Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muhammad Ramli

NIM : 041231466

TUGAS 1 – HUKUM DAN MASYARAKAT

1. Manfaat mempelajari hukum dan masyarakat :


1. Mempermudah Mencari Solusi Alternatif Pemecahan Masalah
Secara sadar ataupun tidak mempelajari konsep aturan masyarakat bisa
menggambarkan secara terang mengenai konsep permasalahan aturan yang terjadi dan
bisa memperlihatkan alternatif pemecahan persoalan sesuai dengan kerangka yang
sudah tersaji di dalam kajian teoritik aturan masyarakat yang telah ada dengan
mempelajari manfaat menuntut ilmu hukum dan masyarakat.
2. Meningkatkan Kepekaan Sosial
Masyarakat merupakan kajian yang dipelajari dimana dalam hal ini mengamati, melihat
dan mempelajari tanda-tanda aturan dengan segala kegiatan yang mereka lakukan akan
menciptakan kita bisa secara emosional untuk peka terhadap kondisi di sekitar.
Manfaat menghargai perbedaan juga perlu dimana Gejala sosial yang kerap terjadi
dengan segala konflik aturan yang menjerat akan menjadikan aspek sosiologi dalam diri
terbangun dan lebih perduli akan lingkungan sekitar.
3. Meningkatkan Perkembangan Hukum
Proses dalam mengkaji aturan masyarakat bisa membuka dan meluaskan pandangan
berpikir dalam memahami, menuntaskan dan menganalisis banyak sekali masalah yang
terjadi dan bisa meningkatkan perkembangan aturan yang ada di  lingkungan
masyarakat sosial.
4. Menganalisis Dampak Hukum
Penerapan aturan dalam kondisi sosiologi masyarakat akan bisa memperlihatkan
dampak secara sosial baik secara pribadi maupun tidak langsung.
5. Melihat Keefektifan Penerapan Hukum
Dalam pelaksanaannya mempelajari aturan masyarakat akan menciptakan kita
memahami bagaimana peraturan turan dalam masyarakat tetap terlaksana. Akan
terlihat manakah aturan yang diakui, dijalankan dan berlaku dalam masyarakat yang
akan menampakkan peraturan aturan yang efektif dalam rujukan hidup masyarakat
sosial.
6. Mengerti Perkembangan Hukum Positif
Aturan masyarakat akan mengajarkan untuk memahami perkembangan aturan positif
di dalam suatu negara dan masyarakat dengan konstruksi perpaduan antara sosial dan
Hukum

2. Belum ada kajian yang cukup komprehensif berkaitan dengan pertanyaan mengapa
kesadaran hukum masyarakat Indonesia demikian lemah. Hal tersebut dapat diketahui
bahwa sejauh ini kajian hanya mencoba menjelaskan, misalnya, sebab-sebab terjadinya
pelanggaran hukum, bentuk dan jenis pelanggaran hukum, serta akibat merebaknya
pelanggaran hukum, ditinjau dalam berbagai aspeknya.
Paling tidak, terdapat tiga hal mendasar dari praktik budaya Indonesia yang perlu
disorot berkaitan dengan lemahnya penegakan hukum. Istilah budaya Indonesia tentu
dimaksudkan untuk mempermudah penyifatan, karena paling tidak praktik budaya
tersebut diakui bersama, didorong bersama oleh masyarakat dan negara. Praktik
budaya itu adalah konsep kekeluargaan, konsep musyawarah-mufakat, dan konsep
tenggang rasa (toleransi).
Seperti diketahui, terdapat sebuah mekanisme dalam masyarakat Indonesia untuk
menyelesaikan berbagai masalah secara kekeluargaan. Konsep itu juga dilindungi oleh
undang-undang. Jika mekanisme tersebut diberdayakan untuk kepentingan-
kepentingan bersama (publik), suatu yang bersifat kemaslahatan, tentu sangat baik.
Masalahnya, menjadi kebiasaan bahwa mekanisme ini dimanfaatkan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat pelanggaran hukum (positif). Kita
menghargai sejauh hal tersebut merupakan salah satu HAM, dan sangat mungkin
merupakan satu proses demokratisasi tersendiri. Mekanisme itu menjadi sangat tidak
produktif bagi penegakan kebenaran karena menutupi atau mengabaikan terhadap
kemungkinan orang melakukan kesalahan.
Kita mendukung mekanisme dan prosedur kekeluargaan sejauh hal tersebut tetap
mengakui bahwa yang bersalah tetap bersalah dan mendapatkan hukuman setimpal
dengan kesalahan yang dibuatnya. Jangan sampai mekanisme kekeluargaan tersebut
justru ingin mengeliminasi dan menutupi kesalahan seseorang atau sekelompok orang.
Jika ini yang terjadi, dalam lingkaran kekeluargaan yang lebih besar ia berubah menjadi
konspirasi, konspirasi kejahatan.
Dalam praktiknya, justru hal inilah yang sedang terjadi. Banyak pelanggaran hukum
diatasi dengan mekanisme kekeluargaan. Bahkan istilah kekeluargaan pun berubah
artinya menjadi semacam "perdamaian ", "tahu sama tahu ". Sejauh praktik perdamaian
itu dalam kepentingan menghindari konflik yang lebih besar dan mengarah pada tindak
kekerasan kita pun mendukung. Tetapi, perdamaian tersebut harus tetap berasaskan
bahwa yang salah tetap salah dan harus mendapatkan hukuman yang setimpal.
Yang terjadi, mekanisme kekeluargaan mengaburkan batas-batas antara yang salah dan
yang benar. Ini sungguh berbahaya. Karena dalam proses lebih lanjut yang menakutkan
adalah bahwa kita menjadi tidak tahu mana yang salah dan mana yang benar. Terdapat
proses-proses permisif yang sangat mengkhawatirkan. Tampaknya proses sosial
seperti itulah yang telah dan sedang terjadi.

3. Contoh kasus “Nenek Asyani dengan kasus pencurian 7 batang kayu”


Nenek Asyani didakwa sebagai tersangka atas hilangnya 7 batang kayu jati di
Situbondo, Jawa Timur. Beliau terjerat hukum atas kasus pencurian tersebut dan
terjerat pasal 12 huruf c dan d jo pasal 83 ayat (1) huruf a Undang-Undang No.18 tahun
2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Kasus ini mampu menjadi perhatian masyarakat luas lantaran dalam proses dan
penegakan hukum, dinilai terlalu berlebihan. Hukum yang seharusnya mampu
melahirkan keadilan, dalam kasus ini justru melahirkan ketidak adilan yang merugikan
pihak kecil.
Seringkali, hukum di negeri ini terlalu tajam untuk kaum bawah, dan tumpul untuk
kaum yang berkuasa. Dalam penanganan kasus Nenek Asyani ini, para pelaku hukum
dan penegak seolah tidak memiliki kepekaan sosial.
Karena dalam kasus ini, penyelesaian sebenarnya bisa dilakukan pada tahap pertama.
Kepolisian selaku pengayom masyarakat, seharusnya mampu menjadi mediator dalam
menemukan penyelesaian dengan jalur kekeluargaan.
Namun, meskipun dalam kenyataannya Nenek Asyanti sudah meminta maaf dan
bahkan hingga menyembah penegak keadilan, hukum yang diterimanya begitu berat.
Nenek Asyanti akhirnya dikenai hukuman 1 tahun penjara, dengan ganti rugi sebesar
Rp500.000.000 untuk 7 batang kayu jati, yang bahakan dia tidak merasa mencuri.
Akar dari permasalahan ini adalah bentuk hukum yang dipegang negara ini seolah tidak
melihat sisi lain dalam praktiknya. Padahal, dalam penanganan masalah yang berkaitan
dengan hukum, perlu adanya pendekatan dan menilik latar belakang masyarakat.
Kasus hukum tidak melulu menghasilkan hukuman sebagai hasil mutlak dalam
penyelesaiannya. Restorative Justice, menjadi solusi untuk berbagai polemik dalam
penyelesaian hukum.
Dimana dalam peradilan seharusnya menimbulkan perbaikan, bukan mencari
pemenang. Restorasi sendiri meliputi pemulihan hubungan antara pihak pelaku dengan
korban.
Keterbukaan menjadi kunci penting dalam proses berlangsungnya peradilan. Korban
dapat menyampaikan apa saja yang menjadi kerugian, dan pelaku pun diberikan
kesempatan untuk menebusnya dengan cara yang masuk akal.

Anda mungkin juga menyukai