Anda di halaman 1dari 7

Nama: Ni Ketut Devi Damayanti

NIM : 2004551085

Kelas : B – Reguler Pagi

Mata Kuliah : Pengantar Filsafat Hukum

RESUME HUKUM PROGRESIF

A. Pengertian Hukum Progresif

Hukum Progresif secara terminologi berasal dari 2 kata, yakni hukum dan progresif.
Hukum sendiri eksistensinya tidak ada untuk dirinya melainkan untuk sesuatu yang luas, yaitu
harga diri manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan manusia.1 Hukum juga bukan
merupakan institusi yang mutlak serta final, karena hukum selalu berada dalam proses untuk
terus menjadi (law as a process, law in making). Dilain sisi, progresif secara harfiah ialah
favouring new, modern ideas, happening or developing steadily 2 (menyokong ke arah yang
baru, gagasan modern, peristiwa atau perkembangan yang mantap), atau berhasrat maju, selalu
(lebih), maju, meningkat.3

Dari kedua istilah tersebut, Satjipto Rahardjo mengartikan hukum progresif sebagai
serangkaian tindakan yang radikal, dengan mengubah sistem hukum (termasuk merubah
peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih berguna, terutama dalam mengangkat
harga diri serta menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Secara sederhana, hukum
progresif diartikan sebagai hukum yang melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir
maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir untuk
menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Dari definisi tersebut
dapat ditarik ciri-ciri dari hukum progresif sebagai berikut:4

1
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas 2006) 188.
2
Oxford Learner’s Pocket Dictionary (New Edition) (Edisi ketiga, Oxford: Oxford University Press) 342.
3
Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola 2001) 628.
4
Reza Rahmat Yamani, “Pemikiran Prof Satjipto Rahardjo tentang Hukum Progresif dan Relevansinya dengan
Hukum Islam di Indonesia”, (Skripsi: Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar 2016) 20.
1. Hukum mengikuti perkembangan aspirasi masyarakat (hukum digantungkan kepada
situasi dan kondisi kebutuhan pengaturan masyarakat);
2. Hukum harus memihak kepada kepentingan rakyat dan demi kepentingan keadilan;
3. Hukum bertujuan mengantarkan manusia kepada kesejahteraan dan kebahagiaan;
4. Hukum selalu bergerak dalam proses perubahan (law as a process, law in the
making);
5. Hukum menekankan kehidupan yang lebih baik sebagai dasar hukum yang baik;
6. Hukum memiliki tipe responsif;
7. Hukum mendorong peran publik;
8. Hukum membangun negara hukum yang berhati nurani.
B. Sejarah Lahirnya Hukum Progresif

Philipe Nonet dan Philipp Selznich menguraikan bahwa di Amerika pada tahun 70-an
timbul persoalan-persoalan sosial, kejahatan, kemerosotan lingkungan, protes massa, hak-hak
sipil, kemiskinan, kerusuhan di kota-kota serta abuse of power pada tahun 1960-an, masyarakat
merasakan bertapa hukum gagal untuk menangani berbagai problema sosial tersebut. 5 Untuk
menjawab problema sosial tersebut, hukum dianggap dapat menelaah dan melakukan review
melalui upaya-upaya yang progresif sehingga kebenaran yang hakiki dapat dicapai dan
menghadirkan kemerdekaan manusia dalam menggapai keharmonisan, kedamaian, ketertiban
yang pada akhirnya mewujudkan kesejahteraan yang adil dan beradab. 6 Di Indonesia sendiri
problema sosial serupa dijawab dengan teori hukum progresif dengan Satjipto Rahardjo
sebagai penggagasnya. Gagasan hukum progresif lahir di tahun 2002 dengan kualitas
penegakkan hukum di Indonesia terutama sejak terjadinya reformasi pada pertengahan tahun
1997 sebagai latar belakangnya. Secara sederhana, hukum progresif lahir karena ajaran ilmu
hukum positif (analytical jurisprudence) yang dipraktikkan pada realitas empirik di Indonesia
yang tidak memuaskan.

Bagi hukum positif (dogmatik), kebenaran terletak dalam tubuh peraturan. Hal tersebut
berakibat pada statisnya pergerakan hukum, sehingga perkembangan persoalan yang ada di
masyarakat sulit untuk dipecahkan. Menurut hukum progresif, hukum yang hanya berupa

5
Satjipto Rahardjo, “Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan”, 2005 (1) 1 Jurnal Hukum Progresif Program
Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.
6
H. Deni Nuryadi, “Teori Hukum Progresif dan Penerapannya di Indonesia”, 2016 (1) 2 Jurnal Ilmiah Hukum
De’Jure 399.
pasal-pasal jelas tidak bisa menggambarkan kebenaran dari hukum yang sangat kompleks.
Oleh karenanya, dalam hukum progresif, hukum diletakkan dan berhubungan erat dengan
manusia dan masyarakat untuk menjawab persoalan-persoalan didalamnya.

C. Landasan Filosofis Hukum Progresif

Hukum progresif kehadirannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang sudah
mengalami krisis kepercayaan terhadap hukum yang berlaku sekarang ini. Ilmu hukum sendiri
didasarkan atas tiga landasan filosofis, yakni ontologis, epistemologis dan aksiologis. 7 Adapun
landasan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

1. Landasan Ontologis

Landasan ontologis hukum progresif berkaitan dengan krisis kepercayaan


masyarakat terhadap peraturan hukum yang berlaku. Hukum dianggap sudah tidak
mampu mengatasi kejahatan kerah putih (white colar crime) seperti korupsi, sehingga
masyarakat mendambakan teori hukum yang lebih adekuat. Untuk itu, hukum progresif
lahir untuk mengisi kehausan masyarakat akan kehadiran hukum yang lebih baik.

2. Landasan Epistemologis

Landasan epistemologis hukum progresif berkaitan dengan dimensi metodologis


yang harus dikembangkan untuk menguak kebenaran ilmiah. Interpretasi atas peraturan
perundang-undangan yang berlaku didominasi oleh pakar hukum yang kebanyakan
memiliki kepentingan tertentu, sehingga mengandung validitas tersendiri. Oleh
karenanya hukum progresif hadir dengan terobosan metodologis yang lebih canggih
untuk menemukan inovasi terhadap sistem hukum yang berlaku, misalnya interpretasi
terhadap peraturan perundang-undangan yang tidak semata-mata bersifat tekstual,
melainkan juga kontekstual.

3. Landasan Aksiologis

Landasan aksiologis hukum progresif terkait dengan problem nilai yang terkandung
di dalamnya. Saat ini, nilai-nilai yang dituruti oleh ilmuwan (termasuk pakar hukum)
berkutat pada peraturan perundang-undangan sebagai bentuk rule of the game dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilain sisi, hukum progresif hadir dengan landasan

7
Reza Rahmat Yamani, loc. cit., 22.
nilai yang tidak terjebak ke dalam semangat legal formal semata, namun juga memihak
kepada semangat kemanusiaan (spirit of humanity).

D. Keterkaitan Hukum Progresif dengan Teori Lain

Hukum progresif menunjukkan kebersinggungan dengan beberapa teori lain dalam


perkembangannya. Beberapa teori tersebut antara lain aliran hukum alam, mazhab sejarah,
sosiological jurisprudence, realisme hukum, dan critical legal studies. Adapun rincian
hubungan daripada hukum progresif dengan teori lainnya yakni sebagai berikut. 8

1. Aliran Hukum Alam

Aliran hukum alam dalam hukum progresif ditekankan dalam bentuk logika
kepatutran dan logika keadilan yang harus selalu ada di dalam hukum. Keduanya selalu
diikutsertakan dalam membaca kaidah hukum sehingga berhukum tidak lepas dari
keadilan sebagai roh, asas, dan tujuan hukum. Namun juga terdapat beberapa perbedaan,
yang mana keadilan dalam perspektif hukum alam bersifat universal, sedangkan hukum
progresif meletakkan pencarian keadilan substantif dalam konteks keindonesiaan. Dilain
sisi, hukum alam bersifat tetap melewati waktu, sedangkan hukum progresif harus
dibiarkan mengalir dan berubah.

2. Mazhab Sejarah

Hukum progresif mengandung unsur mazhab sejarah karena meletakkan hukum


dalam kerangka konteks kemasyarakatannya, yaitu masyarakat dimana hukum itu ada
dan dijalankan. Dalam mazhab sejarah ditekankan pada konsep budaya hukum yang
selalu berkembang sama halnya dengan masyarakat dalam hukum progresif. Hanya saja
dalam mazhab sejarah, hukum perlu dibuat bila terdapat perkembangan budaya. Dilain
sisi, hukum progresif menganggap hukum tidak perlu dibuat melainkan dibiarkan
tumbuh berkembang bersamaan dengan perkembangan masyarakat.

3. Sosiological Jurisprudence

Hukum progresif memiliki kesamaan dengan sosiological jurisprudence dalam hal


titik berat studi hukum yang tidak hanya melihat hukum sebagai aturan tertulis, tetapi
juga melihat bekerjanya hukum dan akibat dari penegakan hukum. Namun, hukum

8
Mukhidin, “Hukum Progresif sebagai Solusi Hukum yang Mensejahterakan Rakyat”, 2014 (1) 3 Jurnal
Pembaharuan Hukum 282-284.
progresif tidak memaknai bekerjanya hukum secara empiris, yaitu berkaitan dengan yang
terjadi di masyarakat.

4. Realisme Hukum

Antara hukum progresif dengan realisme hukum memiliki kesamaan dalam melihat
hukum yang tidak hanya menggunakan kacamata hukum itu sendiri, melainkan dari
tujuan sosial yang ingin dicapai. Pembedanya yakni, dalam realisme hukum hakim
diberikan kebebasan yang tinggi untuk membuat putusan, sedangkan hukum progresif
membatasi ruang diskresional hakim dengan nilai ideologis.

5. Critical Legal Studies

Hukum progresif mengkritik hukum liberal sama halnya dengan critical legal
studies. Pandangan yang menyatakan bahwa hukum tidak bersifat netral digunakan oleh
hukum progresif untuk membongkar kepentingan dibalik aturan hukum. Keduanya
berpendapat bahwa didalam masyarakat sesungguhnya tidak terdapat kesamaan, karena
itu diperlukan adanya diskriminasi positif (affirmative action).

E. Penerapan Hukum Progresif dalam Sistem Hukum Indonesia

Hukum progresif memasukkan perilaku sebagai unsur penting dalam hukum, sehingga
dalam memajukkan hukum, dilibatkan pula tentang bagaimana peran perilaku. 9 Impementasi
daripada hukum progresif dalam sistem hukum Indonesia ada pada Pembukaan UUD NRI
Tahun 1945, butir-butir Pancasila, dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945. Adapun muatan
tersebut dirinci sebagai berikut.10

1. Dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945 disebutkan tujuan pembentukan


pemerintahan Indonesia “(...) untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia (...)” Frasa ini mengamanatkan
kepada Pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada segenap bangsa
Indonesia tanpa kecuali. Tujuan yang hendak dicapai oleh Pemerintah adalah sejalan
dengan tujuan Hukum Progresif untuk memberikan keadilan dan kebahagiaan kepada
masyarakat;

9
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas 2009) 78.
10
H. Deni Nuryadi, loc.cit., 404-405
2. Pancasila, sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, dan sila kelima
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam sila kedua menghendaki agar
menempatkan manusia pada tempat yang sesuai dengan martabatnya yang bersifat
kodrati, sebagai mahluk yang mulia, dengan cara yang adil dan beradab.
Menempatkan semua manusia pada tempat yang sama terhormatnya dan tidak ada
memarginalkan orang lain. Keadilan adalah menjadi hak setiap manusia. Begitu juga
sila kelima yang menujukkan bahwa bangsa Indonesia harus mempunyai dan
berpandangan untuk menciptakan keadilan sosial. Jiwa dari sila kedua dan kelima
dari Pancasila ini adalah sesuai dengan yang hendak dituju oleh Hukum Progresif
yaitu memberikan keadilan kepada masyarakat.
3. Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur “Kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan”. Pasal ini menjamin bahwa hakim mempunyai kemerdekaan
atau kebebasan yang tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun untuk memberikan
keadilan sesuai dengan keyakinannya yang didasarkan kepada kematangan
intelektual dan hatinuraninya. Hakim yang merdeka dalam mengambil putusan
adalah perilaku hakim seperti inilah yang diperlukan untuk menggerakan roda
Hukum Progresif;
4. Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur mengenai persamaan kedudukan
di dalam hukum untuk semua warga negara Indonesia. Dengan pasal ini maka tidak
dibenarkan adanya perlakuan hukum yang berbeda. Semua warga negara
mendapatkan perlakuan hukum yang sama meski memiliki latar belakang yang
berbeda. Pasal ini akan mengantar seorang hakim untuk memberikan putusan hukum
yang memberikan rasa keadilan kepada pemohon keadilan yang adalah sesuatu yang
didambakan di dalam Hukum Progresif;
5. Pasal-pasal yang termuat dalam Bab XA mengenai Hak Asasi Manusia adalah
mengatur hak-hak dasar manusia yang diantaranya untuk mendapatkan kebahagiaan
hidup, bebas dari tekanan pihak lain, merasakan suatu keadilan dan hak-hak kodrati
lainnya, hak-hak mana menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi dan
memajukannya. Hukum memberikan kewajiban kepada pemerintah untuk
memberikan hak-hak yang membahagiakan rakyat, sesuatu yang menjadi tujuan dari
Hukum Progresif.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Oxford, n.d. Oxford Learner's Pocket Dictionary (New Edition). 3 ed. Oxford: Oxford
University Press.

Partanto, P. A. & Barry, M. D. A., 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.

Rahardjo, S., 2006. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Penerbit Hukum Kompas.

Jurnal

Mukhidin, 2014. Hukum Progresif sebagai Solusi Hukum yang Mensejahterakan Rakyat.
Jurnal Pembaharuan Hukum, I(3), pp. 267-286.

Nuryadi, H. D., 2016. Teori Hukum Progresif dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Hukum De'Jure, I(2), pp. 394-408.

Rahardjo, S., 2005. Hukum Progresif: Hukum yang Membebaskan. Jurnal Hukum Progresif
Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponogoro, I(1).

Skripsi

Reza Rahmat Yamani, “Pemikiran Prof Satjipto Rahardjo tentang Hukum Progresif dan
Relevansinya dengan Hukum Islam di Indonesia”, (Skripsi: Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Alauddin Makassar 2016).

Anda mungkin juga menyukai