Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERKAWINAN ANTAR AGAMA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

DOSEN PEMBIMBING

Dr.TOBIBATUS SA’ADAH,M.Ag

DISUSUN OLEH

1. Lutfi Lukmana Hm

0183130040

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU METRO LAMPUNG

FAKULTAS PERBANGKAN SYARIAH

2018
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Masail Al Fiqhiyas Al Hadistah dengan judul “Perkawinan Antar
Agama Perspektif Hukum Islam”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan do’a,saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuanyang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan
segala bentuk salan serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.Akhirnya
kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Metro,27 Oktober 2018

Penulis
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan
perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik-menarik antara satu dengan yang lainnya
untuk dapat hidup bersama dan terjadi suatu perkawinan antara manusia yang berlainan jenis
itu.Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan pancasila, yang sila Pertamanya ialah Ketuhanan
Yang Maha Esa, maka antara perkawinan dengan agama mempunyai hubungan yang erat, karena
perkawinan bukan sajamempunyai unsur jasmani tetapi juga mempunyai unsur rokhani
yangmemegang peranan penting.

Perkawinan tidak cukup dengan adanya ikatan lahir saja atau ikatan bathin saja, melainkan
kedua-duanya harus berjalan seimbang. Karena apabila melihat tujuan perkawinan adalah untuk
membentuk suatu rumah-tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal,sedangkan pembentukan
keluarga yang bahagia dan kekal itu, haruslah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai
asas pertama dalam pancasila. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 40 yang
diberlakukan berdasarkan instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 disebutkan bahwa “Dilarang
melangsungkan perkawinan antara seseorang pria dan wanita karena wanita tersebut tidak
beragama Islam”.

Larangan perkawinan antara agama sebagaimana hal ini didasarkan kepada mashlahah dengan
tujuan untuk memelihara agama, jiwa, harta, kehormatan, serta keturunan. Para ulama Indonesia
sepakat untuk melarang perkawinan beda agama karena kemudharatannya lebih besar daripada
manfaat yang ditimbulkannya. Perkawinan agama telah menyebabkan anak-anakyang dilahirkan
dari perkawinan itu banyak yang menganut hukum agama ibunya daripada agama bapaknya.
Selain dari itu, dari perkawinan antar agama dapat meresahkankarena hubungan silaturrahim
antar keluarga menjadi putus.

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi problematika dari pelaksanaan perkawinan beda
agama .Sehingga penulis ingin menjelaskan tantang perkawinan antar agama menurut perspektif
hukum islam.
1. Rumusan Masalah

1.Apa pengertian nikah ?

2. Apa pandangan Islam mengenai pernikahan beda Agama?

3.Adakah dalil mengenai pernikahan beda agama ?

2. Tujuan Makalah

1.Mengetahui pengertian nikah

2.Memahami pandangan Islam mengenai pernikahan beda agama

3.Mengetahui dalil mengenai pernikahan beda agama


BAB II

PEMBAHASAN

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A.Pengertian Nikah

Menurut bahasa nikah berarati terkumpul atau menyatu, menjodohkan atau bersenggama
(wathi’). Menurut istilah syari’at Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki
laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak
dan kewajiban antara kedua insan.
Menurut Undang Undang no 1 Tahun 1974 tentang perkawinan , mendefinisikan bahwa
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Mahaesa

a. Pandangan Islam Mengenai Pernikahan Beda Agama

Perkawinan beda agama ialah perkawinan antar orang yang berlainan agama. Yang
dimaksud dengan “perkawinan antar orang yang berlainan agama” disini ialah perkawinan orang
Islam (pria/wanita) dengan orang bukan Islam (pria/wanita).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa perkawinan beda agama adalah ikatan lahir dan bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita yang karena berbeda agama menyebabkan
tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan
perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing dengan tujuan untuk membentuk
keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam hukum Islam, baik dari kandungan al-Qur’an maupun hadits banyak menyebutkan
masalah ini, dan secara tekstual terdapat tiga ayat mengenai perkawinan muslim dengan non-
muslim.
-Pertama, seperti dalam al-Qur’an surat al-Baqarah : 221 yang melarang dengan jelas menikahi
wanita-wanita musyrik dan laki-laki musyrik sebelum mereka itu beriman. Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu”. (QS. al-Baqarah: 221)
Asbab al-nuzul (sesuatu yang terjadi serta ada hubungannya dengan turunnya satu atau beberapa ayat
al-Qur’an sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi) dari surat ini ialah ketika salah
seorang sahabat yang bernama Ibnu Mursyid al-Ghanawi akan mengawini seorang wanita
musyrik dengan memohon izin terlebih dahulu kepada Rasulullah sampai dua kali, setelah kedua
kali Rasulullah berdoa dan turunlah ayat ini.

Dari ayat ini, secara zahir jelas-jelas melarang wanita maupun laki-laki muslim untuk menikah
dengan calon pasangannya yang musyrik. Musyrik yang dalam hal ini bisa kita kaitkan dengan
seseorang yang melakukan perbuatan syirik (menyekutukan Allah) salah satu dosa paling besar,
mereka semua itu haram untuk dinikahi oleh semua umat Islam (laki-laki maupun perempuan). 

-Kedua, dalam surat al-Mumtahanah: 10 yang berisi larangan perkawinan wanita muslim dengan
laki-laki kafir. Teks ayat tersebut :

 “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan


yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang
keimanan mereka;maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka
janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka
tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka”

Walaupun teks ayat tersebut menyebutkan wanita beriman sebelumnya telah berkumpul dengan
suaminya yang kafir dan tetapi kemudian berpaling darinya, lalu hijrah ke dalam kaum muslim.
Tetapi secara tersirat jelas juga bahwa wanita-wanita yang beriman (kuat imannya) itu haram
untuk dinikahi oleh laki-laki kafir musyrik, yang menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya “orang
kafir” yang dimaksud dalam ayat ini ialah kafir Makkah. Dan kalimat sepenggal dari potongan
ayat di atas menguatkan lagi wanita beriman yang keimanannya telah kuat haram dinikahi oleh
laki-laki kafir.

-Ketiga, terdapat dalam surat al-Maidah : 5, yang kandungan ayatnya berisi ketentuan tentang
diperbolehkan menikahi wanita-wanita ahli kitab, ayat tersebut berbunyi:

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan
mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum
kamu”

Dari ayat ini memang jelas bahwa laki-laki muslim boleh menikahi perempuan ahli kitab. Dan
setelah turunnya ayat ini, banyak sebagian sahabat yang menikahi wanita-wanita ahli kitab,
seperti Usman bin Affan kawin dengan Nailah binti Quraqashah al-Kalbiyah yang Nasrani,
Thalhah bin Ubaidillah dengan perempuan Yahudi di Damaskus, Huzaifah kawin dengan
perempuan Yahudi di Madyan, bahkan Rasulullah saw pun pernah menikahi perempuan ahli
kitab yaitu Nabi Maria Qibtiyah, perempuan Kristen Mesir dan Sophia yang Yahudi.
Namun masalah pernikahan ahli kitab ini terdapat masalah pokok, ialah yang pertama siapakah
yang dimaksud ahli kitab kalau dikaitkan dengan konteks sekarang? Sebelumnya terlebih dahulu
kita lihat definisi ulama mengenai ahli kitab ini. Imam Abu Hanifah dan mayoritas ulama fiqh,
seperti dikutip Zainun (dosen UIN Syarif Hidayatullah), berpendapat bahwa siapapun yang
mempercayai salah seorang nabi atau salah satu kitab suci yang pernah diturunkan oleh Allah,
maka ia termasuk ahlul kitab. Rasyid Ridha bahkan menegaskan bahwa Majusi, Sabian, Hindu
(Brahmanisme), Budha, Konghucu, Shinto dan agama-agama lain dapat dikategorikan sebagai
ahli kitab. Namun kiranya pendapat dari Haji Abdullah ini kami rasa lebih mewakili, beliau
berpendapat, apa yang dimaksud dengan ahli kitab ini ialah seorang yang dapat membuktikan
bahwa agamanya mempunyai kitab yang diturunkan pada seorang Rasul dari keluarga Ibrahim
dan agama itu ialah Islam, Yahudi, Nasrani serta suhuf-suhuf kepada Nabi/Rasul tertentu. Maka
yang dimaksud ahli kitab ialah mereka yang menganut keyakinan: 1) Iman dan percaya kepada
Allah SWT, 2) Iman dan percaya kepada salah satu kitab sebelum al-Qur’an diturunkan (sebelum
Muhammad saw), 3) Iman dan percaya kepada rasul-rasul Allah SWT.

Pengertian Ahli Kitab di sini mengacu pada dua agama besar sebelum Islam, yakni Yahudi dan
Nasrani. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa para ulama sepakat akan kehalalan mengawini
perempuan Ahli Kitab dengan syarat ia merdeka (bukan budak), sedangkan mengenai perempuan
Ahli Kitab yang dalam status tawanan (bi al-milk) para ulama berbeda pendapat

Jadi kita dapat sedikit menarik kesimpulan bahwa ahli kitab itu orang-orang yang menerima dan
mempercayai kitab yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya sebelum Nabi Muhammad saw (al-
Qur’an) itu ada. Sehingga ini sesuai dengan konsep pernikahan yang dilakukan sahabat yang
pernah nikah dengan wanita ahli kitab, karena memang di zaman itu ahli kitab itu masih benar-
benar ahli kitab yang hidup sebelum (dekat) al-Qur’an diturunkan. Sedangkan orang-orang
(Yahudi, Nasrani) sekarang tidaklah dapat disebut sebagai ahli kitab. Mahmud Yunus
mengatakan bahwa sekarang ini tidak ada lagi ahli kitab (kalaupun ada, itupun dalam jumlah
yang sangat sedikit sekali). Terlebih sekarang kitab mereka perjanjian lama dan perjanjian baru
sudah banyak terkontaminasi atau dalam bahasa lainnya sudah banyak campur tangan manusia.

Terakhir dapat kita katakan perkawinan beda agama dalam kajian hukum Islam dilarang dengan
ketentuan yaitu pelarangan secara tegas untuk wanita dan laki-laki muslim yang haram untuk
menikahi orang kafir.
BAB III

PENUTUP

A.      KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan sbb:

1. Menikah secara bahasa artinya menyatukan, menjodohkan atau bersenggama, sementara


menurut istilah adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki laki dan perempuan yang
tidak ada hubungan mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara
kedua insan.

2. Tujuan menikah menurut syariat islam adalah : untuk memenuhi tunytutan naluri manusia
yang asasi, untuk membentengi akhlaq yang luhur dan untuk menundukan pandangan, untuk
menegakkan rumah tangga yang Islami, dan untuk memperoleh keturunan yang sah secara
biologis dan secara syari’at.

3. Sebagian besar ulama membolehkan pernikahan beda agama dengan syarat laki laki nya
adalah seorang muslim dan wanita non muslim ahli kitab, diluar keadaan itu maka pernikahan
beda agama diharamkan.Dalil mengenai pernikahan beda agama tertulis dalam al quran secara
jelas dalam QS: Al-Baqarah: 221.

B. SARAN

Setiap permasalahan dalam fiqh adalah masalah yang akan memunculkan pembahasan yang
panjang,  bagi pembaca khususnya mahasiswa atau pelajar yang akan menyusun makalah dengan
permasalahan sejenis, penyusun anjurkan untuk menggali referensi lebih banyak lagi, sehingga
dapat meghadirkan penjelasan yang lebih rinci dari apa yang penyusun sajikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.hidayatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2014/09/10/29159/islam-dan-
pernikahan-beda-agama-bagian-1.html/2#.VCC73mPCd6l
2. https://coretanzulfah.wordpress.com/2015/10/25/79/
3. http://almanhaj.or.id/content/3232/pernikahan-dalam-islam/
4. http://www.academia.edu/34216991/
PERNIKAHAN_BEDA_AGAMA_DALAM_PERSPEKTIF_ISLAM

Anda mungkin juga menyukai