Anda di halaman 1dari 10

C.

Yurisprudensi PA
1. Pengertian Yurisprudensi
[16/5 19.36] Arina: PENGERTIAN YURISPRUDENSI

Yurisprudensi berarti peradilan pada umumnya (judicature rechtspraak), yaitu pelaksanaan


hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri
sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara
memberikan keputusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. Selain itu yurisprudensi dapat
pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan pengadilan.

Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif yang berisi kaidah
hukum atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang bersangkutan atau terhukum.
Jadi yurisprudensi hanya mengikat orang-orang tertentu saja, namun putusan pengadilan
adalah hukum sejak dijatuhkan. Pada umumnya dikenal adanya dua sistem peradilan, sistem
Eropa Kontinental dan sistem Anglo Saxon. Dalam sistem eropa Kontinental, termasuk
Indonesia, hakim tidak terikat pada “precedent” atau putusan hakim terdahulu mengenai
perkara atau persoalan hukum yang serupa dengan yang akan diputuskan. Akan tetapi dalam
kenyataannya tidak sedikit hakim berkiblat pada putusan-putusan pengadilan yang lebih
tinggi atau Mahkamah Agung mengenai perkara serupa.

Namun dalam sistem 3

Anglo Saxon hakim terikat pada “precedent” atau putusan mengenai perkara yang serupa
dengan yang akan diputus. Asas keterkaitan hakim pada“precedent” disebut “stare decisis et
quieta non movere” atau disebut juga “the binding force of precedent”.

1. Yan Paramadya Puspa

Yurisprudensi (

Cases Law, Judge Made Law). Berdasarkan kamus hukum karangan Yan Paramdya Puspa
(1977), bahwa pengertian yurisprudensi adalah:
“Kumpulan atau seri keputusan Makhkamah Agung berbagai vonis beberapa dari berbagai
macam jenis kasus perkara yang berdasarkan dari pemutusan kebijaksanaan di setiap hakim
sendiri yang kemudian dianut oleh para hakim lainnya untuk memutuskan kasus-kasus
perkara yang hampir atau sama. Dengan adanya yurisprudensi demikian, para hakim secara
tidak langsung dalam membentuk materi hukum atau yurisprudensi demikian merupakan
sumber hukum.

2. Topo Santoso

Menurutnya bahwa yurisprudensi adalah tidak sama dengan undang-undang, karena


yurisprudensi memiliki kandungan norma khusus yang memiliki sifat individual dalam kasus
tertentu, sedangkan dalam undang-undang sifatnya umum. Yurisprudensi tidak sama dan
tidak setara dengan undang.

3. Denny Indrayana

Menurut

Denny Indrayana, bahwa pengertian yurisprudensi tidaklah sama dengan undang-undang,


baik dari segi ketentuan hukum positif maupun dari segi doktrin.

4. Philipus M. Hadjin

Berdasarkan pendapat Philipus M. Hadjion dengan menggunakan pendekatan konseptual,


bahwa berdasarkan UUD 1945, bahwa pengertian yurisprudensi adalah produk kewenangan
legislasi DPR dengan karakter yuridis yang bersifat abstrak umum,sedangkan dalam putusan
Mahkamah Agung yang berada dalam ranah yudicial decision yang memiliki sifat yang
konkrit-individual, maka dalam undang-undang tidak dapat disamakan dengan putusan
Mahkamah Agung.

5. Soehino
Sedangkan menurut Soehino bahwa suatu keputusan Mahkamah Agung dapatd isebut dengan
Yurisprudensi, ketika putusan Mahkamah Agung tersebut mengenai suatu materi tersebut
telah dirunut, dipakai sebagai acun dalam keputusan Mahkamah Agungmengenai materi yang
sama yang paling sedikit 5 (lima) keputusan Mahkamah Agung.

[16/5 19.48] Arina: 6. Muladi

Menurut Muladi memberikan pendapatnya, yakni sebagai berikut:

-Yurisprudensi adalah ajaran hukum khusus yang terbentuk dari putusan-putusan pengadilan,
khususnya Mahkamah Agung atau

The science of law the forma principles upon which are law are based.

-Yurisprudensi dapat diartikan atau didefinisikan sebagai himpunan putusan hakim yang
dianggap sebagai sumber hukum yang dapat dipakai sebagai rujukan oleh hakim
dalambmemutus perkara yang serupa.

A body of a court decision as a judicial precedent considered by the judge in it’s verdict.

-Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum yang disamping undang-undang, traktat,
dokrin dan hukum kebiasaan.

B.MACAM – MACAM YURISPRUDENSI

Terdapat beberapa macam yurisprudensi, macam macam yurisprudensi tersebut sebagai


berikut.

1. Yurisprudensi Tetap. Pengertian turisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang
terjadi oleh karena rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan
untuk memutuskan suatu perkara.
2. Yurisprudensi Tidak Tetap. Pengertian Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari
hakim terdahulu yang tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.

2. Yurisprudensi Semi Yuridis. Pengertian Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua


penetapan pengadilan yang didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku
khusushanya pada pemohon. Contohnya : Penetapan status anak.1.Yurisprudensi
Administratif. Pengertian Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah
Agung) yang berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalamlingkup
pengadilan.

C. SEJARAH YURISPRUDENSI DALAM HUKUM ISLAM

Mengacu pada pengertian yurisprudensi yang telah dilafalkan di muka, maka yang tidak
jarang dijumpai dalam pemakaian istilah yurisprudensi dalam hukum Islamialah pada
pengertiannya yang kesatu, yakni ilmu mengenai prinsip-lrinsip utama

[16/5 19.59] Arina: hukum, yang mengutamakan diri pada bidang hukum dalam sekian
banyak aspeknya, analisis tradisionalnya, sejarah asal awal perkembangannya, serta karakter
ideal hukum tersebut.

Pernyataan di atas diperkuat oleh pandangan semua fuqaha” yang menuliskan sumber utama
yurisprudensi hukum Islam ialah Al-Qur’an dan Sunnah. Kedua sumber hukum ini dijadikan
sebagai yurisprudensi pada abad kesatu hijriah. Maksudnya ialah semua permasalahan yang
hadir di tengah-tengah masyarakat pada masa itu, penyelesaiannya melulu berdasar pada Al-
Qur’an dan Hadis Nabi.

Berbeda halnya setelah menginjak abad kedua hijriah, saat umat Islam telah melalui
perbatasan jazirah Arab dan menginjak wilayah-wilayah non Arab. Pada masa tersebut
persoalan yang hadir di tengah-tengah masyarakat Islam semakin berkembangdan ruwet,
sampai-sampai dalam penyelesaiannya tidak lumayan hanya memakai Al-Qur’an dan Hadis
Nabi, tetapi sudah berkembang dalam format ijmak (konsesnsus semua ulama), kias
(analogi), istihsan, istishlah, dan sadd al-dzara’i. Pada masa ini telah hadir tokoh-tokoh
pemikir hukum yang handal, laksana Abu Hanifah, Malik, al-Syafi’iy, dan Ahmad ibn
Hanbal. Mereka-mereka tersebut telah mengeluarkan sekian banyak teori guna memperkaya
khazanah yurisprudensi hukum Islam. Kalau istilah yurisprudensi hukum Islam dipindahkan
dalam konteks keindonesiaan, terutama dalam era modern, terlihat adanya perbedaan dengan
sejarah pertumbuhan di mula kemunculannya. Dalam konteks yang dilafalkan terakhir, istilah
yurisprudensi tidak lagi ditafsirkan sebagai tatanan sumber-sumber hukum Islam, bakal tetapi
telah mengarah untuk hasil keputusan pengadilan yang berlaku di lingkungan Peradilan
Agama.

Yurisprudensi Peradilan Agama yang dimaksud ialah hasil keputusan Pengadilan Agama,
Lengadilan Tinggi Agama, dan Mahkamah Agung. Hasil keputusan tiga tingkat peradilan
tersebut dinyatakan sebagai di antara dari sumber hukum Islam yang terdapat diIndonesia,
guna dijadikan acuan oleh semua hakim dalam mengecek dan menyimpulkan perkara serupa.

3. Kedudukan Yurisprudensi
Pembangunan hukum dalam PJPI telah menciptakan

landasan yang kuat bagi pembangunan hukum tahap selanjutnya. Dalam P.J.P. II,
pembangunan hukum semakin ditingkatkan karena kehidupan di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang meningkat pesat. Di samping itu kenyataan menunjukkan
bahwa Indonesia dewasa ini tengah berada dalam tahap transformasi dari masyarakat agraris
ke masyarakat industri, dimana akan banyak terjadi perubahan dan pergeseran nilai. Seiring
dengan perkembangan tersebut proses ini memerlukan penyesuaian terhadap sistem dan
perangkat hukum nasional, sehingga tantangan yang kita hadapi dalam pembangunan hukum
adalah kemampuan untuk menghasilkan perangkat hukum nasional yang dapat menampung
perkembangan hukum yang pesat dengan pengaruh dari luar yang makin kuat dengan tetap
melindungi kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia. Namun tidak dapat disangkal
bahwa upaya menghasilkan perangkat hukum nasional tersebut, tentu memerlukan waktu dan
tenaga serta pembiayaan yang tidak sedikit. Sehingga dalam mengisi kekosongan perangkat
hukum nasional, untuk menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang berkembang
secara dinamis, diperlukanlah peranan lembaga peradilan dalam penyelesaian dan pemutusan
sengketa-sengketa secara lebih aktif dalam upaya pembentukan hukum melalui
yurisprudensi.

Kedudukan yurisprudensi sebagai salah satu sumber


hukum, sangat diharapkan kontribusinya dalam ikut berperan membangun hukum nasional.
Oleh karena itu dalam pembangunan hukum tahap P.J.P. II, lembaga-lembaga peradilan
dihadapkan pada tantangan untuk memberikan peranan yang lebih besar di dalam
menentukan arah perkembangan hukum, sehingga dengan melalui sarana yurisprudensi
sebagai sumber hukum, dapat diwujudkan keadilan sosial dan rasa kepastian hukum dalam
masyarakat.
Dalam pembentukan hukum melalui yurisprudensi ini, perlu senantiasa diingat akan 3 (tiga)
nilai dasar yang penting yaitu:

a. Nilai filosofis, yang berarti bahwa putusan hakim harus mencerminkan dan berintikan rasa
keadilan dan kebenaran.

b. Nilai sosiologis, yang berarti bahwa putusan hakim harus sesuai dengan tata nilai budaya
maupun nilai hukum yang hidup dan berlaku dalam masyarakat.

c. Nilai yuridis, yang berarti bahwa putusan hakim harus sesuai dan mengacu pada ketentuan
peraturan perundangundangan yang berlaku.

Dengan telah diterimanya dalam sistem hukum kita, bahwa yurisprudensi merupakan salah
satu sumber hukum, baik dari segi teoritis/doktrinair, maupun segi praktek peradilan dan
hukum, maka hal tersebut dapat merupakan peluang bagi lembaga peradilan untuk ikut
berperan dalam menghadapi tantangan-tantangan sebagaimana disebutkan diatas. Namun
harus disadari pula bahwa dalam mengatasi tantangan tersebut, terdapat pula kendala-kendala
yang dihadapi yaitu antara lain di dalam lebih memasyarakatkan dan menyebarkan
perkembangan yurisprudensi, baik dikalangan teoritisi/akademisi di perguruan tinggi maupun
dikalangan praktisi/penegak hukum. Salah satu upaya mengatasi kendala tersebut adalah
perlunya ditingkatkan langkah-langkah dan pemikiran-pemikiran yang sistematis dan
konsepsional di dalam usaha publikasi dan annotasi terhadap putusan-putusan hakim, setelah
dilakukan seleksi dengan kriteriumkriterium yang standard terhadap putusan-putusan
tersebut.

4. Sejarah dan Dasar Hukum Dari Yurisprudensi


Lahirnya Yurisprudensi karena adanya peraturan peraturan UU yang tidak
jelas atau masih kabur, sehingga menyulitkan hakim dalam membuat keputusan
mengenai suatu perkara. Hakim dalam hal ini membuat suatu hukum baru dengan
mempelajari putusan hakim yang terdahulu untuk mengatasi perkara yang sedang
dihadapi. Jadi, putusan dari hakim terdahulu ini yang disebut dengan
yurisprudensi.
Yurisprudensi diciptakan berdasarkan UU No. 48 Tahun 2009 Mengenai
Kekuasaan Kehakiman, UU ini menyatakan : pengadilan tidak boleh menolak
untuk memeriksa perkara, mengadili perkara dan memutuskan perkara yang
diajukan dengan alasan hukum tidak ada atau kurang jelas (kabur), melainkan
wajib memeriksa serta mengadilinya. Hakim diwajibkan untuk menggali,
mengikuti dan memahami keadilan dan nilai-nilai hukum yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat.

4. Syarat Syarat Keputusan Biasa Menjadi Yurisprudensi


Made Darma Weda menyatakan ada beberapa persyaratan untuk dapat
dikatakan sebagai yurisprudensi, yaitu:
a. Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas peraturannya;
b. Putusan telah berkekuatan hukum tetap;
c. Putusan berulang kali dijadikan dasar hukum untuk memutus perkara
sama;
d. Putusan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat;
e. Putusan telah dibenarkan oleh MA.
Sedangkan menurut beberapa hakim agung sebagaimana dikutip oleh Teguh
Satya Bhakti suatu putusan untuk sampai kepada tahapan menjadi yurisprudensi
mekanisme yang ditempuh atau tahapan-tahapan prosesnya adalah sebagai
berikut:
a. adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap;
b. atas perkara atau kasus yang diputus belum ada aturan hukumnya atau
hukumnya kurang jelas,
c. memiliki muatan kebenaran, dan keadilan;
d. telah berulangkali diikuti oleh hakim berikutnya dalam memutus kasus
yang sama;
e. telah melalui uji eksaminasi atau notasi oleh tim yurisprudensi hakim
agung MA;
f. telah direkomendasikan sebagai putusan yang berkualifikasi
yurisprudensi tetap.
5. Macam-Macam Yurisprudensi
a. Yurisprudensi Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tetap adalah suatu putusan dari hakim yang
terjadi oleh karena rangkaian putusan yang sama dan dijadikan sebagai
dasar bagi pengadilan untuk memutuskan suatu perkara.
b. Yurisprudensi Tidak Tetap
Pengertian Yurisprudensi Tidak Tetap ialah suatu putusan dari hakim
terdahulu yang tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan.
c. Yurisprudensi Semi Yuridis
Pengertian Yurisprudensi Semi Yuridis yaitu semua penetapan pengadilan
yang didasarkan pada permohonan seseorang yang berlaku khusus hanya
pada pemohon. Contohnya : Penetapan status anak.
d. Yurisprudensi Administratif
Pengertian Administratif adalah SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung)
yang berlaku hanya secara administratif dan mengikat intern di dalam
lingkup pengadilan.
6. Manfaat dan Fungsi Yurisprudensi
Dengan adanya putusan-putusan yang sama dalam kasus yang serupa, maka
dapat ditegakkan adanya standard hukum yang sama, dalam hal undang-undang
tidak mengatur atau belum mengatur pemecahan kasus yang bersangkutan.

Adanya standard hukum yang sama itu, maka dapat diciptakan rasa kepastian
hukum di masyarakat. Terciptakannya rasa kepastian hukum dan kesamaan
hukum terhadap kasus yang sama, maka putusan hakim akan bersifat dapat
diperkirakan (predictable) dan ada transparansi. Dengan adanya standard hukum,
maka dapat dicegah kemungkinan-kemungkinan timbulnya disparitas dalam
berbagai putusan hakim yang berbeda dalam perkara yang sama.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berita acara adalah bukti legal yang berisi pengesahan dan pernyataan dalam suatu
acara, peristiwa, serah terima, insiden, transaksi atau jual beli. Berita acara, biasanya
difungsikan sebagai bukti legal suatu kejadian tertentu. Berita acara adalah catatan
laporan yang dibuat setelah suatu kejadian, peristiwa, atau acara selesai. Berita acara juga
sering dijadikan bukti otentik tertulis (nyata) akan suatu peristiwa, acara, dan kejadian
tertentu. Berita acara sidang adalah sebagai gambaran jalanya proses persidangan secara
obyektif tanpa rekayasa sehingga dengan membaca berita acara sidang dapat mudah
diketahui pelaksanaan persidangan kehadiran para pihak dan hal-hal yang disampaikan
oleh para pihak dalam persidangan.

Dari pengertian umum dapat diketahui bahwa pengertian bantuan hukum dalam
perkara perdata yaitu bantuan hukum berupa jasa untuk bertindak sebagai pendamping
atau kuasa seseorang untuk menyelesaikan masalah yang timbul karena adanya
perselisihan hukum yang menyangkut hak dan kewajiban seseorang baik di muka
pengadilan maupun di luar pengadilan. Sedangkan pengertian bantuan hukum dalam
perkara pidana dapat diketahui, yaitu bantuan berupa jasa untuk bertindak sebagai
pendamping atau pembela seseorang yang dituduh melakukan kejahatan. Kegiatan
bantuan hukum ini dapat dilaksanakan atas dasar pemberian kuasa oleh pencari keadilan
kepada pelaksana bantuan hukum.
Dengan adanya putusan-putusan yang sama dalam kasus yang serupa, maka dapat
ditegakkan adanya standard hukum yang sama, dalam hal undang-undang tidak mengatur
atau belum mengatur pemecahan kasus yang bersangkutan. Adanya standard hukum
yang sama itu, maka dapat diciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat.
Terciptakannya rasa kepastian hukum dan kesamaan hukum terhadap kasus yang sama,
maka putusan hakim akan bersifat dapat diperkirakan (predictable) dan ada transparansi.
Dengan adanya standard hukum, maka dapat dicegah kemungkinan-kemungkinan
timbulnya disparitas dalam berbagai putusan hakim yang berbeda dalam perkara yang
sama.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzan, H.M. 2014. Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata Edisi
Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group.

Kansil. C.S.T. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, 1993. Perundang-undangan dan Yurisprudensi


Bahan P.T.H.I. Bandung:PT Citra Aditya Bakti.

Anda mungkin juga menyukai