NIM : 045258859
Paper
Lembaga yudikatif adalah salah satu lembaga dalam sistem kekuasaan negara yang
bertanggung jawab untuk menegakkan hukum, memberikan keadilan, dan memutuskan
perselisihan hukum. Di era reformasi saat ini, lembaga yudikatif mengalami perubahan
signifikan dalam hal kinerja dan tata kelola pemerintahan. Mahkamah Konstitusi adalah
Lembaga Yudikatif dalam sistem kekuasaan Negara sebagai lembaga peradilan, yang mengadili
perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.
Pendahuluan
Seiring dengan momentum perubahan UUD 1945 pada masa reformasi (1999-2004), ide
pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) di Indonesia semakin mengerucut. pada
tahun 2001 ketika ide pembentukan MK diadopsi dalam perubahan UUD 1945 yang dilakukan
oleh MPR, sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C UUD
1945 dalam Perubahan Ketiga. Pada Tanggal 13 Agustus 2003 inilah yang kemudian disepakati
para hakim konstitusi menjadi hari lahir MKRI setelah disahkan dalam siding paripurna MPR
dan President. Berdasarkan latar belakang sejarah pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK),
keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) pada awalnya adalah untuk menjalankan wewenang
judicial review. Sedangkan munculnya judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai
perkembangan hukum dan politik ketatanegaraan modern. Dari aspek politik, keberadaan MK
dipahami sebagai bagian dari upaya mewujudkan mekanisme checks and balances antar cabang
kekuasaan negara berdasarkan prinsip demokrasi. Hal ini terkait dengan dua wewenang yang
biasanya dimiliki oleh MK di berbagai negara, yaitu menguji konstitusionalitas peraturan
perundang-undangan dan memutus sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara.
Tujuan penulisan paper karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui mengenai kinerja salah
satu lembaga Negara Yudikatif khususnya Mahkamah Konstitusi (MK), selain itu sebagai
generasi penerus bangsa perlu mengetahui mengenai judicial review yang menjadi wewenang
MK, sebagai contoh adalah perubahan batas minimal capres dan cawapres yang baru-baru ini
dilakukan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga menimbulkan berbagai
persepsi dimasyarakat ada yang mendukung da nada yang mempertanyakan keputusan tersebut.
Fungsi tersebut dijalankan melalui wewenang yang dimiliki, yaitu memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara tertentu berdasarkan pertimbangan konstitusional. Dengan sendirinya
setiap putusan MK merupakan penafsiran terhadap konstitusi. Berdasarkan latar belakang ini
setidaknya terdapat 5 (lima) fungsi yang melekat pada keberadaan MK dan dilaksanakan melalui
wewenangnya, yaitu sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), penafsir final
konstitusi (the final interpreter of the constitution), pelindung hak asasi manusia (the protector of
human rights), pelindung hak konstitutional warga negara (the protector of the citizen’s
constitutional rights), dan pelindung demokrasi (the protector of democracy).
Wewenang yang dimiliki oleh MK telah ditentukan dalam Pasal 24C UUD 1945 pada
ayat (1) dan ayat (2) yang dirumuskan sebagai wewenang dan kewajiban. Wewenang tersebut
meliputi:
Sedangkan kewajiban MK adalah memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar.
Tantangan dan problem judicial review di MK mencakup berbagai aspek dii antaranya, soal adanya
anggapan bahwa judicial review hanya terkait pada pengujian materiil. Semakin banyak keinginan dari
publik untuk melakukan pengujian formil. Oleh karena itu, untuk mengakomodir keinginan publik, perlu
adanya payung hukum dalam bentuk Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK).