang. Seseorang
yangumumnya puas dengan kehidupannya juga akan mengevaluasi domain penting
alam kehidupan dengan lebih positif, meskipun kepuasan hidup secara umum tidak
hanya didasarkan pada kepuasan terhadap domain tersebut saja. Andrews dan Withey
(dalam Diener, 2009) mengatakan bahwa kedua pendekatan tersebut merupakan
proses yang sejalan atau disebut dengan feedback loop. Contohnya, ketika
penghasilan pertama kali meningkat maka domain finansial juga meningkat,
dan menyebabkan kepuasan hidup meningkat secara keseluruhan. Ketika kepuasan
hidup meningkat maka kepuasan di domain-domain lain juga meningkat, walaupun
peningkatan domain-domain tersebut tidak terlalu tampak.

2.1.4 Karakteristik Individu dengan Kepuasan Hidup yang Tinggi


Diener (2009) menyatakan bahwa individu yang memiliki kepuasan hidup yang
tinggi adalah individu yang memiliki tujuan penting dalam hidupnya dan berhasil
untuk mencapai tujuan tersebut. Orang yang mendapat skor tinggi pada kepuasan
hidup biasanya memiliki keluarga dekat dan dukungan dari teman-teman, memiliki
pasangan romantis (meskipun hal ini tidak mutlak diperlukan), memiliki pekerjaan
atau kegiatan bermanfaat, menikmati rekreasi, dan memiliki kesehatan yang baik.
Mereka merasa bahwa hidup ini bermakna, serta memiliki tujuan dan nilai-nilai
yang penting bagi mereka. Individu yang puas akan kehidupannya adalah
individu yang menilai bahwa kehidupannya mungkin memang tidak sempurna
tetapi segala sesuatu berjalan dengan baik, mereka mempunyai keinginan untuk
berkembang, dan menyukai tantangan.
2.1.5 Kepuasan Subjektif
Kepuasan subjektif mengacu pada penilaian subjektif seseorang mengenai
kepuasannya dalam domain tertentu kehidupannya. Kepuasan subjektif akan
berpengaruh pada domain satisfaction seseorang yang berarti juga akan
berpengaruh terhadap kepuasan hidup seseorang (Campbell dalam Diener,
2009).Berikut adalah beberapa domain yang menggambarkan kepuasan
subjektif seseorang.
2.1.5.1 Penghasilan
Beberapa bukti menunjukkan adanya hubungan positif antara pendapatan
dengan subjective well being dalam berbagai negara (Larsen, dalam Diener, 2009).
Kepuasan terhadap pendapatan yang dimiliki juga berhubungan dengan
kebahagiaan (Braun dan Campbell dalam Diener, 2009).
2.1.5.2 Variabel Demografis lainnya
a)Umur
Penelitian baru-baru ini mengatakan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan usia
dalam hal kepuasan hidup, sedangkan penelitian lainnya menunjukkan adanya
hubungan positif antara usia dengan kepuasan hidup (Diener, 2009). Ada beberapa
kemungkinan mengapa hasil penelitian tersebut dapat berbeda. Pertama mungkin
karena perbedaan konstruk yang diukur pada setiap usia. Kedua, kemungkinan
disebabkan karena perasaan positif dan negatif yang dialami oleh individu yang
lebih muda terlihat lebih intensif, dengan demikian, orang yang lebih muda terlihat
mengalami tingkat kesenangan yang lebih tinggi, padahal sebenarnya orang yang
lebih tua juga menilai hidup mereka dengan cara yang positif.
b)Gender
Meskipun perempuan melaporkan lebih banyak perasaan negatif,
tampaknya wanita juga mengalami kesenangan yang lebih besar. Menurut Gurin
et al, dalam Diener, 2009) perempuan mengalami kesenangan yang lebih besar
walaupun banyak juga yang mengalami perasaan negatif. Sehingga hanya sedikit
perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kebahagiaan ataupun
kepuasan (Andrews & Withey, dalam Diener, 2009).
c)Ras
Orang kulit hitam biasanya memiliki subjective well being yang lebih
rendah dibandingkan orang kulit putih di Amerika Serikat, meskipun efek ini
belum ditemukan secara universal (Messer, dalam Diener, 2009). Orang kulit hitam
dan kulit putih pada umumnya berbeda pada usia, pendidikan, pendapatan, status
perkawinan, dan perpindahan maka penting untuk mempertimbangkan fakto-faktor
ini. Jadi, walaupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang kulit hitam
melaporkan subjective well being yang lebih rendah, akan tetapi kesimpulan ini
harus dijelaskan kembali dengan melihat faktor-faktor lain yang mungkin
berpengaruh pada hal ini. (Diener, 2009)

