Anda di halaman 1dari 3

Nama : Anom Gilang Pamungkas

NPM : 201000341

Mata Kuliah : Filsafat Hukum

Dosen : Dr. Subelo Wiyono, S.H, M.Pd.

Hubungan Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum


Buku Referensi:
Dardji Darmodihardjo & Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum
Cetakan Kedua
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995

Filsafat adalah cabang ilmu yang telah menjadi subjek penelitian oleh ilmuwan dan filsuf sepanjang sejarah.
Bahkan, sebagian besar disiplin ilmu yang ada dalam masyarakat modern berasal dari pemikiran para filsuf zaman
dahulu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para filsuf tersebut berkaitan dengan aspek eksistensial suatu
hal, mengapa sesuatu ada, dan apa yang menjadi penyebabnya. Seiring berjalannya waktu, pertanyaan-pertanyaan
ini telah membantu membentuk dasar bagi pemahaman dalam berbagai disiplin ilmu yang kita kenal saat ini.

Filsafat merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang pengetahuan. Filsafat didasari oleh rasa ingin tahu
manusia, yang merupakan upaya manusia untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan eksistensial,
pengetahua dan etika. Keinginan manusia untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang aspek-aspek
ini adalah pemicu terciptanya filsafat. Dalam proses ini, filsafat memberikan kerangka kerja untuk merenungkan
tentang pemikiran dan keyakinan yang melandasi pandangan dunia seseorang.

Disiplin ilmu filsafat memberikan manusia suatu metoda untuk melakukan penyelidikan atau melakukan introspeksi
terhadap alam semesta serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Rasa ingin tahu yang melahirkan penyelidikan
tersebut menciptakan suatu keyakinan yang dinamakan pengetahuan.

Filsafat sebagai disiplin ilmu memberikan manusia metode untuk menyelidiki alam semesta dan segala isinya. Ini
terjadi berkat rasa ingin tahu yang mendorong penyelidikan, menghasilkan keyakinan yang kita sebut sebagai
pengetahuan. Dalam upaya ini, filsafat memberikan alat kepada manusia untuk merenungkan eksistensi alam
semesta dan segala yang terkandung di dalamnya. Hasilnya adalah pengetahuan yang kita genggam. Sehingga,
filsafat menjadi sarana bagi manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang alam semesta dan
hakikatnya melalui eksplorasi dan introspeksi yang diilhami oleh rasa ingin tahu yang mendalam. Dengan kata lain,
filsafat membantu manusia menjelajahi alam semesta dan menciptakan pengetahuan.

Namun, perlu dicatat bahwa ada perbedaan makna antara istilah "pengetahuan" dan "ilmu". Menurut pandangan
Poedjawijatna, pengetahuan merujuk pada pemahaman yang diperoleh individu melalui pengalaman yang
bersumber dari panca inderanya, atau sebagai hasil dari pengalaman alamiah atau pengalaman yang diperoleh dari
orang lain. Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui akumulasi pengalaman tersebut. Di sisi lain, ilmu adalah
suatu bentuk pengetahuan yang memiliki ciri khas tertentu, yaitu memiliki objek kajian, metode penelitian, dan
sistematika yang terdefinisi dengan jelas, serta memiliki sifat universal yang dapat diterapkan secara luas. Oleh
karena itu, ilmu tidak dapat dianggap sama sebagai pengetahuan.

Dengan demikian, pengetahuan mengacu pada pemahaman yang diperoleh individu melalui berbagai pengalaman,
sementara ilmu adalah bentuk pengetahuan yang lebih terstruktur, dengan pendekatan ilmiah yang khusus, dan
memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari pengetahuan pada umumnya. Perbedaan inilah yang membedakan
antara keduanya dan menekankan bahwa ilmu adalah sebuah konsep yang lebih spesifik dalam kerangka
pengetahuan manusia.
Apabila kita menghubungkan filsafat sebagai disiplin ilmu dengan definisi ilmu yang dikemukakan oleh
Poedjaiwijatna, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu memiliki dua aspek utama, yaitu objek materia dan objek
forma. Objek materia mengacu pada wilayah atau suatu lapangan penelitian khusus dalam suatu ilmu, sedangkan
objek forma merujuk pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan dalam suatu cabang ilmu. Dengan kata
lain, objek materia adalah lapangan penelitian yang dijelaskan oleh suatu ilmu, sementara objek forma adalah
perspektif yang menentukan karakteristik khusus suatu disiplin ilmu. Jadi, ilmu melibatkan kedua aspek ini.

Filsafat, sebagai dasar konseptual untuk berbagai bidang ilmu, melibatkan cakupan yang sangat luas.
Keanekaragaman dalam cakupan ini menghasilkan kesulitan dalam memberikan definisi yang tegas terhadap fokus
utama filsafat. Seiring filsafat mendalamnya dan memunculkan pertanyaan fundamental dalam beragam disiplin
ilmu, seringkali tidak mungkin memberikan batasan yang pasti dan definisi yang kaku mengenai ruang lingkup serta
sifat utama filsafat itu sendiri.

Ruang lingkup yang sangat luas dalam kajian filsafat menciptakan kerancuan dalam batas kajian filsafat. Katsoff
mengemukaka sebuah kerangka kerja yang memecah ilmu filsafat menjadi sebelas disiplin utama berdasarkan
objek penelitian yang relevan yaitu:

1. logika,
2. metodologi,
3. metafisika,
4. ontologi,
5. kosmologi,
6. epistemologi,
7. biologi,
8. psikologi,
9. antropologi,
10. sosiologi,
11. etika,
12. estetika, dan
13. filsafat agama.

Setiap disiplin ini memberikan perspektif unik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendasar dalam
filsafat. Meskipun masing-masing disiplin ini memiliki objek yang berbeda, filsafat sebagai keseluruhan disiplin
memungkinkan eksplorasi yang mendalam tentang pemahaman tentang eksistensi, aspek-aspek realitas, dan nilai-
nilai moral dalam berbagai aspek kehidupan.

Filsafat hukum bukan merupakan suatu disiplin ilmu baru dalam filsafat. Melainkan sebagai cabang dari studi
filsafat tentang etika. Dari analisis yang telah dilakukan oleh Katsoff, cabang filsafat yang dapat menjadi posisi
daripada filsafat hukum, adalah cabang disiplin ilmu filsafat etika. Hal tersebut dikarenakan, hukum merupakan
studi terkait norma-norma yang berlaku di masyarakat. Ilmu hukum juga melakukan kajian terhadap retribusi
pemidanaan, serta peraturan apakah suatu hal itu merupakan hal yang baik atau buruk.

Hubungan yang dikemukakan Katsoff ini juga dapat ditarik ke dalam perspektif definisi ilmu menurut
Poedjawijatna, yang membedakan objek suatu ilmu menjadi dua jenis: objek materia dan objek forma. Dalam
konteks penjelasan Katsoff, dapat disimpulkan bahwa ilmu hukum merupakan salah satu contoh dari objek forma,
sementara objek materia dapat ditemukan dalam bidang ilmu filsafat, khususnya filsafat etika. Dengan cara ini, ilmu
hukum dilihat sebagai hasil dari penerapan prinsip-prinsip filsafat etika, yang merupakan sudut pandang yang
membedakannya dari objek materia dalam filsafat.

Filsafat hukum mempertanyakan berbagai aspek, termasuk hubungan antara hukum dan kekuasaan, hukum
alam dan hukum positif, motivasi patuh pada hukum, serta isu hak asasi manusia dan etika dalam profesi hukum.
Maka karena itu, dapat disimpulkan bahwa Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum memiliki dan peran penting dalam
pembentukan dasar-dasar pemikiran yang melandasi berbagai ilmu dan disiplin ilmiah lainnya. Filsafat memulai
upaya manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi, pengetahuan, dan etika, dan
melalui perkembangan ilmu, pertanyaan-pertanyaan ini memengaruhi berbagai aspek ilmu pengetahuan. Selain itu,
filsafat juga terkait erat dengan ilmu hukum, terutama dalam konteks etika dan pertimbangan moral dalam hukum.
Ilmu hukum memerlukan dasar moral yang didasarkan pada pertimbangan etika, yang dapat ditemukan dalam
filsafat etika. Dengan demikian, hubungan antara filsafat, teori, dan ilmu hukum saling terkait dalam kerangka
pemahaman tentang sifat eksistensi, pengetahuan, dan pertimbangan etis dalam masyarakat.

Benang merah yang dapat disimpulkan tentang hubungan filsafat, teori, dan ilmu hukum adalah filsafat
berperan sebagai dasar intelektual yang membantu membentuk teori-teori dalam ilmu hukum. Filsafat
memberikan dasar pemikiran yang melandasi pertimbangan etika dan moral dalam hukum. Teori-teori dalam ilmu
hukum sering kali didasarkan pada pemikiran filsafat, terutama dalam konteks filsafat etika. Ilmu hukum, sebagai
disiplin ilmu yang mengatur dan menganalisis sistem hukum, menggunakan teori-teori ini untuk mengembangkan
dan memahami konsep hukum.

Metode pendekatan pemikiran filsafat merupakan kunci dalam pembentukan teori-teori hukum yang
mendalam, yang secara kritis mempertanyakan aspek-aspek mendasar seperti kodrat, hukum positif, serta kaidah
yang berlaku dalam masyarakat. Ini melibatkan eksplorasi konsep-konsep etika dan moral yang mendasari
peraturan hukum, sekaligus mengupayakan pemahaman mendalam tentang kemaslahatan dan tujuan hukum
dalam konteks sosial. Filsafat memungkinkan para ahli hukum untuk memahami aspek-aspek yang lebih mendalam
dan abstrak dalam hukum, dan berkontribusi dalam menggali akar pemikiran serta nilai-nilai yang menjadi dasar
hukum, membantu memastikan bahwa hukum memenuhi tujuan etis dan sosial dalam masyarakat.

Dengan kata lain, filsafat memainkan peran kunci dalam membentuk kerangka kerja pemikiran yang melandasi
ilmu hukum dan teori-teori yang digunakan untuk mengatur dan memahami hukum. Filsafat membantu menjawab
pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi, pengetahuan, dan etika, yang kemudian membentuk dasar
etika dan pertimbangan moral dalam hukum. Hubungan ini menciptakan landasan konseptual yang kohesif dan
memastikan bahwa ilmu hukum dapat beroperasi dengan landasan etis dan moral yang kuat dalam masyarakat.
Jadi, filsafat adalah benang merah yang menyatukan pemahaman tentang sifat eksistensi, pengetahuan, dan moral
dalam konteks ilmu hukum dan teori-teori yang digunakannya.

Anda mungkin juga menyukai