Anda di halaman 1dari 18

PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak dan Muamalah

Dosen Pengampu : Dra Sri Susanti, MA

Oleh :

Regif Intan Barany 18631721


Rizka Safitri 18631712

Dewi Novita Sari 18631663


Laily Ayu Nurrohmah 18631649

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat-Nya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Makalah
ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang diberikan. Dalam makalah ini, kami penulis
menyajikan materi tentang “Pernikahan Beda Agama”
Dengan selesainya pembuatan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
dosen mata kuliah Akhlak dan Muamalah yaitu Ibu Dra Sri Susanti, MA yang telah memberikan
tugas ini.
Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi di masa yang
akan datang khususnya di bidang pendidikan. Namun, Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan dengan hati terbuka
penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi sempurnanya makalah ini

Ponorogo, November2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Hukum Pernikahan dalam Islam

2.2 Pernikahan Beda Agama

2.3 Pernikahan Beda Agama Menurut Islam

2.4 Pernikahan beda agama menurut hasil hukum di Indonesia

2.5 Faktor yang mempengaruhi pernikahan beda agama

2.6 Akibat pernikahan beda agama

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menikah merupakan salah satu anjuran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada
umatnya. Rasulullah bersabda : “Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan
sunnahku berarti bukan dari golonganku. Ada banyak ayat dalam Al Qur’an yang
menjelaskan anjuran untuk menikah, seperti dalam surat Az-Zariyat ayat 49: “Dan segala
sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Dalam
ayat di atas maknanya berpasang-pasangan adalah laki-laki dan perempuan.

Ada 4 hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pasangan, yaitu karena hartanya,
nasabnya, kecantikannya, sesuai surat Ar-Ruum ayat 21 artinya “Dan diantara tanda
kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu
merasa tentram dengannya.” dan terakhir karena agamanya, sesuai surat Al-Hujurat ayat 13
yang artinya “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang palng bertaqwa.”

Memilih pasangan yang utama karena agamanya, agama adalah pondasi dalam membina
rumah tangga yang sakinnah, mawaddah, warohmah. Rumah tangga akan penuh dengan
kasih sayang dan ridho dari Allah SWT, karena hati akan terasa tentram dan nyaman.

Di jaman sekarang ini, banyak anak muda yang tidak memilih pasangan berdasarkan
agama. Mereka lebih mengedepankan kesenangan duniawi daripada akhiratnya. Agama
bukan hal yang penting lagi dalam kehidupan mereka. Harta, kecantikan atau ketampanan
dan keturunan menjadi pilihannya.

Sehingga tak jarang kita temui disekitar kita sebuah pernikahan dengan agama yang
berbeda. Pernikah berbeda agama yang akan menjadi konflik yang tak berkesudahan dalam
hidup bermasyarakat, keturunan mereka yang akan menjadi korbannya dan jauh dari ridho
Allah SWT. Karena permasalahan diatas, kami akan membahas dalam makalah ini dengan
judul “Pernikahan Beda Agama”.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan hukum pernikahan dalam Islam?

2. Apa pengertian pernikahan beda agama?

3. Apa pengertian pernikahan beda agama menurut Islam?

4. Bagaimana pernikahan beda agama menurut hasil hukum di Indonesia?

5. Apa faktor yang mempengaruhi pernikahan beda agama?

6. Apa akibat pernikahan beda agama?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian dan hukum pernikahan dalam Islam

2. Mengetahui pengertian pernikahan beda agama

3. Mengetahui pengertian pernikahan beda agama menurut Islam

4. Mengetahui pernikahan beda agama menurut hasil hukum di Indonesia

5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pernikahan beda agama

6. Mengetahui akibat pernikahan beda agama


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Hukum Pernikahan dalam Islam


Nikah dalam dalam Bahasa Arab bermakna (al-wath’u) yakni bersetubuh/berhubungan
intim7atau juga bisa bermakna penyambungan atau penghubungan. Sementara menurut
kamus munawwir, arti lafaz nikah ialah berkumpul atau menindas, setubuh dan senggama.
Nikah secara Terminologi di kalangan ulama ushul berkembang dua macam pendapat tentang
arti lafaz nikah,yaitu:
Nikah menurut arti aslinya (arti hakiki) adalah setubuh dan menurut arti majazi (metaforis)
adalah akad yang dengan akad ini menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita;
demikian menurut golongan Hanafi. Nikah menurut arti aslinya ialah akad yang dengan akad
ini menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazi
ialah setubuh, demikian menurut ahli ushul golongan Syafi’iyah10.Meski pendapat diatas
mengemukakan bahwa pada dasarnya pernikahan adalah akad yang diatur oleh agama untuk
memberikan laki-laki hak memiliki penggunaan faraj (kemaluan) wanita dan seluruh

2.2 Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama atau bisa disebut juga pernikahan antar agamaadalah pernikahan
yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang masing- masing berbeda agama.
Pernikahan antara laki-laki atau perempuan muslimdengan laki-laki atau perempuam non
muslim. Permikahan antar agama inikadangkala disebut “pernikahan campuran” (mix
marriage). 1Sedangkan menurut para ahli menurut Rusli, SH dan R. Tama, SHmenyatakan
bahwa perkawinan antar agama merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
seorang wanita, yang karena berbeda agama,menyebabkan tersangkutya dua peraturan yang
berlainan mengenai syarat-syaratdan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum
agamanya masing- masing, dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal
berdasar kanketuhanan Yang Maha Esa.

Pengertian lain datang dari I Ketut Mandra, SH dan Iketut Artadi SH yang menyatakan
bahwa perkawinan antar agama adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita yang masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaan agamanya itu
sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan yang maha Esa.

Sedangkan menurut Abdurrahman, menyatakan bahwa perkawian antara agama yaitu


suatu perkawinan yang dilakukan oleh orang-orang yang memeluk agama dan kepercayaan
yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Dari rumusan pengertian perkawinan antar agama olehpara sarjana tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud adalahperkawinan antara dua orang yang berbeda agama
dan masing-masing tetap mempertahankan agama yang dianutnya.

2.3 Pernikahan Beda Agama Menurut Islam

a. Pandangan Agama Islam


Pandangan Agama Islam terhadap perkawinan antar agama, pada prinsipnya tidak
memperkenankannya. Dalam Alquran dengan tegas dilarang perkawinan antara orang
Islam dengan orang musrik seperti yang tertulis dalam Al-Quran yang berbunyi :
“Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman. Sesungguh nya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walupun dia menarik hati.
Dan janganlah kamu menikahkah orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu”. (Al-Baqarah [2]:221)

Larangan perkawinan dalam surat al-Baqarah ayat 221 itu berlaku bagi laki-laki maupun
wanita yang beragama Islam untuk kawin dengan orang-orang yang tidak beragama Islam.
(O.S. Eoh, 1996 : 117)

Pada umumnya pernikahan beda agama dibagi menjadi 2 yaitu :

 Lelaki Ahli Kitab (Yahudi ataupun Nasrani) Haram Manikahi Muslimah

Perkawinan antara wanita muslim dengan laki-laki non muslim tetapi ahli kitab.
Menganai lelaki Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) haram menikahi wanita Muslimah
tidak ada kesamaan lagi. Sebagaimana ditegaskan dalam Alquran Surat al-Mumtahanah:
10 dan al-Baqarah : 221. Maka Imam Ibnu Qodamah Al-Maqdisi menegaskan: “Dan
tidak halal bagi Muslimah nikah dengan lelaki kafir, baik keadaanya kafir (Ahli Kitab)
ataupun bukan Kitabi.” Karena Allah Ta’ala berfirman: Dan janganlah kamu menikahi
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sehingga mereka beriman.” (al-
Baqarah :221. Dan firman-Nya: “Maka jika telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar)
beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-
rang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada
halal bagi mereka.” (al-Mumtahanah : 10). Syaikh Abu Bakar Al-Jazairy Hafidhahullah
berkata, “Tidak halal bagi muslimah menikah dengan orang kafir secara mutlak, baik
Ahlul Kitab maupun bukan.. Ia mendasarkan kepada firman Allah surat al-Mumtahanah :
10.

Para ulama mengemukakan larangan Muslimah dinikahi oleh lalaki Ahli Kitab
atau non-Muslim itu sebagaian cukup menyebutkanya dengan lafal musyrik atau kafir,
karena maknanya sudah jelas: kafir itu mencakup Ahli Kitab dan musrik. Di samping itu
tidak ada ayat ataupun hadis yang membolehkan lelaki kafir baik Ahli Kitab ataupun
musyrik yang boleh menikahi Muslimah setelah turun ayat 10 Surat Al-Mumtahanah.
Sehingga tidak ada kesamaran lagi walupun hanya disebut kafir sudah langsung
mencakup kafir dari jenis Ahli Kitab dan kafir Musyrik. Bahkan lafal musrik saja, para
ulama sudah memasukan seluruh non-Muslim dalam hal lelaki musrik dilarang dinikahi
dengan wanita Muslimah. 221)‫ِن تِ ا وا و‬
“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sehingga mereka beriman.“ (QS. al-Baqarah :221).
Muhammad Ali as-Shabuni menjelaskan, di dalam ayat ini, Allah Ta’ala melarang
para wali (ayah, kakek, saudara, paman dan orang-orang yang memiliki hak perwalian
atas wanita) menikahkan wanita yang menjadi tanggung jawabnya dengan orang musyrik.
Yang dimaksud musyrik di sini adalah semua orang yang tidak beragama Islam,
mencakup penyembahan berhala, Majusi, Yahudi, Nasrani dan orang-orang yang murtad
dari Islam. Al-Imam Al-Qurthubi berkata, “Jangan menikahkan wanita muslimah
dengan orang musyrik. Dan umat ini telah berijma’ bahwa laki-laki musyrik itu tidak
boleh menggauli wanita mukminah, bagaimanapun bentuknya, karena perbuatan itu
merupakan panghinaan terhadap Islam. Ibnu Abdil Barr berkata, (Ulama ijma’) bahwa
muslimah tidak halal menjadi istri orang kafir. Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata, “laki-
laki kafir tidak halal menikahi wanita muslimah, berdasarkan firman-Nya : “Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musrik (dengan wanita-wanita mu’min)
sebelum mereka beriman.” (al-Baqarah :221).

 Menikahi Wanita Muhshanat Dari Kalangan Ahli Kitab


Perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita non muslim tetapi ahli kitab.
Ketika bolehnya menikahi wanita Ahli Kitab yang Muahshanah ‘yang menjaga diri’ dan
kehormatannya sudah tsabat ‘kuat’, lalu yang lebih utama hendaknya tidak menikahi
wanita kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) karerna Umar berkata kepada para shabat yang
menikahi wanita-wanita Ahli Kitab, “Talaklah mereka.” Kemudia, mereka pun
mentalaknya, kecuali Hudzaifah. Lalu Umar berkata kepadanya (Hudzaifah), “Talaklah.”
Dia (Hudzaifah) berkata, “Anda bersaksi bahwa dia (wanita kitabiyah) itu haram ?”
Umar berkata, “Dia itu jamrah ‘batu bara aktif’, maka talaklah dia.” (Hudzaifah) berkata,
“Anda bersaksi bahwa dia (wanita kitabiyah) itu haram ?” Umar berkata, “Dia itu
jamrah.” Hudzaifah berkata, “Saya telah mengerti bahwa dia itu jamrah, tetapi dia
bagiku halal.” Oleh karena itu, ketika Hudzaifah menalak wanita kitabiyah itu, ia ditanya,
“Kenapa kamu tidak menalaknya ketika disuruh umar ?” Huzaifah berkata, “Aku tidak
suka kalau orang-orang memandang bahwa aku berbuat suatu perkara yang tidak
seyogyanya bagiku. Dan kerena barangkali hati Umar cendrung kepadanya (wanita
kitabiyah itu), lalu dia (wanita kitabiyah itu) memfitnah atau menguji Umar. Dan
barangkali di antara keduanya ada anak, maka cendrung kepada wanita
kitabiyah.”(Hartono Ahmad Jaiz, 2004 : 204-205).

Syi’ah Imamiyah mengharamkan (menikahi wanita Ahli Kitab) dengan firman-


Nya; “ …dan janganlah menikahi wanita musyrikat sehingga mereka beriman.” (2:221)
Dan ayat; “ Dan jaganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir.” (al-mumtahanah : 10). Pendapat mengenai kebolehan
menikahi wanita ahli kitab juga didukung oleh pendapat jumhur ulama’ yang mengatakan
bahwa QS Al-Maidah: 5 merupakan bentuk pengkhususan dari QS Al-Baqoroh: 221,
sehingga pernikahan dengan ahli kitab menjadi diperbolehkan.

Pendapat ini juga mendapat dukungan dari Syafi’iyyah yang menolak bahwa QS
Al-Maidah: 5 yang bersifat khusus dihapus oleh surat Al-Baqoroh:221, akan tetapi
mereka mensyaratkan bahwa ahli kitab tersebut harus memenuhi kriteria tertentu.
Diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya para ulama’ Islam berbeda pendapat dalam
memandang hukum pernikahan beda agama terkait dengan seorang laki-laki muslim yang
menikahi wanita non muslim yang ahli kitab. Perbedaan ini pada dasarnya berimplikasi
terhadap hukum pernikahan beda agama tersebut, yaitu halal dan haram dari pernyataan
diatas.

b. Keputusan MUI tentang Perkawinan Antar Agama


Di samping itu ada keputusan Musyawarah Nasional ke II Majelis Ulama
Indonesia (MUI) No. 05/Kep/Munas II/MUI/1980 tanggal 1 juni 1980 tentang Fatwa,
yang menetapkan pada angka 2 perkawinan Antar Agama Umat Beragama, bahwa:
a) Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslimah adalah haram hukumya.
b) Seorang laki-laki muslimah diharamkan mengawini wanita bukan muslimah.

Tentang perkawinan atara laki-laki muslimah dengan wanita Ahli Kitab terdapat
perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadahnya lebih besar
daripada maslahatnya, maka MUI memfatwakan perkawinan tersebut haram kukumnya.
Dengan adanya farwa ini maka Majelis Ulama Indonesia mengharapkan agar seorang
pria Islam tidak boleh kawin dengan wanita non Iskam kareka haram hukumnya.

Selanjutnya Prof. Dr. Quraiysh Shihab, MA dengan lantang mengatakan,


perkawinan ini tidak sah, baik menirut agama maupun menurut negara. Pendapat ini di
kuatkan oleh Prof. Dr. Muardi Khatib, salah seorang tokoh majelis tarjih Muhammadiyah
yang berpendapat bahwa persoalan ini jelas di dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 221,
disana dijelaskan sercara tegas bahwa seorang wanita Muslim Haram hukumnya menikah
dengan laki-laki non Muslim dan sebaliknya laki-laki Muslim haram menikahi wanita
non Muslim, “ini sudah menjadi konsensus ulama,” tambahnya, “Kensekwensinya
perkawinan ini harus dibatalkan”. Pendapat senada juga disampaikan K.H. Ibrahim
Hosen yang mengatakan, menurut madzhab Syafi’I, setelah turunnya al-Qur’an orang
Yahudi dan Nasrani tidak lagi disebut ahll Kitab.
2.4 Pernikahan Beda Agama Menurut Hasil Hukum di Indonesia

Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Kedua
produk perundang-undangan ini mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan
perkawinan termasuk perkawinan antar agama.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


Pasal 2 ayat (1) disebutkan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
hukummasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Dalam rumusan ini diketahui
bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Hal
senada diterangkan beberapa Pasal dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, sebagai berikut:
Pasal 4: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan”.
Pasal 40: Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
karena keadaan tertentu;
a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain

c. seorang wanita yang tidak beragam Islam.


Pasal 44: “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria
yang tidak beragama Islam”
Pasal 61: “Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali
tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien”.
Dengan demikian, menurut penjelasan pasal-pasal tersebut bahwa setiap perkawinan
yang dilaksanakan dalam wilayah hukum Indonesia harus dilaksanakan dalam satu jalur
agama, tidak boleh dilangsungkan perkawinan masing-masing agama, dan jika terjadi maka
hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Beda Agama

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perkawinan beda agama;


a. Pergaulan hidup sehari – hari

Dalam kehidupan bermasyarakat. Indonesia memang merupakan masyarakat yang


heterogen atau terdiri atas beraneka ragam suku, dan agama. Dalam pergaulan hidup
sehari – hari, kita tidak pernah dibatasi dalam masalah bergaul. Hal ini sangat
berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat yang ada di Indonesia yang sudah terlalu erat
dalam bergaul tanpa melihat perbedaan agama yang satu dengan yang lainnya sehingga
menimbulkan perasaan cinta yang tidak dapat dihindari.

b. Pendidikan tentang agama yang minim.


Banyak orangtua yang jarang maupun tidak pernah mengajarkan anak –anaknya
sedini mungkin tentang agama. Sehingga dalam pertumbuhannya menjadi dewasa, Ia
tidak mempersoalkan agama yang diyakininya. Sehingga dalam kehidupannya sehari –
hari, tidak mempermasalahkan apabila memiliki pasangan yang berbeda agama hingga
sampai kejenjang perkawinan atau menikah.

c. Latar Belakang Orangtua.

Faktor ini juga sangat penting. Karena pasangan yang menikah beda agama tentu
tidak lepas dari adanya latar belakang orangtua. Banyak pasangan yang menikah dengan
pasangan yang berbeda agama karena melihat orangtuanya juga adalah pasangan yang
berbeda agama.
Mungkin bagi mereka tidak menjadi masalah apabila menikah dengan pasangan
yang berbeda keyakinan karena berdasarkan riwayat orangtua. Tentu jika kehidupan
orangtua tersebut berjalan harmonis, maka akan menjadi contoh bagi anak – anaknya
kelak dalam perkawinan berbeda agama.

d. Kebebasan memilih pasangan.

Tentu sekarang adalah zaman yang modern, tidak seperti dulu yang dinamakan
zaman siti nurbaya, yang pada zaman tersebut orangtua masih saja mencarikan jodoh
untuk anak –anaknya. Sekarang adalah zaman modern yang dimana para laki – laki dan
perempuan dengan bebasnya memilih pasangan sesuai dengan keinginannya. Dengan
adanya kebebasan memilih pasangan ini, tidak bisa dipungkiri jika banyak yang memilih
pasangan beda agama karena didasari dengan cinta. Jika cinta telah mendasarinya dalam
hubungan seorang laki - laki dan seorang perempuan, tidak jarang pertimbangan secara
matangdalam suatu hubungan juga termasuk menyangkut agama kurang dapat berperan.

e. Dengan meningkatnya hubungan sosial anak–anak muda Indonesia dengan anak–anak


muda dari Manca Negara.
Akibat globalisasi dengan berbagai macam bangsa, kebudayaan, agama serta latar
belakang yang berbeda hal tersebut sedikit atau banyak ikut menjadi pendorong atau
melatar belakangi terjadinya perkawinan beda agama. Dan gengsi untuk mencari
pasangan “Bule” juga sangat mempengaruhi, sehingga bagi anak–anak muda kawin
dengan pasangan luar negeri maupun agama yang berbeda seakan–akan sudah tidak
menjadi masalah lagi.

2.6 Akibat Pernikahan Beda Agama

Problem yang muncul pasangan suami-istri dari perkawinan beda agama antara lain :

a. Memudarnya Kehidupan Rumah Tangga


Kehidupan rumah tangga beda agama semakin hari serasa semakin kering. Pada
awal kehidupan mereka, terutama pada waku masih pacaran, perbedaan itu dianggap
sepele, bisa diatasi oleh cinta. Tetapi lama-kelamaan ternyata jarak itu tetap saja
menganga. Ada suatu kehangatan dan keintiman yang kian redup dan perlahan
menghilang.

Pada saat semakin menapaki usia lanjut, kebahagiaan yang dicari bukanlah materi,
melainkan bersifat psikologis-spiritual yang sumbernya dari keharmonisan keluarga yang
diikat oleh iman dan tradisi keagamaan. Ketika itu tak ada, maka rasa sepi kian terasa.
Semasa masih berpacaran lalu menikah dan belum punya anak,cinta mungkin diyakini
bisa mengatasi semua perbedaan. Tetapi setelah punya anak berbagai masalah baru akan
bermunculan.
Bagi seorang muslim, ketika usia semakin lanjut, tak ada yang diharapkan kecuali untaian
doa dari anaknya. Mereka yakin doa yang dikabulkan adalah yang datang dari keluarga
yang seiman.

b. Tujuan Berumah TanggaTidak Ttercapai


Agama ibarat pakaian yang digunakan seumur hidup. Spirit, keyakinan, dan
tradisi agama senantiasa melekat pada setiap individu yang beragama,termasuk dalam
kehidupan rumah tangga. Merupakan suatu kebahagiaan jika istri dan anakanaknya bisa
ikut bersama, pada saat seorang suami (yang beragama Islam) pergi umrah atau haji.Akan
tetapi sebaliknya, merupakan suatu kesedihan ketika istri dan anak-anaknya lebih
memilih pergi ke gereja pada saat suami pergi umroh atau haiji.. Salah satu kebahagiaan
seorang ayah muslim adalah menjadi imam salat berjamaah bersama anak istri.

c. Perkawinan Mempertemukan Dua Keluarga Besar


Karakter suami dan istri yang masing-masing berbeda, merupakan suatu
keniscayaan. Misalnya perbedaan usia, perbedaan kelas sosial, perbedaan pendidikan,
semuanya itu hal yang wajar selama keduanya saling menerima dan saling melengkapi.
Namun, untuk kehidupan keluarga di Indonesia, perbedaan agama menjadi krusial karena
peristiwa akad nikah tidak saja mempertemukan suami-istri, melainkan juga keluarga
besarnya. Problem itu semakin terasa terutama ketika sebuah pasangan beda agama telah
memiliki anak.

d. Berebut Pengaruh

Dampak psikologis orang tua yang berbeda agama juga akan sangat dirasakan
oleh anakanaknya. Perbedaan agama bagi kehidupan rumah tangga di Indonesia selalu
dipandang serius. Ada suatu kompetisi antara ayah dan ibu untuk memengaruhi anak-
anak, sehingga anak jadi bingung. Namun ada juga yang malah menjadi lebih dewasa dan
kritis. Orang tua biasanya berebut pengaruh agar anaknya mengikuti agama yang
diyakininya. Kalau ayahnya Islam, dia ingin anaknya menjadi muslim. Kalau ibunya
Kristen dia ingin anaknya memeluk Kristen. Anak yang mestinya menjadi perekat orang
tua sebagai suami-isteri, kadang kala menjadi sumber perselisihan. Orang tua saling
berebut menanamkan pengaruh masing-masing. Pasangan yang berbeda agama masing-
masing akan berharap dan yakin suatu saat pasangannya akan berpindah agama. Tetapi
harapan belum tentu terwujud dan bahkan perselisihan demi perselisihan muncul.
Akhirnya suami dan istri tadi masing-masing merasa kesepian di tengah keluarga.
Mereka bingung siapa yang harus diikuti keyakinannya. Terlebih fase anak yang tengah
memasuki masa pembentukan dan perkembangan kepribadian di mana nilai-nilai agama
sangat berperan. Kalau agama malah menjadi sumber konflik, tentulah kurang bagus bagi
anak.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menikah merupakan salah satu anjuran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada
umatnya. Rasulullah bersabda : “Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan
sunnahku berarti bukan dari golonganku. Ada banyak ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan
anjuran untuk menikah, seperti dalam surat Az-Zariyat ayat 49: “Dan segala sesuatu Kami
ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. Dalam ayat di atas
maknanya berpasang-pasangan adalah laki-laki dan perempuan. Pernikahan beda agama atau
bisa disebut juga pernikahan antar agamaadalah pernikahan yang dilakukan antara laki-laki dan
perempuan yang masing- masing berbeda agama. Pernikahan antara laki-laki atau perempuan
muslimdengan laki-laki atau perempuam non muslim.

3.2 Saran

Memberikan pembelajaran tentang pernikahan supaya tidak bertentangan dengan dasar


hukum agamanya. Danmengembangkan penelitian tentang pernikahan beda agama karena
pernikahan adalah masalah yang serius di dalam kehidupan masyarakat Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publi
cations/143721-ID-pernikahan-beda-agama-ditinjau-dari-
pers.pdf&ved=2ahUKEwiDv7CvgbrlAhWyW3wKHTboBGcQFjACegQIBxAC&usg=AOvVaw
0GBfrHT1GHSmLxhguHqhis

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.bphn.go.id/data/docume
nts/pkj-2011-
2.pdf&ved=2ahUKEwis26iqnrrlAhXIqY8KHa4rAsYQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw3oZOi
YRdtX241WxGzO31Ye&cshid=1572103626761

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://ejournal.unsrat.ac.id/index.ph
p/lexprivatum/article/viewFile/1710/1352&ved=2ahUKEwis26iqnrrlAhXIqY8KHa4rAsYQFjA
HegQIBRAB&usg=AOvVaw0-FV23abd1kir7GMJQeNfc

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/10697/1/SANKSI%2520PERKAWINAN%2520BEDA%2520AGAMA%2520DI
TINJAU.pdf&ved=2ahUKEwiP26WyoLrlAhW0V3wKHScmBRkQFjAMegQIAhAB&usg=AO
vVaw3-jLp_ppehmxrUpdlwF7pY
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publi
cations/240404-kajian-hukum-terhadap-perkawinan-beda-ag-
31c2c207.pdf&ved=2ahUKEwiP26WyoLrlAhW0V3wKHScmBRkQFjABegQIChAB&usg=AO
vVaw2ALyOzj0N0O5AC_1yjUMYu

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://digilib.uinsby.ac.id/19709/5/B
ab%25202.pdf&ved=2ahUKEwjO5sHTrrrlAhVXfSsKHQRcAPAQFjAEegQIARAB&usg=AOv
Vaw2Lecu7tCJEnNYZM5WW0a35

Anda mungkin juga menyukai