Anda di halaman 1dari 5

Nama : RIFKY FIRMANSYAH

NIM : 044833905

Jawaban Nomor 1

Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya berjudul Pengantar Ilmu Hukum menjelaskan bahwa sumber
hukum adalah bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara
(hal. 255).

Berbeda dengan yang dijelaskan Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,
sumber hukum sebenarnya berasal dari “dasar hukum”, “landasan hukum”, ataupun “payung hukum”
(hal. 121). Dasar hukum atau landasan hukum adalah legal basis atau legal ground, yaitu norma hukum
yang mendasari suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu sehingga dapat dianggap sah atau dapat
dibenarkan secara hukum (hal. 121). Masih bersumber dari buku yang sama, perkataan sumber hukum
adalah lebih menunjuk kepada pengertian tempat dari mana asal-muasal suatu nilai atau norma
tertentu berasal (hal. 121).

 Sumber Hukum Materiil dan Sumber Hukum Formal

Sebelumnya, dalam Tap MPR Nomor III/MPR/2000 Tahun 2000 disebutkan sumber hukum adalah
sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan. Sumber hukum terdiri
dari sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Adapun sumber hukum dasar nasional adalah yang tertulis
dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu:

1. Ketuhanan yang Maha Esa;


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia; dan
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; dan
6. Batang tubuh UUD 1945.

Dalam Pasal 2 UU 12/2011 beserta perubahannya juga disebutkan bahwa sumber segala sumber hukum
negara adalah Pancasila.

Peter dalam buku yang sama menerangkan dalam alam pikir Anglo-American dibedakan antara sumber
hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti materiil. Sumber hukum formal adalah bersifat
operasional yang berhubungan langsung dengan penerapan hukum. Sementara itu, sumber hukum
materiil adalah sumber berasal dari substansi hukum (hal. 257-158).
Senada dengan penjelasan di paragraf sebelumnya, Jimly membedakan sumber hukum formal dan
sumber hukum materiil. Menurutnya, kebanyakan sarjana hukum biasanya lebih mengutamakan
sumber hukum formal, baru setelah itu sumber hukum materiil apabila dipandang perlu (hal. 127).

Adapun bentuk sumber hukum formal, Jimly membedakannya jadi (hal. 127):

1. bentuk produk legislasi atai produk regulasi tertentu;


2. bentuk perjanjian atau perikatan tertentu yang mengikat para pihak (contract, treaty);
3. bentuk putusan hakim tertentu (vonnis); atau
4. bentuk-bentuk keputusan administratif (beschikking) tertentu dari pemegang kewenangan
administrasi negara.

Mengutip Sudikno Mertokusumo dalam Mengenal Hukum, Fais Yonas Bo’a dalam jurnalnya Pancasila
Sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional menyebutkan bahwa sumber hukum materiil
merupakan tempat dari mana materi hukum itu diambil. Misalnya situasi sosial ekonomi, tradisi
(pandangan keagamaan, kesusilaan), perkembangan internasional, keadaan geografis. Menurut Fais,
salah satu sumber hukum materiil di Indonesia juga termasuk Pancasila (hal. 31). Theresia Ngutra dalam
jurnalnya Hukum dan Sumber-sumber Hukum, mendefinisikan sumber hukum formal sebagai sumber
hukum yang dilihat dari segi bentuknya yang lazim terdiri dari (hal. 210):

 Undang-undang

Suatu perundang-undangan menghasilkan peraturan yang bercirikan:

1. Bersifat umum dan komprehensif;


2. Bersifat universal untuk menghadapi peristiwa yang akan datang belum jelas bentuk
konkretnya;
3. Memiliki kekuatan mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri, adalah lazim jika peraturan
mencantumkan klausul yang memungkinkan dilakukan peninjauan kembali.

 Kebiasaan

Kebiasaan adalah perbuatan tetap dilakukan berulang-ulang dalam masyarakat mengenai hal tertentu.
Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan selalu dilakukan berulang-ulang karena dirasakan
sebagai sesuatu yang memang seharusnya, penyimpangan dari kebiasaan dianggap pelanggaran hukum
yang hidup dalam masyarakat. Timbulah suatu kebiasaan hukum yang oleh pergaulan hidup masyarakat
dipandang sebagai hukum (hal. 204). Hukum adat termasuk dalam hukum kebiasaan. Kadang-kadang
kebiasaan disebut sebagai istilah adat. Hukum adat adalah hukum tak tertulis yang sejak lama ada di
masyarakat dengan maksud mengatur tata tertib (hal. 205).
 Traktat

Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih, bila diadakan dua negara saja
dinamakan perjanjian bilateral, sedangkan bila diadakan lebih dari dua negara dinamakan perjanjian
multilateral (hal. 206). Traktat bisa jadi hukum formal jika memenuhi syarat formal seperti dengan
ratifikasi (hal. 207).

 Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah putusan hakim (pengadilan) yang memuat peraturan sendiri kemudian diakui dan
dijadikan dasar putusan hakim lain dalam perkara yang sama. Apabila kemudian putusan pertama itu
mendapat perhatian dari masyarakat maka lama kelamaan jadi sumber yang memuat kaidah yang oleh
umum diterima sebagai hukum (hal. 205).

