150710101419
1
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/doc/2125_Legal%20Reasoning_Bp.%20Wasis
%20Susetio.ppt%20%5BCompatibility%20Mode%5D.pdf
untuk menjadikan hukum sebagai alat yang benar-benar dapat menyajikan
keadilan yang nyata.
Keadilan adalah nilai (value) yang selama ini dicari dalam setiap lahirnya
produk hukum, sehingga keadilan sendiri sangat sulit untuk ditentukan. Teori
keadilan sendiri tidak pasti dan berbeda-beda menurut berbagai tokoh dan ahli
hukum dan filsafat. Seperti halnya menurut Aristoteles, keadilan terjadi ketika
seseorang tidak melanggar hukum yang berlaku, sehingga keadilan berarti sesuai
hukum atau (lawfull), yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus
diikuti, serta seseorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga
keadilan berarti persamaan hak (equal).2 Sehingga Aristoteles menyimpulkan
keadilan adalah lawfull dan equal. Padahal menurut Jimly Asshiddiqie Keadilan
adalah pemenuhan keinginan individu dalam suatu tingkat tertentu. Keadilan yang
paling besar adalah pemenuhan keinginan sebanyak-banyaknya orang.
Pemenuhan keadilan sehingga suatu keadaan layak disebut adil adalah sesuatu
yang sulit. Hal tersebut tidak dapat dijawab berdasarkan pengetahuan rasional.
Jawaban pertanyaan tersebut adalah suatu pembenaran nilai. 3 Dari pendapat dua
tokoh itu saja dapat dilihat bahwa pendefinisian keadilan sudah mulai muncul
dimana Aristoteles mengatakan bahwa keadilan adalah suatu hal yang rasional
yakni dapat dinilai dari kepatuhan pada hukum dan penempatan hak yang sesuai,
sedangkan menurut Jimly keadilan adalah hal yang sulit dijawab dengan
pengetahuan rasional karena keadilan ditentukan oleh pembenaran nilai. Dari
perbedaan tersebut akan memunculkan paradoks keadilan pada produk-produk
hukum serta penalaran-penalaran hukum.
2
Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hlm. 93
3
Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi,
Jakarta, 2006, hlm. 18
itu sedalam-dalamnya. Hal ini dapat dipahami karena pendekatan tekstual
terhadap hukum akan mengorbankan kontekstualitasnya. Teks mengedepankan
kesamaan, sementara konteks menonjolkan ketidaksamaan.4 Sehingga adil dalam
pengertian undang-undang dapat juga dikatakan tidak adil karena semua subjek
hukum disamaratakan, padahal setiap subjek hukum memiliki perbedaan situasi
dan kondisi dalam setiap melaksanakan perbuatan hukum.
4
https://business-law.binus.ac.id/2016/08/06/logika-keseimbangan-dan-relativitas-dalam-
perspektif-hukum/
5
Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan IImu-ilmu Sosial Bagi Pengembangan IImu Hukum, Alumin,
bandung, 1977, hlm. 35