Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SMESTER GASAL

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


TAHUN AKADEMIK 2021/22

Nama : Iswandi Nur


BKU :
NPM : 121160010
Mata kuliah : Teori hukum
Nama Dosen : Prof. Dr. Hj. Esmi Warasih, S.H, MS
Dr. Teddy Asmara, S.H, M.Hum
Prof. Dr. H. Endang Sutrisno, S,H, M.H

JAWABAN :

1. A. menurut saya teori yang dikemukakan Gustav Radbruch disebut dengan teori tujuan hukum
yang secara sederhana ingin menjelaskan bahwa hukum dalam tujuannya perlu berorientasi pada
tiga hal, yaitu kepastian yang berarti bahwa kepastian merupakan tuntutan hukum, ialah supaya
hukum menjadi positif dalam artian berlaku dengan pasti, keadilan yaitu suatu kondisi dimana
kasus yang sama diperlakukan secara sama, kemanfaatan yang diartikan sebagai tujuan hukum
yang harus ditujukan pada sesuatu yang berfaedah atau memiliki manfaat. Adapun keadilan
sangat berhubungan dengan hati nurani, dan kemanfaatan. Teori tujuan hukum apabila ditarik
kebelakang tidak akan lepas dari suatu pandangan teologis bahwa segala sesuatu yang
bereksistensi pasti memiliki tujuan tertentu. Hal ini juga berlaku terhadap hukum yang tentunya
memiliki sesuatu yang hendak dicapai dan bersifat ideal. Teori tujuan hukum oleh Gustav
Radbruch lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut.
B. maksud dari istilah “Tajam ke bawah dan Tumpul ke atas” adalah salah satu sindiran nyata
bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas menengah. Inilah
dinamika hukum di Indonesia, seolah sudah berganti paradigma yang menang adalah yang
mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka
pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar, atau dalam istilah hukum
“timpang sebelah”. Seperti halnya kasus nenek Minah (55) yang mencuri singkong dan nenek
Sumiati (72) yang mencuri pepaya, dimana mereka hanya mencuri yang harganya mungkin tidak
seberapa namun dituntut 2 (dua) tahun penjara. Penulis setuju apapun yang namanya tindakan
mencuri adalah kesalahan. Namun, jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan.
Prinsip kemanusian ini didalam hukum humaniter adalah Asas Equality Before The Law yang
merupakan manifestasi dari Negara Hukum (Rechstaat) sehingga harus adanya perlakuan sama
bagi setiap orang di depan hukum (Gelijkheid van ieder voor de wet).
C. teori hukum adalah jembatan dari ilmu hukum yang bersifat (kongkrit/teknis/prkatis) dan filsafat
hukum yanf bersifat (abstrak/spekulatif). eori hukum adalah cabang ilmu hukum yg mempelajari
berbagai aspek teoritis maupun praktis dari hukum positif tertentu secara interdisipliner, yang
bertujuan memperoleh ilmu pengetahuan dan penjelasan yg lebih baik, lebih jelas mengenai
hukum positif yg bersangkutan.( teori hukum adalah teorinya ilmu hukum). hubungan teori
hukum dan ilmu hukum , teori hukum adalah teorinya ilmu hukum dan dengan kata lain ilmu
hukum merupakan objek dari teori hukum. hubungan filsafat hukum & teori hukum merupakan
sinonim atau sebagai dua nama untuk satu disiplin dan dengan kata lain masalah yg lebih
fundamental dalam teori hukum dimasukan dalam bidang filsafat hukum, sedangkan masalah yg
kurang fundamental masuk dalam ajaran hukum umum.
D. Keadilan Hukum berbeda dengan keadilan undang undang Karena apabila kita berbicara tentang
Strategi Model Pembangunan Hukum di sebuah Negara ada 2 (dua) system, diantaranya yaitu :
Sistem Ortodok (Bersifat kearah tradisi sosialis law (Civil Law) atau adanya campur tangan
Lembaga baik pemerintah atau DPR itu sendiri dan biasanya system ini hanya mengakui hukum
yang tertulis saja dalam sebuah Undang-Undang), dan Sistem Common Law (Kebalikan dari
system Ortodok atau Civil Law). jadi tentu berbeda dalam menyikapi kompleksitas
perkembangan Hukum saat ini bila berbicara Keadilan Hukum dan Keadilan Undang-Undang.
Keadilan Undang-Undang bisa saja belum dapat menjawab sebuah diskursus keadilan Hukum
yang berkembang maka dengan demikian diperlukanlah disiplin ilmu tentang Ilmu Hukum,
Filsafat Hukum dan Sosiologi Hukum.

2. A. Pandangan yang demikian sekilas terlihat menggunakan pandangan yang ada dalam hukum
alam. Meskipun Prof Tjip tidak secara jelas menyatakan pandangan itu dipinjam dari mazhab
hukum alam, dengan mengadopsi pandangan Taoisme yang digubah Maturana dan Fritjof Capra
sebagai referensi dalam bab 9 telah menunjukkan bahwa Prof Tjip meminjam pandangan
naturalis dari filsafat timur yang dimasa kini mewujud dalam pandangan yang postmodernis.
Pandangan yang mencoba menyejajarkan modernisme barat dengan mistisisme timur.
B. hukum progresfi yang saya ketahui adalah hukum progresif selalu mencari suatu kebenaran
substantif yang tidak terkekang dari aturan normatif. Hakim sebagai penegak hukum diharapkan
dapat melakukan penemuan hukum (rechtsvinding) dan penggalian atas nilai-nilai yang
berkembang dalam masyarakat. Seperti contoh kasus Putusan MA atas Kasus Angelina Sondakh.
Angelina merupakan terpidana korupsi proyek di Kementerian Pendidikan dan Wisma Atlet di
Palembang yang sebelumnya sudah diputus pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta dengan vonis hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta atau diganti dengan 6
bulan kurungan. Majelis hakim menilai Angelina terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Pada
tingkat kasasi, dimana majelis hakim yang dipimpin Hakim Artidjo Alkostar memutus terdakwa
bersalah dan menambah hukuman pada tingkat pengadilan sebelumnya. Berikut vonis Angelina
yang tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1616 K/Pid.Sus/2013. “Angelina
Sondakh dihukum 12 (dua belas) tahun penjara dan denda sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana
kurungan selama 8 (delapan) bulan, Menghukum pula Terdakwa untuk membayar uang
pengganti sebesar Rp12.580.000.000,00 (dua belas milyar lima ratus delapan puluh juta rupiah)
dan US $ 2.350.000,00 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu Dollar Amerika”. Putusan pada
tingkat kasasi tersebut dapat kita analisis sebagai putusan progresif karena hakim melakukan
terobosan hukum dengan tidak lagi menerapkan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melainkan menerapkan pasal 12 a
UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Hal ini dikarenakan terdakwa berperan secara aktif dalam memprakarsai terjadinya
korupsi yang dilakukan pada proyek di Kemendiknas dan Kemenpora. Selain itu, hakim pada
tingkat kasasi juga menerapkan Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berupa pidana pembayaran uang pengganti hasil
tindak pidana korupsi. Hal ini dibuktikan melalui adanya transaksi yang dilakukan oleh
terdakwa dalam setahun yang jumlahnya melebihi dari gaji atau honor yang seharusnya diterima
terdakwa. Penerapan vonis maksimal sesuai tuntutan jaksa ini juga merupakan keberanian hakim
yang menunjukkan semangat dalam pemberantasan korupsi karena dampak yang ditimbulkan
korupsi sangat luas dan beragam.
C. hukum progresif adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan
yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia.227 Hukum progresif berangkat dari asumsi
dasar bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya. Berdasarkan hal itu, maka
kelahiran hukum bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas, yaitu;
untuk harga diri manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan manusia. Itulah sebabnya
ketika terjadi permasalahan didalam hukum, maka hukumlah yang harus ditinjau dan diperbaiki,
bukan manusia yang dipaksa-paksa untuk dimasukkan kedalam skema hukum. Penegakan hukum
progresif adalah menjalankan hukum tidak hanya sekedar kata-kata hitam-putih dari peraturan
(according to the letter), melainkan menurut semangat dan makna lebih dalam (to very meaning)
dari undang-undang atau hukum. Penegakan hukum tidak hanya kecerdasan intelektual,
melainkan dengan kecerdasan spiritual. Dengan kata lain, penegakan hukum yang dilakukan
dengan penuh determinasi, empati, dedikasi, komitmen terhadap penderitaan bangsa dan disertai
keberanian untuk mencari jalan lain daripada yang biasa dilakukan. Hukum progresif adalah
bagian dari proses pencarian kebenaran (searching for the truth) yang tidak pernah berhenti.
Hukum progresif yang dapat dipandang sebagai konsep yang sedang mencari jati diri, bertolak
dari realitas empirik tentang bekerjanya hukum dimasyarakat, berupa ketidakpuasan dan
keprihatinan terhadap kinerja dan kualitas penegakan hukum dalam setting Indonesia akhir abad
ke-20. Mengingat spirit hukum progresif adalah pembebasan dari tipe, cara berpikir, asas dan
teori serta pembebasan atas penyelenggaraan the administration of justice, maka karakter hukum
progresif yang tidak memandang hukum sebagai sesuatu yang absolute menjadi penting.
Progresifitas juga dapat dilihat dari cara pandang terhadap hukum yang ditempatkan sebagai
sesuatu yang terus untuk berproses (law as a process dan law in the making).
D. Keadilan Hukum berbeda dengan keadilan undang undang Karena apabila kita berbicara tentang
Strategi Model Pembangunan Hukum di sebuah Negara ada 2 (dua) system, diantaranya yaitu :
Sistem Ortodok (Bersifat kearah tradisi sosialis law (Civil Law) atau adanya campur tangan
Lembaga baik pemerintah atau DPR itu sendiri dan biasanya system ini hanya mengakui hukum
yang tertulis saja dalam sebuah Undang-Undang), dan Sistem Common Law (Kebalikan dari
system Ortodok atau Civil Law). jadi tentu berbeda dalam menyikapi kompleksitas
perkembangan Hukum saat ini bila berbicara Keadilan Hukum dan Keadilan Undang-Undang.
Keadilan Undang-Undang bisa saja belum dapat menjawab sebuah diskursus keadilan Hukum
yang berkembang maka dengan demikian diperlukanlah disiplin ilmu tentang Ilmu Hukum,
Filsafat Hukum dan Sosiologi Hukum.

3. A. Dalam berbagai hal hukum mempunyai pengaruh terhadap lembagalembaga kemasyarakatan,


artinya terdapat hubungan yang langsung antara hukum dan perubahan-perubahan sosial. Namun
pada masyarakat yang memiliki taraf kebudayaan dan struktur sosial, hukum dapat tertinggal
daripada masyarakat ketika hukum itu berada pada situasi yang dinamis, dimana perubahan-
perubahan sosial tidak diikuti oleh perkembangan hukum. Sehingga betapapun hukum telah
dilihat dan didekati dengan ilmu hukum, diperlukan disiplin ilmu lain, yakni sosiologi yang
mencoba menelaahnya dari sisi yang berbeda, sebagaimana yang dikemukakan oleh Satjipto
Rahardjo: kecuali tampak normatifnya, hukum juga mempunyai sisi lain, yaitu tampak
kenyataannnya. Yang di maksud oleh Satjipto Raharjo dengan tampak kenyataannya di sini
adalah bukan kenyataan dalam bentuk pasal-pasal dari suatu undang-undang, akan tetapi
bagaimana hukum itu dilaksanakan dalam kesehariannya. Jika melihat atau mempelajari yang
demikian, maka kita harus keluar dari batas-batas peraturan hukum dan mengamati praktek
hukum atau hukum sebagaimana yang diterapkan oleh masyarakat.
B. Hans Kelsen dalam teorinya yakni teori hukum Murni adalah keinginan untuk membebaskan
ilmu hukum dari anasir-anasir atau unsur-unsur social, ekonomi, politik, budaya dan lain
sebagainya. Hukum diwajibkan bebas nilai, dan harus terbebas dan tidak tercemari oleh unsur-
unsur yang bersifat ideologis. Keadilan menurut Kelsen dipandang sebuah konsep ideologis. Ia
melihat dalam keadilansebuah ide yang tidak rasional dan teori hukum murnitidak dapat
menjawab tentang pertanyaan apa yang membentuk keadilan, karena pertanyaan ini tidak dapat
dijawab secara ilmiah. Jika keadilan harus diidentikkan dengan legalitas, dalam arti tempat,
keadilan berarti memelihara sebuah tatanan (hukum) positif melalui aplikasi kesadaran atasnya.
Teori hukum murni ini menurut Kelsen adalah sebuah teori hukum yang bersifat positif.
Sehingga kemudian dapat disimpulkan bahwa teori hukum ini ingin berusaha menjawab
pertanyaan tentang “apa hukum itu?” tetapi bukan pertanyaan “apa hukum itu seharusnya”. Teori
ini mengkonsentrasikan pada hukum saja dan menginginkan lepas dengan ilmu pengetahuan
yang lainnya, dengan atas dasar bahwa ilmu hukum berdiri sendiri dan merupakan sui generis.
Kelsen sekali lagi ingin memisahkan pengertian hukum dari segala unsur yang berperan dalam
pembentukan hukum seperti unsur-unsur psikologi, sosiologi, sejarah, politik, dan bahkan juga
etika. Semua unsur ini termasuk ide hukum atau isi hukum. Isi hukum tidak pernah lepas dari
unsur politik, psikis, social budaya dan lain-lain. Sehingga pengertian hukum menurut Hans
Kelsen adalah hukum dalam konteks formalnya, yaitu sebagai peraturan yang berlaku secara
yuridis, itulah hukum yang benar menurut perspektif teori hukum murni (das reine Recht)Inti
ajaran hukum murni Hans Kelsen adalah bahwa hukum itu harus dipisahkan dari anasir-anasir
yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis dan sebagainya. Dengan demikian Kelsen tidak
memberikan tempat bagi betrlakunya hukum alam. Hukum merupakan sollen yuridis semata-
mata yang terlepas dari das sein / kenyataan sosial.

C. Teori ini dikemukakan oleh William Chamblis dan Robert B. Seidman. Berdasarkan teori ini,
bekerjanya hukum dalam masyarakat dipengaruhi oleh kekuatankekuatan sosial, lembaga-
lembaga pembuat hukum dan lembagalembaga pelaksana hukum. Oleh karena itu bekerjanya
hukum tidak bisa dimonopoli oleh hukum. Teori ini digunakan untuk menganalisis permasalahan
pertama, karena teori ini berkaitan dengan lembaga-lembaga pembuat hukum, penegak hukum,
maupun kekuatan-kekuatan sosial, antara lain politik budaya masyarakat, dan wangsa. Kekuatan-
kekuatan sosial itulah yang kemudian menyebabkan hukum mengalami dinamika Bekerjanya
hukum dalam masyarakat dapat dilihat dari dua sisi , yaitu sisi dogmatis dan sisi sosiologis. Dari
sisi dogmatis, di mana bekerjanya hukum dihubungkan dengan masalah penerapan hukum,
penafsiran hukum, pembuatan kontruksi hukum dan sebagainya. Dari segi sosiologis , bekerjanya
hukum dapat dilihat dari peran manusia yang menjadi perantara masuknya dalam sebuah
masyarakat. Manusia sebagai aktor yang membawa hukum dalam masyarakat mengakibatkan
hukum terpengaruh oleh subyektivitas yang dimiliki manusia itu sendiri. Hukum tidak lagi
dipandang sebagai sesuatu yang otonom dan obyektif, melainkan sesuatu yang subyektif dan
heterogen. Menurut Teori Chamblis dan Seidman tentang bekerjanya hukum dalam masyarakat,
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor- faktor tersebut meliputi masyarakat itu sendiri.
Masyarakat sebagai pemegang peran diharapkan mampu bertindak sesuai dengan peraturan yang
ada , yang telah memberikan petunjuk kepadanya. Sedangkan lembaga pembuat aturan dan
penerapan sanksi lebih bertindak sebagai pengontrol dan sekaligus merespons fungsi dan aturan
tersebut. Berdasarkan pemahaman tentang bekerjanya hukum dalam masyarakat, dilihat dari teori
Chamblis dan Seidman , maka dapat diketahui konsumen adalah pemegang peran . konsumen
adalah sasaran dari sebuah aturan atau hukum yang di hubungkan dengan harapan adanya
perlindungan terhadap konsumen. Hukum yang ada diterapkan untuk konsumen dan konsumen
bertindak sebagai pemegang peran, yakni menjadi produsen yang mampu mewujudkan
perlindungan terhadap konsumen dengan bertindak sebagai produsen yang bertanggung jawab.

Anda mungkin juga menyukai