Anda di halaman 1dari 4

i 3 konsep dasar (perspektif) dalam mempelajari ilmu hukum:

I. Perspektif Idealis/Ideologis:

- Memandang hukum sebagai perwujudan nilai-nilai dalam masyarakat.

- Fokus pada pertanyaan apakah hukum mencerminkan nilai-nilai masyarakat.

- Metode penelitiannya bersifat idealis/ideologis, mengukur hukum dari ukuran ideal yang
mewujudkan nilai.

II. Perspektif Juridis Normatif/Normatif Analitis:

- Melihat hukum sebagai seperangkat sistem peraturan yang abstrak dan otonom.

- Fokus pada perundang-undangan dan kompleksitasnya.

- Metode penelitiannya menggunakan pendekatan juridis normatif dan/atau normatif analitis,


dengan norma hukum sebagai petunjuk tingkah laku yang harus ditaati.

III. Perspektif Sosiologis-Empiris:

- Menganggap hukum sebagai alat untuk mengatur masyarakat.

- Fokus pada efektivitas hukum dalam mengatur masyarakat.

- Metode penelitiannya bersifat sosiologis-empiris, melihat hukum dalam masyarakat sebagai


perilaku nyata yang diamati.

Menurut Paul Vinogradoff:

Hukum tumbuh dari praktek-praktek dalam masyarakat yang tidak terikat pada norma-norma
sistem hukum tertentu, melainkan berdasarkan pertimbangan memberi dan menerima dalam
hubungan sosial yang wajar.

Menurut Paul Bohanan (ahli antropologi):

Bohanan memperhatikan hubungan antara hukum dan kebiasaan, di mana ia membedakan antara
norma dan kebiasaan. Kebiasaan adalah seperangkat norma yang secara nyata dilakukan dalam
praktek sehari-hari, sementara norma adalah aturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan
dalam hubungan manusia dengan manusia. Bohanan menyatakan bahwa hukum merupakan
pelembagaan kembali dari kebiasaan.

Hukum dan Struktur Masyarakat

Max Weber menyatakan bahwa kecenderungan umum dalam perkembangan hukum modern
adalah menuju rasionalitas. Perkembangan hukum dimulai dari pengadaan hukum melalui
pewahyuan kharismatis hingga pembentukan hukum secara sistematis dan profesional.
Perkembangan hukum ini terkait dengan tipe-tipe dasar dari kekuasaan yang sah dalam
masyarakat, yaitu kharismatis, tradisional, dan rasional.

Teori Sibernetika dari Talcott Parsons

Menurut Talcott Parsons, masyarakat adalah sebuah sistem besar yang terdiri dari sub-sistem
budaya, sosial, politik, dan ekonomi, masing-masing dengan fungsi primer yang berbeda. Sub-
sistem tersebut saling terkait dan membentuk sebuah sistem. Ada dua arus dalam hubungan
antara sub-sistem, yaitu arus energi dan arus informasi.

Fungsi integrasi hukum, yang dikembangkan lebih lanjut oleh Harry C. Bredemeier, berdasarkan
konsep teori Sibernetik Parsons, menggambarkan proses pertukaran antara sub-sistem dalam
masyarakat. Dalam peragaan ini, hukum menduduki posisi sentral dengan peran utama dalam
mengintegrasikan berbagai kepentingan dan hubungan di dalam masyarakat. Hukum berperan
menyatukan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan individu maupun kelompok,
termasuk kepentingan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, sehingga tercipta hubungan yang
produktif dan adil.

Hubungan Hukum dan Ekonomi

Hubungan antara hukum dan ekonomi merupakan interaksi yang erat dan saling memengaruhi,
sesuai dengan konstruksi berpikir sibernetik dari Talcott Parsons. Aturan-aturan hukum yang
ditetapkan memengaruhi aktivitas ekonomi dengan menentukan apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan. Contohnya adalah pasal 33 UUD 45 yang mengatur hak negara atas kekayaan alam
untuk kemakmuran rakyat. Motif ekonomi seperti untung-rugi seringkali menjadi faktor yang
mendasari kepatuhan atau ketidakpatuhan pada hukum. Sebagai contoh, kepatuhan pada hukum
lingkungan hidup atau pada hukum kontrak dapat dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi
seperti keuntungan atau kerugian.

Hubungan Hukum dan Politik

Hubungan antara hukum dan politik adalah sangat erat dan saling memengaruhi, di mana
keduanya tidak bisa dipisahkan secara tegas. Hukum memiliki peran dalam mengendalikan dan
mengatur proses politik dalam suatu negara atau masyarakat. Aturan-aturan hukum menentukan
apa yang diperbolehkan dan tidak dalam proses politik. Sebaliknya, politik juga memiliki
pengaruh besar terhadap hukum, mulai dari pembuatan hukum hingga penegakannya. Politik
menjadi kondisi yang mempengaruhi berjalannya hukum, seperti penentuan peran hukum adat
pada masa penjajahan Belanda di Indonesia. Politik juga dapat memengaruhi penegakan hukum,
seperti penyelesaian kasus korupsi di masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia.

Dalam konsep yang dikembangkan oleh Philippe Nonet dan Phillip Selznick, hubungan hukum
dan politik dapat digambarkan dalam tiga modalitas hukum:

1. Tipologi Hukum Represif

2. Tipologi Hukum Otonom

3. Tipologi Hukum Responsif

Bekerjanya Hukum

Proses bekerjanya hukum dimulai saat hukum diundangkan dan ditetapkan. Undang-undang
memberikan perintah dan larangan kepada masyarakat serta menetapkan sanksi untuk
pelanggarannya. Lembaga penegak hukum diberi perintah untuk menerapkan sanksi terhadap
pelanggaran hukum. Ketika melihat bekerjanya hukum dalam masyarakat, perspektif bergeser
dari normatif-dogmatis ke sosiologis. Bekerjanya hukum dilihat sebagai bagian dari pranata
sosial dalam masyarakat. Chambliss dan Seidman mengkonstruksikan bagan yang
memperlihatkan bagaimana hukum beroperasi dalam konteks sosial. Penegakan hukum adalah
proses di mana ide-ide hukum yang abstrak, seperti keadilan dan kepastian hukum, diwujudkan
dalam masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, dibutuhkan organisasi yang kompleks, seperti
pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan badan perundang-undangan. Tanpa organisasi-organisasi
ini, hukum tidak dapat dijalankan dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Penegakan Hukum

1. Peraturan (Hukum)

2. Lembaga Penegak Hukum

3. Sumber Daya Manusia (SDM) Penegak Hukum

4. Sumber Daya Lain

5. Budaya Masyarakat

6. Komunikasi Hukum

Bekerjanya Hukum di Pengadilan

Pengadilan adalah lembaga yang bertanggung jawab menyelesaikan masalah hukum dalam
masyarakat. Namun, hakim dalam karakteristiknya bersifat pasif, yang berarti persoalan sampai
ke meja hakim bukan karena inisiatif hakim, melainkan karena hakim hanya menerima,
memeriksa, dan memutuskan.

Karakteristik Bekerjanya Polri

1. Dekat dengan Masyarakat: Polri merupakan aparat penegak hukum yang paling dekat dengan
masyarakat. Interaksi intens antara Polri dan masyarakat membuat kelemahan Polri mudah
diketahui oleh masyarakat.

2. Tugas sebagai Penegak Hukum dan Penjamin Ketertiban: Polri bertugas sebagai penegak
hukum, khususnya dalam sistem peradilan pidana, serta menjaga ketertiban dalam masyarakat.

3. Dekat dengan Penggunaan Kekerasan: Dalam menjalankan tugasnya, Polri sering terlibat
dengan penggunaan kekerasan, yang sering kali memunculkan tuduhan pelanggaran hak asasi
manusia (HAM). Polisi menggunakan kekerasan dalam situasi yang mengancam keselamatan
atau berisiko bagi mereka, seperti dalam mengejar kejahatan. Namun, penggunaan kekerasan ini
terbatas oleh aturan dan bertanggung jawab atas penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai