Anda di halaman 1dari 13

ASWAJA NU

MAPABA PMII
1. Bagaimana latar belakang kelahiran ASWAJA
dan pengertiannya?
2. Bagaimana ASWAJA sebagai Manhaj Al-Fikr?
3. Bagaimana prinsip ASWAJA sebagai Manhaj Al-
Fikr dalam bidang Aqidah, Sosial politik,
Istinbat Hukum dan Tasawuf?
Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah

Aswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata, Ahlu, Al-


Sunnah, dan Al-Jama’ah. Kata Ahlu diartikan sebagai
keluarga, komunitas, atau pengikut. Kata Al-
Sunnah diartikan sebagai jalan atau karakter.
Sedangkan kata Al-Jamaah diartikan sebagai
perkumpulan.
Dalam kajian ilmu kalam, istilah Ahlussunnah wal Jama’ah ini sudah banyak
dipakai sejak masa sahabat, sampai generasi-generasi berikutnya. Sumber dari
istilah tersebut oleh sebagian banyak para ahli diambil dari hadits Nabi SAW.
Yang menerangkan akan terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan, antara
lain hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan At-Turmudzi, yang artinya :

“ Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi 72 agama. Dan umatku akan


terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan binasa, kecuali satu. Para
sahabat Nabi bertanya : Siapakah yang satu itu wahai Rasulullah?, Rasulullah
menjawab : Yaitu orang-orang yang berpegang teguh pada i’tiqadku dan yang
berpegang teguh pada i’tiqad yang dipegangi oleh sahabat-sahabatku”
ASWAJA
Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan
yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti
warisan para wali dan ulama.

Secara spesifik, Ahlusssunnah Wal Jamaah yang berkembang di Jawa adalah


mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti
Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali
dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili. Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy,
Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah para sahabat, tabiin, tabiit tabi’in dan siapa
saja yang berjalan menurut pendirian imam-imam yang memberi petunjuk
dan orang-orang yang mengikutinya dari seluruh umat semuanya.
• Definisi di atas
meneguhkan kekayaan • Terpaku dengan Al-Qur’an
intelektual dan dan hadis dengan
peradaban yang dimiliki membiarkan sejarah para
sahabat dan orang-orang
Ahlusssunnah Wal saleh adalah bentuk
Jamaah, karena tidak kesombongan, karena
hanya bergantung merekalah generasi yang
kepada al-Qur’an dan paling otentik dan orisinal
hadits, tapi juga yang lebih mengetahui
mengapresiasi dan bagaimana cara memahami,
mengamalkan dan
mengakomodasi menerjemahkan ajaran
warisan pemikiran dan Rasul dalam perilaku setiap
peradaban dari para hari, baik secara individu,
sahabat dan orang- sosial, maupun kenegaraan.
orang salih yang sesuai
dengan ajaran-ajaran
Nabi.
Asal Mula munculnya Ahlussunnah wal Jama’ah

Imam Abu Hasan al-Asy’ari (lahir di Bashrah, 260 H / 873 M, dan wafat di Baghdad, 324
H / 935 M) ialah seorang ahli fiqh terkenal, pemuka teolog Islam pada masanya.
Menurut catatan sejarah, Abu Hasan al-Asy’ari adalah murid dari ayah tirinya yakni
Syaikh Abu Ali Muhammad bin Abdil Wahab al-Juba’I (seorang ulama besar Mu’tazilah),
kemudian Abu Hasan al-Asy’ari keluar dari paham gurunya itu karena menurutnya
banyak keyakinan yang tidak benar. Kemudian beliau membangun paham sendiri yaitu
Ahlussunnah wal Jama’ah.

Paham Ahlussunnah wal Jama’ah juga sering disebut sebagai paham Asy’ariyah, karena
dinishbatkan kepada Abu Hasan al-Asy’ari. Juga sering disebut sebagai paham
Ahlussunnah saja, juga sering disebut sunni dan pengikutnya disebut sunniyun.

Seluruh ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah yang disusun oleh Abu Hasan al-Asy’ari,
dibukukan oleh beliau diantaranya terdapat dalam kitab yang beliau susun seperti : Al-
Ibanah fi Ushuliddiniyyah, Maqalatul Islamiyyin, Al-Mujaz, dan lain-lain.
Doktrin-doktrin Ahlussunnah wal Jama’ah
Pahamnya Tentang Seorang Muslim dan Hal Dosa

Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa suatu golongan dapat dianggap atau diakui sebagai
muslim apabila memenuhi tiga syarat[3] :

1. Mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisannya


2. Ucapan itu diikuti kepercayaan dengan hatinya
3. Dan dibuktikan dengan amal yang nyata

Adapun tentang dosa, Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa orang yang meninggalkan kewajiban
dan mengerjakan dosa yang sampai ia mati belum bertaubat, maka orang ini dihukum sama dengan orang
mu’min yang mengerjakan maksiat. Orang ini apabila ia tidak diampuni Allah ia masuk neraka, tetapi tidak
abadi. Ia akan lepas dari siksa neraka setelah selesai menjalani hukuman neraka, tetapi ia juga akan
merasakan nikmat karena imannya[4].

Dari uraian tersebut dapat kita bandingkan bahwa menurut Ahlussunnah apa yang diperintahkan Tuhan itu
baik dan apa yang dilarangnya itu buruk. Menurut mereka tidak ada kebaikan dan tidak pula ada kejahatan
yang mutlak, karena itu hak istimewa-Nya
Aswaja Sebagai Manhaj
Al-Fikr
• Aswaja sebagai manhaj (Kerangka) dalam
berpikir.
• Rumusan:
• Tawassuth – tengah-tengah (menghindari
segala bentuk pendekatan ekstrim)
• Tasamuh – toleran (menghormati orang lain
dalam melaksanakan hak-haknya)
• Tawazun – keseimbangan ( dlm pola
hubungan/relasi bersifat Individu atau sosial
antara Negara dan rakyatnya maupun
manusia dan alam)
• Ta’adul – Keadilan (yg merupakan integral dari
KH. NURIL HUDA tawassuth, Tasamuh dan Tawazun).
PENDIRI PMII
Karakteristik Ahlusssunnah Wal Jamaah Dalam Mensikapi Perkembangan Zaman
Ada lima istilah utama yang diambil dari Al Qur’an dan Hadits dalam menggambarkan karakteristik Ahlus sunnah wal
jama’ah sebagai landasan dalam bermasyarakat atau sering disebut dengan konsep Mabadiu Khaira Ummat yakni
sebuah gerakan untuk mengembangkan identitas dan karakteristik anggota Nahdlatul ‘Ulama dengan pengaturan nilai-
nilai mulia dari konsep keagamaan Nahdlatul ‘Ulama, antara lain :

At-Tawassuth
Tawassuth berarti pertengahan, maksudnya menempatkan diri antara dua kutub dalam berbagai masalah dan keadaan
untuk mencapai kebenaran serta menghindari keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan
Al I’tidal
I’tidal berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong ke kiri.I’tidal juga berarti berlaku adil, tidak
berpihak kecuali pada yang benar dan yang harus dibela.
At-Tasamuh
Tasamuih berarti sikap toleran pada pihak lain, lapang dada, mengerti dan menghargai sikap pendirian dan kepentingan
pihak lain tanpa mengorbankan pendirian dan harga diri, bersedia berbeda pendapat, baik dalam masalah keagamaan
maupun masalah kebangsaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan.
At-Tawazun
Tawazun berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan sesuatu unsur atau kekurangan unsur lain.
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf nahi munkar artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang bermanfaat bagi kehidupan duniawi
maupun ukhrawi, serta mencegah dan menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, merendahkan dan
atau menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.
Menurut KH. Said Agil Siradj, Ahlussunnah Waljamaah adalah orang-orang
yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek
kehidupan yang berlandaskan atas dasar-dasar moderasi, menjaga
keseimbangan, dan toleransi. Baginya Ahlussunnah Waljamaah harus
diletakkan secara proporsional, yakni Ahlussunnah Waljamaah bukan
sebagai mazhab, melainkan sebuah manhaj al-fikr (pendekatan berpikir
tertentu) yang digariskan oleh sahabat dan para muridnya, yaitu generasi
tabi’in yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam menyikapi
situasi politik ketika itu. Namun harus diakui bahwa kelahiran Ahlussunnah
Waljamaah sebagai manhaj al-fikr tidak terlepas dari pengaruh tuntutan
realitas sosio-kultural dan sosio-politik yang melingkupinya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai