Anda di halaman 1dari 4

Mata kuliah : Hukum dan Masyarakat (C)

Waktu : 75 menit
Tanggal : 03 April 2024
Metode : Open book (jawaban ditulis menggunakan komputer dan dikumpulkan lewat
Simaster; akses internet di-nonaktif-kan selama ujian)

Bacalah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan cermat sebelum menjawabnya. Selamat


mengerjakan!

1) Jelaskanlah dengan memberi contoh kasus perbedaan antara Ilmu Hukum Dogmatik dan
pendekatan Hukum dan Masyarakat (law and society approach) dalam menjelaskan
istilah ‘hukum’!
2) A. Berbagai sistem keteraturan (normative system) yang hidup dalam masyarakat seperti
Hukum Negara, Hukum Agama, dan Hukum Adat/Kebiasaan, melangsungkan interaksi
akomodatif. Jelaskanlah mengapa interaksi tersebut bersifat akomodatif, bukan
konfliktual!
B. Jelaskanlah sejauh mana UU No. 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana mengakui pluralisme hukum dalam lapangan Hukum Pidana!
3) Para pendatang (migrant) yang berasal dari Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika,
tinggal di beberapa negara Eropa daratan. Mereka mengikuti aturan hukum yang berlaku
di negara-negara tersebut. Sekalipun begitu, mereka mempertahankan budaya dan aturan-
aturan kebiasaan yang hidup ditempat asalnya. Mereka membentuk asosiasi atau
paguyuban dengan maksud mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan dan
aturan-aturan kebiasaan tersebut. Jelaskanlah sejauh mana asosiasi atau paguyuban para
migrant tersebut memiliki karakteristik sebagai lapangan sosial semi otonom (semi-
autonomous social field)!

JAWABAN
1) Dalam melihat hukum, terdapat berbagai sudut pandang yang memiliki definisi yang
berbeda-beda pula. Dalam hal ini, terdapat dua perbedaan sudut pandang yang saling
bertolak belakang, yakni pendekatan hukum dogmatik dengan pendekatan hukum dan
masyarakat. Pendekatan hukum dogmatic adalah pendekatan hukum yang
memisahkan hukum dengan pendekatan ilmu sosial lainnya, ia menyatakan
bahwasannya hukum merupakan dogma yang harus ditaati oleh masyarakat.
Pendekatan hukum dogmatik memposisikan hukum sebagai suatu hal yang bersifat
kodrati, di mana hal tersebut terlihat dari bagaimana pandangan hukum dogmatik
bekerja. Di sisi lain, pendekatan hukum dan masyarakat memperlihatkan relasi hukum
dengan masyarakat, hal ini terlihat dari bagaimana pendekatan hukum dan masyarakat
memiliki pendekatan yang interdisipliner berupa antropologi hukum serta sosiologi
hukum. Contoh konkrit daripada perbedaan kedua pendekatan hukum tersebut dapat
diilustrasikan dalam sebuah studi kasus, pada pemilihan presiden kemarin, terdapat
pelanggaran etik yang dilakukan oleh presiden, pelanggaran ini terjadi karena
presiden melakukan pemberian bantuan sosial sebagai upaya untuk mendongkrak
suara masing-masing calon. Apabila melihat kasus tersebut dengan sudut pandang
dogmatik, kasus tersebut tidak melanggar kaidah hukum yang berlaku maka dapat
dikatakan sah secara hukum. Akan tetapi, apabila menggunakan paradigma hukum
dan masyarakat, perbuatan yang dilakukan oleh presiden merupakan tindakan yang
tidak seharusnya dilakukan. Demikian, paradigma hukum dogmatis berkutat pada
tataran hukum positif dan norma hukum, sedangkan hukum dan masyarakat melihat
hukum lebih luas dari sebatas undang-undang, ia juga melihat bagaimana interaksi
antar manusia dan relasi negara dengan masyarakat untuk melihat suatu isu hukum.

2) A. Indonesia merupakan negara yang menganut system pluralisme hukum, hal ini
membuat terdapat lebih dari satu jenis hukum yang berlaku di Indonesia, antara lain
terdapat Hukum Negara, Hukum Agama, dan Hukum Adat/Kebiasaan. Pelaksanaan
hukum-hukum tersebut di Indonesia tidak ada pada relasi yang bersifat konfliktual,
menandakan bahwa relasi antar hukum tidak menegasikan atau tidak mengerdilkan
satu hukum dengan hukum yang lainnya. Relasi akomodatif yang dimiliki oleh sistem
sistem hukum terkait di Indonesia dapat terlihat dari adanya interlegalitas, dalam hal
ini dapat dilihat dari adanya penerbitan Sertifikat Hak Milik Desa Adat di Provinsi
Bali. Relasi akomodatif antar sistem hukum dapat terlihat dari kasus tersebut, negara
mengakomodasi penguasaan tanah berbasis hukum adat yang berimplikasi pada
pengadministrasian formal terhadap tanah adat. Contoh lain dapat dilihat dari undang-
undang perkawinan yang menyatakan bahwa pernikahan yang sah adalah pernikahan
yang dianggap sah menurut keyakinan masing-masing, terlihat adanya relasi
interlegalitas antara hukum negara dengan hukum agama.
B. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana mengakui adanya hukum yang hidup dimasyarakat. Tertulis bahwasannya
materi hukum pidana nasional harus mengatur keseimbangan antara kepentingan
umum, atau negara dan kepentingan individu terhadap pelaku tindak pidana dan
korban tindak pidana, antara unsur perbuatan dan sikap batin, antara kepastian hukum
dan keadilan, antara hukum yang tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Pernyataan tersebut tertulis pada bagian menimbang di dalam undang-undang ini.
Dalam hal ini pada Pasal 2 dijelaskan bahwasannya hukum yang hidup dapat
dijadikan unsur delik dalam suatu perbuatan pidana. Di sisi lain, pengaturan hukum
yang hidup dalam masyarakat untuk dijadikan sebuah unsur delik di dalam tindak
pidana diperlukan adanya penerbitan peraturan pemerintah. Undang-undang ini
mencoba untuk mengakomodasi pluralism hukum untuk dijadikan unsur delik.
Adanya formalisasi terhadap living law memperlihatkan adanya semangat sentralisme
hukum yang merupakan lawan dari pluralism hukum, sehingga ketentuan formalisasi
hukum yang hidup dalam masyarakat menjadi sebuah peraturan pemerintah
merupakan suatu hal yang menegasikan konsep pluralism hukum itu sendiri.

3) Lapangan sosial semi otonom atau Semi Autonomous Social Field merupakan sebuah
konsep tatanan sosial yang dapat membuat aturan yang ia miliki sendiri termasuk
menegakan aturan tersebut. Mengacu pada ciri-ciri lapangan sosial semi otonom,
terdapat tiga konsep dasat yang menggolongkan suatu kelompok dapat dikatakan
sebagai lapangan sosial semi otonom. Ciri yang pertama adalah dapat melakukan
pembuatan dan penegakan aturan, terdapat struktur organisasi yang bersifat kompleks
ataupun sederhana, dan yang paling penting adalah rentan terhadap aturan dari luar.
Adanya lapangan sosial semi otonom ini hadir karena tidak memungkinkan bahwa
satu system hukum dapat mengatur segala hal yang berkaitan dnegan tindak tanduk
manusia. Berdasarkan soal di atas, imigran yang berasal dari negara negara terkait
membentuk sebuah paguyuban imigran berdasarkan asal negara yang mereka punya,
hal ini menunjukan bahwa adanya sebuah system organisasi sederhana yang berlaku
dalam kelompok imigran tersebut. Di sisi lain, pemberlakuan aturan yang mengacu
kepada negara asal masing-masing imigran, tindakan tersebut membuat adanya
sebuah system hukum dalam lingkup yang lebih kecil serta adanya otorita penegakan
aturan dengan tujuan melestarikan system hukum dari negara asalnya. Walaupun
demikian, para imigran tersebut masih melaksanakan system hukum negara-negara di
eropa daratan yang mana menunjukan ciri lapangan sosial semi otonom yang mana
mereka rentan terhadap hukum negara. Posisi rentan ini pula yang menunjukan bahwa
terdapat pluralisme hukum di dalam kasus ini. Mengacu kepada kasus a quo, tidak
terlihat adanya relasi yang bersifat konfliktual dengan hukum negara, dapat
diasumsikan relasi yang ada di kasus tersebut adalah relasi akomodatif. Berdasarkan
karakterisitik imigran terkait yang tertera di dalam kasus di atas, dapat disimpulkan
bahwa paguyuban imigran yang berasal dari Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika
telah memenuhi kriteria dan dapat digolongkan sebagai lapangan sosial semi otonom.

Anda mungkin juga menyukai