NIM : 041231466
2. Belum ada kajian yang cukup komprehensif berkaitan dengan pertanyaan mengapa
kesadaran hukum masyarakat Indonesia demikian lemah. Hal tersebut dapat diketahui
bahwa sejauh ini kajian hanya mencoba menjelaskan, misalnya, sebab-sebab terjadinya
pelanggaran hukum, bentuk dan jenis pelanggaran hukum, serta akibat merebaknya
pelanggaran hukum, ditinjau dalam berbagai aspeknya.
Paling tidak, terdapat tiga hal mendasar dari praktik budaya Indonesia yang perlu
disorot berkaitan dengan lemahnya penegakan hukum. Istilah budaya Indonesia tentu
dimaksudkan untuk mempermudah penyifatan, karena paling tidak praktik budaya
tersebut diakui bersama, didorong bersama oleh masyarakat dan negara. Praktik
budaya itu adalah konsep kekeluargaan, konsep musyawarah-mufakat, dan konsep
tenggang rasa (toleransi).
Seperti diketahui, terdapat sebuah mekanisme dalam masyarakat Indonesia untuk
menyelesaikan berbagai masalah secara kekeluargaan. Konsep itu juga dilindungi oleh
undang-undang. Jika mekanisme tersebut diberdayakan untuk kepentingan-
kepentingan bersama (publik), suatu yang bersifat kemaslahatan, tentu sangat baik.
Masalahnya, menjadi kebiasaan bahwa mekanisme ini dimanfaatkan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat pelanggaran hukum (positif). Kita
menghargai sejauh hal tersebut merupakan salah satu HAM, dan sangat mungkin
merupakan satu proses demokratisasi tersendiri. Mekanisme itu menjadi sangat tidak
produktif bagi penegakan kebenaran karena menutupi atau mengabaikan terhadap
kemungkinan orang melakukan kesalahan.
Kita mendukung mekanisme dan prosedur kekeluargaan sejauh hal tersebut tetap
mengakui bahwa yang bersalah tetap bersalah dan mendapatkan hukuman setimpal
dengan kesalahan yang dibuatnya. Jangan sampai mekanisme kekeluargaan tersebut
justru ingin mengeliminasi dan menutupi kesalahan seseorang atau sekelompok orang.
Jika ini yang terjadi, dalam lingkaran kekeluargaan yang lebih besar ia berubah menjadi
konspirasi, konspirasi kejahatan.
Dalam praktiknya, justru hal inilah yang sedang terjadi. Banyak pelanggaran hukum
diatasi dengan mekanisme kekeluargaan. Bahkan istilah kekeluargaan pun berubah
artinya menjadi semacam "perdamaian ", "tahu sama tahu ". Sejauh praktik perdamaian
itu dalam kepentingan menghindari konflik yang lebih besar dan mengarah pada tindak
kekerasan kita pun mendukung. Tetapi, perdamaian tersebut harus tetap berasaskan
bahwa yang salah tetap salah dan harus mendapatkan hukuman yang setimpal.
Yang terjadi, mekanisme kekeluargaan mengaburkan batas-batas antara yang salah dan
yang benar. Ini sungguh berbahaya. Karena dalam proses lebih lanjut yang menakutkan
adalah bahwa kita menjadi tidak tahu mana yang salah dan mana yang benar. Terdapat
proses-proses permisif yang sangat mengkhawatirkan. Tampaknya proses sosial
seperti itulah yang telah dan sedang terjadi.