Anda di halaman 1dari 5

Nama anggota :

Roza (1909110018)
Safwanda (1909110028)
Infadhillah Sofyan (1909110027)
Aldi Irfan (1909110034)
M. Geri Mahadi (1909110012)

Dosen pengampu : Barmawi M. Si

Judu l: Psikologi Lintas Budaya

A. Sejarah Psikologi Lintas Budaya

Psikologi lintas budaya mulai terbentuk pada tahun 1960-an. Pada tahun 1955,
dilaksanakan konferensi di Nigeria yang dihadiri hampir 100 psikolog sosial dari berbagai belahan
dunia. Konferensi ini merupakan salah satu momen penting yang menandai kemunculan psikologi
lintas budaya. Konferensi yang dimotori oleh Harry Triandis kemudian menghasilkan Cross
Cultural Psycology Newsletter, yang merupakan cikal bakal dari Cross Cultural Pyschology
Bulletin. Pada tahun 1970, terbit Journal of Cross Cultural Pyschology (JCCP). Konferensi
berikutnya dilaksanakan pada tahun berikutnya di Istanbul Turki yang tujuan utamanya adalah
membahas tes kejiwaan dan penggunaannya dalam berbagai konteks budaya, dan dihadiri 108
pakar. Puncaknya pada tahun 1972, dibentuk The International Assosiation for Cross Cultural
Pyscology (IACCP) pada konferensi yang dilaksanakan di University of Hongkong. Yang menjadi
presiden pertama IACCP adalah Jerome Bruner, yang juga dikenal sebagai tokoh psikologi lintas
budaya semakin dikenal, dan terbit beberapa handbook dan artikel tentang psikologi lintas budaya
(Loner, 2013)

Tokoh tokoh psikologi lintas budaya antara lain john W. berry dari kanada. Jerome Beruner
dari Amerika Serikat, Gustav Jahoda dari Skotlandia, Harry Triandins dari Amerika Serikat dan
Ype H. Poortingan dari Belanda.
B. Definisi Psikologi Lintas Budaya dan Tujuan

Menurut Lonner & Malpasss (1994), nilai melibatkan keyakinan umum tentang cara
bertingkah laku yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dan tujuan atau keadaan akhir yang
diinginkan atau yang tidak diinginkan.

Menurut Rokeach (dalam Dayakisni & Yuniardi, 2004) nilai adalah suatu keyakinan yang
relative stabil tentang model-model perilakuu spesifik yang diinginkan dan keadaan akhir
eksistensi yang lebih diinginkan secara pribadi atau sosial daripada model perilaku atau keadaan
akhir eksistensi yang berlawanan atau sebaliknya.

Sebagai variabel bebas terhadap perilaku manusia, di sini nilai sama fungsi psikisnya seperti
sikap, kebutuhan-kebutuhan dan sebagainya yang mempunyai dampak luas terhadap hampir
semua aspek perilaku manusia dalam konteks sosialnya. Sebagai variabel terikat terhadap
pengaruh-pengaruh sosial budaya dari masyarakat yang dihuni, yang merupakan hasil
pembentukan dari faktor-faktor kebudayaan, pranata dan pribadi-pribadi dalam masyarakat
tersebut selama hidupnya.

Budaya adalah seperangkat sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh
sekelompok orang, namun demikian ada derajat perbedaan pada setiap individu dan
dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya sebagai gagasan, baik yang
muncul sebagai perilaku maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligus sebagai material,
budaya sebagai produk (masif) maupun sesuatu (things) yang hidup (aktif) dan menjadi panduan
bagi individu anggota kelompok. Dalam definisi tersebut ada dua hal yang ditekankan, yaitu: (1)
adanya penyebaran kepemilikan (sharing) dari aspek-aspek kehidupan dan perilaku, (2) adanya
hal-hal (things) yang dibagikan kepemilikannya (shared). Salah satu definisi tentang psikologi
lintas budaya adalah definisi yang dikemukakan oleh Segall dkk. (1990) yang menyatakan bahwa
psikologi lintas budaya adalah cabang psikologi yang melakukan kajian-kajian terhadap fenomena
kejiwaan dan perilaku manusia dalam konteks lintas budaya. Psikologi lintas budaya memiliki
tujuan untuk mengungkap tentang cara-cara tradisi budaya mengatur, mempengaruhi, dan
mentransformasikan fenomena kejiwaan dan perilaku manusia. Fenomena kejiwaan dan perilaku
manusia meliputi tiga ranah penting dalam kajian-kajian psikologi, yaitu dalam cara berpikir,
berperasaan, dan cara berperilaku manusia.
Dalam upaya untuk membuka perspektif psikologi yang lebih berimbang maka kemudian lahir
psikologi lintas budaya. Keberimbangan itu dapat dilihat dari cakupan psikologi lintas budaya
yang melakukan kajian-kajian terhadap prinsip-prinsip psikologi universal yang melandasi
perilaku manusia melalui studi kesamaan lintas budaya dan perbedaan lintas budaya terkait dengan
topik-topik psikologi. Topik-topik psikologi itu misalnya adalah emosi, kognisi, perilaku
lingkungan, prasangka dan stereotip, akulturasi, sosialisasi, komunikasi, organisasi, hubungan erat
(close relationship), pengasuhan anak, dan cinta (Jungsik, 2005, dalam
http://fppsi.um.ac.id/?p=1420).

Psikologi lintas budaya merupakan bagian dari psikologi mainstream. Psikologi lintas budaya
diartikan sebagai studi tentang persamaan dan perbedaan fungsi psikologi individu di berbagai
kelompok budaya, etno budaya; atau tentang hubungan antara variabel psikologi, sosio-kultural,
ekologi dan variable biologis; dan tentang perubahan pada variabel-variabel tersebut (Berry,
Poortinga Segall, & Dasen, 2002:3).

Psikologi lintas budaya bukan hanya membandingkan keragaman keadaan psikologis dalam
berbagai konteks tapi juga menjelaskan alasan yang mendasari perbedaan tersebut. Menurut Berry,
Pootinga, Segall dan Dasen, (2002), tujuan utama psikologi lintas budaya ini adalah :

• Menguji kemampuan generalisasi dari teori teori psikologi yang sudah ada.
• Mengeksplorasi budaya-budaya lain agar dapat diketahui variasi psikologi dan budaya
yang selama ini tidak diketahui.
• Mencoba mengintegrasikan hasil-hasil penelitian lintas budaya dengan dua tujuan di atas
kedalam psikologi yang sudah ada sehingga menghasilkan psikologi yang universal.

Budaya adalah seperangkat sikap, nilai, keyakinan, dan perilaku yang dimiliki oleh sekelompok
orang, namun demikian ada derajat perbedaan pada setiap individu dan dikomunikasikan dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Budaya sebagai gagasan, baik yang muncul sebagai perilaku
maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligus sebagai material, budaya sebagai produk (masif)
maupun sesuatu (things) yang hidup (aktif) dan menjadi panduan bagi individu anggota kelompok.
Dalam definisi tersebut ada dua hal yang ditekankan, yaitu: (1) adanya penyebaran kepemilikan
(sharing) dari aspek-aspek kehidupan dan perilaku, (2) adanya hal-hal (things) yang dibagikan
kepemilikannya (shared). Salah satu definisi tentang psikologi lintas budaya adalah definisi yang
dikemukakan oleh Segall dkk. (1990) yang menyatakan bahwa psikologi lintas budaya adalah
cabang psikologi yang melakukan kajian-kajian terhadap fenomena kejiwaan dan perilaku
manusia dalam konteks lintas budaya. Psikologi lintas budaya memiliki tujuan untuk mengungkap
tentang cara-cara tradisi budaya mengatur, mempengaruhi, dan mentransformasikan fenomena
kejiwaan dan perilaku manusia. Fenomena kejiwaan dan perilaku manusia meliputi tiga ranah
penting dalam kajian-kajian psikologi, yaitu dalam cara berpikir, berperasaan, dan cara berperilaku
manusia.

Dalam upaya untuk membuka perspektif psikologi yang lebih berimbang maka kemudian
lahir psikologi lintas budaya. Keberimbangan itu dapat dilihat dari cakupan psikologi lintas budaya
yang melakukan kajian-kajian terhadap prinsip-prinsip psikologi universal yang melandasi
perilaku manusia melalui studi kesamaan lintas budaya dan perbedaan lintas budaya terkait dengan
topik-topik psikologi. Topik-topik psikologi itu misalnya adalah emosi, kognisi, perilaku
lingkungan, prasangka dan stereotip, akulturasi, sosialisasi, komunikasi, organisasi, hubungan erat
(close relationship), pengasuhan anak, dan cinta (Jungsik, 2005, dalam
http://fppsi.um.ac.id/?p=1420).
C. Faktor

Menurut teori Erikson (dalam Dayakisni & Yuniardi, 2004) alasan penting untuk
membantu kita memahami proses enkulturasi adalah: (1) konflik yang menjadi ciri khas dari tiap-
tiap tahap itu seharusnya dilihat sebagai label pada kontinu. Sehingga perbedaan antar individu
dipahami sebagai perbedaan dalam derajatnya dan bukan perbedaan absolut dalam penyelesaian
konflik tersebut. (2) Keberhasilan menyelesaikan konflik pada suatu tahap sebagian tergantung
pada kesuksesan di tahap sebelumnya. Fakta ini berhubungan dengan isu-isu adanya keterkaitan
perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia. Enkulturasi dapat dipertimbangkan sebagai
fenomena yang akan berbarengan dengan serangkaian penyelesaian (resolusi) konflik pada
sepanjang kehidupan manusia. (3) Budaya mungkin berbeda dalam mendefinisikan apa yang
dianggap sebagai penyelesaian yang berhasil. Perbedaan budaya akan mempengaruhi
kecendrungan yang berbeda dalam cara-cara individu mengatasi atau menyelesaikan konflik itu.
Daftar Pustaka

Yuniardi, S. & Dayakisni T. 2004. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press.

Fppsi.um.ac.id. Psikologi Lintas Budaya. Diperoleh 10 Maret 2020, dari


http://fppsi.um.ac.id/?p=1420

Rahman, A., S.2017. Sejarah Psikologi. Depok: PT RajawaliGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai