Anda di halaman 1dari 4

AHLU SUNNAH WAL JAMAAH

AN-NAHDLIYYAH WA PMII-YAH

Iftitah
Ahlu Sunnah wal Jamaah merupakan term yang muncul sejak 15
abad silam, ketika Rasulullah SAW ditanya Sahabat tentang satu dari 73
golongan yang selamat, Rasul menjawab Mereka adalah Ahlussunnah wal
Jamaah. Pada abad ketiga Hijriah keberadaan kelompok Ahlussunnah
wal Jamaah semakin menguat seiring dengan munculnya kelompok-
kelompok ekstrem dalam memahami dalil-dalil agama. Cikal bakal yang
diawali oleh pertikaian politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan
Gubernur Damaskus, Muawiyah bin Abi Sufyan, yang berakhir dengan
tahkim (arbitrase), mengakibatkan umat Islam terkotak-kotak menjadi
beberapa kubu, mulai dari kubu syiah, khawarij, termasuk ahlu sunnah
wal jamaah. Ahlu sunnah wal jamaah yang lahir sebagai respon atas
kelompok-kelompok ekstrem pada saat itu, yang memiliki cara pandang,
cara tindak dan cara pikir yang non-blok, netral dan tidak grasa-grusu itu
telah teruji zaman, sejak Imam Hasan Al-Bashri hingga Syaikh Hasyim
Asyari secara estafet tumbuh dan hidup hingga saat ini.

Ahlusunnah Wal Jamaah An-Nahdliyyah


Berbagai kelompok dan organisasi mengklaim diri sebagai kelompok
yang Ahlussunnah wal Jamaah, sesuai dengan yang disabdakan nabi.
Semua kelompok berusaha menafsirkan konsep Ahlussunnah wal Jamaah,
dan Nahdlatul Ulama termasuk mempunyai tafsir dan pemahaman atas
konsep aswaja, karena itulah untuk membedakan konsep Ahlussunnah wal
Jamaah antara Nahdlatul Ulama dan ormas lainnya, diimbuhi kata An-
Nahdliyyah setelah Ahlussunnah wal Jamaah.
Syaikh Hasyim Asyari (pendiri PP. Tebuireng Jombang) didalam kitab
Qanun Asasi, menjelaskan bahwa paham Ahlussunnah wal Jamaah An-
Nahdliyyah mencakup aspek aqidah, syariah, dan akhlaq. Ketiganya,
merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip
keagamaan Islam. Didasarkan pada manhaj (pola pemikiran) Asyariyah
dan Maturidiyah dalam bidang aqidah, empat Imam madzhab besar dalam
bidang Fiqih (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali), dan dalam bidang
tasawuf menganut manhaj Imam Al-Ghazali dan Imam Abu al-Qasim al-
Junaidi al-Baghdadi, seperti para imam lain yang sejalan dengan syariah
Islam.
Ciri utama Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyyah adalah :
1. at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, tidak ekstrim kiri ataupun
ekstrim kanan.
2. at-tawazun atau seimbang dalam segala hal,
3. al-i'tidal atau tegak lurus.

Dalam tataran praktis, dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-


prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal : (Lihat Khitthah
Nahdliyah, hal 40-44)
1. Akidah.

1
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah
apalagi kafir.
2. Syari'ah
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan
menggunanakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash
yang je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang
memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).
3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam
penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syajaah
atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap
tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan
(antara kikir dan boros).
4. Pergaulan antar golongan
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok
berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai.
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama
Islam.
5. Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap
dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen
bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan
yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah
yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka
mengingatkannya dengan cara yang baik.
6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai
dan diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama
dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak
baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya
lama yang masih relevan (al-muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal
akhdu bil jadidil ashlah).
7. Dakwah

2
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis
bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai
Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang
jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah

Ahlussunnah Wal Jamaah dalam PMII


PMII adalah bagi dari dinamika perkembangan ke-NU-an di kalangan
pemuda, terutama Mahasiswa. Dalam upaya memahami, menghayati, dan
mengamalkan Islam, PMII menjadikan ahlussunnah wal jamaah sebagai
manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtimai (perubahan sosial)
untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman
dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti-
kekerasan, dan kritis-transformatif. Bagi PMII, Aswaja merupakan basis
dasar nilai organisasi. Hal ini berarti kehidupan dan gerakan PMII
senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai tersebut sehingga secara langsung
membentuk identitas komunitas. Lebih dari itu, Aswaja merupakan
inspirasi gerakan dan sekaligus alat bergerak yang membimbing para
aktivisnya dalam memperjuangkan cita-cita kebangsaan dan
kemanusiaan. PMII memiliki komitmen gerakan yang tidak melenceng dari
cita-cita kebangsaan itu, sementara di sisi lain tetap berkomitmen dengan
cita-cita Islam yang humanis, pluralis, demokratis, egaliter, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Di atas landasan ini pula organisasi
PMII bergerak membangun jati diri komunitasnya dan arah gerakannya.
PMII menjadikan Aswaja sebagai salah satu nilai, dan instrumem
dalam beridiologi, sebagai doktrin fikir dan gerak kader, sebagai nilai
disiplin berorganisasi, dikarenakan selain PMII lahir dari dinamika
perkembangan pemikiran anak muda NU, Aswaja juga memiliki landasan
histories dengan risalah kenabian, makna risalah Agama Islam, konteks
masuknya Islam di Indonesia dan perkembangannya, serta selaras
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah bangsa, Pancasila
Implementasi nilai Aswaja dalam relaita sosial menjadi sangat penting, di
situlah identitas kita akan terlihat, di situlah disiplin nilai akan terbukti, di
situlah letak dedikasi kader terhadap organisasi, loyalitas kader terhadap
sesama kader. Misalnya; membiasakan hubungan saling tolong menolong
(tawaawun), disiplin waktu, menciptakan hubungan kebersamaan
(komunitarian) dalam PMII, hubungan timbal balik dalam hal bisnis,
menjaga ritus dan tradisi Islam Indonesia, ke-NU-an, dan tradisi positif,
berbasis lokal lainnya.
Ala kulli hal, bagi PMII Aswaja bukan hanya sebuah pandangan
keagamaan, akan tetapi lebih jauh merupakan manhaj al-fikr sekaligus
manhaj al-taghayyur al-ijtimai (perubahan sosial) dalam menyikapi
lingkungannya yang majemuk dan dinamis. Aswaja adalah manhajul
fikrah wal harakah (landasan pemikiran dan gerakan) dalam menyikapi
berbagai persoalan, baik berhubungan dengan agama, sosial, politik,
ekonomi, dan kebudayaan.

3
*Disampaikan oleh Yusuf. Alumni bata-bata dan tebuireng jombang.
Saat ini tinggal di Jl.Dr.Wahidin Pontianak Kota

Anda mungkin juga menyukai