Manusia, sebagai ciptaan Tuhan, memiliki dimensi jasmani dan rohani. Tubuh fisik adalah aspek
kasar, sementara rohani memberikan dimensi eksistensial dan moral. Roh memandu manusia dalam
pengalaman emosional dan spiritual, memungkinkan eksistensi moral dan sosial. Kehidupan
manusia dipahami dalam konteks otonomi dan ketergantungan pada Tuhan. Meskipun tergantung
pada Tuhan, manusia memiliki kebebasan untuk tumbuh dan bertindak otonom. Ini menunjukkan
kebebasan dalam keterbatasan. Perspektif filosofis tentang hubungan Tuhan-manusia memunculkan
pendekatan jabariah dan qadariah. Yang pertama menekankan predestinasi, sementara yang kedua
memperhatikan kebebasan manusia. Keduanya menyoroti kebebasan sebagai bagian dari rencana
Tuhan.
Manusia juga didefinisikan sebagai "animal rationale" oleh Aristoteles, menekankan kemampuan
berpikir sebagai ciri khasnya. Tuhan mendorong manusia untuk menggunakan akal dan
merenungkan ciptaan-Nya untuk memahami makna hidup. Manusia memiliki tanggung jawab untuk
menggunakan potensi berpikirnya sebagai khalifah di bumi. Firman Allah dalam Al-Qur'an
menguatkan pentingnya berpikir dalam mencapai pemahaman tentang makna kehidupan.
Pengalaman indrawi adalah salah satu cara memperoleh pengetahuan tentang dunia. Meskipun
subjektif, itu penting dalam membentuk pemahaman manusia. Ilmu pengetahuan menggunakan
metode ilmiah untuk memahami fenomena alam dan kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan
memfasilitasi kemajuan dan kemudahan dalam hidup manusia, namun juga menimbulkan tantangan
moral dan sosial. Pertanyaan filosofis muncul tentang batasan objek yang dapat diteliti oleh ilmu
pengetahuan dan kebebasan ilmu pengetahuan dalam menentukan bidang penelitian.
REFERENSI:
Sukarno A, Muhadar, Maskun. (2017). Filsafat Hukum Teori & Praktek. Jakarta: Kencana.