2.2 Persepsi
2.2.1 Definisi
Berdasarkan teori mengenai persepsi yang dikemukakan oleh seorang ahli yaitu
Robbins (2015, hlm. 103) bahwa "persepsi merupakan sebuah proses individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan sensoris untuk memberikan
pengertian pada lingkungannya.” Teori tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi
merupakan upaya untuk melihat pendapat atau pandangan dari seseorang terhadap
suatu keadaan yang terjadi di sekelilingnya dengan berdasarkan pada hal-hal yang
dapat dirasakan oleh dirinya.
Teori tersebut kemudian diperkuat oleh Wirawan (2013, hlm. 751) yang
mengemukakan bahwa “persepsi merupakan proses mengidentifikasi, mengorganisasi,
dan menginterpretasikan informasi yang ditangkap oleh pancaindra untuk melukiskan
dan memahaminya.” Pandangan tersebut semakin memperjelas bahwa suatu persepsi
akan timbul bila berbagai informasi yang ditangkap oleh indera penglihatan, indera
penciuman, indera pendengaran dan indera peraba telah diidentifikasi, kemudian
dirangkai (diorganisasikan) dan kemudian disimpulkan (interpretasi).
Persepsi sebagai suatu proses yang dijalankan oleh seorang individu untuk
memahami suatu hal dalam lingkungannya kembali dijelaskan oleh Rivai dan Mulyadi
(2013, hlm. 236) bahwa "persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan
makna bagi lingkungan mereka."
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu
proses yang diperlukan oleh manusia untuk dapat memahami serta menafsirkan hal-hal
yang terjadi di sekelilingnya.
Sebagai suatu upaya dan proses untuk memahami serta memberikan penafsiran
terhadap suatu situasi yang terjadi di lingkungan sekitarnya, persepsi menjadi penting
keberadaannya dalam kajian-kajian ilmu sosial terutama yang menyangkut perilaku
individu dan persepsi secara berbeda terkait suatu kondisi yang ideal. Persepsi
merupakan proses yang hampir bersifat otomatik dan persepsi bekerja dengan cara
yang hampir sama pada setiap individu. Namun demikian, persepsi setiap individu pasti
akan berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya.
Persepsi merupakan suatu hal yang wajar terjadi pada suatu komunitas atau
organisasi dan bahkan pada tataran lingkungan masyarakat yang selalu mengalami
dinamika sesuai dengan pernyataan Robbins dan Judge (2015, hlm. 103) bahwa
"persepsi penting bagi perilaku organisasi karena perilaku orang-orang didasarkan
pada persepsi mereka tentang realita apa yang ada, bukan mengenai realita itu sendiri.”
Berdasarkan pada pernyataan-pernyataan di atas, maka persepsi dapat diartikan
sebagai proses penilaian seseorang terhadap objek tertentu. Persepsi merupakan proses
yang dimul ai dari penglihatan hingga terbentuknya suatu tanggapan yang terjadi dalam
diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu yang sedang terjadi pada
lingkungannya melalui indera.
2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Mustafa dan Maryadi (2017) Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi proses yang mempengaruhi persepsi.
Faktor tersebut adalah :
1. Semakin besar ukuran suatu obyek fisik, semakin besar
kemungkinan obyek tersebut dipersepsikan.
2. Intensitas. Semakin besar intensitas suatu stimulus semakin
besar kemungkinannya diperhatikan.
3. Frekuensi. Semakin sering frekuensi suatu stimulus
disampaikan, semakin besar kemungkinannya stimulus tersebut diperhatikan.
4. Kontras. Stimulus yang kontras atau menyolok dengan lingkungan sekelilingnya
kemungkinan
dipilih untuk diperhatikan atau semakin besar daripada stimulus yang sama
dengan lingkungannya.
5. Gerakan. Stimulus yang bergerak lebih diperhatikan dari pada
stimulus yang tetap atau tidak bergerak.
6. Perubahan. Suatu stimulus akan diperhatikan jika stimulus
atau obyek tersebut dalam bentuk yang berubah-ubah.
7. Baru. Suatu stimulius yang baru dan unik akan lebih cepat
mendapatkan perhatian dari pada suatu stimulus yang biasa dilihat.

Sedangkan Rivai (dalam Mustapa dan Maryadi, 2017), mengatakan bahwa


Persepsi adalah "suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan-kesan indra mereka agar memberikan makna bagi lingkungan
mereka". Dimana menurut Rivai dalam melakukan persepsi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu:
1. Faktor yang ada pada pelaku persepsi yang menyangkut sikap, keutuhan atau motif,
kepentingan, pengalaman dan pengharapan.
2. Faktor yang ada pada obyek atau target yang meliputi hal-hal baru, gerakan, bunyi,
ukuran, latar belakang dan kedekatan
3. Faktor konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan yang meliputi waktu, keadaan,
dan keadaan sosial.
Demikian halnya Thoha (dalam Mustapa dan Maryadi, 2017) mengemukakan
bahwa ada beberapa sub proses dalam persepsi yang dapat digunakan sebagai bukti
bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang kompleks dan interaktif seperti stimulus
atau situasi dimana mula terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan
dengan situasi. Selanjutnya adalah registrasi dan interpretasi yaitu mekanisme fisik
yang berupa pengindraan dan syaraf seseorang terpengaruh. Sedangkan sub proses
yang terakhir adalah feed back yang membentuk persepsi tersendiri dari seseorang.
Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik garis lurus bahwa pengorganisasian dan
interpretasi seseorang terhadap stimulus lingkungan dipengaruhi oleh pengalaman
masa lampaunya. Masingmasing orang memiliki latar belakang pengalaman masa
lampau yang berbeda-beda yang mempengaruhinya dalam mempersepsikan stimulus
lingkungan.

2.3 Warna Kulit


2.3.1 Definisi
Kulit adalah salah satu bagian yang terbesar di tubuh manusia dan memiliki
fungsi secara fisik dan psikologis. Salah satu yang terkait dengan fungsi psikologis
yaitu warna kulit (Jung, 2017).Warna kulit mempengaruhi fungsi psikologis jangka
pendek dan jangka panjang (Tran et al., 2017). Perbedaan warna kulit dipengaruhi oleh
pigmen melanin berwarna coklat di stratum basal. Namunwarna kulit tidak ditentukan
oleh banyaknya melanosit namun disebabkan banyaknya granul-granul melanin yang
ditemukan pada keratinosit (Kalangi, 2013).
Penelitan sebelumnya menyatakan warna kulit tidak hanya untuk penampilan
fisik namun juga mempengaruhi pendapatan seseorang. Didapat hasil bahwa warna
kulit lebih gelap memiliki gaji yang lebih sedikit dibandingkan kulit putih (Robst et al.,
2011).Penelitian tersebut didukung oleh (Devaraj and Patel, 2017).Tidak hanya itu,
penelitian yang dilakukan oleh (Hersch, 2011)menyatakan bahwa orang dengan kulit
putih diperlakukan istimewa dan upah yang tinggi. Hal hal tersebut juga diperparah
dengan hasil penelitian (King and Johnson, 2016)bahwa warna kulit hitam memiliki
garis kriminalitas yang tinggi. Tekanan dan diskriminasi juga dirasakan dilingkungan
sekolah, akibat warna kult gelap menyebabkan hukuman yang lebih berat (Hannon,
DeFina and Bruch, 2013).
Penelitian lain tentang warna kulit juga menunjukkan hasil bahwa warna kulit
putih juga suatu metode strategis untuk meningkatkan citra tubuh(Cuny and
Opaswongkarn, 2017). Hal tersebut didukung penelitian oleh (Uzogara and
Jackson, 2016)dengan hasil orang dengan kulit putih memiliki sosioekonomi yang
istimewa.Hal-hal tersebut juga tidak hanya mempengaruhi citra tubuh, seseorang
dengan kulit gelap juga memiliki harga diri yang rendah (Baudson, Weber and
Freund, 2016).
2.3.1.2 Klasifikasi Warna Kulit
Berikut klasifikasi warna kulit menurutskala Fitzpatrik (Ash et al., 2015) :