1. Pertimbangan Psikologis
Karena keputusan hakim mempunyai kekuatan hukum, terutama keputusan tingkat Pengadilan
Tinggi dan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap.
2. Pertimbangan Praktis
Karena dalam kasus yang sama sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim terlebih dahulu
apabila putusan itu sudah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, maka lebih
praktis kalau hakim berikutnya memberikan dengan putusan yang sama. Sebaliknya, bila
keputusan hakim yang tingkatnya lebih rendah memberi keputusan yang berbeda dengan
putusan hakim yang lebih tinggi, maka keputusan itu berpotensi akan dimintakan banding atau
kasasi.
3. Pendapat yang Sama
Karena hakim yang bersangkutan sependapat dengan isi keputusan hakim lain yang terlebih
dahulu.

 Doktrin

Doktrin adalah ahli-ahli hukum ternama yang punya pengaruh dalam pengambilan putusan pengadilan.
Dalam pertimbangan hukum putusan pengadilan, seringkali hakim menjadikan pendapat ahli-ahli yang
terkenal sebagai alasan putusannya, yaitu dengan mengutip pendapat-pendapat para ahli hukum
tersebut. Dengan demikian putusan pengadilan terasa lebih berwibawa (hal. 208). Perlu diingat, doktrin
yang berlum digunakan hakim dalam mempertimbangkan keputusannya belum merupakan sumber
hukum formal. Jadi, untuk dapat jadi sumber hukum formal, doktrin harus memenuhi syarat tertentu
yaitu doktrin yang telah menjadi putusan hakim (hal. 208).

Jadi, menjawab pertanyaan Anda, sumber hukum formal yang banyak digunakan oleh hakim untuk
memutuskan sebuah perkara disebut dengan apa saja? Jawabannya ada lima sumber hukum formal
yang dapat digunakan hakim, yaitu undang-undang, kebiasaan, traktrat, yurisprudensi, dan doktrin.
Biasanya hakim dalam memutuskan perkara didasarkan pada undang-undang, perjanjian internasional,
dan yurisprudensi. Apabila ternyata tidak ada sumber tersebut yang bisa memberikan jawaban tentang
hukumnya, maka dicari pendapat para sarjana hukum atau ilmu hukum (hal. 208). Ilmu hukum adalah
sumber hukum tetapi bukan hukum seperti undang-undang karena tidak mempunyai kekuatan
mengikat. Meskipun tidak mempunyai kekuatan mengikat hukum, tetapi ilmu hukum itu cukup
berwibawa karena dapat dukungan para sarjana hukum (hal. 208).

Dengan demikian, bisa saja dikatakan bahwa sumber hukum formal yang banyak digunakan oleh hakim
untuk memutuskan sebuah perkara disebut dengan undang-undang, perjanjian atau traktat, dan
yurisprudensi. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata
untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk
mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan
Mitra Justika.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan;

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Referensi:

Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2015;

Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum, Edisi Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group, 2015;

Theresia Ngutra. Hukum dan Sumber-sumber Hukum. Jurnal Supremasi, Volume XI Nomor 2, Oktober
2016.

Fais Yonas Bo’a. Pancasila sebagai Sumber Hukum dalam Sistem Hukum Nasional. Jurnal Konstitusi,
Volume 15, Nomor 1, Maret 2018.

Jawaban Nomor 2
Menurut saya KUHP peninggalan penjajah Belanda sudah terlalu tua dan tidak relevan dengan zaman
sekarang sehingga harus direvisi

Hans Kelsen mendefinisikan hukum tidak lain merupakan suatu kaidah ketertiban yang menghendaki
orang menaatinya sebagaimana seharusnya. Berikan pendapat saudara mengenai pernyataan di atas
dihubungkan dengan kasus nenek Minah !

Jawaban Nomor 3

Pengadilan hukum progresif berarti bahwa penegakkan hukum yang dilakukan tidak semata-mata hanya
berdasarkan aturan tertulis seperti teks undang-undang saja, melainkan juga berdasarkan trobosan cara
berfikir. Hal ini karena apabila hanya berdasarkan teks undang-undang saja, terkadang para pencari
keadilan terutama rakyat kecil mendapatkan ketidakadilan.

Sistem hukum Indonesia merupakan sistem hukum yang berpaham legal positivistik. Sistem hukum ini
berarti bahwa hakim dalam penegakkan hukum hanya mengacu kepada konteks aturan tertulis seperti
undang-undang tanpa adanya pertimbangkan apakah peraturan tersebut jika diterapkan akan adil atau
tidak. Namun, seiring berjalannya waktu banyak masyarakat yang mulai sadar hukum dan memahami
paham hukum Indonesia tidak sesuai sehingga muncullah paradigma. Dalam sebagian masyarakat yang
melek pah hukum mulai mengusulkan suatu perubahan pola pikir para pakar hukum terutama pola pikir
penegak hukum agar tidak hanya berpegang pada teks tertulis undang-undang saja, melainkan harus
memperhatian apakah putusan tersebut adil atau tidak dan pantas atau tidak sesuai dengan apa yang
dilakukan, dan dilihat dari beberapa sudut pandang saja tidak hanya sudut pandang hukum. Paradigma
ini merupakan suatu paradigma hukum progresif. Penggagas utama tentang paradigma ini adalah Prof.
Dr. Satjipto Rahardjo. Kelebihan dari paradigma hukum progresif ini adalah lebih membantu para
pencari keadilan terutama untuk kaum yang dari segi ekonomi menengah kebawah untuk mendapatkan
bantuan hukum.

Anda mungkin juga menyukai