perdebatan mengenai siapa yang berhak memimpin umat sebagai khalifah nabi.
Keadaan ini terjadi karena nabi tidak berwasiat kepada para s}ah}abat tentang
kekhalifahan1, juga tidak menunjuk salah satu dari mereka. Oleh sebab itu,
muncul ego kelompok apakah kaum muhajirin atau kaum anshar yang berhak
sebagai khalifah memimpin umat Islam. Hal serupa menjadi lazim mengiringi
Kondisi sosial umat Islam pada masa khulafa al-rasyidun menginisiasi para
1
Muhammad Abu< Zahwa, al-H{adi>s\ wa al-Muh}addis\u>n, (Riyad} : ), hlm. 62
2
Ibid., hlm. 65
3
Ibid., hlm. 66-73
15
16
Sikap para shahabat tersebut menunjukkan bahwa mereka jeli dan jenius4
dalam seleksi hadits, sehingga dapat diketahui sedini mungkin apabila ada
sistem sanad sebagai filter validitas hadits yang diriwayatkan. Sanad adalah
sampai Rasulullah saw5. Praktik seperti itu tersurat misalnya pada riwayat imam
adil dan dhabith, 3. Terbebas dari syadz, 4. Terbebas dari cacat8 sedangkan
unsur-unsur minor yang dimaksud adalah detail rincian dari unsur-unsur mayor
tersebut.
4
Kejeniusan yang sangat dari shahabat diistilahkan dalam shahih bukhari dengan
ungkapan ‘Abqariyyan
5
Nuruddin ‘Itr, Manhaju al-Naqdi fi> ‘ulu>m al-h}adi>s\, (Damaskus : Da>r al-Fikr,1988), hlm.
33
6
Muhammad Luqman al-Salafi, Ihtima>m al-Muhaddis\i>n bi Naqdi al-Hadis\ Sanadan wa
Matnan (Riyad : ), hlm. 155
7
Syuhudi Ismail, Kaedah kesahihan sanad hadis: telaah kritis dan tinjauan dengan
pendekatan ilmu sejarah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), hlm. 119
8
Lihat Nuruddin ‘Itr, Opcit., hlm. 242-243
17
Substansi dari sistem sanad ini menunjukkan bahwa ada proses transmisi
yang diterima umat Islam dari para shahabat, para shahabat juga menerima
transmisi ajaran agama tersebut dari Rasulullah saw yang telah menerima
periwayatan hadits. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah (w. 728 H) berkata : “Ilmu
Isna>d dan Riwa>yat adalah suatu yang dikhususkan oleh Allah swt untuk umat
dengan ahli kitab yang ajaran-ajarannya tidak disertai isna>d, begitu juga para
ahli bid’ah yang tersesat. Sesungguhnya isna>d menjadi anugerah bagi umat
pelopor ilmu rijal adalah Ibn Sirin (w.110 H)12, Abu Abdullah al-Z|ahabi
9
Muhammad bin Mathor al-zahroni, “’Ilm al-Rija>l Nasy’atuhu wa Tat}o>waruhu min al-
Qorni al-awwal ila> niha>yati al-Qorni al-Ta>si’”, (Madinah : Da>r al-h}ud}oiri), hlm. 13
10
Ibid., hlm. 14
11
Ibid., hlm. 19
12
Ibid., hlm. 26
18
Praktik pemakaian sistem sanad sebenarnya bukan hal baru dalam Islam,
hadits15.
dan integritas seorang rawi sebagai perantara hadits, maka muncullah kajian
ilmu rija>l16 yang berisi penjelasan dan informasi mengenai rawi (perantara
hadits). Sistem sanad juga menjadi ciri khas umat Islam dibanding umat-
umat lain17.
13
Ibid.,
14
Samsuddin al-Dhahabi, Taz\kirat al-H{uffa>z}, (Hyderabad:Osmania University,1958),
hlm. 2
15
Ibid., hlm. 6
16
Ilmu rija>l : menurut Hashim Kamali dalam bukunya text book of H{adith Studies
Authenticity, Compilation, Classification and Criticism of h}adith didefinikan sebagai : cabang
ilmu hadits yang membahas dan meliputi kajian tentang data riwayat hidup, kronologi, catatan
akademis, guru-guru dan murid-murid, pandangan politis serta penilaian orang-orang terhadap
seorang rawi.
17
Muhammad bin Mathor al-zahroni, ’Ilm al-Rija>l Nasy’atuhu wa Tat}owaruhu min al-
Qorni al-awwal ila> niha>yati al-Qorni al-Ta>si’, (Madinah : Da>r al-h}ud}oiri), hlm. 25
19
dibukukan pada abad kedua hijriyah. Beberapa contoh kitab rija>l yang
dikarang pada kurun waktu itu antara lain : kitab “al-Ta>rikh” karya al-Laits
bin Sa’ad (w. 175 H), kitab “al-Ta>rikh” karya imam Abdullah bin Mubarak
(w. 181 H), sedangkan informasi hal ihwal rawi sebelum adanya kitab rija>l,
diperlukan dalam seleksi hadits, hal ini berkaitan dengan derajat hadits yang
hadits maudhu’20.
Berkaitan dengan hal ihwal rawi, hadits dapat tertolak karena adanya
rawi. Kekurangan atau cacatnya rawi dari segi kredibilitas dan integritas
18
Ibid., hlm. 26
19
Nuruddin ‘Itr, Manhaju al-Naqdi fi> ‘ulum al-h}adi>s\, (Damaskus : Da>r al-Fikr,1988),
hlm. 241
20
Ibid., hlm. 285
20
(bid’ah) dan 5. Bodoh21. Sedangkan, kekurangan dan cacatnya rawi dari segi
yang harus ada dalam hadits nabi, sebab isnad merupakan bagian dari agama,
menggali hadits tanpa sanad bagaikan pencari kayu bakar yang membawa
bungkusan kayu bakar di malam hari, dia tidak sadar di dalamnya ada ular
bagaikan senjata bagi kaum mukmin, tanpa senjata bagaimana bisa eksis
dalam peperangan.
Misalkan perjalanan Jabir bin Abdullah dari madinah sampai mesir untuk
21
Muhammad Mahmud Bakkar, Asba>b Raddu al-Hadis\ wa Ma> Yantajju ‘Anha> Min
‘Anwa>’, (Riyadh: Da>r al-T{oyyibah, 1997), hlm. 117
22
Ibid.,
23
Muhammad Luqman al-Salafi, Ihtima>m al-Muhaddis\i>n bi Naqdi al-Hadis\ Sanadan wa
Matnan, (Riyad : ), hlm. 157
24
Ibid., hlm. 158
25
Ibid., hlm. 159
26
Ibid.,
21
sanad dan ilmu rijal mutlak diperlukan dan sangat urgen dalam mempelajari
hadits nabi, sehingga dapat diseleksi hadits yang shahih atau dhoif.
Ta>ri<kh adalah ilmu yang mengabarkan tentang rawi dari segi yang
Tara>jim adalah kitab rijal yang berisikan biografi rawi hadits untuk
menjelaskan detail rawi yang dimaksud. Oleh karena banyaknya nama rawi
yang sama bahkan ada juga yang sama persis beserta nama ayahnya sehingga
tidak tertukar.
T{obaqa>t adalah kaum yang menjadi perantara sunnah dan isnad dan
Jadi kitab t}obaqa>t berisi klasifikasi para rawi hadits berdasar urutan proses
Alqa>b adalah suatu julukan rawi yang sering dipakai untuk menunjuk
rawi yang dimaksud. Oleh karena sudah menjadi adat pemakaian julukan
mengenai siapa rawi yang dimaksud dengan julukan yang dipakai para ahli
27
Opcit., hlm. 117
22
hadits karena julukan tersebut lebih dikenal masyarakat dari pada nama
aslinya.
Ilmu al-Jarh} wa al-Ta’di<l merupakan idiom dari dua kata Jarh dan
Ta’dil. Secara terminologi jarh adalah adanya sifat rawi yang merusak sifat
adilnya, buruk hafalan dan kecerdasanya yang berimplikasi pada gugur atau
ta’dil adalah mensifati rawi dengan sifat yang bersih, menerangkan sifat
adilnya dan diterima ucapanya29. Sehingga dapat dipahami bahwa ilmu jarh
wa ta’dil adalah ilmu yang membahas tentang hal ihwal rawi yang
Penulis fokus pada kajian jarh wa ta’dil sebagai acuan penelitian guna
4. Jarh wa Ta’dil
Riwayat, isnad serta jarh wa ta’dil adalah hal unik yang dimiliki umat
Islam dibanding umat lain. Metode tersebut bukan hanya sebagai tradisi
28
Ibid., hlm. 260
29
Ibid., hlm. 261
30
Ibid.,
23
seseorang kepada orang lain, maka wajib memperhatikan dan menyelidiki hal
ihwal muhaddis\in sebagai ujud berhati-hati dalam urusan agama dan menjaga
syariat dari tipu daya orang kafir”.31 Ini menunjukkan bahwa sistem riwayat,
isnad serta penilaian jarh wa ta’dil juga dituturkan oleh nabi Muhammad saw.
berita dan reporternya, terlebih yang datang dari nabi telah ada sejak nabi
masih hidup.
Satu contoh verifikasi yang dilakukan Z|ima>m bin S|a’labah kepada nabi
Dari cerita tersebut dapat diklaim bahwa investigasi atau kritik hadits
sebenarnya menjadi hal yang melekat dan berasal dari nabi Muhammad saw.
meninggalnya nabi Muhammad saw, namun hal ini menjadi tugas kaum
31
Muhammad bin Mathor al-zahroni, ’Ilm al-Rija>l Nasy’atuhu wa Tat}o>waruhu min al-
Qorni al-awwal ila> niha>yati al-Qorni al-Ta>si’, (Madinah : Da>r al-h}ud}oiri), hlm.114
32
Ibid., hlm. 115
33
M. Mus}t}afa ‘Az}ami, Studies in Hadith Methodology and Literature, (Riyadh:
University of Riyadh,1977), hlm. 48
24
cara-cara nabi, dengan konsekuensi harus sangat hati-hati dan teliti dalam
dikumpulkan pertama kali dan dikenalkan sebagai cabang ulumul hadits oleh
ta’dil lebih dimengerti muncul dan berkembang pada abad ketiga hijriyah,
walaupun sebenarnya secara praktek sudah lazim dilakukan sejak masa nabi.
apakah dia berkata benar atau berbohong, sehingga dapat dijelaskan perdikat
34
Muhammad bin Mathor al-zahroni,’Ilm al-Rija>l Nasy’atuhu wa Tat}owaruhu min al-
Qorni al-awwal ila> niha>yati al-Qorni al-Ta>si’”,(Madinah : Da>r al-h}ud}oiri), hlm.115
35
Ibid.,
36
‘Aja>j Khatib, Us}u>l al-Hadis\ ‘Ulu>muhu wa Must}ala>h}uhu, (Beirut: Da>r al-Fikr,1971),
hlm. 261-262
25
ada pula yang hanya memuat rawi-rawi dengan predikat tertolak misal al-
derajat hadits.
rawi dikumpulkan sebanyak mungkin. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi
merujuk nama rawi, rawi dalam sanad hadits yang termaktub dalam kitab
merujuk nama rawi yang dimaksud oleh karena ada rawi yang nama
peneliti saat merujuk rawi hadis dalam kitab rija>l mutlak diperlukan
37
Arif Chasanul Muna, Metode Penelitian Sanad dan Matan Beragam Versi, (Pekalongan
: Mahabbah Press,2015), hlm. 60
26
rawi adalah kitab tahz\ib al-kamal karya al-Mizzi dan juga Tahz\ib al-
Dari kitab rija>l tersebut dapat diketahui identitas rawi, guru dan
menilai beliau dengan ungkapan اﺣﺪ اﻷﺋﻤﺔ اﻻﺳﻼمimam Ahmad bin Hanbal
38
Ibid.,
39
Ibid., hlm. 61
40
_____,Maktabah Syamilah:Ruwa>t al-Tahdzibi>n
27
tingkatan al-jarh wa ta’di>l. Ibn Ha>tim al-Ra>zi> (w.327 H), Ibn S{ala>h}
tingkatan. Adapun Ibn Hajar al-Asqala>ni> (w.852 H) dan Jala>l al-Di>n al-
peringkat rawi adalah, pertama, ada satu lafadz yang sama dimasukkan
dalam peringkat yang sama oleh beberapa ulama kritikus. Kedua, ada
lafadz sama yang dimasukkan dalam katagori yang berbeda oleh beberapa
ulama kritikus. Ketiga, ada beberapa lafadz yang tidak digunakan oleh
kritikus tertentu.42
istilah dan maksud dari banyaknya ungkapan serta lafal jarh wa ta’dil
merupakan ijtihad na>qid, bisa saja imam lain menempatkan lafal yang
41
Suryadi cs, Metodologi Penelitian Hadis, (Yogyakarta : Teras Press, 2009), hlm. 106
42
Ibid., hlm. 107
43
Umar I<ma>n Abu Bakar, al-Ta’si>s fi> Fanni dira>sat al-Asa>ni>d, (Riyadh: Maktabah al-
Ma’arif), hlm. 112
28
yang menyatakannya.44
yang berbeda dengan maksud ungkapan yang berbeda pula. Berikut kami
44
Suryadi cs, Opcit., hlm. 107
29
ﺛﺒﺖ ,ﺛﻘﺔ ,ﻣﺘﻘﻦ ,ﺛﺒﺖ ,ﺣﺠﺔ ,ﺛﻘﺔ ,ﻣﺘﻘﻦ ,ﺛﺒﺖ ,ﺘﺞ ﻣﺘﻘﻦ, اﺛﺒﺖ اوﺛﻖ ا ﺎس ,اﺛﺒﺖ ﺛﻘﺔ ﺛﻘﺔ ,ﺛﺒﺖ ﺛﺒﺖ ,ﺛﻘﺔ ﺛﻘﺔ ,ﺛﺒﺖ ﺣﺠﺔ ,ﺛﻘﺔ, ا ﺎس, اوﺛﻖ
ﺛﺒﺖ ﺣﺠﺔ ,ﺿﺎﺑﻂ ,ﻋﺪل ,ﺣﺎﻓﻆ ,ﺿﺎﺑﻂ ﺣﺎﻓﻆ, ﺛﻘﺔ ﺛﺒﺖ ,ﺛﻘﺔ ﺣﺠﺔ ,ﺛﺒﺖ ا ﺎس ,ﻓﻮق ا ﻘﺔ ,إ ﻪ ا ﺎس
I
ﺣﺎﻓﻆ ﻣﺘﻘﻦ ﺛﻘﺔ ﻣﺄ ﻮن ا ﺒﺖ ,ﻻ ا ﻨﺘ
أﺛﺒﺖ ﻣﻨﻪ ,ﻣﻦ ﻣﺜﻞ
ﻓﻼن ,ﻓﻼن ﺴﺄل ﻋﻨﻪ
ﻠﻪ ا ﺼﺪق ,ﺻﺪوق ,ﻠﻪ ا ﺼﺪق ,ﻻ ﻠﻪ ا ﺼﺪق ﺻﺪوق, ﺻﺪوق, ﻣﺘﻘﻦ ,ﺛﻘﺔ ,ﺛﺒﺖ ,ﻣﺘﻘﻦ ﺛﺒﺖ, ﺛﻘﺔ ﺛﻘﺔ ,ﺛﺒﺖ ﺛﺒﺖ ,ﺛﻘﺔ ﺛﻘﺔ ,ﺛﻘﺔ ﺛﺒﺖ ,ﺛﻘﺔ,
ﺑﺄس ﺑﻪ ﻻﺑﺄس ﺑﻪ ,ﻻﺑﺄس ﺑﻪ ﺣﺠﺔ ﺣﺠﺔ ,ﺛﺒﺖ ﺛﻘﺔ ,ﺛﺒﺖ ﺣﺠﺔ ,ﺛﻘﺔ ﻣﺘﻘﻦ ,ﺣﺠﺔ ,ﺣﺎﻓﻆ
ﺛﻘﺔ ﺛﺒﺖ ﺣﺎﻓﻆ ,ﺣﺎﻓﻆ ﺣﺠﺔ, ﺣﺎﻓﻆ
II
ﺛﺒﺖ, ﺛﻘﺔ, ﻣﺘﻘﻦ, ﻣﺄ ﻮن ,ﺛﺒﺖ ﺣﺠﺔ
ﺣﺠﺔ ,ﻣﺘﻘﻦ ,ﺣﺎﻓﻆ,
ﻋﺪل ,ﺿﺎﺑﻂ
45
Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis : Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), hlm. 198
30
ﺷﻴﺦ ﺷﻴﺦ ,وﺳﻂ ,روي ﻋﻨﻪ ﺷﻴﺦ ﻣﺄ ﻮن ,ﺻﺎﻟﺢ ا ﺪﻳﺚ ,ﺣﺴﻦ ﺻﺪوق ,ﻟ ﺲ ﺑﻪ ﺑﺄس ﺛﻘﺔ ,ﺛﺒﺖ ,ﺣﺠﺔ ,ﺣﺎﻓﻆ ,ﺻﺪوق,
III
ﻣﻘﺎرب ا ﺎس, ﻣﻘﺎرب ﻠﻪ ا ﺪﻳﺚ, ﺑﻪ, ﻻﺑﺄس ﺿﺎﺑﻂ
ا ﺪﻳﺚ ا ﺪﻳﺚ ا ﺼﺪق ,ﺧ
ﺻﺎﻟﺢ ا ﺪﻳﺚ ﺻﺎﻟﺢ ا ﺪﻳﺚ ﻠﻪ ﺻﺎﻟﺢ ا ﺪﻳﺚ ﻠﻪ ا ﺼﺪق ,ﺷﻴﺦ ﺻﺎﻟﺢ ا ﺪﻳﺚ, ﺻﺪوق ,ﻣﺄ ﻮن ,ﻻﺑﺄس ﺟﻴﺪ ا ﺪﻳﺚ ,ﺟﻴﺪ,
IV ا ﺼﺪق ,ﺟﻴﺪ ا ﺪﻳﺚ, ﺣﺴﻦ ا ﺪﻳﺚ ,ﺷﻴﺦ ,وﺳﻂ ,ﺷﻴﺦ ,وﺳﻂ ﺑﻪ ,ﺧﻴﺎر
ﺣﺴﻦ ا ﺪﻳﺚ ,ﺷﻴﺦ ا ﺎس, ﻋﻨﻪ روى
وﺳﻂ ,ﺷﻴﺦ ,وﺳﻂ ﻣﻘﺎرب ا ﺪﻳﺚ
- - ﻣﺄ ﻮن ,ﺻﺪوق ان ﺷﺎء اﷲ- , ﻠﻪ ﺻﺎﻟﺢ ا ﺪﻳﺚ ,وﺳﻂ ,ﺻﺪوق, ﺻﺎﻟﺢ ا ﺪﻳﺚ,
ان ارﺟﻮ ان ﻻﺑﺄس ﺑﻪ ,ﻟ ﺲ ﺑﻪ ﺻﻮ ﻠﺢ, ارﺟﻮ ا ﺼﺪق ,روى ﻋﻨﻪ ,ﺟﻴﺪ ﺻﻮ ﻠﺢ,
ﻻﺑﺄس ﺑﻪ ﺑﺄس ,ﺧﻴﺎر ا ﺪﻳﺚ ,ﺣﺴﻦ ا ﺪﻳﺚ ,ﻻﺑﺄس ﺑﻪ
ﻣﻘﺎرب ,وﺳﻂ ﺷﻴﺦ,
ﻣ وك ﻛﺬاب ,ﻣ وك ا ﺪﻳﺚ ,ﻛﺬاب ,ﻣ وك ا ﺪﻳﺚ, دﺟﺎل ,ﻛﺬاب ,دﺟﺎل ,وﺿﺎع ,ﻛﺬاب, اﻛﺬب ا ﺎس ,اوﺿﻊ ا ﺎس ,ﻣﻨﻴﻊ اﻛﺬب ا ﺎس ,اﻓﺴﻖ ﻛﺬاب,
I ذاﻫﺐ ا ﺪﻳﺚ ذاﻫﺐ ذاﻫﺐ ا ﺪﻳﺚ ا ﺪﻳﺚ, ا ﻜﺬب ,ر ﻦ ا ﻜﺬب ,ر ﻦ ا ﺎس ,ﻛﺬاب ,ﻳ ﺬب ,وﺿﺎع ,وﺿﻊ ,ﻳﻀﻊ ,ﻳﻀﻊ ا ﺪﻳﺚ
ا ﺪﻳﺚ وﺿﺎع ,دﺟﺎل ,ﻳﻀﻊ ﻳ ﺬب ا ﻮﺿﻊ ا ﻜﺬب ا ﻪ ﻣﻨﺘ
ا ﺪﻳﺚ
ﺿﻌﻴﻒ ا ﺪﻳﺚ ﺿﻌﻴﻒ ا ﺪﻳﺚ ﺑﺎ ﻜﺬب ,ﻣﺘﻬﻢ ﺑﺎ ﻜﺬب ,ﻣﺘﻔﻖ ﺿﻌﻴﻒ ا ﺪﻳﺚ ﻣﺘﻬﻢ ﺑﺎ ﻜﺬب ,ﻣ وك ﻣﺘﻬﻢ ﻛﺬاب ,دﺟﺎل ,وﺿﺎع
ﺗﺮ ﻪ ا ﺪﻳﺚ ,ﻣ وك ,ذاﻫﺐ ﻣ وك ,ذاﻫﺐ ,ﻟ ﺲ
ﻫﺎ ﻚ, ا ﺪﻳﺚ ,ذاﻫﺐ ,ﻣﺘﻬﻢ ﺑﺜﻘﺔ,
II ﺑﺎ ﻮﺿﻊ ,ﻫﺎ ﻚ ﻓﻴﻪ ﻧﻈﺮ ,ﺳﻜﺘﻮاﻋﻨﻪ ,ﻓﻴﻪ ﻧﻈﺮ,
ﺳﺎﻗﻂ ا ﺪﻳﺚ ,ﺳﺎﻗﻂ ,ﺳﺎﻗﻂ ,ﻻ ﻳﻌﺘ
ﺳﻜﺘﻮاﻋﻨﻪ ,ﺗﺮ ﻮه ,ﻟ ﺲ
ﺑﺜﻘﺔ ,ﻏ ﺛﻘﺔ,
ﻟ ﺲ ﺑﻘﻮى ﻟ ﺲ ﺑﻘﻮى ﻣﺘﻬﻢ ﺑﺎ ﻜﺬب ,ﻣﺘﻬﻢ ﺑﺎ ﻮﺿﻊ ,ﺿﻌﻴﻒ ﺟﺪا ,ﻻ ﺴﺎوى ﺿﻌﻴﻒ ﺟﺪا ,ﻻ ﻣ وك ,ذاﻫﺐ ا ﺪﻳﺚ ﻟ ﺲ ﺑﻘﻮى
ﻣ وك ا ﺪﻳﺚ ,ذاﻫﺐ ,ﻫﺎ ﻚ ,ﺷﻴﺄ ,ﻟ ﺲ ﺸﻴﺊ ,واه ,رد ﺴﺎوى ﺷﻴﺄ واه ,ﻟ ﺲ ﺑﺜﻘﺔ ,ﻫﺎ ﻚ,
III ﺣﺪﻳﺜﻪ ,ﺮدود ا ﺪﻳﺚ ,ﻟ ﺲ ﺸﻴﺊ ,وﻫﻢ ,رد ﺳﻜﺘﻮاﻋﻨﻪ ,ﻓﻴﻪ ﻧﻈﺮ, ﺳﺎﻗﻂ ,ﻻﻳﻌﺘ ﺑﻪ ,ﻻ ﻳﻌﺘ
ﺣﺪﻳﺜﻪ ,ﺳﻜﺘﻮا ﻋﻨﻪ ,ﻣ وك ,ﻃﺮﺣﻮا ﺣﺪﻳﺜﻪ ,ارم ﺑﻪ ,ﻻ ﺣﺪﻳﺜﻪ ,ارم ﺑﻪ ,ﺳﺎﻗﻂ
ﻣﻄﺮح ﺑﻪ, ﺷﻴﺊ ﺗﺮ ﻮه ,ﻟ ﺲ ﺑﺜﻘﺔ ,ﻏ ﺛﻘﺔ ,ﻏ
ﻣﺄ ﻮن
46
Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis : Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), hlm. 202
32
ﻟ ا ﺪﻳﺚ ﻟ ا ﺪﻳﺚ ا ﺪﻳﺚ ,ﺿﻌﻴﻒ ﺟﺪا ,واه ,ﻟ ا ﺪﻳﺚ ﺿﻌﻴﻒ ﺟﺪا ,ﻻ ﺴﺎوي ﺷﻴﺄ ,ﺿﻌﻴﻒ ,ﻣﻨﻜﺮ ا ﺪﻳﺚ ,ﻣﻨﻜﺮ
IV ﻬﻮل ,ﺿﻌﻔﻮه ,ﻀﻄﺮب ﻻ ﺘﺞ ﺑﻪ ﺿﻌﻔﻮه ,ﺿﻌﻔﻮه ,ﻟ ﺲ ﺸﻴﺊ, ﻣﻄﺮوح ,ﻣﻄﺮوح ا ﺪﻳﺚ ,ارم ﺑﻪ,
ﺿﻌﻴﻒ وواه ﻀﻄﺮ ﻪ ﺑﻪ ,واه واه ,رد ﺣﺪﻳﺜﻪ ,ﺮدود ا ﺪﻳﺚ ,ا ﺪﻳﺚ ,ﻻ ﺘﺞ ﺑﻪ
ﻟ ﺲ ﺸﻴﺊ