Gambar 2.1 Skala warna kulit Fitzpatrik


1.Tipe 1
Warna kulit putih pucat. Kulit tipe 1 ini sangat mudah terbakar jika terkena sinar
matahari langsung.Selain itu kulit tipe ini tidak bisa menjadi gelap atau kecoklatan
meskipun tepapar matahari sepanjang waktu.
2.Tipe 2
Warna kulit putih terang. Kulit tipe 2 mudah terbakar jika terkena matahari langsung.
Jeniswarna tipe 2 ini bila terpapar sinar matahari maka akan mudah berubah
menjadi coklat
3.Tipe 3
Warna kulit krematau biasa disebut sawo matang. Kulit bisa terbakar apabila
terpapar matahari terlalu lama.
4.Tipe 4
Warna kulit coklat sedang.Pada tipe ini apabila individu tersebut terpapar sinar
matahari maka warna kulitnya akan tetap berwana coklat.5.Tipe 5Warna kulit coklat
gelap.Pada tipe ini warna kulit tetap akan berwarna coklat gelap meskipun terpapar
sinar matahari dan dapat terbakar apabila terpapar matahari terlalu lama.6.Tipe 6
Warna kulit coklat tua sampai hitam. Pada tipe ini kulit tidak mudah terbakar
walaupun terpapar matahari dalam jangka waktu yang lama.
2.3.1.2 Faktor yang mempengaruhi Warna Kulit
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi warna kulit (Kalangi, 2013):
1.Melanin
Setiap etnis dan ras memiliki jumlah melanosit hampir sama. Melanosit adalah sel-sel
khusus dari epidermis yang berfungsi untuk menghasilkan pigmen melanin. Melanin
sangat berpengaruh pada perbedaan warna kulit karena setiap individu memiliki
perbedaan jumlah dan pendistribusian melanin di tubuhnya. Jumlah produksi melanin
dipengaruhi oleh gen dan sinar matahari
2.Derajat Oksigenasi
Hemoglobin yang kaya akan oksigen di dalam darah juga melewati bagian kapiler-
kapiler dermis yang menyebabkan warna merah muda pada kulit. Sebagai contoh
apabila dalam keadaan marah maka terjadi peningkatan tekanan darah yang
menyebabkan daerah wajah memerah sedangkan pada saat keadaan santai atau rileks
tekanan darahakan menurun yang menyebabkan kulit terlihat lebih putih atau pucat.
3.Karoten
Karoten yang terdapat dalam lemak subkutan memberikan warna kekuningan pada
kulit. Apabila karoten berlebih dalam tubuh menyebabkan kulit berwarna kuning

2.4 Harga Diri


2.4.1 Definisi
Carla Valencia (dalam Alo, 2015) mengemukakan bahwa harga diri adalah
penerimaan, rasa hormat, kepercayaan, dan kepuasan yang Anda miliki dalam diri
Anda sebagai pribadi baik disadari maupun tidak disadari. Harga diri adalah pendapat
Anda tentang diri Anda sendiri. Disebut harga diri tinggi jika pendapat Anda tentang
diri Anda itu baik, sebaliknya kita sebut harga diri rendah jika pendapat Anda tentang
diri Anda jelek.
Menurut Coopersmith (dalam Ahmad, 2018) Self esteem adalah evaluasi yang di buat
oleh individu dan biasanya berhubungan dengan penghargaan terhadap dirinya
sendiri,hal ini mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukan
tingkat dimana individu itu menyakini diri sendiri mampu, penting, berhasil dan
berharga.
Begitu juga definisi yang dikemukakan oleh Stuart & Sundee (1991:213),
mengatakan bahwa self-esteem merupakan keselarasan antara kualitas keyakinan dan
kenyamanan (confidence) siswa terhadap penampilan (apperance), kemampuan
(ability), serta kekuasaan (power) dirinya dalam berinteraksi dengan lingkungan,
dengan akumulasi dorongan untuk mengasihi, menghargai dan menyayangi diri sendiri
(self-love) yang bersumber dari penghargaan sosial (social rewards), perasaan adanya
hubungan dengan sumber-sumber kebanggaan yang dialami orang lain (vicarious
sources), dan moralitas (morality).
Beberapa definisi harga dirfi yang dikemukakan oleh para ahli lokal juga
hampir senada dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli dari Barat di atas.
Menurut Handayani, dkk. (1998: 49) misalnya, mengemukakan bahwa harga diri
adalah evaluasi yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
dirinya, yang menunjukan tingkat dimana individu itu meyakini dirinya sendiri sebagai
seserang yang mampu, penting, berhasi, dan berharga. Begitu juga definisi yang
disampaikan loleh Poernomo (2012: 1), yang mengungkapkan harga diri adalah
penilaian individu terhadap kehormatan individu tersebut menilai dirinya sendiri
sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten.

2.4.2 Aspek-aspek Harga Diri


Harga diri mempunyai lima aspek, sebagaimana dijelaskan oleh Coopersmith
(dalam Dewi, 2016). Aspek-aspek tersebut adalah:
a. Kepercayaan diri, yaitu memiliki sikap positif terhadap kemampuannya dan tidak
mudah terpengaruh oleh orang lain atau lingkungan.
b. Penghargaan diri, yaitu merasa yakin akan kemampuannya dan dapat menghormati
serta menghargai orang lain.
c. Keberartian diri. Keberartian ini dikaitkan dengan penerimaan, perhatian, dan
afeksi yang ditunjukkan oleh lingkungan. Bila lingkungan memandang individu
memiliki arti, nilai, serta dapat menerima inidividu apa adanya maka hal itu
memungkinkan individu untuk dapat menerima dirinya sendiri, yang pada akhirnya
mendorong individu memiliki harga diri tinggi atau yang positif. Sebaliknya bila
lingkungan menolak dan memandang individu tidak berarti maka individu akan
mengembangkan penolakan dan mengisolasi diri. Sulit untuk mengetahui apakah orang
lain sebenarnya menghargai atau tidak, oleh sebab itu individu perlu merasa yakin
bahwa orang lain berpikir baik tentng dirinya. Ada banyak cara supaya orang lain
menghargai individu, antara lain melalui reputasi, status sosial, popularitas, prestasi,
atau keberhasilan lainnya di dalam lingkungan masyarakat, kerja, sekolah, dan lain-
lain.
d. Penyesuaian diri, yaitu pemahaman atau gambaran tertentu tentang nilai diri
mereka sendiri sebagai manusia dalam menghadapi lingkungan.
e. Ketertarikan, yaitu memiliki kemampuan dalam melakukan interaksi dengan
lingkungan sekitarnya.
2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Menurut Coopersmith (dalam Hidayat & Bashori, 2016), terdapat empat faktor
yang dapat mempengaruhi harga diri, yaitu :
a. Penerimaan atau penghinaan terhadap diri.
Individu yang merasa dirinya berharga akan memiliki penilaian yang lebih baik
atau positif terhadap dirinya dibandingkan dengan individu yang tidak merasa seperti
itu. Individu dengan harga diri yang baik akan mampu menghargai dirinya sendiri,
menerima diri, dan tidak menganggap rendah dirinya. Sedangkan individu dengan
harga diri rendah umumnya akan menghindari persahabatan, cenderung menyendiri,
dan tidak puas akan dirinya, walaupun mereka yang memiliki harga diri rendah
sesungguhnya memerlukan dukungan.
b. Kepemimpinan dan popularitas.
Seseorang mendapatkan validasi atas penilaian atau keberartian dirinya ketika
ia menunjukan perilaku yang sesuai dengan ekspektasi lingkungannya. Salah satu
contohnya adalah pada lingkungan persaingan. Dalam lingkungan persaingan, individu
dapat membuktikan seberapa besar kepemimpinan dan kepopulerannya.
c. Keluarga dan orang tua.
Keluarga dan orang tua memiliki porsi terbesar dalam faktor yang dapat
memengaruhi harga diri karena keluarga merupakan modal pertama dalam proses
imitasi. Alasan lainnya karena perasaan dihargai oleh keluarga merupakan nilai penting
dalam perkembangan harga diri.
d. Keterbukaan dan kecemasan.
Individu cenderung terbuka dalam menerima keyakinan, nilai-nilai, sikap, dan
moral dari orang maupun lingkungan lain jika dirinya diterima dan dihargai.
Sebaliknya seseorang akan mengalami kekecewaan bila ditolak oleh lingkungannya.
Apabila seseorang memiliki harga diri rendah tidak mendapatkan penanganan
yang seharusnya, hal itu akan merugikan individu tersebut karena situasi akan terus
memburuk baginya. Harga diri rendah akan menyebabkan yang bersangkutan memiliki
harapan negatif sepanjang perjalanan hidupnya.

2.5 Kerangka Berfikir


Wanita sangat identik dengan penggunaan makeup dan skincare-nya mereka
memiliki berbagai alasan dalam penggunaan hal tersebut entah itu karna memang suka
atau tuntutan pekerjaan. Jika dilihat dari fenomena yang sedang terjadi saat ini, telah
banyak sekali produk-produk kecantikan yang dijual di pasaran dan umumnya target
mereka dalah wanita, terutama wanita yang menginginkan warna kulit lebih terang.
Kulit adalah satu bagian terbesar yang dimiliki oleh tubuh dan juga salah satu hal yang
penting dalam tahapan awal pengenalan ciri pada seseorang (Robin, 2005). Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi warna kulit diantaranya hemoglobin dan pigmen
eksogen di dalam atau di luar permukaan kulit (Robin, 2005). Saat ini banyak sekali
wanita yang menginginkan warna kulit yang putih, mereka beranggapan bahwa warna
kulit yang putih menunjukkan kecantikkan dan status sosial yang tinggi. Dari hasil
penelitian Prabasmoro (2003) dan Yulianto (2007) menunjukkan adanya kaitan yang
sangat erat antara wacana ‘kulit putih’ yang saat ini sangat marak di negara-negara Asia
dengan ‘keterpesonaan’ mereka akan ras kulit putih. Kemudian faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang salah satunya adalah warna kulit sedangkan ras
warna kulit paling tinggi adalah ras kulit putih (Sunaryo, 2002). Meski begitu terdapat
juga wanita yang menyukai warna kulit gelap. Kulit gelap diidentikkan sebagai simbol
keseksian dan sensualitas, perempuan yang memiliki kulit berwarna gelap dipandang
lebih seksi dan sensual, dan karenanya lebih menarik secara seksual dan juga kulit
gelap diidentikkan dengan kulit sehat karena sering terkena sinar matahari (Ratih,
2010). Jika seorang wanita menilai bahwa warna kulit yang dimiliki terlalu gelap
sedengankan persepektif masyarakat tentang kulit gelap cukup negatif, maka dia akan
berperilaku sensitif jika ada yang menyinggung warna kulitnya, karena saat seserang
mempunyai informasi-informasi yang terkait dengan dirinya maka dia akan berperilaku
sesuai dengan informasi tersebut (Agus, 2013). Meski begitu pemahaman diri sendiri
lebih penting agar kita dapat mengendalikan diri dikehidupan sehari-hari (Dunning
dalam Agus, 2010) sehingga kita dapat menerima diri sendiri dan tidak terpaku
terhadap persepektif orang lain. Lalu, saat seseorang dapat menerima keadaan dirinya
maka dia akan mendapat kepuasan tersendiri terhadap hidup yang dijalani karena jika
dia memiliki kepuasan yang tinggi maka dia akan dapat mengendalikan dirinya pula.
Saat persepektif orang tentang apa yang kita miliki dalam diri kita itu negatif, maka itu
tidak berpengaruh dalam kehidupan kita karena kita memiliki kepuasan yan cukup
tinggi terhadap diri sendiri (Ira, 2005).
Warna dapat memengaruhi cara kita melihat dan merasakan tentang diri sendiri,
cara kita memperlakukan diri sendiri, dan perilaku aktual kita dalam berbagai situasi.
Warna kulit dikaitkan dengan harga diri untuk beberapa orang, di mana memiliki warna
kulit yang lebih gelap dikaitkan dengan harga diri yang lebih rendah. Sayangnya, ini
terjadi pada orang dewasa dan remaja (Roxanne, 2015). Penelitian tentang preferensi
warna kulit berasal dari tahun 1930-an ketika studi boneka (mis., Clark & Clark, 1940,
1947; Horowitz, 1936, 1939) menyimpulkan bahwa kebencian dan penolakan terhadap
diri sendiri merupakan ciri khas fungsi psikologis dari ras kulit hitam. Dari jurnal
penelitian Stephanie dan Alfiee (2001) didapatkan adanya hubungan signifikan yang
negatif antara kepuasan dengan warna kulit dan harga diri. Hasilnya menunjukkan
bahwa untuk peserta pria berkulit gelap, semakin puas mereka dengan warna kulit
mereka, semakin rendah harga diri mereka.
Mahasiswi UBP

Menggunakan Make up

Persepsi Warna Kulit Kepuasan Warna Kulit

Positif Negatif Puas Tidak Puas

Harga Diri

Harga Diri Rendah Harga Diri Tinggi

2.6 Hipotesis Penelitian


Hipotesis merupakan jawaban yang bersifat sementara sementara (masih perlu
diuji kebenarannya) terhadap pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya
berdasarkan teori yang telah digunakan untuk menjelaskan hubungan diantara variabel-
variabel penelitian (Azwar, 2017). Hipotesus penelitian ini sebagai berikut :
H1.1 : Ada pengaruh persepsi warna kulit dengan harga diri pada mahasiswi
Universitas Buana Perjuangan Karawang
H1.2 : Ada pengaruh kepuasan warna kulit dengan harga diri pada mahasiswi
Universitas Buana Perjuangan Karawang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif. Menurut Azwar (2017) metode penelitian kuantitatif adalah metode
penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data kuantitatf (angka) yang
dikumpulkan melalui prosedur pengukuran dan diolah dengan metoda analisis
statistika. Metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau
sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan
(Sugiyono, 2017). Hampir semua penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif
merupakan penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan
menyandarkan setiap kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan
hipotesis nihil. Penelitian inferensial melakukan berbagai analisis terhadap berbagai
hubungan diantara paling tidak dua variabel, melalui prosedur pengujian hipotesis.
Dengan uji hipotesis, dapat diketahui apakah hubungan atau perbedaan yang terjadi
adalah meyakinkan atau merupakan kebetulan saja.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian non-eksperimental. Desain
penelitian non-eksperimental adalah melakukan pengukuran pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat tanpa memberikan perlakuan-perlakuan khusus terhadap
variabel terikat (Sugiyono, 2018). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
persepsi dan kepuasan warna kulit terhadap mahasiswi di Universitas Buana
Perjuangan Karawang di Karawang.

3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian


1. Persepsi Warna Kulit (X1)
Persepsi merupakan proses penilaian seseorang terhadap objek tertentu.
Sedangkan kulit adalah salah satu bagian yang terbesar di tubuh manusia dan
memiliki fungsi secara fisik dan psikologis. Salah satu yang terkait dengan fungsi
psikologis yaitu warna kulit. Persepsi warna kulit merupakan proses penilaian
seseorang terhadap warna kulitnya.
2. Kepuasan Warna Kulit (X2)
Kepuasan hidup merupakan hasil evaluasi kognitif yang dilakukan oleh
individu mengenai seberapa memuaskan kehidupannya secara global untuk
mengukur kepuasan hidup, individu perlu memberikan penilaian terhadap
perasaan dan juga sikap, hal ini bersifat subjektif. Sedangkan kulit adalah salah
satu bagian yang terbesar di tubuh manusia dan memiliki fungsi secara fisik dan
psikologis. Salah satu yang terkait dengan fungsi psikologis yaitu warna kulit.
Dapat diartikan bahwa kepuasan warna kulit merupakan penilaian individu dalam
mengukur kepuasan terhadap warna kulit yang dimilikinya.
3. Harga Diri (Y)
Harga diri adalah penerimaan, rasa hormat, kepercayaan, dan kepuasan yang
Anda miliki dalam diri Anda sebagai pribadi baik disadari maupun tidak disadari.

3.3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel


3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak
dikenai generalisasi hasil penelitian (Azwar, 2017). Menurut Azwar (2017) sebagai
suatu populasi, kelompok subjek tersebut harus memiliki beberapa ciri atau
karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek lainnya. Ciri-ciri
yang dimaksud, pada sebagian penelitian sosial, menekankan pada cri demografis
seperti batas wilayah domisili subjek. Ciri populasi tidak terbatas hanya pada aspek
demografis akan tetapi dapat mencakup karakteristik-karakteristik individual.
Populasi pada penelitian ini merupakan mahasiswi di Universitas Buana Perjuangan
Karawang Mulai dari angkatan 2016 sampai angkatan 2019.
3.3.2. Teknik Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonprobability sampling dangen teknik pengambilan sampel kuota. Menurut Azwar
(2017) cara pengambilan sampel nonprobability sampling dapat dilakukan apabila
besarnya peluang anggota populasi untuk terpilih sebagai sampel tidak diketahui.
Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberi peluang
atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi yang dipilih untuk
menjadi sampel (Sugiyono, 2017).
Teknik pengambilan sampel kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari
populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan
(Sugiyono, 2017). Sehingga peneliti cukup mengambil sampel dengan jumlah tertentu
yang dianggap dapat merefleksikan ciri dari populasi (Azwar, 2017). Karakteristik
responden dalam penelitian ini adalah :
a. Perempuan yang berkuliah di Universitas Buana Perjuangan Karawang
b. Perempuan yang menggunakan make up
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Intrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa skala sikap model
Likert. Skala ini dirancang untuk mengungkap sikap pro dan kontra, positif dan negatif,
atau setuju dan tidak setuju terhadap suatu objek sosial (Azwar, 2017). Skala sikap
berisi mengenai objek sikap dan pernyataan sikap terdiri atas dua macam, yaitu
pernyataan yang mendukung atau memihak pada objek sikap (favorable) dan
pernyataan yang tidak mendukung pada objek sikap (unfavorable). Penelitian ini
menggunakan tiga skala sikap, yaitu skala persepsi warna kulit, kepuasan warna kulit,
dan harga diri.
3.4.1. Format Skala
Format aitem skala yang disajikan berupa pernyataan-pernyataan dan
menggunakan jenis skala Likert, yaitu:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
S : Cukup Setuju
KS : Kurang Setuju
TS : Tidak Setuju
Skala yang digunakan dibedakan menjadi dua jenis yaitu favorable dan
unfavorable, sehingga format penilaian sebagai berikut :
Tabel 3.1 Format Penilaian Skala
Jawaban SS S CS KS TS
Favorable 5 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4 5

3.4.2. Instrumen Pengambilan Data


Penelitian ini menggunakan intrumen pengambilan data berupa angket yang
dibuat berdasarkan indikator variabel yang digunakan. Bentuk skala yang digunakan
dalam penelitian ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu skala yang menggunakan kertas
(konvensional) dan skala yang digunakan secara online (google form). Skala
konvensional didistribusikan secara langsung kepada responden dan skala online
(google form) adalah layanan formulir berbasis web gratis dari google. Skala yang
disebar disusun berdasarkan teori-teori yang sudah ada. Skala konformitas yang
digunakan berdasarkan teori Baron, Byrne, dan Branscombe (dalam Sarwono dan
Meinarno, 2014), skala kontrol diri yang digunakan berdasarkan teori Ghufron dan
Risnawita (2012), dan skala perilaku konsumtif yang digunakan berdasarkan teori
Sumartono (dalam Sukari, 2013).

3.4. Metode Analisis Instrumen


3.5.1. Uji Validitas
Uji validitas penting untuk dilakukan dalam suatu penelitian, uji validitas dapat
membuktikan bahwa struktur seluruh aspek keperilakuan, indikator keperilakuan, dan
aitem-aitemnya memang membentuk suatu konstrak yang akurat bagi atribut yang
diukur (Azwar, 2019). Uji validitas terdapat empat jenis pengujian menurut Azwar
(2019) yaitu validitas isi (content validity), validitas faktorial, validitas multitrait-
multimethod, dan validitas konkuren. Pada penelitian ini, jenis validitas yang
digunakan adalah validitas isi (content validity).
Aitem dalam skala ini akan dilakukan seleksi terlebih dahulu untuk mengetahui
kualitas dari aitem tersebut. Aitem yang memiliki kualitas kurang baik akan digugurkan
terlebih dahulu sebelum dilakukan pengambilan data, sehingga hanya aitem-aitem
yang memiliki kualitas yang baik saja yang digunakan dalam skala ketika pengambilan
data. Kualitas aitem yang dimaksud adalah aitem yang memiliki konsistensi antara
aitem dengan aitem lainnya secara keseluruhan dan dapat disebut dengan korelasi aitem
total. Aitem yang dinyatakan valid yaitu memiliki nilai korelasi 0,30. Namun apabila
jumlah aitem yang lolos belum mencukupi jumlah yang diinginkan maka aitem tersebut
dapat dipertimbangkan dengan menurunkan sedikit batas kriteria menjadi 0,25 (Azwar,
2018).
Pengujian validitas aitem dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk
koefisien korelasi rxy yang besarnya dapat dihitung dengan persamaan korelasi product
moment dari Pearson dan dapat dipaparkan sebagai berikut :

X = skor yang diperoleh subyek dari seluruh aitem


Y = skor total yang diperoleh dari seluruh aitem
∑X = jumlah skor dalam distribusi X
∑Y = jumlah skor dalam distribusi Y
∑X2 = jumlah kuadrat dalam skor distribusi X
∑Y2 = jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y
N = banyaknya responden
Pengujian validitas juga menggunakan corrected item total correlation, dengan
rumus sporious overlap sebagai berikut :
(𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑥 − 𝑠𝑖)
𝑟𝑖(𝑥 − 1) =
√(𝑠𝑥2 + 𝑠𝑖2 − 2𝑟𝑖𝑥 𝑠𝑖 𝑠𝑥 )
Dalam penelitian ini untuk menguji validitas, peneliti menggunakan software
SPSS for windows versi 24.00
3.5.2. Uji Reliabilitas
Salah satu ciri insrumen ukur yang berkualitas baik adalah reliabel (reliable).
Reliabilitas yang berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya (Sudaryono, 2017). Menurut Siregar (2013) reliabilitas
adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, apabila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan
menggunakan alat pengukur yang sama pula. Pengertian reliabilitas mengacu pada
kepercayaan atau konsistensi hasil ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi
kecermatan pengukuran. Pengukuran dikatakan tidak cermat bila eror pengukurannya
terjadi secara random. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Alpha
Cronbach dengan menggunakan aplikasi IMB SPSS versi 24.00 for windows.
Reliabilitas harus berada dalam rentang angka dari 0 sampai dengan 1,00
(perbandingan r tabel). Apabila nilai reliabilitas semakin mendekati angka 1,00 berarti
alat ukur semakin reliabel. Berikut rumus Alpha Cronbach yang digunakan dalam
penelitian ini :
𝑘 ∑𝑆𝑖
𝑟11 = 𝑥 {1 − }
𝑘−1 𝑆𝑡
𝑟11 = Nilai reliabilitas
∑𝑆𝑖 = Jumlah varians skor tiap-tiap aitem
𝑆𝑡 = Varians total
𝑘 = Jumlah aitem

3.5. Teknis Analisis Data


3.6.1. Uji Normalitas
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kolmogorov smirnov untuk menguji
normalitas dan homogenitas data. perhitungan kolmogorov smirnov dilakukan dengan
cara membandingkan nilai kolmogorov smirnov hitung dengan taraf signifikansi 5%
atau (>0,05) (Sugiyono, 2018). Apabila nilai kolmogorov smirnov hitung lebih besar
atau sama dengan nilai 0,05 maka distribusi data dinyatakan normal, dan apabila lebih
kecil maka akan dinyatakan tidak normal. Peneliti menggunakan software IBM SPSS
versi 24.00 for windows untuk mendapatkan hasil normalitas data.

3.6.2. Uji Linieritas


Uji linieritas dilakukan untuk melihat linieritas hubungan antara variabel terikat
dengan variabel bebas (Sugiyono, 2017). Apabila nilai signifikan lebih besar atau sama
dengan 0,05 maka data dianggap linier, jika signifikan lebih kecil atau kurang dari 0,05
maka data dianggap tidak linier. Peneliti menggunakan software SPSS versi 24.00 for
windows untuk mendapatkan hasil linieritas.
3.6.3. Uji Hipotesis
Dalam penelitian terdapat dua variabel bebas (X1 dan X2) dan satu variabel
terikat (Y) sehingga peneliti menggunakan analisis regresi berganda dengan rumus
sebagai berikut :
𝑌 = 𝑎 + 𝑏1 𝑋1 + 𝑏2 𝑋2

𝑎 = Harga Y bila X = 0 (Konstan)


𝑏1 = Koefisien regresi variabel x1
𝑏2 = Koefisien regresi variabel x2
𝑋1 = Subyek pada variabel x1
𝑋2 = Subyek pada variabel x2

Uji hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai signifikansi dengan


nilai p<0,05 atau membandingkan nilai F hitung dengan F tabel. Apabila nilai
signifikansi hitung lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, sebaliknya apabila nilai
signifikansi hitung lebih besar dari 0,05 maka H1 diterima.
3.6.4. Koefisien Determinasi
Nilai dari koefisien determinasi menunjukkan besarnya penagruh dari variabel
independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Menurut Sugiyono (2016) rumus yang
digunakan untuk menghitung nilai koefisien determinasi adalah sebagai berikut :
𝐾𝐷 = 𝑟 2 𝑥 100%

KD = koefisien determinasi
R = koefisien korelasi
3.6.5. Uji Kategorisasi
Peneliti melakukan kategorisasi di dalam penelitian ini berdasarkan
ketegorisasi jenjang (ordinal) dan kategorisasi bukan jenjang (nominal). Uji
kategorisasi ditunjukan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok
yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur
(Azwar, 2018). Kontinum terdiri dari tiga kategori, yaitu:

𝑋 < (𝜇 − 1,0 𝜎) Rendah


(𝜇 − 1,0𝜎) ≤ 𝑋 < (𝜇 + 1,0𝜎) Sedang
(𝜇 + 1,0𝜎) ≤ 𝑋 Tinggi

Dengan rumus:
𝜇 + 1,0𝜎 ≥ 𝑋 ≥ 𝜇 − 1,0𝜎
DAFTAR PUSTAKA

Wijayanti, D. (2015).Subjective Well-Beingdan Penerimaan Diri Ibu yang


Memiliki Anak Down Syndrome.Ejournal Psikologi, 4(1), 120-130.
Here, S. V., dan Priyanto, P. H. (2014).Subjective Well-Beingpada Remaja
Ditinjau dari Kesadaran Lingkungan. Psikodimensia,13(1), 10-21.
Nisfiannor, M., Rostiana., dan Puspasari, T. (2004).Hubungan antara
KomitmenBeragama danSubjective Well-Beingpada Remaja Akhir di
UniversitasTarumanagara.Jurnal Psikologi, 2(1).
Amat, S., dan Mahmud, Z. (2009). Hubungan antara Ketegasan Diri
danKepuasan Hidup dalam Kalangan Pelajar Institusi Pengajian
Tinggi.JurnalPendidikanMalaysia, 34(2), 49-65.
Tolulope, K. J., and Donald, D. U. (2015). Emotional Intelligence and
SocialSupport as Predictors of Life Satisfaction among Hospital Workers.American
Research Journal of Humanities and Social Sciences,1(4).
Biswas-Diener, R. (2008). Material wealth and subjective well-being. In M. Eid
& R. J. Larsen (Eds.), The science of subjective well-being (p. 307–322). Guilford
Press.
Pavot, W., & Diener, E. (2008). The satisfaction with life scale and the
emerging construct of life satisfaction. The Journal of Positive Psychology, 3, 137–
152.
Diener, Ed. 2009.The Science of Well-Being: The Collected Works of Ed
Diener.New York: Springer is part of Springer Science+Business Media.
Liliweri, Alo. 2015. Komunikasi Antar-Personal. Jakarta: Kencana
Widyarini, Nilam. 2009. Kunci Pengembangan Diri. Jakarta: Elex Media
Komputindo
Susanto, Ahmad. 2018. Bimbingan Konseling di Sekolah, Konsep, Teori dan
Aplikasinya. Jakarta: Kencana
Salistina, Dewi. 2016. “Hubungan Antara Favoritisme Orangtua Dan Sibling
Rivalry Dengan Harga Diri Remaja” dalam JURNAL TABIYAH Vol. 23, No. 1,
Januari-Juni 2016.
Liliweri, Alo. 2015. Komunikasi Antar Personal. Jakarta : Kencana
Petranto, Ira. 2005. It Takes Only One to Stop the Tango (Menyelamatkan
Perkawinan Seorang Diri). Tangerang : Kawan Pustaka
Yulianto, VI. 2007. Pesona ‘Barat’: Analisis Kritis-Historis tentang Kesadaran Warna
Kulit di Indonesia. Bandung: Penerbit Jalasutra.
Prabasmoro, AP. 2003. Becoming White: Representasi Ras, Kelas, Feminitas, &
Globalitas dalam Iklan Sabun. Bandung: Jalasutra
Puspa Ratih. Tahun 2010, Volume 23, Nomor 4 Hal: 312-323. Departemen
Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya
Stefanie dan Alfiee. Perceptions of and Preferences for Skin Color, Black Racial
Identity, and Self-Esteem Among African Americans. Journal of Applied
Social Psychology, 2001, 31, 11, pp. 2256-2274. Columbia University
Jung, E. G. 2017.‘Skin, Change of Significance | Haut, Bedeutung in
Wandlung’, Aktuelle Dermatologie',43(5). doi: 10.1055/s-0043-106155
Kalangi, S. J. R. 2013.‘Histofisiologi kulit’, 5, pp. 12–19. Available
at: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/download/4344/3873%0A
Robst, J. et al.2011.‘Skin Tone and Wages: Evidence from NBA free
agents’,Journal of Sports Economics, 12(2). doi: 10.1177/1527002510378825.
Hersch, J. 2011.‘Skin color,physical appearance, and perceived
discriminatory treatment’,Journal of Socio-Economics, 40(5). doi:
10.1016/j.socec.2011.05.006.
King, R. D. and Johnson, B. D. 2016.‘A punishing look: Skin tone and
afrocentric eatures in the halls of justice’,American Journal of Sociology,122(1). doi:
10.1086/686941.
Hannon, L., DeFina, R. and Bruch, S. 2013.‘The Relationship Between Skin
Tone and School Suspension for African Americans’, Race and Social Problems, 5(4).
doi: 10.1007/s12552-013-9104-z.
Uzogara, E. E. and Jackson, J. S. 2016.‘Perceived Skin Tone Discrimination
Across Contexts: African American Women’s Reports’, Race and Social
Problems.Springer New York LLC, 8(2), pp. 147–159. doi: 10.1007/s12552-
016-9172-y.
Baudson, T. G., Weber, K. E. and Freund, P. A. 2016.‘More than only skin
deep: Appearance self-concept predicts most of secondary school students’ self-
esteem’, Frontiers in Psychology.Frontiers Research Foundation, 7(OCT). doi:
10.3389/fpsyg.2016.01568.
Ash, C. & Webster2015.‘Evaluation of a novel skin tone meter and the
correlation between Fitzpatrick skin type and skin color’, Photonics and Lasers in
Medicine, 4(2). doi: 10.1515/plm-2013-0056.
Mustapa, Z., Maryadi. 2017. Kepemimpinan Pelayanan : Dimensi Baru Dalam
Kepemimpinan. Makassar : Celebes Media Pustaka
Sutrisman Dudih. 2019. Pendidikan Politik, Persepsi, Kepemimpinan, Dan
Mahasiswa. Bogor : Guepedia
Hidayat, K., Bashori, K. 2016. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
Yulianto, VI. 2007. Pesona ‘Barat’: Analisis Kritis-Historis tentang Kesadaran Warna
Kulit di Indonesia. Bandung: Penerbit Jalasutra.
Ahmad Susanto, Agus. 2013. Psikologi Sosial. Jakarta : Grafindo
Gillen, M. M. 2015.‘Associations between positive body image and indicators of men’s
and women’s mental and physical health’, Body Image, 13. doi:
10.1016/j.bodyim.2015.01.002.
Derous, E., Pepermans, R. and Ryan, A. M. 2017.‘Ethnic discrimination during résumé
screening: Interactive effects of applicants’ ethnic salience with job context’,
Human Relations, 70(7). doi: 10.1177/0018726716676537.
Tran, A. G. T. T. et al.2017.‘Far from fairness: Prejudice, skin color, andpsychological
functioning in Asian Americans’,Cultural Diversity and Ethnic Minority
Psychology.American Psychological Association Inc., 23(3), pp. 407–415. doi:
10.1037/cdp0000128.
Cuny, C. and Opaswongkarn, T. 2017.‘Why Do Young Thai Women Desire White
Skin?'Understanding Conscious and Nonconscious Motivations of Young
Women in Bangkok’, Psychology and Marketing. Wiley-Liss Inc., 34(5), pp.
556–568. doi: 10.1002/mar.21005.
Rahmania, P. N. and Yuniar, I. C. 2012.‘Hubungan Antara Self-Esteem Dengan
Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder Pada Remaja Putri’,Surabaya :
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, 1(2), pp. 110–117.
Mucherah, W. and Frazier, A. D. 2013. ‘How Deep is Skin-deep? The Relationship
Between Skin Color Satisfaction, Estimation of Body Image, and Self-esteem
Among Women of African Descent’. Journal of Applied Social and Psycology
2013. Doi: 10. 111/jasp.12081
Vazquez, C. and Cortina, M. 2018. ‘Social identity and stereotypes by skin color.
Aspirations and performance in young Mexicans’. Journal Trimestre
Economico. Vol 83. Number 337.
Wardani, B. Largis, E. and Dugis, V. 2018. Colrism, Mimicry, and Beauty
Construction in Moder India. Jurnal Hubungan Internasional. Vol. 6 No.2.
Universitas Airlangga
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kuaitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta
Azwar, S. 2017. Metode Penelitian Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai