Anda di halaman 1dari 15

STUDI KOMPARATIF TERKAIT FATWA PERKAWINAN BEDA AGAMA

Disusun oleh :

NAMA / NIM

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................2
BAB I...........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................3
BAB II..........................................................................................................................................5
KAJIAN TEORI..........................................................................................................................5
2.1 Perkawinan Beda Agama Menurut Ahli.............................................................................5
2.2 Perkawinan Beda Agama di Indonesia...............................................................................6
BAB III........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..........................................................................................................................7
3.1 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Terkait Perkawinan Beda Agama....................................7
3.2 Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah Terkait Perkawinan Beda Agama..........................7
3.3 Fatwa Darul Ifta Mesir Terkait Perkawinan Beda Agama..................................................8
3.4 Fatwa Lajnah Daimah Saudi Terkait Perkawinan Beda Agama.........................................9
3.5 Fatwa Lembaga Fatwa Malaysia Terkait Perkawinan Beda Agama...................................9
3.6 Dalil Hukum Lembaga Fatwa Global Terkait Perkawinan Beda Agama............................9
3.6.1 Dalil Hukum Darul Ifta Mesir Terkait Perkawinan Beda Agama................................9
3.6.2 Dalil Hukum Lajnah Daimah Saudi Terkait Perkawinan Beda Agama.....................10
3.6.3 Dalil Hukum Lembaga Fatwa Malaysia Terkait Perkawinan Beda Agama...............11
3.7 Analisa Dalil Hukum Lembaga Fatwa Terkait Perkawinan Beda Agama........................12
3.8 Pendapat Rajih pada Dalil Hukum Terkait Perkawinan Beda Agama..............................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Bahasa Arab, perkawinan berasal dari kata nikah ( ‫)النكاح‬. Menurut istilah
fiqih, perkawinan menggunakan kata nikah dan zawaj. Ulama ilmu fiqih yang terdiri
dari 4 mazhab yaitu Imam Syafi’I, Imam Maliki, Imam Hanafi dan Imam Hanbali
mengutarakan jikalau perkawinan adalah akad yang membawa kebolehan seorang laki-
laki berhubungan badang dengan perempuan, dimana berawal dengan lafazh nikah.
Berdasarkan beberapa hukum islam, perkawinan merupakan pernikahan, yakni suatu
akad kuat (mitsagan ghalizhah) guna mematuhi perintah Allah serta menjalankannya
sebagai ibadah. Berdasarkan beberapa terminology, perkawinan ialah fitrah ilahi, seperti
yang difirmankan Allah pada QS. Ar-Rum ayat 21 yang artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Wibisana, 2016).

Pernikahan atau perkawinan dilakukan guna membangun keluarga yang Sakinah


mawaddah dan rahmah. Islam memberikan adanya pasangan yang serasi, seperti
sepadan dalam jenjang sosialnya, serta sepadan dalam keyakinan atau agama yang
dianutnya. Dalam islam tidak dibatasi terkait kewarganegaraan ataupun budaya yang
berbeda, namun islam mengatur terkait perkawinan diantara dua mempelai yang
berbeda agamanya. Perkawinan antar agama sendiri ialah hubungan dua orang yang
keyakinannya berbeda, dimana kedua orang tersebut terikat dalam satu janji
perkawinan. Mneurut UU perkawinan di Indonesia, perkawinan antar agama tidak
diperbolehkan karena terdapat larangan dari masing-masing agama di Indonesia, hal ini
disebabkan rentannya terjadi perceraian serta ada pihak yang dirugikan. Ulama di
Indonesia pun sepakat dengan memutuskan bahwa pertama, perkawinan wanita
Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki
Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Terjadinya perkawinan
beda agama dianggap bertentangan dengan tujuan perkawinan, yakni
menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, padahal masing-masing
pasangan berbeda keyakinan (Arifin, 2019).

3
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa jikalau perkawinan
beda agama hukumnya haram dan tidak sah. Selain itu, perkawinan laki-laki muslim
dengan wanita Ahlu kitab pun menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.
Oleh karena itu, adanya beberapa pendapat secara hukum negara dan hukum islam yang
mengatur perkawinan beda agama, menggugah penulis untuk melakukan studi
komparatif terkait fatwa perkawinan beda agama dengan berdasar pada fatwa Darul
Iftah Mesir, Lajnah Daimah Saudi, dan lembaga fatwa Turki. Studi ini dilakukan agar
dapat disimpulkan mana pendapat yang rajih antara ketiga lembaga fatwa dunia tersebut
berdasarkan dalil hukum yang digunakan.

4
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Perkawinan Beda Agama Menurut Ahli


Berdasar Rusli dan R. Tama, perkawinan beda agama merupakan ikatan secara
lahir batin diantara laki-laki dan perempuan dengan agama berbeda, hingga
bersangkutan dengan dua peraturan yang berbeda terkait syarat-syarat serta tata cara
melaksanakan perkawinan berdasar aturan agamanya masing-masing. Berdasar Ketut
Mandra dan I. Ketut Artadi, perkawinan beda agama ialah ikatan lahir batin diantara
pria dan wanita dengan agama yang berbeda serta tetap bertahan dengan pervedaan
agama tersebut dalam menjalani peran sebagai suami istri guna membangun keluarga
Bahagia serta kekal berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasar Abdurrahman,
perkawinan beda agama ialah suatu perkawinan yang dilaksanakan orang-orang
pemeluk agama beserta kepercayaan berbeda satu sama lain (Arifin, 2019).

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, pria muslim tidak boleh menikahi
perempuan musyrikah tetapi boleh menikahi perempuan Ahli Kitab. Sedangkan
perempuan Muslimah tidak boleh dinikahi pria musryik walaupun pria itu Ahli
Kitab. Berdasarkan Rasulullah SAW, yang memiliki dua istri Ahli Kitab yakni
Safiyah binti Huyay bin Aktab dan Mariatul Qibtiyah. Diamnya Rasulullah dari
menetapkan syarat Islamnya wanita kitabiyah ketika dinikahi oleh orang Muslim,
karena beliau menganggap hal itu sudah biasa terjadi. Perkawinan beda agama
dengan menjalin hubungan melalui kesadaran toleransi antar-pemeluk agama,
dengan cara pria Muslim menikahi perampuan Ahli Kitab. Karena biasanya pria lebih
mudah mentoleransi wanita Ahli Kitab dalam menjalankan agamanya. Berdasarkan
sudut pandang fiqih konvensional, menurut Atha’ Bin Rabbah, menikahi Ahli Kitab
merupakan rukshah, karena wanita Muslimah pada zaman itu sedikit. Menurut Abdullah
ibn Umar, wanita Ahli Kitab dari kalangan Nasrani dan Yahudi adalah termasuk
golongan Musyrikkarena menuhankan Isa ibn Maryam dan Uzer. Dengan
demikian, mereka tidak halal dinikahi karena orang musyrik haram dinikahi.
Menurut jumhur ulama, yang membolehkan mengawini wanita Ahli Kitab
berdasarkan firman Allah dalam surat al-Ma’idah ayat 5 tersebut, sedangkan yang
termasuk Ahli Kitab adalah wanita-wanita dari kalangan Yahudi dan Nasrani (Arifin,
2019).

5
2.2 Perkawinan Beda Agama di Indonesia
Terdapat penafsiran berbeda pada peraturan perundang-undangan terkait
perkawinan beda agama sebagaimana berikut. Pertama, penafsiran pada UU No. 1/1974
pasal 2 ayat 1, menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam penjelasan UU
ditegaskan bahwa dengan perumusan pasal 2 ayat 1 tidak ada perkawinan di luar
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Kedua, perkawinan antar-
agama itu sah dan dapat dilangsungkan karena telah tercakup dalam perkawinan
campuran. Alasannya, pasal 57 tentang perkawinan campuran yang menitikberatkan
pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan. Ketiga,
perkawinan antar-agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, sehingga
berdasarkan pasal 66 UU No. 1/1974, persoalan perkawinan beda agama dapat
dirujuk pada peraturan perkawinan campuran, karena belum diatur dalam undang-
undang perkawinan (Arifin, 2019).

Berdasar pada norma yang berlaku, perkawinan beda agama dalam KHI terdiri
dari perbedaan agama sebagai kekurangan syarat perkawinan, dimana diatur dalam bab
VI mengenai Larangan Kawin (Pasal 40 dan 44). Perbedaan agama sebagai alasan
pencegahan perkawinan, dimana diatur dalam bab X mengenai pencegaha perkawinan
Pasal 61. beda agama sebagai alasan pembatalan perkawinan diatur dalam pasal 75,
dengan yang salah satu alasan pembatalannya adalah “salah satu dari suami istri
murtad”. Keputusan pembatalan perkawinan karena alasan salah satu dari suami istri
murtad, tidak berlaku surut (Arifin, 2019).

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Terkait Perkawinan Beda Agama


Bersumber pada FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4/MUNAS
VII/MUI/8/2005 Tentang PERKAWINAN BEDA AGAMA, menimbang bahwa
belakangan ini disinyalir banyak terjadiperkawinan beda agama. Perkawinan beda
agama ini bukan saja mengundang perdebatan di antara sesama umat Islam, akan tetapi
juga sering mengundang keresahan di tengah-tengah masyarakat. Di tengah-tengah
masyarakat telah muncul pemikiran yang membenarkan perkawinan beda agama
dengan dalih hak asasi manusia dan kemaslahatan. Untuk mewujudkan dan memelihara
ketentraman kehidupan berumah tangga, MUI memandang perlu menetapkan fatwa
tentang perkawinan beda agama untuk dijadikan pedoman. Dengan berpatokan pada
Firman Allah QS. An-Nisa ayat 3, QS. Ar-Rum ayat 21, QS. At-Tahrim ayat 6, QS. Al-
Maidah ayat 5, QS. Al-Baqarah ayat 221, QS. Al-Mumtahanah ayat 10, QS. An-Nisa
ayat 25, serta hadits Rasul Allah SAW dan Qaidah fiqih. Dengan memperhatikan Fatwa
MUI dalam Munas II tahun 1400/1980 tentang Perkawinan Campuran, serta pendapat
Sidang Komisi C Bidang Fatwa pada Munas VII MUI 2005. Diputuskan bahwa
Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah. Perkawinan laki-laki muslim
dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

3.2 Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah Terkait Perkawinan Beda Agama


Fatwa yang yang ditetapkan dalam majelis tarjih bebentuk semacam pertanyaan
dari seseorang dan dijelaskan secara rinci dan berlandaskan hukum Islam dan menurut
undang-undang perkawinan, dijawab dan dijelaskan langsung oleh Tim Fatwa Majelis
Tarjih dan Tajdid, pertanyaan ini diajukan seorang hamba Allah, dan fatwa ini telah
disidangkan pada hari jum’at, 20 Sya’ban 1432H/ 22 Juli 2011 M. Pertanyaannya
terkait seorang laki-laki Muslim. Wanita Katolik itu ingin menikah di gereja secara
Katolik kemudian menikah secara Islam, sehingga adminiustrasi Katolik yang dijadikan
catatan Negara. Hal ini memojokkan pihak laki-laki. Sehingga timbul pertanyaan
bagaimana hukumnya yang sesuai dengan syariat Islam tentang kasus diatas, bagaimana
status anak yang sudah dikandung dan statusnya setelah lahir nanti, bagaimana hukum
dan tindakan dari keluarga pihak laki-laki ini jika anaknya dinikahkan dengan cara
tersebut, dan bagaimana sikap saya sebagai saudara dari laki-laki ini jika perkawinan
7
seperti itu tetap dilaksanakan, apakah boleh tetap menghadiri pesta perkawinan yang
seperti itu? yang telah berbuat zina dengan seorang wanita Katolik sehingga
menyebabkan wanita tersebut hamil sekian bulan dan tentunya laki-laki Muslim tersebut
wajib menikahi wanita tersebut dengan kondisi perbedaan agama diantara keduanya
(Novianty, 2019).

Tim majelis tarjih telah memberikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan
oleh hamba Allah tersebut sebagaimana berikut : perkawinan beda agama sebelumnya
telah diterangkan dalam rubik tanya jawab majelis tarjih dan juga telah menjadi
keputusan Mukhtamar Tarjih ke-22 pada tahun 1989 di Malang Jawa Timur.
Keputusannya para ulama telah sepakat bahwa seorang wanita Muslimah haram
menikah dengan selain laki-laki Muslim dan laki-laki Muslim juga haram menikahi
wanita musyrikah (Budha, Hindu, Konghuchu, dan lainnya). Namun dalam keputusan
tersebut ada hal yang menjadi perselisihan antar para ulama yaitu tentang bolehkan laki-
laki Muslim menikah dengan wanita Ahlul Kitab (Yahudi, Nasrani: Katolik/Protestan)?
Jawabannya ada yang mengatakan boleh-boleh saja dengan bersandarkan pada firman
Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 5, adapula yang mengatakan tidak boleh,
namun masalah tersebut telah ditarjihkan atau diperkuat dengan pendapat yang
mengatakan tidak boleh karena alasan Ahlul Kitab yang ada sekarang tidak sama
dengan Ahlul Kitab yang ada pada Zaman Nabi Muhammad SAW. Pernikahan beda
agama dipastikan tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan
utama dilaksanakannya pernikahan. Insya Allah umat Islam tidak kekurangan wanita
Muslimah, bahkan realitasnya jumlah kaum wanita Muslimah lebih banyak dari kaum
lakilakinya. Sebagai upaya syad-adz-dzari’ah (mencegah kerusakan), untuk menjaga
keimanan calon suami istri dan anak-anak yang akan dilahirkan (Novianty, 2019).

3.3 Fatwa Darul Ifta Mesir Terkait Perkawinan Beda Agama


Menurut fatwa agama (keputusan) yang dikeluarkan oleh Dar al ifta'a al
Massriyah (otoritas agama resmi Mesir dengan kekuatan untuk mengeluarkan keputusan
agama), diperbolehkan bagi seorang pria Muslim untuk menikahi seorang wanita non
Muslim dalam keadaan tertentu. Namun, menurut fatwa yang sama, pernikahan antara
pria non-Muslim dan wanita Muslim dilarang menurut hukum Islam karena pria non-
Muslim tidak akan menghormati keyakinan istrinya yang Muslim. Hukum Islam
melarang pria Muslim menikahi wanita ateis atau tidak percaya pada agama Ibrahim.
Larangan ini didasarkan pada al-Qur'an ayat 2:221 Surat al-Baqarah, yang mengatakan
8
bahwa laki-laki Muslim tidak boleh “menikah dengan wanita musyrik sampai mereka
beriman.” Ayat yang sama melarang wanita Muslim menikahi pria yang ateis atau tidak.
percaya pada apapun dari agama-agama Ibrahim, yang menyatakan, “jangan
menikahkan laki-laki musyrik (dengan wanitamu) sampai mereka beriman.” (Congress,
2015). Sekh Ali Jumah salah satu ulama kontemporer yang secara tegas menyatakan
keharaman nikah beda agama tidak boleh bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan
lelaki non muslim secara mutlak. Jika hal itu terjadi maka pernikahan nya batal dan
relasi antara dua pasangan yang nekat melakukannya termasuk relasi zina yang di
haramkan syariat (Lubis, 2022).

3.4 Fatwa Lajnah Daimah Saudi Terkait Perkawinan Beda Agama


Menurut fatwa agama yang dikeluarkan oleh Lajnah Daimah Saudi,
diperbolehkan bagi seorang pria Muslim untuk menikahi seorang non-Muslim. Namun,
Fatwa No. 9542, yang dikeluarkan oleh panitia yang sama, menyatakan bahwa hukum
Islam melarang laki-laki Muslim menikahi wanita non-Kristen atau Yahudi. Menurut
Fatwa No. 13504, pernikahan antara seorang wanita Muslim dan pria non-Muslim
dilarang (Congress, 2015).

3.5 Fatwa Lembaga Fatwa Malaysia Terkait Perkawinan Beda Agama


Tidak ada laki-laki yang boleh menikah dengan non-Muslim kecuali seorang
Kitabiyah. Tidak seorang wanita pun boleh menikah dengan seorang non Muslim.
Kitabiyah pada dasarnya mengacu pada “ahli kitab.” Dalam praktiknya, perkawinan
laki-laki Muslim dengan perempuan non-Muslim juga sangat dibatasi karena definisi
siapa yang merupakan Kitabiyah berarti seorang wanita yang nenek moyangnya berasal
dari Bani Ya'qub; atau seorang wanita Kristen yang nenek moyangnya adalah orang
Kristen sebelum kenabian Nabi Muhammad; atau Yahudi yang nenek moyangnya
Yahudi sebelum kenabian Nabi Isa. Muslim di Malaysia juga tidak bisa menikah di
bawah hukum pernikahan sipil. bagi seorang Muslim atau bagi siapa pun yang menikah
di bawah hukum Islam dan tidak ada pernikahan salah satu dari pihak-pihak yang
memeluk agama Islam akan diresmikan atau didaftarkan berdasarkan undang-undang
(Congress, 2015).

9
3.6 Dalil Hukum Lembaga Fatwa Global Terkait Perkawinan Beda Agama
3.6.1 Dalil Hukum Darul Ifta Mesir Terkait Perkawinan Beda Agama
QS. Al-Baqarah ayat 221 :

‫ت َح ٰتّى يُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِكحُوا‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
ٰۤ
ُ ‫ار ۖ َوهّٰللا‬
ِ َّ‫ك َّولَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اُول ِٕىكَ يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى الن‬ ٍ ‫ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمنُوْ ا ۗ َولَ َع ْب ٌد ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر‬
ِ َّ‫ࣖ يَ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِاِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَيِّنُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬

Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.
Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan
musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki)
musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar
mereka mengambil pelajaran.” (Lubis, 2022)

QS. Al-Maidah ayat 5:

ِ ‫ت ِمنَ ْال ُمْؤ ِم ٰن‬


‫ت‬ َ ْ‫ب ِح ٌّل لَّ ُك ْم َۖوطَ َعا ُم ُك ْ•م ِحلٌّ لَّهُ ْم َۖو ْال ُمح‬
•ُ ‫ص ٰن‬ َ ‫ت َوطَ َعا ُم الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬ ُ ۗ ‫ا َْليَوْ َم اُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّ ٰب‬
‫صنِ ْينَ َغي َْر ُم َسافِ ِح ْينَ َواَل‬ ِ ْ‫ب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْ•م اِ َذٓا ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن ُمح‬
َ ‫ت ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا• ْال ِك ٰت‬ •ُ ‫ص ٰن‬َ ْ‫َو ْال ُمح‬
َ‫ان فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُهٗ ۖ َوه َُو فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة ِمنَ ْال ٰخ ِس ِر ْين‬
ِ ‫ي اَ ْخدَا ۗ ٍن َو َم ْن يَّ ْكفُرْ بِااْل ِ ْي َم‬
ْٓ ‫ࣖ ُمتَّ ِخ ِذ‬

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan
bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara
perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu
membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka
sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”
(Lubis, 2022).

3.6.2 Dalil Hukum Lajnah Daimah Saudi Terkait Perkawinan Beda Agama
QS. Ar-Rum ayat 21:

10
ٍ ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي‬
‫ت‬ َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬
َ‫لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬

Artinya: "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir." (Arifin, 2019)

QS. Al-Baqarah ayat 221 :

‫ت َح ٰتّى يُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِكحُوا‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
ٰۤ
ُ ‫ار ۖ َوهّٰللا‬
ِ َّ‫ك َّولَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اُول ِٕىكَ يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى الن‬ ٍ ‫ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمنُوْ ا ۗ َولَ َع ْب ٌد ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر‬
ِ َّ‫ࣖ يَ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِاِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَيِّنُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬

Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.
Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan
musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki)
musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia agar
mereka mengambil pelajaran” (Congress, 2015).

QS. Al-Maidah ayat 5:

ِ ‫ت ِمنَ ْال ُمْؤ ِم ٰن‬


‫ت‬ َ ْ‫ب ِح ٌّل لَّ ُك ْم َۖوطَ َعا ُم ُك ْ•م ِحلٌّ لَّهُ ْم َۖو ْال ُمح‬
•ُ ‫ص ٰن‬ َ ‫ت َوطَ َعا ُم الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬ ُ ۗ ‫ا َْليَوْ َم اُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّ ٰب‬
‫صنِ ْينَ َغي َْر ُم َسافِ ِح ْينَ َواَل‬ ِ ْ‫ب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْ•م اِ َذٓا ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن ُمح‬
َ ‫ت ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا• ْال ِك ٰت‬ •ُ ‫ص ٰن‬َ ْ‫َو ْال ُمح‬
َ‫ان فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُهٗ ۖ َوه َُو فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة ِمنَ ْال ٰخ ِس ِر ْين‬
ِ ‫ي اَ ْخدَا ۗ ٍن َو َم ْن يَّ ْكفُرْ بِااْل ِ ْي َم‬
ْٓ ‫ࣖ ُمتَّ ِخ ِذ‬

Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan)
Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan
bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara
perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu
membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka

11
sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi”
(Lubis, 2022).

3.6.3 Dalil Hukum Lembaga Fatwa Malaysia Terkait Perkawinan Beda Agama
Larangan perkawinan beda Agama di Malaysia didasarkan pada ketentuan yang
termuat dalam seksyen 51 Akta pembaharuan UU (Perkawinan dan Perceraian) 1976
sebagaimana disebutkan : “Jika salah satu pihak kepada suatu perkahwinan telah masuk
Islam, pihak yang satu tidak masuk Islam boleh untuk perceraian. Dengan syarat bahwa
tiada suatu permohonan dibawah syeksen boleh diserahkan sebelum tamat tempo tiga
bulan dari tarikh masuk Islam itu.” (Hamdani, 2012)
Dalil hukum lainnya berdasar pada QS. Al-Baqarah ayat 221:
‫ت َح ٰتّى يُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِكحُوا‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
ٰۤ
ُ ‫ار ۖ َوهّٰللا‬
ِ َّ‫ك َّولَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ اُول ِٕىكَ يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى الن‬ ٍ ‫ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمنُوْ ا ۗ َولَ َع ْب ٌد ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر‬
ِ َّ‫ࣖ يَ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِاِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَيِّنُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬

Artinya: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.
Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan
musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki)
musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia agar
mereka mengambil pelajaran” (Hamdani, 2012)

3.7 Analisa Dalil Hukum Lembaga Fatwa Terkait Perkawinan Beda Agama
Pada QS. Al-Baqarah ayat 221 termasuk dalil hukum terkuat karena berasal dari
kitab suci Al-Qur’an. Dalil ini termasuk Qath’I al-Dalalah karena menunjuk pada
makna tertentu yang tidak mengandung kemungkinan untuk dita’wil (dipalingkan dari
makna asalnya) dan tidak ada celah atau peluang untuk memahaminya selain makna
tersebut (Subhan, 2013). Dalam Al-Baqarah ayat 221 ini, memiliki makna yang jelas
dan tidak rancu bahwa Allah mengharamkan atas orang-orang mukmin menikahi
wanita-wanita yang musyrik dari kalangan penyembah berhala. Kemudian jika makna
yang dimaksud bersifat umum, berarti termasuk ke dalam pengertian setiap wanita
musyrik kitabiyah dan wasaniyah. Akan tetapi, dikecualikan dari hal tersebut wanita
Ahli Kitab. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan
12
makna firman-Nya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. (Al-Baqarah: 221) Bahwa Allah mengecualikan dari hal tersebut
wanita Ahli Kitab. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair,
Makhul, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya.
Menurut pendapat yang lain, bahkan yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang
musyrik dari kalangan penyembah berhala, dan bukan Ahli Kitab secara keseluruhan.
Makna pendapat ini berdekatan dengan pendapat yang pertama tadi (Tafsir, 2015).
Pada QS. Al-Maidah ayat 5, termasuk dalil hukum zhanni al-Dalalah karena
masih mengandung dua makna. Dalil seperti ini memiliki al-wurud, ald-dalalah, dan al-
hujiyah diduga kuat sebagai benar. Namun meski memiliki dua makna, dalil ini
termasuk zhanni al-dalalah yang tidak bertentangan dengan suatu prinsip yang qath’I
yakni QS. Al-Baqarah ayat 221, tetapi tidak pula dinaungi oleh suatu prinsip yang
qath’i. Menurut ay-Syatibi, dalil ini dapat diterima atas dasar bahwa pada dasamya
segala yang berada pada tingkat zhanni dalam syari’ah dapat diterima (Subhan, 2013).
Maka dari itu, QS. Al-Maidah ayat 5 ini dapat dimaknai setelah Allah Swt.
menyebutkan hal-hal kotor yang diharamkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang
mukmin, juga setelah menyebutkan hal-hal yang baik-baik yang dihalalkan untuk
mereka. Mengenai orang-orang Majusi, sekalipun dipungut jizyah dari mereka karena
disamakan kedudukannya dengan Ahli Kitab, tetapi sesungguhnya hasil sembelihan
mereka tidak boleh dimakan dan kaum wanita mereka tidak boleh dinikahi. Yang
dihalalkan untuk kalian menikahi wanita-wanita merdeka yang memelihara
kehormatannya dari kalangan wanita-wanita yang beriman. Sesungguhnya ada
segolongan di antara sahabat yang menikahi wanita-wanita Nasrani dan mereka
memandangnya diperbolehkan (Tafsir, 2015).
QS. Ar-Rum ayat 21 termasuk Qath’I Al-Dalalah karena menunjuk pada makna
tertentu yang tidak mengandung kemungkinan untuk dita’wil (dipalingkan dari makna
asalnya) dan tidak ada celah atau peluang untuk memahaminya selain makna tersebut.
Sebagai dasar hukum perkawinan beda agama, dalil ini asal-usul historisnya (al-wurud),
penunjukkan kepada makna (al-dalalah) atau kekuatan argumentatif maknanya itu
sendiri (al-hujjiyah) bersifat pasti dan meyakinkan (Subhan, 2013). Ibnu Katsir dalam
tafsirnya mengatakan, surat Ar-Rum ayat 21 di atas menjelaskan bahwa Allah SWT
menciptakan kaum wanita bagi laki-laki yang kelak menjadi istri-istri mereka (kaum
laki-laki) supaya cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Hal ini juga disebutkan
dalam ayat lain melalui firman-Nya dalam surat Al-A'araf ayat 189, yang menjelaskan
tentang penciptaan Hawa dari tulang rusuk terpendek sebelah kiri milik Adam. Lebih
13
lanjut Ibnu Katsir menjelaskan bahwa termasuk di antara rahmat Allah yang sempurna
kepada anak-anak Adam adalah menjadikan pasangan (istri) mereka dari jenis mereka
sendiri dan menjadikan rasa kasih dan sayang di antara pasangan-pasangan itu (Kristina,
2021).

3.8 Pendapat Rajih pada Dalil Hukum Terkait Perkawinan Beda Agama
Berddasarkan dalil hukum yang digunakan oleh setiap Lembaga fatwa di atas,
menurut saya pendapat yang rajih adalah Lajnah Daimah Saudia. Karena fatwanya
didasarkan pada QS. Al-Baqarah ayat 221 dan QS. Ar-Rum ayat 21 yang merupakan
Dalil Qath’I, yakni sejumlah konsekuensi teologis dan termasuk nash yang
mengutarakan suatu makna tertentu, tanpa adanya kemungkinan memiliki makna lain
dari tafsir ayat tersebut. Sehingga tidak ada celah maupun peluang untuk memaknai ayat
tersebut dengan makna berbeda. Kedua dalil tersebut memiliki al-wurud, alhujjiyah dan
al-dalalah yang bersifat pasti. Dalil tersebut juga berdiri sendiri dan menjadi prinsip
untuk dalil atau ayat Al-Qur’an lainnya, dimana membahas terkait perkawinan.
Sementara meskipun Lajnah Daimah juga menggunakan QS. Al-Maidah ayat 5, yang
memiliki makna ambigu, bisa bertentangan dengan dalil utama (QS. Al-Baqarah ayat
221), namun tafsir pada surat ini jelas menunjukkan bagaimana yang dikatakan boleh
menikah dengan keyakinan berbeda, dan hal itu terjadi pada zaman Nabi, dimana tujuan
dari pernikahan tersebut pun jelas bukan sekedar untuk berhubungan badan melainkan
syiar atau dakwah dan meneruskan keilmuan dari Ahli Kitab.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2019). Perkawinan Beda Agama. Jurnal LENTERA: Kajian Keagamaan,


Keilmuan dan Teknologi, 18(1), 143-158.
Congress, L. L. (2015, September). Prohibition of Interfaith Marriage. Retrieved from
Library of Congress:
https://tile.loc.gov/storage-services/service/ll/llglrd/2018298480/2018298480.pd
f
Hamdani. (2012). AHWAL AL-SYAKHSIYYAH (HUKUM KELUARGA) ISLAM.
Repositori Universitas Malikussaleh, 1-15. Retrieved from
https://repository.unimal.ac.id/3119/1/Ahwal%20Al-Syakhsiyah
%20Final.docx#:~:text=Larangan%20perkawinan%20beda%20Agama
%20di,masuk%20Islam%20boleh%20untuk%20perceraian.
Kristina. (2021, November 4). Surat Ar Rum Ayat 21, Tanda Kebesaran Allah SWT
Dalam Pernikahan. Retrieved from DetikEdu:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5794971/surat-ar-rum-ayat-21-tanda-
kebesaran-allah-swt-dalam-pernikahan
Lubis, C. A. (2022). PENETAPAN PERKAWINAN BEDA AGAMA OLEH
PENGADILAN DALAM PERSPEKTIF FIQH ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG PERKAWINAN. Skripsi Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara, 1-88.
Novianty. (2019). FATWA PERKAWINAN BEDA AGAMA MAJELIS TARJIH
MUHAMMADIYAH DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG
PERKAWINAN DI INDONESIA. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah, 1-75.
Subhan. (2013). KLASIFIKASI AYAT-AYAT HUKUM (DARI SEGI QATH`I DAN
ZHANNI). MAZAHIB: Jurnal Pemikiran Hukum Islam, 12(2), 118-123.
Tafsir. (2015, April 24). Tafsir Surat Al-Baqarah, ayat 221. Retrieved from Tafsir Ibnu
Katsir: http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-
221.html
Tafsir. (2015, Mei 4). Tafsir Surat Al-Maidah, ayat 5. Retrieved from Tafisr Ibnu
Katsir: http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-
5.html
Wibisana, W. (2016). Pernikahan Dalam Islam. Taklim: Jurnal Pendidikan Agama
Islam, 14(2), 185-193.

15

Anda mungkin juga menyukai