- - ا ﺪﻳﺚ ,ﻓﻴﻪ ﻟ ,ﻟ ﺲ ﺑﺎﻟﻘﻮى ,ﻟ ,ﻓﻴﻪ ﺿﻌﻒ ,ﻓﻴﻪ - ﺿﻌﻴﻒ ,ﺿﻌﻔﻮه ,ﻣﻨﻜﺮ ا ﺪﻳﺚ ,ﻟ ,ﻟ
ﻣﻘﺎل ,ﻟ ﺲ ﺑﺎﻟﻘﻮى, ﻀﻄﺮب ا ﺪﻳﺚ ,ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺿﻌﻒ ,ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺿﻌﻒ ,ﻓﻴﻪ ﺿﻌﻒ
ﻟ ﺲ ﺠﺔ ,ﺗﻌﺮف ﻟ ﺲ ﺑﺎﻟﻘﻮى ,ﻟ ﺲ ﺑﺬاك, ﻀﻄﺮب ,ﻬﻮل
وﺗﻨﻜﺮ ,ﺗ ﻠﻢ ﻓﻴﻪ, ﻟ ﺲ ﺠﺔ ,ﻟ ﺲ ﺑﺎ ﺘ ,
V ﺳﻴﺊ ا ﻔﻆ,ﻳﻀﻌﻒ ﻟﺲ ﺑﻌﻤﺪة, ﻟﺲ
ﻓﻴﻪ ,ﻗﺪ ﺿﻌﻒ, ﺑﺎ ﺮ ,ﻓﻴﻪ ﺧﻼف,
اﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ,ﻟ ﺲ ﻃﻌﻨﻮه ,ﺳﻴﺊ ا ﻔﻆ,
ﺑﺬاك ,ﻻ ﺘﺞ ,ﺻﺪوف ﺗ ﻠﻤﻮا ﻓﻴﻪ
ﻟ ﻦ ﻣﺒﺘﺪع
- - - ﻟ ,ﻟ ﺲ ﺑﺎﻟﻘﻮى ,ﺿﻌﻒ اﻫﻞ
ﺣﺪﻳﺜﻪ ا ﺪﻳﺚ ,ﺿﻌﻒ,
ﺿﻌﻒ ,ﺳﻴﺊ ا ﻔﻆ ,ﻣﻘﺎل ﻓﻴﻪ,
ﺣﺪﻳﺜﻪ ﻣﻘﺎل ,ﻳﻨﻜﺮ و ﻌﺮف,
VI ﻓﻴﻪ ﺧﻠﻒ ,اﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ,ﻟ ﺲ
ﺠﺔ ,ﻟ ﺲ ﺑﺎ ,ﻟ ﺲ ﺑﺎﻟﻌﺒﺪ,
ﻟ ﺲ ﺑﺬاك ,ﻟ ﺲ ﺑﺎ ﺮ ,ﻟ ﺲ
ﺑﺬاك اﻟﻘﻮى ,ﻃﻌﻨﻮا ﻓﻴﻪ ,ﺗ ﻠﻤﻮا
ﻓﻴﻪ ,ﻣﺎ اﻋﻠﻢ ﺑﻪ ﺑﺄس ,ارﺟﻮ ان ﻻ
ﺑﺄس ﺑﻪ
33
tidak meyakini bahwa hadits berasal dari nabi yang ‘Ummi (buta
hijriyah.49
47
Mahmud Thaha>n, Ushul al-Takhrij wa Dira>sat al-Asa>ni>d, (Riya>dh: Maktabah al-
Ma’a>rif,1996), hlm.144
48
Ibid., hlm. 144-145
49
Musthafa Siba’i, al-Isytisyra>q wa al-Musytasyriqu>n: Ma> Lahum wa Ma> ‘Alaihim,
(__,Dar al-Warraq), hlm. 28-29
34
Tingkata
n Istilah Kualitas
al-Jarh wa al-Ta’dil Periwayatan
50
Arif Chasanul Muna, Metode Penelitian Sanad dan Matan Beragam Versi, (Pekalongan
: Mahabbah Press,2015), hlm. 61-63
35
ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺷﻴﺊ .ﻓﻴﻪ ﻟ .ﻟ ﻣﻨﻪ .ﻓ dhaif tapi diatas matruk.
- Untuk memahami istilah
ﻬﻮل .ﻓﻴﻪ ﺟﻬﺎﻟﺔ. ا ﺪﻳﺚ .ﻟ . “munkar al-hadis” harus
ﻻأدري ﻣﺎﻫﻮ .ﻠﻀﻌﻒ ﻣﺎﻫﻮ .ﻃﻌﻨﻮا dilihat dulu siapa yang
ﻓﻴﻪ .ﺗﺮ ﻮه .ﻣﻄﻌﻮن ﻓﻴﻪ .ﺳﻴﺊ ا ﺎﻓﻆ. mengucapkannya.
Sebagian istilah ini
ﺗ ﻠﻤﻮا ﻓﻴﻪ .ﺳﻜﺘﻮا ﻋﻨﻪ .ﻓﻴﻪ digunakan untuk rawi yang
ﻧﻈﺮ)ﺑﻐ ﻗﻮل ا ﺨﺎرى( masih dalam katagori al-
I’tibar, sebagian lain
8 ﺿﻌﻴﻒ .ﻣﻨﻜﺮ ا ﺪﻳﺚ .ﺣﺪﻳﺜﻪ digunakan untuk rawi
ﻣﻨﺎﻛ . ﻣﺎ ﻳﻨﻜﺮ. ﻣﻨﻜﺮ. dengan katagori al-radd.
ﻀﻄﺮب ا ﺪﻳﺚ .واه .ﺿﻌﻔﻮه.
ﻻ ﺘﺞ ﺑﻪ .ﻬﻮل
9 ﺮدود رد ﺣﺪﻳﺜﻪ .ردوا ﺣﺪﻳﺜﻪ.
ا ﺪﻳﺚ .ﺿﻌﻴﻒ ﺟﺪا .واه ﺑﻤﺮة.
ﺗﺎﻟﻒ .ﻃﺮﺣﻮا ﺣﺪﻳﺜﻪ .ارم ﺑﻪ .ﻣﻄﺮح.
MARTABAT AL-RADDﻣﻄﺮح ا ﺪﻳﺚ .ﻻﻳ ﺘﺐ ﺣﺪﻳﺜﻪ.
- Rawi pada tingkatan 9 danﻻ ﻞ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺣﺪﻳﺜﻪ .ﻻ ﻞ ا ﺮواﻳﺔ
10 hadisnya tidak bisa
ﻋﻨﻪ .ﻟ ﺲ ﺸﻴﺊ .ﻻﺷﻴﺊ .ﻻ ﺴﺎوي dihukumi maudhu’.
ﻓﻠﺴﺎ .ﻻ ﺴﺎوي ﺷﻴﺄ Kualitas hadisnya adalah
syadid al-dha’f.
- Sedangkan rawi pada
10 ق ا ﺪﻳﺚ .ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺎ ﻜﺬب .ﻣﻨﻬﻢ tingkatan 11 dan 12
ﺑﺎ ﻮﺿﻊ .ﺳﺎﻗﻂ .ﻫﺎ ﻚ .ذاﻫﺐ .ذاﻫﺐ hadisnya dapat dihukumi
ا ﺪﻳﺚ .ﻣ وك .ﻣ وك ا ﺪﻳﺚ. sebagai hadis maudhu’.
- Jika imam Bukhari menilai
ﻳﺪي ﺗﺮ ﻪ .ﻫﻮ ﺗﺮ ﻮه .ﻤﻊ seorang rawi dengan istilah
ﺪﻳﺜﻪ. ﺑﻪ .ﻻﻳﻌﺘ اﻟﻌﺪل .ﻻﻳﻌﺘ munkar al-hadits maka
hadisnya dikatagorikan al-
ﺛﻘﺔ ﻟ ﺲ ﺑﺎ ﻘﺔ .ﻟ ﺲ ﺑﺜﻘﺔ .ﻏ radd.
وﻻﻣﺄ ﻮن .ﺳﻜﺘﻮا ﻋﻨﻪ .ﻓﻴﻪ ﻧﻈﺮ
)ﺑﻘﻮل ا ﺨﺎرى(
11 ﻛﺬاب .ﻳﻀﻊ ا ﺪﻳﺚ .ﻳ ﺬب.
وﺿﺎع .دﺟﺎل .وﺿﻊ ﺣﺪﻳﺜﺎ
12 ا ﻮﺿﻊ. أ ﺬب ا ﺎس .إ ﻪ ا ﻨﺘ
ر ﻦ ا ﻜﺬب
36
[b] Martabah al-I’tiba>r; yakni para rawi dengan integritas moral namun
ilmiah atau para rawi dengan integritas moral tinggi namun tidak
kesalahan periwayatan.53
51
Ibid., hlm. 63
52
Ibid., hlm. 64
53
Ibid.,
37
NO KATEGORI
54
Ibid., hlm. 65
38
kiranya rawi tersebut disepakati para ulama jarh ta’dil (muttafaq ‘ala>
terjadi dalam kaum muslimin, ada ulama (misal Imam Ahmad) yang
madzhab.
karena sebagai manusia setiap rawi tidak akan pernah luput dari
rawi.
55
Syamsuddin Arif, Orientalis & Diabolisme Pemikiran (Jakarta : Gema Insani
Press,2008), hlm. 222
56
Keukeuh : kuat hati
39
lafal jarh wa ta’dil sehingga tidak salah pemilihan kata dan tidak
tertukar antara lafal jarh dan lafal ta’dil. [4] kritikus harus
dilandasi kemarahan57.
57
Hamid Qu>fiy, Dira>sa>t fi> Mana>hij al-Muhaddis}in (Muha>dhara>t fi> manhaj al-Naqd)
(Universitas king Abdul Qodir,), hlm. 22-23
40
kitab rijal dan ta>rikh terhadap rawi benar-benar melekat pada diri
nafsu.
58
Ibid., hlm. 23
59
Ibid., hlm. 24
41
yang jelas.60
Allah swt telah memerintahkan pada kita untuk berlaku adil dan
Ahmad bin Hanbal dari shahabat Jabir bin Abdullah r.a, dalam
Dalam menilai rawi juga harus adil dan bersih dari preferensi
60
Ibid., hlm. 24
61
Ibid., hlm. 26
42
amanah.62
nya.63
secara mutlak, tidak berarti pula jika ada penilaian jarh sezaman
62
Ibid., hlm. 27
63
Ibid.,
43
periwayatannya.
menentukan tarji>h.
pengertian rawi mukhtalaf fih. Rawi mukhtalaf fi>h adalah rawi yang
ketercelaan (tajri>h), dalam arti ada ulama yang memuji kualitasnya ada
ta’di>l atau tajri>h merupakan masalah ijtihad, sehingga wajar para Imam
berselisih dalam menilai rawi.65 Perbedaan ulama dalam fiqh, rijal atau
kualitas pendapatnya, tetapi juga tidak berarti mereka yang berselisih itu
64
Umar I<man Abu Bakar al-Ta’sis fi Fanni dira>sat al-Asa>ni>d,(Riyadh : Maktabah al-
Ma’arif,), hlm. 262
65
Ibid., hlm. 261
44
selamat atas apa yang diperselisihkan. Sehingga wajib bagi para ulama
1. Tidak diterima penilaian jarh atau ta’dil kecuali dari orang yang adil
orang yang adil dan mengetahui betul sebab-sebab jarh atau ta’dilnya.
Kaidah ini mensyaratkan dua hal yang harus melekat pada diri
berbuat cela dan syirik, dan juga terbebas dari fasiq dan bid’ah.
hal-hal yang tidak urgen dan lebih bermotif perselisihan pribadi tidak
bisa diterima.
66
Ibid.,
67
‘Amr Abdul Mun’im Salim, “Qawa>’idu ‘Ilmiyyat Muhimmat fi> Ma’rifati Ha>l al-Ra>wi
al-Mukhtalafu Fi>h wa al-Ha>qihi Biahadi Aqsa>m al-Qabu>l aw al-Radd”(Kairo : Da>r al-Dhiya’,
2008), hlm. 5
45
ditsiqahkan oleh kebanyakan Imam dan dijarh oleh seorang atau dua
salah, tidak sesuai sunah nabi seperti halnya para ahli bid’ah. Dengan
68
Ibid., hlm. 10
46
penilaian jarh.
cacatnya rawi.
ta’dil69
kondisi :
69
Ibid., hlm. 27
47
kasus tersebut.
dhaif saat dibandingkan dengan rawi lain yang lebih tsiqah dari
rawi tersebut, atau jika ada rawi dhaif yang disifati tsiqah saat
dari tersebut.
imam.
70
Ibid., hlm. 34
49
dipertimbangkan.
keterangannya71
rawi tsiqah.
dengannya.
tanpa alasan.
71
Ibid., hlm. 48
50
rawi tersebut72.
tertentu tersebut.
banyak.
َ ْ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ ً َ ْ ُ ٌ َ ُ َ ْ َْ َ
أن ا ﺮح ﻣﻘﺪم ﻣﻄﻠﻘﺎ و ﻮ ن ا ﻤﻌﺪ ﻮن ا
72
Ibid., hlm. 53
73
Muhammad Abdul al-Hayyi al-Laknawi, al-Raf’u wa al-Takmi>l fi al-Jarh wa al-Ta’dil.
Ed. Abdul Fattah Abu> Ghuddah, (Beirut : Da>r al-Basyair al-Islamiyah :2004), hlm. 116
51
ta’dil didahulukan.
ُ ْ ُ َْ َ ْ ُ َ ََ ْ
ﻗﺪ َم ا ﻌ ِﺪﻳْﻞ, ُ ِان ن َﻋﺪد ا ُﻤ َﻌﺪ ِﻟ َ ا
yang batal.74
10. Jika ada kontroversi jarh wa ta’dil maka tidak bisa dimenangkan
ta’dil yang juga mutlak (wujud ta’dil, dari mana mu’addil dan
74
Ibid., hlm. 117
52
tetap manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kealfaan,
75
Lihat Umar Iman Abu Bakar dalam al-Ta’si>s fi> Fanni Dira>sat al-Asa>nid..., hlm. 263
76
Ibid., hlm. 264
53
ditolerir, ada yang mentolerir sampai sepuluh kali ada juga yang
jika ditemukan tautsiq dan tajrih pada seorang rawi, maka wajib
tautsiq lebih kuat dari tajrih berarti tsiqah, jika tajrih lebih kuat
77
Ibid.,
78
Ibid., hlm. 265
79
Ibid.,
80
Ibid., hlm. 270
54
Contoh rawi mukhtalaf fi>h yang ditarjih jarh-nya adalah Jabir al-
Ju’fiy nama lengkapnya adalah Jabir bin Yazid bin al-Harits bin
Abd al-Ju’fiy81
syaratnya83.
81
Ibid., hlm. 279
82
Ibid., hlm. 271
83
Ibid., hlm. 287