Anda di halaman 1dari 30

Dosen Pengampu : Surya Prahara, SH.

, MH Mata Kuliah : Sosiologi Hukum

Zweck Rational : rasional instrumental, dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh hasil sebesar-besarnya. Wert Rational : keyakinan berdasarkan nilai tertentu, seperti nilai etis, estetis, nilai keagamaan. Affectual : sifat emosional Tradisional : berorientasi pada nilai tradisi masa lalu

Weber bertitik tolak pada perbedaan antara hukum formal dengan hukum material

Hukum formal sebagai keseluruhan sistem teori hukum yang aturan-aturannya didasarkan hanya pada logika hukum, tanpa mempertimbangkan unsur di luar hukum. Hukum material mempertimbangkan unsurunsur non yuridis, seperti nilai politis, ekonomis,atau agama.

Rasionalnya hukum dapat bersifat formal dan material yang berarti hukum tak mungkin sempurna karena semua pertentangan hukum bersumber pada pertentangan kedua jenis hukum yang tak terpecahkan

Empat tipe ideal dari hukum (Weber)


Hukum irasional dan material, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa merujuk pada suatu kaidah. Hukum irasional dan formal, yaitu dimana pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidahkaidah diluar akal, didasarkan pada wahyu atau ramalan. Hukum rasional dan material, yaitu merujuk pada suatu kitab suci, kebijakan-kebijakan penguasa atau ideologi. Hukum rasional dan formal, yaitu hukum dibentuk semata-mataatas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu hukum.

Metode Pendekatan Sosiologi Hukum

Pendekatan yuridis normatif, menguasai hukum bagi persoalan tertentu yang terjadi serta bagaimana melaksanakan dan menerapkan peraturan-peraturan hukum. Pendekatan Yuridis Empiris, hukum dalam kenyataannya dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Bukan kenyataan dari bentuk pasal-pasal dalam perundang-undangan, tapi bagaimana hukum dioperasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Yuridis Empiris disebut sosiologi hukum, merupakan ilmu yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan dapat diketahui dengan mempelajari fenomena sosial dalam masyarakat yang tampak aspek hukumnya.

Sosiologi hukum harus dapat memenuhi tuntutan ilmu pengetahuan modern untuk melakukan atau membuat, (1) deskripsi, (2) penjelasan, (3) pengungkapan, dan (4) prediksi.

Studi Perbandingan Yuridis Empiris dengan Yuridis Normatif Perbandingan Objek Fokus Proses Pilihan (Purpose) Tujuan (Goal) Yuridis Empiris Sociological model Yuridis Normatif

Jurisprudence model Social structure Analisis aturan (rules) Perilaku (behavior) Logika (logic) Ilmu pengetahuan (scientific ) Penjelasan (explanation) Praktis (practical) Pengambilan keputusan

Pendidikan hukum dalam kajian Jurisprudence model, rules (normatif), logic, practical, dan decision yang bersifat terapan, tidak mampu memberikan pemahaman hukum yang utuh.

Hukum hanya dilihat sebagai dogmatis, sehingga tidak mampu memenuhi kualifikasi sebagai ilmu hukum. Sosiologi hukum dapat mengembalikan hukum ke dalam lingkungan kehidupan masyarakat. Hukum ada untuk masyarakat sehingga hukum perlu diintegrasikan kembali dengan masyarakat.

Sosiologi hukum dan ilmu empiris lainnya menempatkan kembali komstruksi hukum yang abstrak ke dalam struktur sosial yang ada, sehingga hukum menjadi lembaga yang utuh dan realistis.

1. Model Kemasyarakatan ( sociological model) : bentuk interaksi sosial yang ada dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu interaksi sosial, sistem sosial, dan perubahan sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan perorangan, antara kelompok dengan kelompok, maupun antara orang perorangan dengan kelompok.

Sistem sosial : keseluruhan elemen atau bagian-bagian yang saling tergantung satu dengan yang lain, sehingga terbentuk satu kesatuan atau kesinambungan.

Perubahan sosial : segala perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, pola dan perikelakuan diantara kelompokkelompok dalam masyarakat.

2. Struktur sosial : jalinan antara unsur-unsur sosial yang terdiri dari kaidah-kaidah sosial, lembaga kemasyarakatan, kelompok sosial, dan lapisanlapisan sosial.

3. Perilaku (behavior) sistem perilaku yang dibuat oleh manusia. Merupakan kenyataan hukum dalam masyarakat, sehingga terkadang apa yang dicita-citakan oleh masyarakat dalam mewujudkan kepastian hukum justru tidak sesuai dari apa yang diharapkan

Hukum sebagai kontrol sosial kontrol sosial biasanya diartikan sebagai suatu proses baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak, bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku.

Perwujudan kontrol sosial tersebut mungkin berupa pemidanaan, kompensasi, terapi maupun konsiliasi. Patokan (standar ) dari pemidanaan adalah suatu larangan, apabila dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya.

Kompensasi, patokannya adalah kewajiban, dimana inisiatif untuk memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan meminta ganti rugi.

Terapi maupun konsiliasi sifatnya remedial artinya mengembalikan situasi pada keadaan yang semula. Oleh karena itu pokoknya bukanlah siapa yang kalah dan siapa yang menang, melainkan yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak menyenangkan bagi para pihak. Standarnya adalah normalitas, keserasian, dan kesepadanan

Pendekatan Hukum
A. Pendekatan hukum positivistik, normatif, legalislitik, formalistik. Hukum sebagai bangunan morma yang harus dipahami dengan menganilis teks atau bunyi undang-undang atau peraturan yang tertulis dengan menggunakan logika hukum (legal reasoning). Hukum dibangan atas dasar asas-asas, dogma-dogma, doktrindoktrin, dan prinsip-prinsip hukum terutama yang berlaku secara universal dalam hukum (modern). Kelemahannya tidak dapat menjelaskan kenyataan-kenyataan hukum secara memuaskan, terutama ketika praktek hukum tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang tertulis. Seperti prinsip equality before the law, hukum tidak boleh saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya. Kenyataannya terdapat kesenjangan (gap atau diskrepansi) dengan kenyataan hukum yang terjadi.

B. Pendekatan Hukum Empiris, Sosiologis, Realisme, Konteks Sosial

Hukum sebagai bangunan sosial (social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum tidak dipahami sebagai teks dalam undang-undang tetapi sebagai kenyataan sosial yang menafest dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normatif tetapi secara konteksual. Hukum tidak hanya dilandasi oleh logika hukum tetapi juga oleh logika sosial dalam rangka seaching for the meaning. Berbagai praktek-praktek hukum yang tidak sesuai dengan aturan normative, disparitas hukum, terjadinya deviant behavior, anomaly hukum, ketidakpatuhan (disobedience), pembangkangan hukum, violent, kriminalisme dan sebagainya akan lebih mudah dijelaskan melalui pendekatan ini.

Perbandingan Pendekatan Hukum


Aspek
Fokus Proses Lingkup Perspektif Tujuan Sasaran Hukum Positivis (Jurisprudential) Peraturan Logika Universal Pelaku (Participant) Praktis Keputusan (Decission)

Model Sosiologis
Struktur Sosial Perilaku (behavior) Variabel Pengamat (Observer) Ilmiah Penejelasan (Expalanation)

Sumber : Donald Black. Sociological Justice, 1989 : 21.

Menuju pendekatan hukum yang holistik dan visoner


Diperlukan pergeseran paradigma (paradigm shift) secara sinergis dan komplementer. Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana hukum itu berada. Meskipun mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum. Pendekatan hukum sosiologis semata akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum, maka dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hukum, bahkan dikhawatirkan tidak diperlukan lagi adanya hukum sehingga dapat terjadi anarkisme hukum.

Positivisme Hukum Berkembang pesat pada abd IX sejalan dengan tumbuhnya konsep Negara-negara modern dan sistem trias politika Gerakan liberalisme yang bertujuan untuk melindungi kepentingan individu melalui hukum tertulis
Munculnya tokoh pemikir gerarakan positivisme seperti : H.L.A Hart : a. Undang-undang adalah perintah manusia b. Todak perlu ada hubungan hukum dengan moral c. Sistem hukum adalah logis dan terutup d. Penilaian moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan e. Esensi hukum terletak pada adanya penggunaan paksaan John Austin : Hukum adalah perintah kekuasaan politik yang berdaulat. Hans Kelsen : Teori Hukum Murni, dan teori Stufenbau.

Paham Positivisme di Indonesia


Pendidikan hukum di Indonesia lebih mengarahkan kepada tujuan untuk menciptakan sarjana Hukum yang profesional (keahlian hukum yang monolitik). a. S1 : mencetak tukang untuk menerapkan normatik, sehingga realitas hukum dianggap relatif tidak penting. b. S1 : mencetak scientist dan professional c. S3 : Mencetak scientist. Pendidikan hukum di Indonesia lebih banyak mengajarkan pada fisiologi hukum (asas-asas dan norma hukum substantive), tetapi kurang pada patologi hukum (penyakit hukum) sehingga kita tidak terbiasa menganalisis penyimpangan-penyimpangan dalam bekerjanya hukum.

Pendidikan di Indonesia mewarisi tradisi continental law yang mengikuti civil law. Dimana hukum sesuatu yang sudah ada dalam UU atau perturan tertulis, sehingga sumber hukum hanyalah undang-undang dan di luar itu tidak ada hukum. Asumsinya undang-undang tidak boleh diprotes, UU dianggap sudah baik karena pembentuk hukum sudah merancangnya dengan sungguh-sungguh.

Civil law cenderung empiris /induktifnya tidak digunakan Lobus de droit : hakim adalah mulut undang-undang karena hakim dalam menentukan putusan sudah ditentukan oleh undang-undang, sehingga penemuan-penemuan hukum menjadi miskin

Menurut Satjipto Rahardjo


Ada tiga penyebab sarjana hukum Indonesia menganut positifisme : a. Tidak banyak melakukan penelitian hukum di lapangan. b. Tidak banyak melakukan kritik-kritik terhadap hukum. c. Beranggapan sistem hukum tidak bisa dirubah

Perkembangan Ke Arah Ilmu Hukum Sosiologis


Memasuki Abad XX mulai muncul pemikiran untuk meberikan penjelasan lebih baik terhadap hekakekat hukum dan tempat hukum dalam masyarakat. Ketidakpuasan terhadap positifisme kian berkembang karena acapkali antara keadilan dan kebenaran tidak sesuai sehingga muncul gerakan untuk melawan positifisme. Hal itu tampak dari fenomena yang disebut: a. Donald Black The age of sociology b. Morton White The revolt against formalism c. Alan Hunt The sociological movement in law. Gustav Radbruh Tiga nilai idealitas suatu hukum : a. Kepastian yuridis b. Keadilan Filosofis c. Kemanfaatan Sosiologis

penjelasan terhadap Bertujuan untuk memberikan

Satjipto Rahardjo tiga karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu

praktek-praktek hukum Menguji empirical validity dari peraturan/pernyataan dan hukum Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku hukum sebagai tetsachenwissenschaaft yang melihat law as it is in the book tidak selalu sama dengan law as it is in society, namun hal tersebut tidak perlu dihakimi sebagai sesuatu yang benar atau salah.

Teori Bekerjanya Hukum (Robert B. Siedmant)


Setiap peraturan memberitahukan bagaimana seorang pemegang peranan (role occupant) diharapkan bertindak, menerapkan sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan lainlainnya mengenai dirinya. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana bertindak sebagai respons terhadap peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksisanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya mengenai lembaga serta umpan balik dari pemegang peranan. Bagaimana para pembuat undang-undang bertindak mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lain tentang mereka serta umpan balik dari pemegang peran serta birokrasi.

Teori Bekerjanya Hukum (Robert B. Siedmant)


Faktor-faktor Sosial dan Persoalan lainnya

Lembaga Pembuat Peraturan


Umpan Balik Umpan Balik

Norma

Norma

Lembaga Pelaksana Peraturan

Aktivitas Penerapan

Pemegang peranan

Faktor-faktor Sosial dan Persoalan lainnya

Faktor-faktor Sosial dan Persoalan lainnya

Obyek Sosiologi Hukum


Beroperasinya hukum di masyarakat ( ius operatum) atau law in action dan pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat. Dari segi statiknya (struktur) : kaidah sosial, lembaga sosial, kelompok sosial dan lapisan sosial. Dari segi dinamiknya (proses sosial), interaksi dan perubahan sosial.

Soetandyo Wignyosoebroto: Mempelajari hukum sebagai alat pengendali sosial ( by government ). Mempelajari hukum sebagai kaidah sosial (kaidah moral yang dilembagakan oleh pemerintah). Stratifikasi sosial dan hukum. Hubungan perubahan sosial dan perubahan hukum.

Obyek Sosiologi Hukum Soerjono Soekanto


Hukum dan struktur sosial masyarakat (hukum merupakan Social Value masyarakat). Hukum, kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya. Stratifikasi sosial dan hukum. Hukum dan nilai sosial budaya. Hukum dan kekerasan. Kepastian hukum dan keadilan hukum. Hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan sosial.

Perbandingan Karakteristik
Karakteristik
Ilmu Induk Sifat kajian Titik tolak Teori Kedudukan Hk. Obyek kajian Metode prosedur Logika

Hukum
Ilmu Hukum Hub. Noramtik/logistik Sollen (ius) Ajaran pandangan ttg norma Sbg titik tolak / orientasi Norma Ilmu Hukum Deduktif

Sosiologi Hukum
Sosiologi Kusalitas (exprerience) Fakta (sein) Hubungan antar gejala sistem Sebagai alat uji Perilaku Sosiologi Induktif

SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai