Anda di halaman 1dari 15

Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia

Oleh : Muhammad Ikramul Haq


1193030062
Hukum Tata Negara 3 B

ABSTRAK
Sistem common law bercirikan orientasi case law, sedangkan civil law system
dikodifikasi. Namun peraturan perundang-undangan, sebagai dasar legalitas hukum dalam tradisi
Rechtstaats, memiliki batasan tersendiri. Hukum dan regulasi tidak pernah sepenuhnya mengatur
dan Informasi terperinci tentang cara mematuhi aturan hukum di setiap acara hukum, Oleh
karena itu, ini hanya dapat dilakukan dengan yurisprudensi. Selain isian Kekosongan hukum,
hukum dalam kerangka alat hukum Menjaga kepastian hukum. Artikel ini mencoba untuk
mengkaji kedudukan hukum Terkait tugas dan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal
konstitusi, bukan untuk penegakan hukum. Setiap wacana tentang yurisprudensi tradisional
Hukum perdata artinya tradisi hukum perdata mengakui hukum selain hukum Termasuk dalam
bentuk hukum, ada undang undang lain dari Dari hukum yang dibuat oleh hakim
(rechtstersrecht) Nama resmi (jurisprudentierecht).

Kata kunci: hukum perdata, yurisprudensi, kepastian hukum

ABSTRACT
The common law system is characterized by a case law orientation, while the civil law
system is codified. However, statutory regulations, as the basis of legal legality in the Rechtstaats
tradition, have their own limitations. Laws and regulations have never fully governed and
detailed information on how to comply with the rule of law in any legal event, Therefore, this can
only be done with jurisprudence. In addition to filling in Legal vacancy, law in the framework of
legal instruments Maintain legal certainty. This article attempts to examine the legal position
regarding the duties and functions of the Constitutional Court as the guardian of the constitution,
not for law enforcement. Any discourse on traditional jurisprudence. Civil law means that the
civil law tradition recognizes laws other than law. Included in the form of law, there are laws
other than those made by judges (rechtstersrecht) The official name (jurisprudentierecht).

Keywords: civil law, jurisprudence, legal certainty


PENDAHULUAN
Di antara berbagai definisi hukum, ada satu definisi yang sangat umum Yang dimaksud
dalam pengertian yurisprudensi adalah Soebekti, ia menyebut arti hukum sebagai pengambilan
keputusan Seorang hakim atau pengadilan yang ditahan oleh Mahkamah Agung (MA) dan
dibenarkan Seperti putusan MA atau MA sendiri. menggunakan Dengan kata lain, selama ini
yurisprudensi secara umum merupakan suatu putusan MA dengan terobosan hukum, jadi terus
maju Pengadilan di bawah hierarki MA bahkan ada secara normatif Yurisprudensi yang mengatur
adalah otoritas Ini sepenuhnya MA. Namun, dalam perkembangan terakhir, ternyata istilah
hukum Juga digunakan untuk menyebut putusan Mahkamah Konstitusi yang mengikat
(Pengadilan) menangani masalah hukum tertentu. Misalnya, baru-baru ini Oly Viana Agustine
mengemukakan dalam artikelnya bahwa hukum adalah Salah satu sumber hukum uji materiil
oleh Mahkamah Konstitusi. Yurisprudensi Berlaku bila majelis hakim menilai putusan
sebelumnya masih masuk akal Masalah konstitusional saat ini.
Dalam sistem common law, keputusan pengadilan merupakan sumber hukum Utama
(utama) dan hukum dalam sistem hukum perdata. Perbedaan yang biasanya ada antara kedua
sistem tersebut adalah perbedaan sistem hukumnya Hukum umum cenderung berpusat pada
kasus dan berpusat pada hakim Karena itu, ruang diskresioner lebih luas, istimewa, dan lebih
khas Pada saat yang sama bersikap pragmatis terhadap isu-isu tertentu yang ditinjau di
pengadilan Sistem hukum perdata cenderung mengkodifikasi prinsip-prinsip umum menjadi
hukum Ringkasan dengan demikian mengurangi kebijaksanaan juri. Sebenarnya kedua Untuk
kecenderungan discretionary, pandangan ini ekstrim Dalam hukum umum dan sejauh mana
kebijaksanaan hakim hukum perdata. Dalam pengertian ini, pandangan para ahli hukum dalam
tradisi hukum perdata adalah Hukum sebagai bentuk khusus dari penemuan hukum kemudian
Kedua adalah keputusan hakim lain, yang merupakan aturan hukum umum Putusan berdasarkan
isi hukum (statutory law, wet law).
Pasalnya, MK bukanlah penegak hukum, melainkan penegak konstitusi (Penjaga
Konstitusi), peluang dan momentum untuk terobosan hukum Nilai hukum (pelanggaran) sangat
luas dan dapat ditentukan oleh Dibandingkan dengan peradilan tradisional, Mahkamah Konstitusi
terikat oleh banyak pengadilan Hukum dan regulasi. Perhatian terhadap yurisprudensi dan
Melihat pandangan tersebut, posisi Mahkamah Konstitusi menjadi semakin menarik dan penting
Konsistensi norma hukum dalam sistem civil law, seperti Biasanya diadopsi di Indonesia, akan
lebih aman jika ada institusi Apalagi seperti MK yang kita kenal sekarang.

PEMBAHASAN
1. Beberapa Pengertian tentang Yurisprudensi
Dalam bidang ilmu hukum tata negara, secara umum, Jimly Asshiddiqie merumuskan ada
tujuh macam sumber hukum tata negara yaitu: (a) Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis; (b)
Undang-undang dasar, baik pembukaannya maupun pasal-pasalnya; (c) Peraturan perundang-
undangan tertulis; (d) Yurisprudensi peradilan; (e) Konvensi ketatanegaraan atau constitusional
conventions; (f) Doktrin ilmu hukum yang telah menjadi ius commisionis opinio doctorum; (g)
Hukum internasional yang telah diratifikasi atau telah berlaku sebagai hukum kebiasaan
internasional.
Sumber hukum mengacu pada makna tempat asal nilai Atau beberapa norma berasal dari
landasan hukum atau landasan hukum, Norma hukum itulah yang menjadi dasar dari perilaku
atau tindakan hukum Menentukan bahwa itu dapat dianggap sah atau dapat dibuktikan secara
hukum. Secara bentuk, sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua definisi Atau formele zin
(sumber hukum dalam arti formal) atau bahan zin (sumber Hukum dalam arti material) . Sumber
hukum formal dapat ditentukan Sebagai tempat formal negara hukum Tentunya sumber hukum
dalam pengertian material adalah Norma berasal dari makna tertulis dan tidak tertulis.
Sedangkan menurut J.A. Prontier, pertama-tama adalah penting adalah untuk mengetahui
sumber-sumber hukum apa yang digunakan hakim. Dalam doktrin, sebagai sumber hukum formal
dan mandiri hanya diakui: traktat dan undangundang (sumber-sumber dari hukum tertulis), dan
yurisprudensi dan kebiasaan (sebagai sumber-sumber dari hukum tidak tertulis). Di dalam
praktik hukum juga digunakan pengertian hukum yang “lebih luas”. Yang juga dipandang sebagai
sumber hukum: asas-asas hukum (rechtsbeginselen), tuntutan kehati-hatian kemasyarakatan
(eisen van maatschappelijke zorgvuldigheid), moral dan kesopanan (fatsoen), kewajaran atau
kemasuk-akalan (redelijkheid) dan kelayakan (billijkheid, fairness), dan itikad baik (goede
trouw).
Menurut Surojo Wignjodipuro, Apeldoorn tidak membenarkan menyebut yurisprudensi
sebagai sumber hukum. Biasanya Arrest-Arrest Hoge Raad itu dijadikan pedoman oleh hakim-
hakim bawahan sebab ini adalah jalan yang sebaik-baiknya untuk menghindari kasasi. Lama
kelamaan Arrest Hoge Raad tersebut merupakan hukum objektif. Jadi terang disini berdasarkan
kebiasaan dianggap sebagai keyakinan hukum umum. Jadi jelas bukan merupakan sumber hukum
tersendiri. Berbeda dengan itu, Bellefroid tidak dapat membenarkan pendapat Apeldoorn.
Bellefroid mengatakan bukan kebiasaan sebab tidak timbul karena kebiasaan tetapi didesak atau
terdesak (takut di kasasi) dari atas. Seorang hakim tidak terikat oleh keputusan hakim lain.
Apabila terjadi bahwa keputusan suatu hakim senantiasa dijadikan pedoman keputusan hakim-
hakim lain terhadap peristiwa hukum tertentu yang sama, maka lahir hukum yang berlaku umum
yang disebut Hukum Yurisprudensi. Made Darma Weda menyatakan dalam common law system,
yurisprudensi tidak dikenal, dengan dasar bahwa seluruh ius non scripta (hukum tidak tertulis)
terjalin melalui putusan pengadilan, yakni melalui judgemade law. Secara harafiah memang
yurisprudensi tidak dikenal dalam tradisi common law, namun secara esensial, apa yang
dimaksud dengan yurisprudensi dalam tradisi civil law memiliki identifikasi kesamaan maksud
dengan doktrin stare decisis dalam tradisi common law. Sebagai suatu pedoman istilah
yurisprudensi di Indonesia harus dibedakan dengan istilah Jurisprudence dalam bahasa Inggris
yang berarti ilmu hukum. Istilah yurisprudensi dalam pengertian hukum di Indonesia dapat
disamakan dengan jurisprudentie di Belanda atau istilah serupa dalam bahasa Perancis yaitu
jurisprudence. Dalam salah satu penelitian hukum tentang peningkatan yurisprudensi sebagai
sumber hukum yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) tahun
1991/1992, telah dikumpulkan beberapa definisi yurisprudensi, yaitu antara lain:
a. Yurisprudensi yaitu peradilan yang tetap atau hukum peradilan (Purnadi Purbacaraka dan
Soerjono Soekanto);
b. Yurisprudensi adalah ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh pengadilan (Kamus
Pockema Andrea);
c. Yurisprudensi adalah pengumpulan yang sistematis dari keputusan MA dan keputusan
Pengadilan Tinggi yang diikuti oleh hakim lain dalam memberi keputusan dalam soal yang sama
(Kamus Pockema Andrea);
d. Yurisprudensi diartikan sebagai ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh
Peradilan (Kamus Koenen endepols);
e. Yurisprudensi diartikan sebagai pengumpulan yang sistematis dari putusan MA dan putusan
Pengadilan Tinggi (yang tercatat) yang diikuti oleh hakim-hakim dalam memberikan putusannya
dalam soal yang serupa (Kamus Van Dale);
f. Pendapat R. Subekti, Yurisprudensi adalah putusan-putusan hakim atau pengadilan yang tetap
dan dibenarkan oleh MA sebagai pengadilan kasasi, atau putusan-putusan MA sendiri yang tetap
(constant).
Mahadi menguraikan arti yurisprudensi bukan keputusan-keputusan hakim, bukan pula
sebagai “rentetan-rentetan” keputusan, melainkan hukum yang terbentuk dari keputusan-
keputusan hakim. Mahadi menyatakan umumnya yusrisprudensi dimaksudkan sebagai rentetan
keputusan-keputusan hakim yang sama bunyinya tentang masalah yang serupa. Lebih lanjut ia
menyamakan yurisprudensi dengan istilah “ijma” dalam hukum Islam. Sebagaimana
dikemukakan Juynboll (1930), “ijma” yaitu “de overeenstemmende meening van alle in zaker
tijdperk levende moslimssche geleerden”, yang artinya pendapat yang bersamaan di antara para
ahli yang ada pada suatu masa. Surojo Wignjodipuro yang menyatakan jika putusan hakim
terhadap persoalan hukum tertentu menjadi dasar keputusan hakim-hakim lain, sehingga
keputusan ini menjelma menjadi putusan hakim yang tetap terhadap persoalan/peristiwa hukum
tertentu dimaksud, maka hukum yang termuat di dalam keputusan semacam itu dinamakan
hukum yurisprudensi.
Bahkan yurisprudensi memainkan peran penting, tetapi sebenarnya tidak Indonesia
memiliki status hukum yang jelas baik secara teori maupun praktek. Bismar Siregar mengatakan,
Indonesia memiliki sejarah Di era kolonial, hubungan erat antara keluarga dan sistem civil law
Bahasa Belanda, tetapi tidak ada pengertian standar Hukum itu. Menurut Jimly Asshiddiqie (Jimly
Asshiddiqie), meski posisinya Hukum itu penting, tapi peran hukum tidak Dapatkan perhatian
yang cukup dalam pengajaran hukum dan pengajaran hukum Praktik hukum disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu: Pertama, sistem pengajaran hukum jarang menggunakan pertimbangan
Alasan hakim atau preseden yang menjadi bahan diskusi adalah:
1. Pengajaran hukum menekankan pada pengetahuan umum tentang hukum, Ini adalah
abstraksi dari generalisasi teoritis murni;
2. Sistem hukum yang berlaku Prinsip dan aturan hukum yang berlaku Berasal dari regulasi
sebagai landasan utama hukum Mendominasi dan kurang memperhatikan makna atau
tafsir barunya Aturan hukum;
3. Publikasi hukum sangat terbatas sehingga tidak mudah didapat Dan penelitian / diskusi;
4. Ketentuan kebijakan penelitian hukum untuk fasilitas lapangan Pelajari keputusan atau
preseden hakim.
Kedua, dalam praktek hukum, putusan atau preseden hakim adalah sah Tidak mengikat,
karena sistem hukum Indonesia tidak menerapkan sistem preseden.
Namun, Sebastian Pompe membedakan arti preseden dari hukum. Baginya, hukum adalah
peradilan, dan preseden Keputusan mengikat hakim berikutnya. Dia mencontohkan di Belanda
Perlu preseden untuk diikuti. karena itu Doktrin preseden tidak hanya terkenal dalam tradisi
common law, tetapi juga Dalam tradisi hukum perdata. Kecenderungan negara-negara anggota
Uni Eropa untuk menaati tradisi civil law semakin memperkuat hal ini, namun tren ini semakin
meningkat Prinsip preseden berlaku untuk ruang terbuka. Itu bisa dilihat dari trennya
Pengadilan Eropa, Pengadilan Eropa (ECJ), baik secara teoritis maupun praktis Semakin
menyadari manfaat dari menegakkan supremasi hukum Hukum kasus (case law).
Di sisi lain, berdasarkan pengalaman, Prancis telah mengadopsi preseden Sekitar 150 tahun
yang lalu, tetapi karena pengacara sering melakukan pelecehan Oleh karena itu, kodifikasi
dianjurkan. Sekarang, dalam sistem hukum Prancis, Yurisprudensi itu sendiri tidak mengikat.
Tapi suka Blanc-Jouvan dan Boulouis mengusulkan: "Meskipun tidak ada Kekuasaan yang
mengikat secara hukum, tetapi setidaknya ada keputusan yudisial Otoritas de facto. Izin
bervariasi tergantung pada situasinya. " Sebagai bentuk penemuan hukum biasanya digunakan
sebagai rujukan Lahirnya yurisprudensi adalah Pasal 5 ayat (1) UU No. 48/2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Maksud yang terkandung dari pasal itu adalah agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan
rasa keadilan masyarakat. Ketentuan ini berkaitan dengan asas iura curia novit. M. Yahya
Harahap sebagaimana dikutip oleh Edward Simarmata menguraikan adanya beberapa fungsi
yurisprudensi, yaitu: (a) menciptakan standar hukum (to settle law standard); (b) menciptakan
kesatuan landasan hukum yang sama (unified legal framework) dan kesatuan persepsi hukum
yang sama (unified legal opinion); (d) menciptakan kepastian hukum; (e) mencegah terjadinya
disparitas putusan pengadilan. Senada dengan pendapat M. Yahya Harahap tersebut di atas, Jazim
Hamidi dan Winahyu Erwiningsih menyatakan secara lebih spesifik bahwa yurisprudensi selain
sebagai sumber hukum, dalam dunia peradilan mempunyai beberapa fungsi, diantaranya: (1)
Menegakkan adanya standar hukum yang sama dalam kasus/perkara yang sama atau serupa,
dimana undang-undang tidak mengatur hal itu; (2) Menciptakan rasa kepastian hukum di
masyarakat dengan adanya standar hukum yang sama; (3) Menciptakan adanya kesamaan hukum
serta sifat dapat diperkirakan (predictable) pemecahan hukumnya; (4) Mencegah kemungkinan
terjadinya disparitas perbedaan dalam berbagai putusan hakim pada kasus yang sama, sehingga
kalaulah terjadi perbedaan putusan antara hakim yang satu dengan yang lain dalam kasus yang
sama, maka jangan sampai menimbulkan disparitas tetapi hanya bercorak sebagai variabel secara
kasuistik. (5) Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa yurisprudensi adalah manifestasi
penemuan hukum.
2. Kriteria Yurisprudensi
Seperti yang bisa dilihat dari uraian sebelumnya, selain berbagai arti Tentang yurisprudensi,
tetapi ada ciri dari istilah yurisprudensi Artinya, keterikatan hakim pada putusan sebelumnya.
Dalam aspek tertentu Pemahaman seperti ini meningkatkan konsep hukum dan Doktrin nabi
dalam tradisi common law. Dalam sistem common law, bisa Logika hukum hakim dikatakan
bersifat induktif, karena asas hukum dikembangkan dari perkara tertentu melalui perkara
hukum, sehingga dikenal luas. Istilah hakim membuat hukum. Istilah kasus hukum itu sendiri
mengacu Kesempurnaan hukum dalam proses putusan pengadilan.
Hukum yurispudensial (case law) mengacu pada Memperbaiki hukum yang membuat
keputusan pengadilan. karena Untuk kasus tertentu, serangkaian kasus Kemudian rangkum
negara hukum, dan kemudian jadilah norma Terapkan dan ikuti preseden atau doktrin
pandangan dalam banyak situasi serupa Pengambilan keputusan adalah inti dari sistem hukum
Inggris (atau sistem hukum umum Inggris) biasanya). Doktrin preseden yang mengikat, Mengacu
pada fakta, dalam hierarki sistem peradilan Inggris Pengadilan tinggi akan mengklasifikasikan
dan membatasi pengadilan yang lebih rendah. di Biasanya, ini berarti ketika hakim
menyidangkan kasus, mereka memeriksa Apakah pengadilan sebelumnya telah memutuskan
untuk masalah yang sama. Ketika situasi atau serangkaian fakta tampaknya terjadi Sebelumnya,
pengadilan akan membuat keputusan yang diharapkan Sama seperti keputusan yang diambil saat
itu.
H.R. Purwoto Gandasubrata mengungkapkan kelemahan sistem stare decisis atau precedent
dengan alasan bahwa keterikatan kepada putusan-putusan terdahulu membuat putusan menjadi
konservatif melihat kepada kejadian dan putusan masa lampau (backward looking) dan tidak
menyesuaikan dengan perkembangan hukum masyarakat. Sedangkan menurut Sebastian Pompe
tidak akan terjadi kontradiksi antara penemuan hukum dengan yurisprudensi maupun ajaran
precedent. Dalam konteks ini, pertimbangkan konsistensi dari doktrin preseden. Tidak akan
mengurangi kebebasan hakim untuk mengambil keputusan hukum Dengan kata lain,
yurisprudensi tidak membatasi independensi hakim Seperti yang dikatakan Utrecht, jika seorang
hakim mentaati atau mentaati keputusan hakim lain sesuai dengan ketentuan Utrecht, bukan
berarti kondisi tersebut Ini dapat dipahami sebagai menyerahkan hakim lain untuk keputusan
tersebut hakim terdahulu. . Menurut Utrecht ada 3 (tiga) sebab seorang hakim mengikuti
keputusan hakim lain, yaitu: (1) karena putusan hakim mempunyai kekuasaan terutama
keputusan Pengadilan Tinggi dan MA. Keputusan seorang hakim lebih tinggi diurut karena hakim
ini adalah pengawas atas pekerjaan hakim di bawahnya pula karena jasa-jasanya dihormati oleh
hakim-hakim bawahannya; (2) karena pertimbangan praktis. Seorang hakim yang memberi
keputusan yang menyimpang dari putusan hakim yang lebih tinggi yang pernah dijatuhkan atas
perkara yang sama, akan tidak dibenarkan pengadilannya apabila pihak yang tidak menerima
keputusan itu minta banding; (3) karena sependapat dengan apa yang diputuskan oleh hakim
terdahulu.
Bagi hakim, meski telah dijamin independensinya dengan asas kebebasan hakim, namun secara
faktual ditemukan ada tiga alasan bagi hakim untuk mengikuti putusan hakim lain/sebelumnya,
yaitu: (1) karena putusan hakim sebelumnya mempunyai kekuasaan (gezag), terutama putusan
yang dibuat oleh pengadilan tinggi atau MA. Hal ini juga berkaitan dengan sisi psikologis hakim,
dimana hakim akan menurut putusan hakim yang kedudukannya lebih tinggi; (2) karena alasan
praktis, yaitu bila ada putusan hakim yang bertentangan dengan putusan hakim yang lebih tinggi
atau tertinggi, maka pencari keadilan dapat mengajukan upaya hukum untuk membatalkan putusan
tersebut; (3) karena persesuaian pendapat, dimana seorang hakim menyetujui putusan hakim
lainnya tersebut. Terkait hal ini, Benny Riyanto mengkritik anomali kebebasan hakim yaitu sikap
hakim yang menyimpangi yurisprudensi dengan alasan setiap hakim bebas dan tidak terikat pada
putusan hakim yang lebih tinggi atau putusan hakim sebelumnya, seperti halnya para hakim dalam
sistem hukum Anglo Saxon. Menurut Soenaryati Hartono, kebebasan hakim yang tanpa batas
tersebut dalam kenyataannya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan anarki dalam
yurisprudensi Indonesia, karena tidak ada yang bisa memperkirakan apa yang menjadi peraturan
hukumnya.
Made Darma Weda menyatakan ada beberapa persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai
yurisprudensi, yaitu: (a) Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas peraturannya; (b)
Putusan telah berkekuatan hukum tetap; (c) Putusan berulang kali dijadikan dasar hukum untuk
memutus perkara sama; (d) Putusan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat; (e) Putusan telah
dibenarkan oleh MA. Sedangkan menurut beberapa hakim agung sebagaimana dikutip oleh Teguh
Satya Bhakti, suatu putusan untuk sampai kepada tahapan menjadi yurisprudensi mekanisme
yang ditempuh atau tahapan-tahapan prosesnya adalah sebagai berikut: (1) adanya putusan
hakim yang berkekuatan hukum tetap; (2) atas perkara atau kasus yang diputus belum ada
aturan hukumnya atau hukumnya kurang jelas, (3) memiliki muatan kebenaran, dan keadilan; (4)
telah berulangkali diikuti oleh hakim berikutnya dalam memutus kasus yang sama; (5) telah
melalui uji eksaminasi atau notasi oleh tim yurisprudensi hakim agung MA; (6) dan telah
direkomendasikan sebagai putusan yang berkualifikasi yurisprudensi tetap. Menurut Sudikno
Mertokusumo yurisprudensi tetap, yaitu: pertama, bahwa dalam putusan hakim ditemukan
adanya kaedah hukum yang dapat dianggap sebagai landmark decision karena kaidah hukum itu
diterima masyarakat luas sebagai terobosan yang nyata atas suatu konflik hukum yang sudah
lama berlangsung; kedua, kaidah hukum atau ketentuan dalam suatu keputusan kemudian diikuti
secara konstan atau tetap oleh para hakim dalam putusannya dan dapat dianggap menjadi bagian
dari keyakinan hukum yang umum. Sedangkan, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN)
merumuskan bahwa sebuah putusan dikatakan sebagai yurisprudensi tetap apabila sekurang-
kurangnya memiliki 5 (lima) unsur pokok yaitu: (a) Keputusan atas suatu peristiwa yang belum
jelas pengaturan perundang-undangannya; (b) Keputusan itu merupakan keputusan tetap; (c)
Telah berulang kali diputus dengan keputusan yang sama dan dalam kasus yang sama; (d)
Memiliki rasa keadilan; (e) Keputusan itu dibenarkan oleh MA Paulus Effendie Lotulung
menyatakan: “ukuran yang dipakai untuk menentukan apakah yurisprudensi itu merupakan
yurisprudensi tetap atau tidak tetap, tidaklah didasarkan pada hitungan matematis yaitu berapa
kali sudah diputuskan yang sama mengenai kasus yang sama, tetapi ukurannya lebih ditekankan
kepada muatannya yang secara prinsipil berbeda”. Sedangkan, M. Hatta Ali menyatakan bahwa
kriteria yurisprudensi tetap adalah telah mentransformasi secara konstan hukum yang hidup
dalam suatu masyarakat dan telah diikuti oleh berbagai putusan sebelumnya, sehingga
yurisprudensi tetap tersebut telah melakukan penciptaan hukum (rechtsschepping). Saya pikir
itu sulit ditemukan Penjelasan teoritis di balik istilah yurisprudensi permanen dan variabel.
Penulis percaya bahwa dikotomi hukum ini pasti dan tidak kekal. Berisi masalah bila dikaitkan
dengan prinsip similia similibus Harus disadari dari setiap putusan lembaga peradilan, yaitu
menjamin kepastian Hukum, prediktabilitas dan kesetaraan hukum pada prinsipnya bersyarat
Tunduk pada keputusan relevan sebelumnya. Berbagai uraian di atas Ajukan pertanyaan tentang
status dan kekuatan hukum yang mengikat Tidak permanen, artinya jika fiqih masih mengikat,
apakah itu? Yurisprudensi tidak akan mengikat atau dengan kata lain menjadi Tidak wajib?.
Keputusan hakim yang baik adalah yurisprudensi, yaitu hukum Secara umum berlaku,
keputusan dari hakim atau keputusan dari hakim, Dimana prinsip atau aturan menjadi universal
dan dapat digunakan Pada dasarnya adalah pertimbangan hukum siapa pun Putusan
yurisprudensi untuk diikuti hakim lain, Merupakan putusan yang mengandung nilai terobosan
hukum. Putusan pengadilan yang mengandung nilai terobosan menurut M. Yahya Harahap: (1)
Bisa berupa penyimpangan dari putusan-putusan Pengadilan sebelumnya; (2) Putusan
mengandung nilai penafsiran baru atas rumusan undang-undang yang berlaku; (3) Putusan
mengandung asas-asas baru: dari asas sebelumnya, atas penemuan asas baru; (4) Bisa pula
berupa Putusan contra legem. Sedangkan yang dimaksud dengan putusan diikuti secara konstan:
(1) Bisa dalam bentuk secara murni mengikutinya; (2) Atau dipedomani dan diikuti case by case
atau secara kasuistik, (3) Maupun dipedomani yang dibarengi dengan modifikasi. Dengan
demikian dapat dilihat, tidak mudah untuk menjadikan suatu putusan menjadi Yurisprudensi,
diperlukan persyaratan bahwa putusan tersebut tidak menjadi stare decisis dalam arti, putusan
tersebut: (1) Secara berlanjut diikuti; (2) Hal itu berlangsung dalam jangka waktu yang relatif
lama; (3) Sehingga jumlah putusan yang seperti itu telah banyak jumlahnya.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2/1972 tentang Pengumpulan
Yurisprudensi, ditentukan bahwa demi terwujudnya kesatuan hukum maka hanya MA satu-
satunya lembaga konstitusional yang bertanggung-jawab mengumpulkan yurisprudensi yang
harus diikuti oleh hakim dalam mengadili perkara. Surat Edaran tentang pengumpulan
yurisprudensi tersebut sampai saat ini belum pernah dicabut oleh MA dan masih tercantum
dalam Himpunan SEMA dan Perma Tahun 1951-2007 yang diterbitkan oleh MA pada tahun 2007,
dengan demikian masih berlaku dan menjadi pedoman dalam pengumpulan, penerbitan dan
publikasi yurisprudensi. Selanjutnya Teguh Satya Bhakti mengemukakan dengan mengutip
pendapat Dani Elfah bahwa dengan memperhatikan isi atau substansi dari SEMA No. 2/1972
tersebut, aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian adalah: (a) Wewenang dan tanggung jawab
konstitusional untuk mengumpulkan yurisprudensi hanya ada pada MA, institusi di luar MA baik
Pemerintah maupun swasta tidak mempunyai wewenang, kecuali telah dibicarakan terlebih
dahulu; (b) tujuan dari wewenang dan tanggung jawab konstitusional tersebut adalah untuk
menjaga eenheid in de recht-spraak (kesatuan/keseragaman peradilan); (c) Suatu putusan baru
mempunyai sifat richt-lijn (pedoman/petunjuk yang harus diikuti oleh hakim dalam mengadili
perkara) adalah perkara-perkara yang di tingkat kasasi telah diteguhkan hukumnya baik dengan
mengadili sendiri maupun dengan menolak kasasi; (d) Putusan-putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap tanpa melalui kasasi tidak mempunyai sifat richt-lijn.
Dengan perkembangan wacana kesadaran konstitusional, putusan Mahkamah Konstitusi
Konten sama dengan hukum yang kini semakin berpengaruh Dan menentukan arah kemajuan
hukum negara tersebut. Karena kami adalah Harap diperhatikan bahwa hukum dan peraturan
bersifat abstrak dan umum dan tidak memberikan peraturan khusus untuk setiap acara tertentu.
Peran hakim harus mencari hukum untuk setiap peristiwa tertentu Lulus putusan. Sebab,
yurisprudensi itu sangat natural Sebagai sumber hukum, tidak hanya memuat putusan
Mahkamah Konstitusi, Ini sepenuhnya merupakan keputusan organ peradilan Mahkamah Agung,
kecuali preseden Mahkamah Konstitusi Organisasi yang mengikat di Mahkamah Konstitusi jelas
juga akan mengikat lembaga peradilan lainnya Asalkan terkait dengan masalah hukum tertentu.
Sebagai penerjemah Dalam konstitusi final, isi putusan Mahkamah Konstitusi tidak hanya
mengikat, tetapi juga bergantung pada amar maksim putusan, serta putusan dan putusan
proporsional dari para penganutnya. Keputusan Mahkamah Konstitusi memiliki pengaruh besar
yang menentukan bagi pemegangnya Undang-undang lainnya termasuk hakim di luar Mahkamah
Konstitusi.
3. Urgensi Perluasan Kategori Yurisprudensi
Dalam setiap perkara, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final. Mengikat adalah
perbedaan utama antara menentukan esensi dan esensi tubuh Keputusan pengadilan biasa
(pengadilan biasa) atau Mahkamah Agung (Mahkamah Agung )- Kecuali dalam beberapa kasus
juga suka Kekuatan tinjauan yudisial, kekuatan tinjauan opini, diskualifikasi bupati, dll. Artinya,
putusan MK tidak membuka ruang bagi upaya hukum lebih lanjut Keputusan Mahkamah Agung
untuk mencabut putusan awal masih memiliki ruang untuk ditinjau. Pada titik inilah ruang
penemuan hukum dan upaya untuk menjaga kesatuan hukum. Pasalnya, kualitas hakim MK
Setara dengan Mahkamah Agung dan pengadilan biasa. Kedudukan MK dalam sistem hukum di
Indonesia tidak ubahnya seperti Mahkamah Eropa, European Court of Justice (ECJ), yang bertugas
menjaga kesatuan hukum komunitas Eropa berdasarkan konstitusi atau kesepakatan bersama
Uni Eropa. Dalam menegakkan hukum bersama ius commune, Mahkamah Eropa selain
berpedoman kepada hukum tertulis juga banyak berpatokan kepada hukum tidak tertulis
(principle) yang kemudian dikodifikasikan. Sehingga, meskipun negara-negara anggota Uni Eropa
sebagian besar menganut tradisi civil law namun Mahkamah Eropa semakin mengakui manfaat
pembentukan kaedah hukum dari hukum yurisprudensial (case-law).
Bagi hukum Indonesia, tugas Mahkamah Konstitusi adalah penafsiran terakhir atas konstitusi
Ibarat jantung hukum penggerak unsur utama hukum Di Indonesia. Jimly Asshiddiqie
mengungkap makna konstitusi Harus dibedakan dengan UUD 1945 yang memiliki makna yang
lebih dalam sempit. UUD adalah konstitusi yang sempit, yaitu konstitusi tertulis. di Lebih lanjut,
menurut Jimly, makna konstitusional masih belum ada Nilai-nilai tertulis dan bahkan dasar dan
filosofis terkandung di dalamnya Substansi UUD 1945 adalah konstitusi tertulis. naskah UUD
1945 hanyalah wujud atau pokok bahasannya, dan Pancasra serta nilai-nilai dan nilai dasar yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam prakteknya, hidup bermasyarakat sebagai
budaya konstitusional Semangat atau jiwa bangsa juga harus dipahami sebagai bagian dari
pemahaman Bagian tidak tertulis dari konstitusi Dengan cara pandang seperti ini menurut Jimly
Asshhidiqie maka konstitusi harus dipahami sebagai sumber rujukan tertinggi yang dalam
praktiknya harus tercermin dalam suatu sistem konstitusionalisme yang berfungsi dalam
kenyataan.
Persoalannya adalah ketentuan konstitusi pada umumnya berisi kata-kata atau kalimat-
kalimat yang umum dan abstrak, sehingga dapat ditafsirkan dengan berbagai makna. Dalam hal
ini Goldsworthy menegaskan bahwa ketentuan konstitusi seringkali bersifat ambigu, tidak jelas,
kontradiktif, tidak cukup eksplisit, dan samar-samar dalam menyelesaikan sengketa
konstitusional yang harus diputuskan oleh hakim. Oleh karena itu, diperlukan aktivitas
penafsiran terhadap teks konstitusi tersebut, khususnya yang dilakukan oleh hakim di pengadilan
dengan cara-cara tertentu untuk mengetahui maknanya secara tepat. Dalam konteks ini, tepatlah
pandangan Ronald Dworkin yang menyatakan bahwa hukum adalah penafsiran (law as
interpretation). Kekuasaan Mahkamah Konstitusi, khususnya dalam menguji konstitusionalitas
undang-undang merupakan terobosan putusan yang memperjelas norma hukum. Isi baru dalam
putusan dan menjelaskan konstitusi secara kondisional Konstitusi) atau melanggar konstitusi
secara kondisional Norma adalah hak prerogatifnya sendiri dan bertujuan untuk menciptakan
Norma hukum baru atau norma hukum baru. Di tempat Dalam kondisi seperti itu, MK mempunyai
tugas dan fungsi menjaga konsistensi hukum Sesuai dengan asas supremasi ketatanegaraan
melalui praktek peradilan (case law) Sangat strategis dan penting memiliki sifat hukum, bukan
hanya Partai, tapi demi kelangsungan sistem hukum Di Indonesia. Sebutkan teori hukum Kelsen
Semakin rendah norma hukumnya, semakin spesifik individu tersebut. Hans Kelsen berpendapat,
undang undang dan kebiasaan adalah produk setengah jadi yang diselesaikan hanya melalui
putusan pengadilan. Proses dimana hukum secara konstan memperbaharui diri dari umum dan
abstrak menuju individual dan konkrit adalah suatu proses peningkatan menuju individualisasi
dan konkretisasi.
Di sisi lain, Hans Kelsen mengemukakan bahwa karakter preseden hanya dapat terjadi jika
keputusan tersebut bukan merupakan aplikasi norma umum hukum substantif yang ada, yaitu
jika pengadilan bertindak sebagai legislator. Fungsi pembuatan hukum (law-creating function)
dari pengadilan mewujud khususnya ketika keputusan yudisial memiliki karakter preseden, dan
ini artinya ketika keputusan yudisial menciptakan norma umum. Dalam suatu sistem hukum yang
memberikan karakter preseden terhadap putusan yudisial yang menciptakan norma baru,
pengadilan adalah legislatif sama dengan organ yang disebut legislatif dalam arti sempit dan
biasa. Pengadilan adalah pembuat norma hukum umum.
 Pada masa kini motto "Sebagai mulut hukum" Bahkan di negara dengan sistem hukum
daratan, Misalnya, di Belanda, sumber hukumnya sama dengan kami. Dari sekarang Di Belanda,
penilaian hakim, terutama yurisprudensi, semakin diperhatikan Sumber hukum penting. Oleh
karena itu, pertemuan semakin banyak Jarak antara sistem common law dan sistem civil law
sangat dekat. Seperti yang kita semua tahu, sang hakim Sebagai legislator sekunder, ia memiliki
posisi yang strategis Setelah Parlemen) (badan legislatif utama). Memiliki otonomi yang ada
Baginya, juri memiliki peluang emas untuk lulus Buatlah keputusan, terutama jika undang-
undang lama tidak cukup. Richard A. Posner mengatakan kecerdasan buatan akan membimbing
hakim dengan lebih baik (Program kecerdasan buatan digital) (jika diterapkan secara terpisah)
Aturan teks hukum seharusnya tidak.
Dari sudut pandang sosiologis, semakin banyak hakim yang dituntut Putuskan setiap
keputusan dengan mempertimbangkan semua perkembangan penting dalam masyarakat. Mereka
harus mampu merespon perubahan Kondisi sosial, ekonomi, teknologi, dan moral. konstitusi
Hyundai tidak hanya memberlakukan regulasi hukum Hubungan yang relatif mudah antara warga
organisasi negara. Banyak hukum modern bertujuan untuk mencapai tujuan Kompleksitas dalam
bidang ekonomi, kesejahteraan dan sosial Hubungan sosial dalam masyarakat modern semakin
membaik Pada dasarnya. Di area ini, pengadilan harus Untuk mengembangkan undang-undang
Anda sendiri, terkadang Anda harus mengambil alih tugas yang harus diselesaikan oleh pembuat
undang-undang Para hakim digunakan sebagai pengganti sementara. Hal ini tampaknya tak dapat
dihindari dan orang hanya dapat berharap dan orang hanya dapat berharap hal ini dapat
membawa penalaran ke dalam proses pembuatan keputusan.
Sebagaimana yang dikenal dalam doktrin stare decisis atau binding precedent (hakim wajib
mengikuti putusan yang lebih tinggi atau atau lebih dahulu), dalam konteks ini diperlukan
perhatian lebih besar terhadap kedudukan yurisprudensi setiap badan peradilan, terutama
putusan-putusan MK. Konsepsi tradisi civil law yang melihat bahwa hakim tidak terikat oleh
putusan hakim terdahulu hendaknya tidak dilihat sebagai justifikasi bahwa dalam tradisi civil law
tidak mengenal ajaran precedent sebagaimana dikenal dalam tradisi common law. Sebagaimana
diuraikan secara singkat di atas, bahwa di negara-negara kampiun tradisi civil law seperti
Belanda dan Prancis juga dikenal asas precedent, sehingga tidak benar dengan dalih kebebasan
hakim, hakim di Indonesia menjadi bebas begitu saja untuk tidak memperhatikan kaidah-kaidah
hukum dalam putusan-putusan sejenis dalam kasus in concreto. Kendati demikian memang harus
diakui perlu kajian lebih mendalam untuk mengetahui mengapa sistem hukum Indonesia yang
berasal atau mengakar dari tradisi hukum Belanda yang sejatinya mengenal doktrin precedent,
namun kemudian dalam sistem hukum Indonesia, kepastian dan kekuatan doktrin ini tidak jelas
dan kuat, dan tidak mendapat perhatian baik dari kalangan praktisi maupun akademisi hukum.

KESIMPULAN
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yurisprudensi berfungsi Sangat penting
karena selain mengisi celah hukum Penting untuk mencapai standar hukum / kepastian hukum
yang sama. Aturan dan regulasi Hukum dan regulasi belum pernah disahkan secara lengkap dan
detail Oleh karena itu, ini hanya dapat dilakukan dengan yurisprudensi. Sesuai standar Hukum
yang sama, dapat menciptakan rasa kepastian hukum di masyarakat, Dan mencegah perbedaan
dalam pengambilan keputusan. Dengan membangun rasa kepastian Hukum dan kasus persamaan
hukum, kemudian keputusan hakim Ini akan dapat diprediksi dan terbuka. Mengenai hal ini,
Sebagai dasar hukum persidangan hakim dalam konteks hukum Dalam beberapa kasus,
dimungkinkan untuk melakukan beberapa langkah khusus untuk membuat fungsi hukum efektif
dengan terlebih dahulu mengkonfirmasikan kualifikasi hukum. Hari ini adalah untuk menjaga
konsistensi hukum dan mengisi kekosongan Hukum, selain hukum penerbitan, MA juga semakin
sengit di bidang penerbitan Keputusan tengara dan / atau penerbitan surat bulat. Oleh karena itu,
kondusif bagi pengembangan praktik dan teori ilmiah Hukum mensyaratkan penegasan batas-
batas setiap posisi hukum. Dalam hal ini, perlu dipertimbangkan kualifikasi hukum selain
putusan Kasus Pemberhentian atau kasus PK MA, dengan memperhatikan banyak jenis kasus
yang tidak harus sampai Ke MA. Selain itu, ruang lingkup hukum juga perlu dikaitkan Keputusan
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu sumber hukum terpenting di Amerika Serikat Di luar
ruang lingkup hukum dan peraturan.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, 2018, Perkembangan Baru Tentang Konstitusi dan Konstitusionalisme Dalam
Teori dan Praktek, Yogyakarta: Genta Publishing.
_____, 2014, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, cet. ke-5, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
_____, dkk, 2016, Putusan Monumental Menjawab Problematika Kenegaraan Malang: Setara Press.
_____, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI.
_____, dan Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitus.
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), 1992, Peningkatan Yurisprudensi Sebagai Sumber Hukum,
Penelitian Hukum, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Brown, L. Neville and John S. Bell, 1998, French Administrative Law, Fifth Edition, Oxford: Oxford
University Press.
Bhakti, Teguh Satya. 2017, Pembangunan Hukum Administrasi Negara Melalui Putusan-Putusan
Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil
Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai