PENDAHULUAN
Hadis Nabi diyakini oleh umat Islam sebagai sumber ajaran Islam kedua
setelah al-Qur’an. Sebagai sumber ajaran, tentunya hadis Nabi dipelajari umat
daritingkat yang paling dasar hingga yang paling tinggi, terutama berkaitan
denganberbagai kajian yang berhubungan dengan hadis.1 Selain itu, hadis juga
merupakan salah satu rujukan penting dalam pembentukan hukum Islam sesudah
al-Qur’an. Di samping itu, hadis juga mempunya fungsi sebagai penjelas terhadap
makna yang terkandung di dalam al-Qur’an.2 Kajian terhadap hadis Nabi sampai
saat ini masih menjadi pembahasan yang sangat menarik, faktor utama yang
menjadi pemicu dalam pengkajian hadis Nabi ialah kompleksitas problem yang
ada, baik yang menyangkut dengan otentisitas teks, variasi lafadh (jumlah hadis
bi’l-ma’na), maupun tentang waktu yang cukup panjang antara Nabi dalam
dijelaskan bahwa sejak permulaan abad ke-3 H, para ulama hadis telah
demikian, dikatakan bahwa kitab-kitab hadis pada zaman ini sudah banyak
menyumbangkan khazanah yang dapat ditelaah pada era berikutnya atau masa
1
Badri Khaeruman, Ulumul al-Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 5.
2
Al-fatih Suryadilaga, dkk, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), h. 1
3
M. Mansyur, dkk, Metode Penelitian Livimg Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: Teras
Press, 2007), h. 87-88.
1
2
yang akan datang.4 Pada masa Rasulullah dan khalifah yang ke-4, hadis belum
disusun atau dibukukan. Hal itu dikarenakan kaum muslimin pada masa
mendapat keterangan dan penjelasan atas apa perkara yang mereka belum ketahui,
Kitab hadis karya para mukharrij al-hadith, sangatlah beragam baik dilihat
terkandung dalam kitab tersebut. Dengan adanya keragaman kitab hadis, terutama
dari segi kualitas hadis yang dikandungnya, maka upaya meneliti validitas
hadishadis yang dikandungnya menjadi sangat urgen untuk dilakukan, agar umat
‘Ala al-Sahihaini, merupakan karya dari al-Hakim dalam kajian hadis. Akan
dilepaskan begitu saja dari konteks sosio-kultural dan politik yang melingkupinya.
faktor internal dan eksternal, yakni secara internal bahwa al Hakim beransumsi
masih banyak terdapat hadis shahih yang berserakan. Sedangkan secara ekternal.
4
Umi Sumbulah, Studi Sembilan Kitab Hadis Sunni, (Malang: UIN-Maliki Press, 2003),
h. 2-3
5
Mustafa ‘Abdul Rahman, Hadith 40: Terjemahan dan Syarahnya, (Selangor: Dewan
Pustaka Fajar, 1989), h. 7.
6
Umi Sumbulah, Studi Sembilan Kitab Hadis Sunni, h. 1.
7
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, (Surabaya: Al-Muna Press, 2013), h. 179
3
Seperti yang telahh dijelaskan di atas. Bahwa, dalam peyusuan kitab al-Mustadrak
‘Ala alSahihaini juga dipegaruhi oleh konteks sosio-kultural dan politik tempat
B. Rumusan Masalah
8
Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis, h. 180.
4
BAB II
PEMBAHASAN
bin Muhammad bin Hamdun bin Hakam bin Nu’aym bin Bayyi’ al-Dlabbi al-
Thahmani al-Naisaburi. Lahir di Naisaburi pada hari senin 12 Rabi’ul awal 321 H.
Beliau sering disebut dengan Abu Abdullah al-Hakim al-Naisaburi atau Ibnu al-
Bayyi atau al-Hakim Abu Abdullah, untuk menghindari kekeliruan nama al-
Hakim lain yang sama seperti Abu Ahmad al-Hakim, Abu Ali al-Hakim al-Kabir
Amrullah.9 Ayah al-Hakim, Abdullah bin Hammad bin Hamdan adalah seorang
pejuang yang dermawan dan ahli ibadah sert sangat loyal terhadap penguasa Bani
al-Bukhari, Imam Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i serta Ibnu Majah.10
mulai belajar hadis, dan saat usianya beranjak 13 tahun, beliau pun menekuni ilmu
ini secara khusus kepada Abu Hatim (w. 342 H/952 H). Al-Hakim melakukan
perjalanan ilmiah yang biasa dikenal dengan rihlah ‘ilmiyyah yang beliau lakukan
adalah untuk memperoleh sanad yang bernilai ‘a>li (tinggi). Ia berulang kali
mengunjungi kota-kota yang menjadi tempat para ahli hadis bermukim untuk
9
M. Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2003), h. 240.
10
M. Abdurrahman, Pergeseran Pemikiran Hadis Ijtihad Hakim dalam Menentukan
Status Hadis, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 29.
5
tersebut.11
Khurasan, dan Hijaz. Kota-kota tersebut pada masa itu banyak bermukim ulama
dalam berbagai disiplin keilmuan, terutama ahli hadis. Merasa belum cukup
melakukan perjalanan untuk kedua kalinya pada tahun 368 H. Bertepatan pada
usia ke 47 tahun. Perjalanan ilmiah seperti ini merupakan tradisi di kalangan ahli
hadis, karena adanya asumsi bahwa ahli hadis yang hanya mengandalkan riwayat
dari ulama kampung halamannya tidak memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Di
pandangan pendapatnya tentang hadis dan ilmu hadis. Sebagaimana kitab al-
Mustadrak telah didiskusikan al-Hakim dengan salah seorang gurunya, yaitu al-
Hakim telah berguru kepada kurang lebih 1000 orang. Di antara guru-gurunya
Muhammad bin Ahmad al-Balawaih al-Jallab, Abu Ja’far Muhammad bin Ahmad
bin Sa’id al-Razi, Muhammad bin ‘Abdillah Ahmad al-Safar, ‘Ali bin al-Fadhl al-
Suturi, ‘Ali bin ‘Abdillah al-Hakam, Isma’il bin Muhammad al-Razi, Muhammad
bin al-Qaim al-Ataki, Abu Ja’far Muhammad bin ‘Abdullah al-Baghdadi al-Jamal,
11
Rizqa Amelia, “Manhaj al-Hakim al-Naisaburi Dalam al-Mustadrak ‘Ala Shahihain”,
Jurnal Shahih. Vol. 5, no. 2 (Juli-Desember 2022), h. 86.
12
Eko Zulfikar, “Metode Menentukan Keshahihan Hadis: Teori dan Aplikasi al-Hakim
dalam kitab al-Mustadrak ‘Ala Shahihain”, Jurnal Ishlah, Vol. 2, no. 2 (Desember 2020), h. 254.
6
Muhammad bin Muammal al-Majarisi, Muhammad bin Ahmad bin Mahlub, Abu
Hamid Ahmad bin ‘Ali bin Husnawih, al-Hasan bin Ya’qub al-Bukhari, dan al-
bidang hadis, agaknya perlu juga diketahui kondisi sosiokultural ketika Imam al-
wilayah Islam yang terbentang luas dari Andalusia disebelah barat Baghdad
baghdad merupakan bukti historis perpecahan dunia Islam kala itu. Dan kala itu,
Imam al-Hakin hidup di dua kekhalifahan yakni Baghdad dan Mesir yang
bermazhab Syi’ah, Mesir dikuasai oleh Syi’ah Sab’iyah dan Baghdad dikuasai
oleh Syi’ah Itsna ‘Asyariyah. Kebanyakan dari penguasa Baghdad yang berteologi
Sunni hanyalah sebagai formalitas saja, namun secara de facto mereka tidak
Sunni, tetapi karena penguasanya Syi’ah, mau tidak mau para penguasa Syi’ah
13
Eko Zulfikar, “Metode Menentukan Keshahihan Hadis: Teori dan Aplikasi al-Hakim
dalam kitab al-Mustadrak ‘Ala Shahihain”, h. 254.
7
menolaknya. Pada masa itu pula, dikarekana adanya pertikaian internal yang
terjadi, maka kekuasaan Bani Saman berhasil ditaklukkan oleh Ghaswani. Dan
ulama al-Hakim pernah tertuduh mengikuti alisan Syi’ah, namun ada beberapa
Mustadrak ‘ala Shahi>hain. Namun sebaagian besar karya tersebut tidak dapat
ditemukan, di antara hasil karya yang sampai saat ini masih ada adalah al-
Mustadrak ‘Ala Shahi>hain, al-Madkha>l Ila al-Ikli>l, dan Ma’rifah ‘Ulu>m al-
Hadi>ts.15
penysusunan kitab al-Mustadrak ‘Ala Shahihain, yang mulai disusun pada tahun
373 H (52 tahun). Namun secara implisit dapat terekam, yakni asumsi al-Hakim
bahwa masih banyak hadis shahih yang berserakan, baik yang belum dicatat oleh
para ulama, maupun yang sudah tercantum dalam beberapa kitab yang hadis yang
14
Rizqa Amelia, “Manhaj al-Hakim al-Naisaburi Dalam al-Mustadrak ‘Ala Shahihain”, h.
84
15
Agusri Fauzan, “Studi Komparatif Teori Ilmu Hadis al-Hakim al-Naisaburiy dan Ibnu
Shalah”, Jurnal El-Afkar, Vol. 7, no. 1 (Januari-Juni 2018), h. 54.
8
menyatakan bahwa tidak semua hadis shahih telah terangkum dalam kitab
matan.16
2. Penamaan Kitab
dalam suatu kitab hadis yang lain, namun dalam menuliskan hadis-hadis susulan
itu penulis kitab pertama tadi mengikuti persyaratan periwayatan hadis yang
dipakai oleh kitab yang lain. Jadi hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab
mustadrak tidak terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.17
beberapa kemungkinan18:
Hadis ini biasanya akan diberikan penjelasan di akhir matan hadis dengan
hadi>s shahih ‘ala> syathi syaikha>ni wa lam yakhrujahu”. Contoh dari hadis
ini adalah :
لمة عنOرو عن أبي سOOد ابن عمOا محمOOاب ثنOو الوهOحدثنا على بن حمشاد العدل ثنا أبو المثنى ثنا مسدد ثنا أب
.) (أكمل المؤمنين إيمانل أحسنهم خلقا: أبي هريرة أن النبن صلي هللا عليه وسلم
19
.هذا حديث صحيح لم يخرج في الصحيحين
16
Nurun Najwah, al-Mustadrak ‘Ala al-Shahihain, yang dikutip dalam buku, Studi Hadis,
(Cet. II; Yogyakarta: Teras, 2009), h. 244.
17
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Cet.V; jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), h. 79.
18
Rizqa Amelia, “Manhaj al-Hakim al-Naisaburi Dalam al-Mustadrak ‘Ala Shahihain”, h.
93-94.
19
Al-Hakim al-Nasaiburi, Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Juz. I, (Bairut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 1411 H/1990 M), h. 41.
9
Bukhari saja dengan ungkapan “hadza> hadi>s shahi>h ‘ala> syarthi al-Bukhari
رة بنOOأخبرني الحسن بن حكيم الموزي ثنا أبو الموجه أنبأ عبد هللا أنبأ محمد بن معد الغفاري أبو معن ثنا زه
نىOO القرشي عن أبي صالح مولي عثمان قال سمعت غثمان بن عفان رضي هللا عنه في مسجد الخيف يمOمعبد
يوم في سبيل هللا خير من ألف يوم فيما سواه فلينظر: و حدثنا أنه سمع رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول
20
. هذا حديث صحيح على شرط البخاري و لم يخرجاه.كل امرئ لنفسه
c. Hadis yang memenuhi kriteria Muslim saja
Hadis yang terdapat dalam kitab ini juga mencantumkan hadis shahih
mengindikasikan hadis ini adalah “hadza> hadi>s shahih ‘ala> syarthi Muslim
مOOلمة عن عاصOOاد بن سOOحدثنا أبو بكر بن إسحاق ثنا أبو المثني معاذ بن المثني ثنا أبو الوليد الطياليس ثنا حم
تيOO اركب ح: اOOة قلنOOانت عقبOOان إذا كOO وك: الOO ق,يرOO كان يوم بدر كل ثالثة غلي بع: عن زر عن غبد هللا قال
لم و لمOOرط المسOO هذا حديث صحيح علي ش. ما أنتما بأقوى مني و ما أنا بأغنى عن ألجر منكم: نمشي فيقول
21
.يخرجاه
Selain ketiga jenis hadis yang telah disebutkan sebelumnya, al-Hakim juga
ا ابنOOعيد ثنOOا يحي بن سOOور ثنOOحدثنا أبو عمرو عثمان بن أحمد بن السماك ثنا عبد الرحمن بن محمد بن منص
هOOأبي ذئب عن عثمان بن محمد األخنسى عن سعيد المقبرى عن أبي هريرة رضي هللا عنه أن رسول هللا علي
. هذا حديث صحيح اإلسناد و لم يخرجاه. من جعل قاضيا فكأنما ذبح بعير سكين: و سلم قال
20
Al-Hakim al-Nasaiburi, Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Juz I, h. 86
21
Al-Hakim al-Nasaiburi, Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Juz III, h. 25.
10
bagian hadis yang tidak dinilai oleh al-Hakim disebabkan karena belum sempat
memeriksanya kembali, sebab al-Hakim lebih dulu wafat dan secara langsung
menghentikan proses evaluasi yang digagasnya Dalam hal ini, bahwa semua hadis
banyak hadis-hadis yang tidak dievaluasi dan dikoreksi secara detail. 22 Dan al-
semuanya mempunyai status yang sama, sebab jika terdapat hadis yang dievaluasi
oleh al-Hakim, dan ternyata hasilnya tidak memenuhi kriteria kesahihan sebuah
hadis juga tidak memenuhi kriteria hadis sahih, al-Hakim menganjurkan agar al-
3. Isi Kitab
Kitab ini tersusun dalam 4 jilid besar yang bermuatan 8.690 hadis dan
mencakup 50 bahasan (kitab). Kitab karya al-Hakim ini termasuk kategori kitab
al-Jami’, karena muatan hadisnya terdiri dari berbagai dimensi, aqidah, syariah,
251 hadis, ibadah 1277 hadis, hukum halal haram 2519 hadis, takwil mimpi 32
hadis, pengobatan 73 hadis, rasul-rasul 141 hadis, 1218 hadis tentang biografi
sahaba, huru-hara dan peperangan 347 hadis, kegoncangan hari kiamat 911 hadis,
peperangan Nabi dan al-fitan 233 hadis, tafsir 974 hadis, dan fadhail al-Qur’an 70
hadis.
Bukhari dan Muslim, dengan membahas berbagai aspek materi dan membaginya
22
23
Nurun Najwah, al-Mustadrak ‘Ala al-Shahihain, h. 253.
11
sebagai berikut :
Jilid I :
Jilid II :
Jilid III :
Jilid IV :
suatu hadis. Di antara prinsip yang digunakan oleh al-Hakim, yaitu dalam
adalah suatu usaha yang sungguh-sungguh dan mendalam yang dilakukan oleh
Qur’an dan Hadis. Prinsip dasar metode tersebut, sebenarnya bukan hal yang baru
oleh al-Hakim dalam mengetahui status hadis adalah dengan melihat dari; kriteria
kesahihan hadis, klasifikasi hadis, dilihat dari pendekatan status sanad dan matan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
mulai belajar hadis, dan saat usianya beranjak 13 tahun, beliau pun menekuni ilmu
ini secara khusus kepada Abu Hatim (w. 342 H/952 H). Al-Hakim melakukan
perjalanan ilmiah yang biasa dikenal dengan rihlah ‘ilmiyyah yang beliau lakukan
penysusunan kitab al-Mustadrak ‘Ala Shahihain, yang mulai disusun pada tahun
373 H (52 tahun). Namun secara implisit dapat terekam, yakni asumsi al-Hakim
bahwa masih banyak hadis shahih yang berserakan, baik yang belum dicatat oleh
para ulama, maupun yang sudah tercantum dalam beberapa kitab yang hadis yang
menyatakan bahwa tidak semua hadis shahih telah terangkum dalam kitab
matan.
DAFTAS PUSTAKA
Agusri Fauzan, “Studi Komparatif Teori Ilmu Hadis al-Hakim al-Naisaburiy dan
Ibnu Shalah”, Jurnal El-Afkar, Vol. 7, no. 1 (Januari-Juni 2018).
Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, (Cet.V; jakarta: Pustaka Firdaus, 2011).
Eko Zulfikar, “Metode Menentukan Keshahihan Hadis: Teori dan Aplikasi al-
Hakim dalam kitab al-Mustadrak ‘Ala Shahihain”, Jurnal Ishlah, Vol. 2,
no. 2 (Desember 2020).
Nurun Najwah, al-Mustadrak ‘Ala al-Shahihain, yang dikutip dalam buku, Studi
Hadis, (Cet. II; Yogyakarta: Teras, 2009).
Umi Sumbulah, Studi Sembilan Kitab Hadis Sunni, (Malang: UIN-Maliki Press,
2003).