Anda di halaman 1dari 3

Tugas 1 Logika Hukum kelas 3B

Jawablah pertanyaan di bawah ini;


Jawaban maksimal 2 halaman kuarto;
Diserahkan selambat-lambatnya pada Selasa, 9 November 2021 Pukul 10:00 WITA;
Tulis Nama dan NIM.

Nama :Ali Kamri


Nim :21909178
Kelas :V B

1. Jelaskan tentang tipe paling umum dalam penalaran hukum!

penalaran hukum adalah kegiatan akal budi dalam memahami makna setiap term
dalam suatu proposisi, menghubungkan suatu proposisi dengan proposisi lain dan
menarik kesimpulan atas dasar proposisi-proposisi tersebut. Dengan demikian jelas
bahwa penalaran merupakan sebuah bentuk pemikiran. Bentuk pemikiran yang lain
adalah pengertian atau konsep dan proposisi atau pernyataan. Pengertian, proposisi, dan
penalaran memiliki hubungan yang tak terpisahkan. Karena penalaran mensyaratkan
proposisi dan proposisi mengandaikan pengertian. ‘Tidak ada proposisi tanpa pengertian
dan tidak ada penalaran tanpa proposisi’. Penalaran hukum adalah penerapan prinsip-
prinsip berpikir lurus (logika) dalam memahami prinsip, aturan, data, fakta, dan proposisi
hukum atau Penalaran hukum adalah penerapan prinsip-prinsip berpikir lurus (logika)
dalam memahami prinsip, aturan, data, fakta, dan proposisi hukum. Maka istilah
‘penalaran hukum’ (‘legal reasoning’) sejatinya tidak menunjuk pada bentuk penalaran
lain di luar logika, melainkan penerapan asas-asas berpikir yang tepat dan valid dari
logika dalam bidang hukum itu sendiri. Dalam arti ini tidak ada penalaran hukum tanpa
logika (sebagai ilmu tentang kaidah berpikir yang tepat dan valid); tidak ada penalaran
hukum di luar logika. Penalaran hukum dengan demikian harus dipahami dalam
pengertian ‘penalaran (logika) dalam hukum’ penalaran hukum, logika dipahami secara
lebih sempit yakni sebagai ilmu tentang penarikan kesimpulan secara valid dari berbagai
data, fakta, persoalan, dan proposisi hukum yang ada. Maka istilah ‘penalaran hukum’
(‘legal reasoning’) sejatinya tidak menunjukkan bentuk penalaran lain di luar logika,
melainkan penerapan asas-asas berpikir dari logika dalam bidang hukum itu sendiri.
Dalam arti ini tidak ada penalaran hukum tanpa logika (sebagai ilmu tentang kaidah
berpikir yang tepat dan valid); tidak ada penalaran hukum di luar logika. Penalaran
hukum dengan demikian harus dipahami dalam pengertian ‘penalaran (logika) dalam
hukum’.

2. Jelaskan kritik tentang penalaran hukum deduktif dan analogi!

Penalalaran deduktif adalah suatu kerangka yang bertolak dari sebuah asumsi
yang bersifat umum untuk mencapai kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Pola
penarikan kesimpulan dalam metode ini merujuk pada pola pikir yang biasa disebut
dengan silogisme. Yang mana berawal dari suatu pernyataan atau lebih dengan sebuah
kesimpulan dan kedua pernyataan tersebut sering disebut dengan premis mayor dan

Andi Muhammad Jafar, UMK 2021


premis minor, serta diikuti dengan penyimpulan yang didapat melalui penalaran dari
kedua premis itu.
Namun kesimpulan ini hanya bernilai benar jika kedua premis benar dan cara
yang digunakan juga valid, serta hasilnya mengandung koherensi dari premis tersebut.
Kelebihan dari model ini terdapat pada faktor kebutuhan fokus yang intens dalam
menganalisa suatu pengertian dari segi materinya, hal ini berpengaruh pada penggunaan
waktu yang lebih efisien. Selain itu, pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam proses
pembelajaran, dan adanya sifat dari deduksi di mana kesimpulannya merupakan suatu
konsekuensi logis dari premis-premisnya. Jika premis benar, maka kesimpulan akan
benar. Adapun kelemahannya, terdapat pada aktivitas penarikan yang dibatasi pada ruang
lingkup tertentu. Selain itu, jika salah satu dari kedua premisnya, atau bahkan semua
premis salah, maka akan menimbulkan kesimpulan yang salah pula. Terlebih, kesimpulan
yang diambil berdasarkan logika deduktif tak mungkin lebih luas dari premis awalnya,
sehingga sulit diperoleh kemajuan ilmu pengetahuan jika hanya bertumpu pada logika
deduktif saja.

Penerapan penalaran analogi dan deduktif seorang hakim dalam pertimbangan


hukum, terhadap suatu putusan tidak dapat dipisahkan. Keduanya sangat berperan dalam
proses mencari dan menarik kesimpulan yang benar. Secara teoritis, penalaran deduktif
bertolak dari aturan hukum yang berlaku pada kasus individual secara konkret dan
digunakan untuk mendapatkan kesimpulan dari hal yang bersifat umum kepada kasus
yang bersifat individual. Pada tahap menggali fakta hukum dengan memeriksa surat-surat
bukti ataupun saksi-saksi yang diajukan di persidangan. Ketika hakim
mempertimbangkan dalam  pertimbangan hukumnya, bahwa berdasarkan surat-surat
bukti dan keterangan saksi-saksi Penggugat atau Tergugat yang dihubungkan dengan
dalil-dali Penggugat atau sangkalan Tergugat, kesemuanya telah bersesuaian satu sama
lain dan menyimpulkan bahwa pasal-pasal yang dijadikan dasar hukum telah terpenuhi,
adalah menggunakan penalaran induktif. Dalam hal pertimbangan hukum, hakim
menyatakan bahwa dengan demikian dalil gugatan Penggugat dapat dikabulkan atau
ditolak, adalah menggunakan penalaran deduktif.

3. Jelaskan peranan kunci paradigma dan aliran filsafat hukum di dalam penalaran hukum!

Penerapan Filsafat Hukum dalam kehidupan bernegara mempunyai variasi yang


beraneka ragam tergantung pada filsafat hidup bangsa (Wealtanchauung) masing-masing.
Di dalam kenyataan suatu negara jika tanpa ideologi tidak mungkin mampu mencapai
sasaran tujuan nasionalnya sebab negara tanpa ideologi adalah gagal, negara akan kandas
di tengah perjalanan. Filsafat Hidup Bangsa (Wealtanchauung) yang lazim menjadi
filsafat atau ideologi negara, berfungsi sebagai norma dasar (groundnorm) (Hans Kelsen,
1998: 118). Nilai fundamental ini menjadi sumber cita dan asas moral bangsa karena nilai
ini menjadi cita hukum (rechtidee) dan paradigma keadilan, makna keadilan merupakan
substansi kebermaknaan keadilan yang ditentukan oleh nilai filsafat hidup
(wealtanchauung) bangsa itu sendiri (Soeryono S., 1978: 19). Indonesia sebagai negara
hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan hukum
(iustitia protectiva). Hukum dan cita hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya.
Perwujudan budaya dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum

Andi Muhammad Jafar, UMK 2021


dan cita hukum 36 (Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral
dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang
menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra moral
kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia. Keadilan senantiasa terpadu dengan asas
kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukun (Zeweclcmassigkeit). Tiap
makna dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan
komutatif, distributif maupun keadilan protektif demi terwujudnya kesejahteraan lahir
dan batin warga negara, yaug pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia.
Hukum dan keadilan sungguh-sungguh merupakan dunia dan trans empirical setiap
pribadi manusia. Hukum dan citra hukum (keadilan) sekaligus merupakan dunia nilai dan
keseluruhannya sebagai fenomena budaya. Peranan filsafat hukum memberikan wawasan
dan makna tujuan hukum sebagai cita hukum (rechtidee). Cita hukum adalah suatu
apriori yang bersifat normatif sekaligus suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus
konstitutif, yang merupakan prasyarat transendental yang mendasari tiap Hukum Positif
yang bermartabat, tanpa cita hukum (rechtidee) tak akan ada hukum yang memiliki watak
normatif (Rouscoe Pound, 1972: 23). Cita hukum (rechtidee) mempunyai fungsi
konstitutif memberi makna pada hukum dalam arti padatan makna yang bersifat konkrit
umum dan mendahului semua hukum serta berfungsi membatasi apa yang tidak dapat
dipersatukan. Pengertian, fungsi dan perwujudan cita hukum (rechtidee) menunjukkan
betapa fundamental kedudukan dan peranan cita-cita hukum adalah sumber genetik dan
tata hukum (rechtsorder). Oleh karena itu cita hukum (rechtidee) hendaknya diwujudkan
sebagai suatu realitas. Maknanya bahwa filsafat hukum menjadi dasar dan acuan
pembangunan kehidupan suatu bangsa serta acuan bagi pembanguan hukum dalam
bidang-bidang lainnya. Kewajiban negara untuk menegakkan cita keadilan sebagai cita
hukum itu tersirat didalam asas Hukum Kodrat yang dimaksud untuk mengukar kebaikan
Hukum Positif, apakah betul-betul telah sesuai dengan aturan yang berasal dari Hukum
Tuhan, dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dengan kebaikan Hukum Etis dan
dengan asas dasar hukum umum abstrak Hukum Filosofis (Notonagoro, 1948: 81). 37
Hukum berfungsi sebagai pelindungan kepentingan manusia, agar keperitingan manusia
terlindungi, hukum harus dilaksanakan secara profesional. Pelaksanaan hukum dapat
berlangsung normal, damai, tertib. Hukum yang telah dilanggar harus ditegakkan melalui
penegakkan hukum. Penegakkan hukum menghendaki kepastian hukum, kepastian
hukum merupakan perlindungan yustisiable terhadap tindakan sewenang-wenang.
Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian
hukum masyarakat akan tertib, aman dan damai. Masyarakat mengharapkan manfaat
dalam pelaksanaan penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia maka pelaksanaan
hukum harus memberi manfaat, kegunaan bagi masyarakat jangan sampai hukum
dilaksanakan menimbulkan keresahan di dalam masyarakat. Masyarakat yang
mendapatkan perlakuan yang baik, benar akan mewujudkan keadaan yang tata tentrem
raharja. Hukum dapat melindungi hak dan kewajiban setiap individu dalam kenyataan
yang senyatanya, dengan perlindungan hukum yang kokoh akan terwujud tujuan hukum
secara umum: ketertiban, keamanan, ketentraman, kesejahteraan, kedamaian, kebenaran,
dan keadilan (Soejadi, 2003: 5).

Andi Muhammad Jafar, UMK 2021

Anda mungkin juga menyukai