Anda di halaman 1dari 4

1.

Pengertian tentang Yurisprudensi


Istilah ‘yurisprudensi’ diambil dari bahasa Belanda ‘jurisprudentie’ tetapi tampaknya
tidak secara persis dapat dialihbahasakan menjadi ‘jurisprudence’ dalam bahasa Inggris.
Istilah yang lazim dipakai untuk yurisprudensi dalam kosa kata Inggris adalah judge-
made law, case law, precedent, atau precedential decision.Secara harafiah memang
yurisprudensi tidak dikenal dalam tradisi common law, namun secara esensial, apa yang
dimaksud dengan yurisprudensi dalam tradisi civil law memiliki identifikasi kesamaan
maksud dengan doktrin stare decisis dalam tradisi common law. Sebagai suatu pedoman
istilah yurisprudensi di Indonesia harus dibedakan dengan istilah Jurisprudence dalam
bahasa Inggris yang berarti ilmu hukum. Istilah yurisprudensi dalam pengertian hukum di
Indonesia dapat disamakan dengan jurisprudentie di Belanda atau istilah serupa dalam
bahasa Perancis yaitu jurisprudence.
Menurut Surojo Wignjodipuro, Apeldoorn tidak membenarkan menyebut yurisprudensi
sebagai sumber hukum. Biasanya Arrest-Arrest Hoge Raad itu dijadikan pedoman oleh
hakim-hakim bawahan sebab ini adalah jalan yang sebaik-baiknya untuk menghindari
kasasi. Lama kelamaan Arrest Hoge Raad tersebut merupakan hukum objektif. Jadi
terang disini berdasarkan kebiasaan dianggap sebagai keyakinan hukum umum. Jadi jelas
bukan merupakan sumber hukum tersendiri11. Berbeda dengan itu, Bellefroid tidak dapat
membenarkan pendapat Apeldoorn. Bellefroid mengatakan bukan kebiasaan sebab tidak
timbul karena kebiasaan tetapi didesak atau terdesak (takut di kasasi) dari atas. Seorang
hakim tidak terikat oleh keputusan hakim lain. Apabila terjadi bahwa keputusan suatu
hakim senantiasa dijadikan pedoman keputusan hakim-hakim lain terhadap peristiwa
hukum tertentu yang sama, maka lahir hukum yang berlaku umum yang disebut Hukum
Yurisprudensi. Mahadi menguraikan arti yurisprudensi bukan keputusan-keputusan
hakim, bukan pula sebagai “rentetan-rentetan” keputusan, melainkan hukum yang
terbentuk dari keputusan-keputusan hakim. Mahadi menyatakan umumnya yusrisprudensi
dimaksudkan sebagai rentetan keputusan-keputusan hakim yang sama bunyinya tentang
masalah yang serupa. Lebih lanjut ia menyamakan yurisprudensi dengan istilah “ijma”
dalam hukum Islam18. Sebagaimana dikemukakan Juynboll (1930), “ijma” yaitu “de
overeenstemmende meening van alle in zaker tijdperk levende moslimssche geleerden”,
yang artinya pendapat yang bersamaan di antara para ahli yang ada pada suatu masa19.
Surojo Wignjodipuro yang menyatakan jika putusan hakim terhadap persoalan hukum
tertentu menjadi dasar keputusan hakim-hakim lain, sehingga keputusan ini menjelma
menjadi putusan hakim yang tetap terhadap persoalan/peristiwa hukum tertentu
dimaksud, maka hukum yang termuat di dalam keputusan semacam itu dinamakan hukum
yurisprudensi.
Yurisprudensi sekalipun memiliki fungsi yang penting namun tidak memiliki kedudukan
hukum yang jelas di Indonesia, baik dalam tataran teori dan praktik. Bismar Siregar
mengemukakan meskipun secara historis Indonesia mempunyai kedekatan keluarga
dengan sistem hukum civil law melalui jaman penjajahan Belanda, namun belum ada
pengertian baku mengenai apakah yang dimaksud dengan yurisprudensi itu.1 Sebagai
suatu wujud penemuan hukum, dasar yang biasa dijadikan rujukan bagi lahirnya
yurisprudensi adalah Pasal 5 ayat (1) UU No. 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang menyatakan: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
1
Bismar Siregar, Keadilan Hukum dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali, 1986), hlm. 19.
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.” Maksud
yang terkandung dari pasal itu adalah agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Ketentuan ini berkaitan dengan asas iura curia novit. Made Darma
Weda menyatakan ada beberapa persyaratan untuk dapat dikatakan sebagai yurisprudensi,
yaitu: (a) Putusan atas peristiwa hukum yang belum jelas peraturannya; (b) Putusan telah
berkekuatan hukum tetap; (c) Putusan berulang kali dijadikan dasar hukum untuk
memutus perkara sama; (d) Putusan telah memenuhi rasa keadilan masyarakat; (e)
Putusan telah dibenarkan oleh MA.2
2. Kaidah Hukum Yurisprudensi
Dalam terminologi leksikal, kaidah yurisprudensi ini termasuk dalam ratio decidendi,
yaitu alasan penjatuhan putusan (the rationale for the decision). Di Indonesia, istilah ratio
decidendi memang tidak cukup populer digunakan.Biasanya kita memakai terminologi
lain yang agak mirip dengan itu, yakni kaidah yurisprudensi. Pengertian ratio decidendi
atau pertimbangan hakim adalah argument/alasan hakim yang dipakai oleh hakim sebagai
pertimbangan hukum yang menjadi dasar sebelum memutus perkara. Ratio decidendi
Hakim dapat diartikan sebagai pikiran hakim yang menentukan seorang Hakim membuat
amar putusan.3 Pada umumnya, fungsi ratio decidendi atau legal reasoning, adalah
sebagai sarana mempresentasikan pokok-pokok pemikiran tentang problematika konflik
hukum antara seseorang dengan orang lainnya, atau antara masyarakat dengan pemerintah
terhadap kasus-kasus yang menjadi kontroversi atau kontraproduktif untuk menjadi
replika dan duplika percontohan, terutama menyangkut baik dan buruknya sistem
penerapan dan penegakan hukum, sikap tindak aparatur hukum, dan lembaga peradilan.4
Apabila suatu putusan sudah diklaim atau diberi label sebagaiyurisprudensi, maka harus
ada kaidah yurisprudensi yang bisa ditarik dari putusan tersebut. Kaidah ini harus dapat
diformulasikan sebagai proposisi dan di kemudianhari akan menjadi premis mayor saat
hakim menerapkannya dalam pengambilankesimpulan. Boleh jadi, proposisi yang
dimaksud tidak benar-benar secara eksplisittertuang di dalam putusan tadi, namun seperti
apapun cara hakimmencantumkannya, proposisi ini tetap dapat diangkat dan
diformulasikan kembalisebagai sebuah premis.
Karakteristik yurisprudensi dalam literatur sistem civil law terbilang unik. Ia berasal dari
putusan-putusan hakim yang berkarakter kasuistis, individual, dan konket (in concreto).
Hakim-hakim dalam keluarga sistem ini sejak lama diajarkan untuk tidak menjadikan
putusan konkret itu sebagai sebuah aturan umum. Kaidah yurisprudensi sebagai formulasi
atas hasil penemuan hukum termasuk dalam kriteria ratio decidendi. Kaidah
yurisprudensi terkadang tidak secara sadar dirumuskan dan baru terpikirkan kemudian
oleh orang lain yang membaca putusan itu di kemudian hari. Hanya saja, tidak mungkin
ada hakim yang beritikad baik bersedia menyembunyikan ratio decidendi dalam
putusannya.
2
Edward Simarmata, Kedudukan dan Relevansi Yurisprudensi Untuk Mengurangi Disparitas Putusan
Pengadilan, Laporan Penelitian, Jakarta: Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, 2010, h.117
3
Yan Pramadya Puspa, dalam Mochammad Alfi Muzakki, 2011, “Ratio Decidendi Hakim Ma Dalam Menerima
Permohonan Peninjauan Kembali Atas Putusan Peninjauan Kembali Perkara Pemalsuan Surat (Analisis
TerhadapPutusan MA Nomor 41 PK/PID/2009 dan Putusan MA Nomor 183 PK/Pid/2010)”, Artikel Ilmiah,
Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, hlm. 9.
4
Abraham Amos H.F. “Legal Opinion Teorities & Empirisme” PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 34.
Dalam sistem hukum Indonesia yang tidak mengenal asas preseden yang mengikat,maka
hakim-hakimnya sangat perlu untuk lebih cermat dalam memilih danmemilah putusan-
putusan terdahulu, yang notabene telah diklaim sebagaiyurisprudensi. Mereka perlu
mencari ratio decidendi dari suatu putusan hakimyang berlabel yurisprudensi itu, dengan
menelaah fakta material yang terjadi padaperkara terdahulu dan membandingkannya
dengan fakta dari kasus yang tengahdihadapinya. mereka tidak disarankan untuk langsung
mengutip kaidahyurisprudensi tanpa terlebih dulu memahami fakta-fakta material ini. Jika
itudilakukan, berarti mereka sudah masuk ke dimensi preskriptif tanpa melewatidimensi
deskriptif dari putusan tersebut. Dan, patut juga diperhatikan bahwakaidah yurisprudensi
pada hakikatnya adalah kaidah penemuan hukum. Tidaklayak suatu putusan disebut
sebagai yurisprudensi apabila di dalamnya tidak dapat dilacak adanya penemuan hukum,
baik yang memberi tafsir baru (melaluiinterpretasi di luar tafsir gramatikal) atau
menetapkan norma baru (melaluikonstruksi), yang berbeda dengan ketentuan dari
berbagai sumber hukum yangsudah berlaku saat ini.
Kaidah yurisprudensi pada hakikatnya mengandung penemuan hukum baru yang lahir
melalui terobosan terhadap ketidaklengkapan atau ketiadaan sumber-sumber formal
hukum. Lazimnya, kaidah yurisprudensi yang memiliki nilai tambah bagi khazanah
sumber-sumber formal hukum adalah kaidah yang memperluas makna, bukan
mempersempit makna.Dari keempat proposisi di atas, tampak bahwa tidak ada satupun
yang mengandung penemuan hukum baru, sekaligus juga memperluas makna sebuah
konsep hukum.
Ada tiga proposisi yang layak untuk diidentifikasi sebagai kaidah yurisprudensi tersebut.
1. Semua perbuatan yang dilakukan sebelum dilarang oleh peraturan perundangundangan
adalah tindakan di luar objek pemidanaan. 2. Semua pelanggaran izin usaha yang bebas
dari ancaman pemidanaan adalah bentuk tindakan yang berada di luar hukum pidana.. 3.
Semua bentuk pengecualian pemidanaan terhadap seorang pelaku pidana yang
perbuatannya dilakukan bersama-sama dengan pelaku lainnya adalah putusan yang
inkonsisten dan bertentangan dengan keadilan.
Silogisme terakhir yang dapat diajukan sebagai ratio decidendi adalah terkait dengan rasa
keadilan yang dicerna oleh majelis hakim.
Abraham Amos H.F., Legal Opinion Teorities & Empirisme, PT. Grafindo Persada, 2007
Mochammad Alfi Muzakki, Ratio Decidendi Hakim MA Dalam Menerima Permohonan Peninjauan
Kembali Atas Putusan Peninjauan Kembali Perkara Pemalsuan Surat (Analisis TerhadapPutusan MA
Nomor 41 PK/PID/2009 dan Putusan MA Nomor 183 PK/Pid/2010), Artikel Ilmiah, Fakultas Hukum,
Universitas Brawijaya, Malang, 2011

Shidarta.2006. Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung:


Utomo
Simarmata, Edward. 2010, Kedudukan dan Relevansi Yurisprudensi Untuk Mengurangi
Disparitas Putusan Pengadilan, Laporan Penelitian, Jakarta: Puslitbang Hukum Dan Peradilan
Mahkamah Agung RI.
Siregar, Bismar, 1986, Keadilan Hukum dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, Jakarta:
Rajawali.
https://www.researchgate.net/publication/
354694002_Ratio_Decidendi_dan_Kaidah_Yurisprudensi

Anda mungkin juga menyukai